Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.
Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.
Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi.
"Mas, mau kemana pagi - pagi seperti ini? bukannya mas cuti kerja?" tanyanya
"Bukan urusan kamu, saya mau kemana" sinisnya
"Tapi mas jika mama kesini aku harus bilang apa?"
"Bilang saja mencari Margarette" ucapnya santai
Mendengar Arvan ingin mencari Margarette hati Sania sakit entah mengapa hatinya begitu sakit mendengar kenyataan itu.
"Jangan tunggu saya, saya akan puang larut malam" ucapnya
"Mas,kamu itu suami aku, kenapa masih mencari Margarette" ucapnya memberanikan diri
"Suami? pernikahan kita hanya diatas kertas paham" teriak Ervan lalu menghampiri Sania lalu mendorongnya sampai dia terjatuh dilantai
"Rasakan itu pembantu, kamu pantas hanya menjadi seorang pembantu bukan seorang istri, oh ya satu lagi nih obat buat kamu" ucapnya melemparkan obat itu ke Sania
"Apa ini?" ucap Sania bingung
"Ini obat supaya kamu tidak hamil, saya tidak tau saya akan khilaf kepadamu" lalu pergi begitu saja meninggalkan Sania yang masih duduk di lantai
Sania mengernyitkan dahinya dia bingung karena selama ini tidak pernah melihat obat ini apalagi dibelakang obat tersebut ada tanggal dan obatnya ada yang bewarna kunimg dia bingung bagaimana cara mengonsumsinya, alhasil dia hanya menyimpannya. Sania pikir Arvan tidak mungkin melakukan itu kepadanya.
*****
Arvan menyusuri setiap jalan mencari tunangannya itu pergi entah kemana sudah hampir seminggu dia belum menerima kabar apapun padahal dia sudah menyewa orang untuk mencarinya tetapi hasilnya nihil.
Telpon berdering lalu Arvan mengangkatnya.
"Hallo"
"......"
"Cari lagi saya tidak mau tau Margarette harus ketemu"
"....."
"Argghhh SHIT!! Kemana kamu Margarette" ucapnya sambil membanting stir kemudinya.
Dia benar - benar sangat bingung kemana lagi dia mencari tunangannya setiap penjuru kota sudah ia jelajahi tetapi tetap saja tidak ada hasil. Arvan berpikir mungkin sekarang dia berada diluar negeri.
Sampai malampun Arvan terus mencari keberadaan Margarette, sebenarnya tubuhnya sudah sangat lelah dan akhirnya memutuskan untuk ke club malam tempat biasanya jika ada masalah.
Arvan masuk kedalam suara musik terdengar nyaring, banyak orang yang bersenang - senang disana berjoget ria di lantai dasa dan DJ yang asik memainkan musik. Arvan duduk di bar dan memesan minuman.
"Hay bro lama tidak kemari?" ucap barista
"Baru sempat kemari, seperti biasa"
Barista itu hanya mengangguk paham dengan apa yang diinginkan Arvan.
Tidak lama datanglah seorang wanita yang berpakaian sangat minim menghampiri Arvan untuk menggodanya.
"Hay ganteng sendirian saja" ucap wanita itu menggoda
Arvan hanya diam.
"Sepertinya kamu sedang ada masalah, apa kamu mau aku temani, aku akan memberikan pelayanan terbaik untukmu" ucapnya mendekatkan bibirnya ditelinga Arvan.
"Pergi lo jalang! gue gak suka main bersama wanita seperti lo!" ucapnya
Wanita itu marah dan pergi begitu saja.
"Nih bro minumannya" ucap Barista itu memberikan minuman yang diinginkan Arvan
Arvan meminum minuman itu dengan sangar frustasi sampai ia sedikit teller, Barista itu melihat Arvan yang sudah setengah mabuk mencoba menghentikannya tetapi dia tidak mau. Mau tidak mau barista itu memanggil satpsm dan menyuruhnya keluar dari sini.
"Van, cukup lo udah mabuk" ucapnya
"Jangan ganggu gue" ucapnya meneguk minumannya
"Gak bisa seperti ini" gumamnya "Pak tolong, bawa keluar dia dari sini" ucapnya lagi kepada satpam
"Baik"
Kedua satpam itu membawa Arvan keluar, diluar Arvan memaki satpam tersebut. Dan pergi meninggalakan tempat itu menuju mobilnya sambil berjalan sempoyongan.
****
Disisi lain Sania mondar - mandir sambil melihat jam didinding sudah menunjukan angka dua belas malam Arvan belum juga pulang Sania cukup khawatir tentang keadaannya.
Dia bingung bagaimana menghubungi suaminya itu karena selama menikah dia tidak tau sama sekali nomor Arvan.
