Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar.
"Permisi pak" ucap Ana dengan sopan
"Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat
"Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak"
Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan.
"Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan
"Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak"
Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuatnya semakin pusing.
"Suruh dia masuk" ucap Arvan akhirnya mengalah
Dengan segera Ana keluar dan memberitahu Margarette untuk masuk kedalam ruangan bossnya.
Dengan tatapan tidak suka Margarette melangkah masuk ke dalam ruangan kekasihnya itu.
"Sayang...." ucap Margarette langsung memeluk Arvan yang sibuk membereskan berkasnya
"Kenapa kamu kemari Margarette, sudah aku bilang sekarang aku sedang sibuk dan tidak ingin diganggu" ucap Arvan dengan lembut. Arvan sangat tidak bisa marah dengan Margarette karena dia sungguh mencintainya.
"Aku merindukanmu sayang, aku lapar dan ingin makan siang bersamamu"
"Aku tidak bisa Margarette aku terlalu sibuk" ucapnya
"Kamu jahat Arvan" marahnya
Margarette segera mengambil tasnya dan keluar dari ruangan itu, sebelum Margarette melangkahkan kakinya lebih dulu Arvan menarik lengan Margarette dan memeluknya.
"Maaf sayang aku emosi" ucapnya
"Maka dari itu turuti permintaanku" rengeknya.
"Baiklah, aku akan menemanimu makan siang"
Senyum Margarette mengembang karena cara seperti ini Arvan akan menuruti semua keinginannya.
Arvan dan Margarette keluar dari ruangan tersebut, sebelum itu Arvan berbicara telebih dahulu kepada sekretarisnya itu.
"Ana, saya keluar makan siang dulu. Panggilkan Bimo suruh dia membereskan pekerjaan saya" ucapnya
"Baik Pak" ucap Ana
*******
Saat mereka makan siang Margarette tampak gelisah entah apa yang dia pikirkan membuat Arvan kebingungan.
"Sayang, kamu kenapa?" ucapnya
"Ah, tidak papa sayang, ini orang tuaku menyuruh pulang sekarang" ucapnya
"Apa ada masalah?" tanyanya penasaran
"Ada masalah sedikit, kalau gitu aku pulang duluan ya sayang" pamitnya
"Kamu tidak papa pulang sendirian, maaf aku tidak bisa mengantarmu untuk pulang ke apartement" lirihnya
"Its okey sayang, aku tidak papa kok, aku tau kamu sedang sibuk sekarang. Aku pergi sekarang" ucapnya lalu mencium pipi kiri dan kanan Arvan
"Kalau sudah sampai segera kabarin aku"
"See you"
"See you"
Setelah kepergian Margarette, Arvan segera pergi meninggalkan kafe menuju kembali kekantornya dan melanjutkan pekerjaan yang belum ia selesaikan tadi karena waktu sudah menunjukkan angka tiga sore.
*****
Didalam taksi Margarette mengutuk dirinya sendiri bagaimana dia tidak kesal tadi saat dia sedang makan bersama Arvan tiba - tiba Leon mengabarkan lewat sms bahwa orangtua sewaannya tidak bisa hadir untuk besok karena mereka tidak sedang berada di Jakarta itu yang membuat margarette tidak tenang sedari tadi.
Sesampainya di apartement buru - buru ia segera menuju kedalam apartemennya dan melihat Leon kekasihnya sedang mondar - mandir tidak jelas.
"Bagaimana ini bisa terjadi Leon?" tanyanya geram
"Aku juga tidak tau Mar, aku baru saja mendapati kabar bahwa mereka sedang berada di Kalimantan sekarang"
"Argh kenapa masalah ini datangnya sekarang" gumamnya
"Apa kamu tidak bisa membujuknya agar mereka kembali kesini?"
"Tidak bisa Margarette akan membutuhkan waktu lama jika mereka segera kemari"
"Jadi kita harus bagaimana? apa dibatalkan saja untuk pertemuan kali ini?"
"Tidak... tidak bisa Leon! karena besok adalah hari yang sangat penting, lebih cepat lebih baik jika menunda lagi"
"Hmm aku punya ide, bagaimana jika kita menyewa seseorang untuk dijadikan sebagai perwakilan dari orangtuamu sebagai paman misalnya. Bilang saja bahwa orangtuamu sedang berada di luar negeri dan tidak bisa pulang dengan cepat"
Margarette terdiam sebentar mencerna ide Leon yang disampaikannya tadi. Dan pada akhirnya Margarette menyetujui rencana Leon.
"Okey Leon kalau gitu segera kamu cari orang tersebut malam ini harus ada aku tidak mau gagal lagi"
"Okey Mar, kalau gitu aku akan segera pergi mencari seseorang yang bisa disewa. Aku pergi Mar" ucapnya lalu pergi meninggalkan Margarette seorang diri.
Margarette duduk lemas di sofa sambil memijit dahinya yang sangat sakit dan mengutuk dirinya kembali.
"Arghh kenapa ada saja masalah yang terjadi, semoga Leon segera mendapatkan orang tersebut" gumamnya
Margarette pergi menuju ke kamarnya lalu meghempaskan badannya ke kasur lalu ia terlelap dalam tidurnya
*****
Sesampainya di rumah Arvan segera masuk ke dalam rumah dia begitu lelah dengan pekerjaannya dikantor dan baru pulang pukul delapan malam.
"Arvan pulang" ucap Arvan berteriak membuat mama dan papanya yang sedang menonton TV kaget mendengar teriakan Arvan
"Arvan, kamu ya, kalau pulang ucapin salam" kesal mama
"Tadi Arvan udah ucapin salam ma" bela Arvan
"Itu bukan salam namanya, ajarin anak kamu tuh pa"
"Anak kamu juga ma" cuek papa yang masih saja asik menonton
Arvan hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan orang tuanya begitu harmonis. Dia berharap nanti setelah menikah dengan Margarette akan seperti mereka.
"Oh iya, besok kita akan menemui kedua orang tuanya Margarette, kamu jangan sampai lupa" ucap mama
"Sepertinya orangtuanya Margarette tidak bisa hadir ma, tadi dia menghubungi Arvan jadi akan diwakilkan dengan pamannya" jelasnya kepada kedua orangtuanya.
"Ya, sayang sekali padahal mama ingin sekali bertemu dengan mereka" ucap mama sedih
"Lain waktu pasti ketemu ma" ucap Arvan
"Kalau gitu Arvan ke kamar dulu ya ma, udah gerah banget" ucap Arvan sambil mencium bajunya dan berjalan menuju kamarnya
Diam - diam Sania menguping pembicaraan mereka, dia sangat bahagia melihat keluarga yang harmonis.
"Andai saja aku bisa menjadi salah satu keluarganya, aku pasti sangat bahagia" gumamnya "Ah tidak mungkin, sadarlah Sania kamu cuma pembantu disini" gumamnya kembali dan segera kembali kedalam kamarnya.
Didalam kamar Arvan segera merebahkan badannya di kasur setelah dia beres - beres, dia memikirkan betapa senangnya sebentar lagi ia akan segera menikah dengan pujaan hatinya itu, entah kenapa dia sangat mencintai Margarette, dia sadar dia wanita yang glamor suka barang - barang mahal, seksi, cantik, dan gemar berbelanja seperti wanita yang mendambakannya. Dia berharap wanita yang dipilihnya ini merupakan wanita yang bisa menemaninya dikala senang maupun sedih.
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
Arvan masih terus memandangi Sania setelah Erlangga pergi, begitu sangat manis, ceria. Tetapi jika bersamanya Sania merasa akan seperti harimau yang hendak memakan mangsanya."Ehem" Arvan mendehemMembuat Sania dan Yanti kaget akan deheman tersebut. Mereka membalikkan badan mereka yang awal wajah mereka sangat gembira tiba - tiba berubah menjadi ketegangan."Ada apa Tuan kemari?" tanya Yanti"Keliatannya kalian sangat menikmatinya apa begitu senang melakukan hal seperti ini?""Maaf Tuan, saya akan segera membereskan pekerjaan ini" ucap Yanti"Gak papa kalian lanjutkan saja saya ingin kamu membuatkan kopi untuk saya. Saya ada diruang kerja" ucap Arvan meninggalkan merekaSetelah kepergian Arvan Sania menghela nafas panjang. Entah kenapa melihat wajahnya saja sudah membuatnya takut setengah mati.Yanti segera membuat ko
“Arvan hanya memberi dia pelajaran saja ma, agar jadi seorang istri yang baik" ucapnya santai"Kamu bilang kasih istrimu pelajaran, pelajaran seperti apa, yang babak belur seperti ini" ucap Maryam menarik lengan Sania yang lebam"Menurut mama"Maryam memijit dahinya yang tidak pusing, dia bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang kurangajar keada istrinya ini."Mama sudah putuskan agar kamu mulai besok tinggal dirumah mama" ucap Maryam memutuskan"Ma, gak bisa seperti itu, aku ingin mandiri ma" mohon Arvan kepada Maryam“Mama ga ingin kamu menyiksa Sania seperti ini, kamu bisa dipenjara Arvan. Apalagi jika papamu tau dia pasti akan marah juga”“Arvan ga akan dipenjara jika pembantu ini tidak melaporkannya kepenjara” ucap Arvan sambil menunjuk Sania“Arvan!!! Jaga omongan k
"Mama kenapa bisa kemari?""Salah kalau mama mau berkunjung ketempat anaknya?""Nggak ma, maksud aku....""Apa Arvan? Maksud kamu pisah kamar seperti ini apa?" potong MaryamArvan kelabakan dia bingung harus menjawab apa. Arvan melirik sekilas ke Sania, dia hanya menunduk sambil terdiam."Arvan gak bisa saru kamar sama dia ma""Kenapa?""Aku tidak mencintainya ma" jawab Arvan"Cinta itu bisa datang suatu saat nanti jika kalian saling memahami, bukan seperti ini. Apa kamu masih mencintai Margarette Ar?" tanya mamaArvan mengangguk"Stop mencari Margarette Arvan, mama sudah kecewa sama dia. Gara - gara dia rencana yang udah kita rencanakan hancur" geram Maryam"Tapi ma...""Tidak ada tapi - tapian, istri kamu seka
Sania bangun dari tidurnya merapikan kasurnya lalu bersiap untuk mandi. Di kamar mandi Sania masih menangis tanpa henti dia membasuh tubuhnya dengan shower, menggosokkan badannya dengan sangat kencang sampai ia melukai dirinya sendiri. Tanda merah ditubuhnya tidak menghilang juga dia tidak tau bagaimana caranya menghilangkan bekas ditubuhnya.Selesai mandi dia menatap dirinya dicermin melihat badannya penuh dengan tanda merah yang dibuat oleh suaminya. Ia merasa jijik dengan badannya sendiri. Sania mengambil baju yang ia pakai dan memutuskan untuk memakai pakaian lengan panjang yang menutupi lehernya, segera dia keluar dari kamarnya mempersiapkan makanan untuk suaminya.******Arvan bangun dengan kepala yang sangat berat, seperti ada sesuatu yang menghantamnya."Argghhh. Kepalaku sakit banget" gumam ArvanDia mengingat kejadian semalam, dia ingat tadi malam ia berada di klub sedang minum alkohol dan mabuk s
Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi."Mas, mau ke
Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania.Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan."Hey, pembantu" ucap Arvan"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup"Saya tidak sabar untuk hari esok""A..aku akan menghadapinya" ucapnya"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap
Maryam mengejar Arvan yang terlihat marah kepada orangtuanya tetapi ini keputusan agar keluarga mereka tidak mendapatkan malu terlebih Arvan seorang CEO diperusahaan besar di Asia. "Argghhhh" teriak Arvan mengacak - ngacak rambutnya, dia sangat tidak setuju dengan keputusan orangtuanya. Maryam masuk ke kamar Arvan dan mencoba membujuk anaknya untuk menikahi Sania. "Arvan, please tolong nikahin Sania agar kita tidak dipermalukan orang di sana" mohon Maryam "Ma, tapi kenapa harus dia, dia hanya seorang pembantu" "Mama tau itu, mama terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain Sania. Tidak mungkin dengan Yanti yang sudah memiliki suami" "Arvan tetap akan mencari Margarette mak, Arvan akan menyeretnya kesini untuk meneruskan pernikahan ini" "Tidak ada waktu lagi Van, pernikahan ini akan segera dilaksanakan. Mama mohon" Arvan sa
Keesokan harinya mereka bersiap - siap untuk menyambut kedatangan Margarette yang awalnya Keluarga Arvan ingin ke apartement Margarette tiba - tiba keluarga Margarette yang ke rumah Arvan, Semua sudah siap begitu juga denga makanan yang sudah tersaji di meja makan begitu banyak makanan disana. Margarette beserta orang yang disewanya sebagai pamannya itu datang dikediaman rumah Arvan. Keluarga Arvan sangat senang kedatangan mereka karena ini yang mereka tunggu - tunggu. "Sayang, akhirnya kalian datang" ucap Maryam "Iya, ma. Mama apa kabar?" tanya Margarette dengan ramah. "Baik sayang.Yuk duduk" ucap Maryam mempersilahkan mereka duduk. "Iyah ma, makasih. Ini ma, kenalin ini paman aku" "Iyah, selamat datang dirumah kami" ucap Maryam Mereka duduk sambil bersenda gurau. Sania melihat dari balik pintu meliha
Arvan sangat lelah dengan permasalahannya di kantor. Dia sangat marah bisa - bisanya karyawannya menggelapkan dana perusahaan itu akan membuatnya rugi besar. Ana sekretaris Arvan masuk kedalam ruangan bossnya memberitahukan bahwa Margaratte sedang berada di luar. "Permisi pak" ucap Ana dengan sopan "Kenapa Ana?" tanya Arvan dengan wajah yang tidak bersahabat "Nona Margaratte berada di luar sekarang Pak" Dengan wajah sinisnya Arvan bangun dan menggebrak meja dengan kuat hingga Ana ketakutan. "Sudah saya bilang, saya tidak ingin ada seseorang yang menemui saya kenapa tidak kamu usir saja!" Marah Arvan "Saya sudah berkata seperti yang bapak bilang tetapi nona Margaratte tidak inign pergi dan memaksa ingin bertemu bapak" Arvan memijit dahinya yang pusing dengan masalah ini ditambah lagi dengan kedatangan Margarette membuat