"Kemana kamu mas, sudah jam segini kamu belum juga pulang" ucapnya
Sania duduk di sofa sambil mencoba menonton televisi tetapi perasaan sangat tidak tenang dia takut akan terjadi apa - apa dengan suaminya itu.
Tak lama terdengar suara membuka pintu dengan cepat Sania menghampiri dan melihat suaminya seperti orang mabuk. Ternyata bebar Arvan mabuk dia tidak menyangka suaminya melakukan hal yang dilarang agama.
"Mas, mas kenapa seperti ini?" tanya Sania
"argghhh" ucap Arvan
Sania membompong Arvan ke kamarnya dan menidurinya dikasur dengan pelan Sania membuka sepatu, kaos kakinya. Sania ingin membukakan bajunya tetapi ia urungi takut Arvan akan bangun dan marah. Jadi Sania memutuskan untu keluar dari kamar Arvan, tetapi belum juga Sani pergi Arvan menarik lengan Sania terjatuh disebelahnya. Arvan membuka matanya dan melihat Sania didepannya.
"Ma..mas mau ngapain?" ucap Sania
"Margarette benarkah itu kamu" ucap Arvan
"Aku bukan Margarette mas, aku Sania istrimu" ucap Sania mencoba melepaskan dirinya
"Kamu kemana saja aku sangat merindukanmu, aku sangat lelah mencarimu" racaunya
"Mas" Teriak Sania mencoba pergi dari Arvan
Tiba - tiba saja Arvan mencium bibir Sania dengan lembut, Sania tersadar dan mencoba memukul dada Arvan tetapi tenaganya lebih kuat dari pada dirinya, Sania hanya menangis apakah dia harus merelakan kesuciannya kepada suaminya tersebut. Dia sungguh belum siap untuk melakukan ini semua. Sekarang dia benar - benar takut. Arvan membuka bajunya yang hanya menyisakan pakaian dalamnya. Sania benar - benar pasrah sekarang yang bisa dia lakukan sekarang hanya menangis tanpa Arvan memperdulikannya.
****
Keesokan paginya Sania terbangun dengan selimut yang menutupinya dan melihat Arvan sedang tertidur pulasnya, dia mengingat kejadian semalam hatinya benar - benar hancur sekarang dia tidak tau harus bercerita kepada siapa. Dengan cepat Sania bangun, saat ingin hendak berdiri dia kesakitan dibagian area sensitifnya, buru - buru ia memunguti bajunya yang tergeletak dilantai dan segera pergi dari kamar Ervan menuju kekamarnya sendiri.
Didalam kamar Sania menangis di ujung kasurnya sambil menutup matanya dengan kedua tangannya, dia tidak menyangka malam itu akan menjadi hari terburuknya.
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
Wanita yang sedang berada di sebuah makam kedua orang tuanya, menangis tersedu - sedu dia tidak menyangka akan ditinggalkan oleh kedua orang tuanya secepat ini. Sekarang dia hidup sebatang kara tanpa kerabat ataupun keluarga. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan antar bus, ketika hendak kedua orang tuanya ingin berpergian ke Jakarta untuk bekerja disana tetapi naas mereka meninggal ditempat. Sania Larasati itulah namanya wanita yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas, sekarang dia harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Mau tidak mau Sania harus menggantikan kedua orangtuanya untuk bekerja di Jakarta. Dia berpamitan ke makam kedua orangtuanya untuk berangkat ke Jakarta, sangat berat meninggalkan tempat tinggalnya apalagi makam kedua orang tuanya berada disini. Sania melangkahkan kakinya meninggalkan makam tersebut sambil menangis, sesampainya di depan ujung jalan Sania berdiri seorang diri sambil menunggu bus ya
Yanti menghela nafas panjang setelah kejadian tersebut yang baru saja mereka alami. Yanti tidak menyangka jika Sania sangatlah ceroboh apalagi ia termenung melamunkan majikannya itu. “Kamu kenapa sih San?” tanya Yanti setelah masuk ke dapur “Aku tidak sengaja ka, menumpahkan minuman ke Tuan Arvan. Aku sangat ketakutan tadi melihat Tuan marah” “Tuan Arvan memang seperti itu San, dia memang garang terhadap siapun kecuali terhadap kedua orangtuanya dan kekasihnya itu. “Maaf ka” lirih Sania “Ya udah tidak papa San, kita lanjutin pekerjaan yang belum beres yuk” ajak Yanti Saat mereka membereskan dapur yang sangat berantakan, tiba - tiba saja mereka dikagetkan dengan kedatangan Margaratte kekasih Arvan entah ada apa dia masuk kedalam dapur ini. “Eh, pembantu. Kamu apa - apaan melihat calon suami aku seperti itu!” ucap Margarette g
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat