Halo, maaf baru datang lagi. Gaes, kalau kalian menemukan kesalahan, kasih tahu aku ya. Di DM @alend1100 atau inbox saja aku di Alen. Terima kasih banyak yaaa
Mata Deolinda membulat hampir keluar, seketika warna matanya pun berubah untuk se-detik ketika Affandra mengatakan sesuatu.“Jangan pernah melihat sosoknya, jika tidak ingin merindukan bentuk yang telah lama hilang. Sedikit lagi, dia akan menghilang. Bahkan, untuk berada dalam ingatan makhluk yang pernah menjadi pengikut setianya.”Setelah mengatakan itu, Maha menyunggingkan senyum licik.“Maksud ucapan Bapak tadi apa?” Deolinda benar-benar bingung dan tidak mengerti. “Memangnya apa yang akan terjadi kalau dia muncul?”“Raganya sudah lenyap ....”“Kalau sudah lenyap, kenapa harus takut?” Sambung Deolinda memotong.“Tidak dengan jiwanya,” lanjut Maha yang geram dengan kelakuan wanita ini. “Dan, jiwa sekarang bisa mengambil alih raga yang menjadi inangnya.”Deolinda paham. Sangat jelas maksud dari ucapan pria ini.“Artinya saya bisa mati?”“Tidak. Tentu saja tidak mati.” Affandra tersenyum. “Hanya saja, jiwa kalian akan tertukar. Mafalda akan mengendalikanmu, mengurung jiwamu yang seben
“Kembali kau, Makhluk Gelap. Tempatmu bukan di sini. Hanya manusia dan “mereka” saja yang kuizinkan untuk tinggal di tempat ini! Kau tahu ini bukan tempatmu. Berani sekali kau lari dari hukuman dan memasuki daerah terlarang untukmu dan kaummu!”Suara itu terdengar memekakkan telinga. Ditengah-tengah pengejaran, suara penuh amarah membuat Mafalda Ofelia mulai ketakutan. Namun, tak ditunjukkan sedikit pun rasa takut itu. Berlari dan terus belari, napas tersengal dan lelah mulai mendera. Deru napas yang berkejaran serta memikirkan cara untuk melarikan diri membuat Mafalda semakin lelah.“Nam!” Mafalda mengumpat dengan bahasa dari asalnya, Dimensi Gelap.“Kau mengucapkan kata sial untuk siapa? Mengumpat dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh duniamu saja.” Suara itu kembali mengejek Mafalda, serta tawa mengerikan yang semakin membuat makhluk mana pun ketakutan.“Diam kau, Sang Maha! Kalau berani
“Aaa … sakit ….” Gadis kecil itu berteriak kesakitan.Tak dapat menahan rasa sakit di seluruh tubuh hingga ke tulang-tulang. Entah apa penyebabnya, dia membuka mata dan menatap wajah indah yang berdiri tepat di hadapannya. Wajah mereka sejajar dan saling menatap.“Kenapa wajahmu kecil sekali?” tanya Mafalda dengan suara lemah. “Dan, kau ….”“Mafalda Ofelia, apa yang kau lakukan?” Belum selesai Mafalda dengan rasa ingin tahunya, Maha kembali berteriak dengan garang.Mafalda mengedarkan pandangan, mencari-cari asal suara itu. Nihil, tak ada seorang pun di sana. Sedetik kemudian, pendengaran pun ditajamkan. Dia membelalak ketakutan begitu menyadari siapa yang datang menghampiri mereka.“Sakit,” rintih kecil suara seorang anak perempuan yang kesakitan dengan kepala yang masih dalam cengkeraman kuat sosok asing di hadapannya. “Lepaskan. Maafkan aku. Aku tidak bersalah
Di tahun 2021, 20 tahun setelah malam mencekam itu ...Deolinda menatap bangga salah satu gedung pencakar langit yang berdiri tepat di depan mata. Menarik napas dan kemudian mengembuskan perlahan, membawa masuk udara pagi ke paru-paru.“Sudah sebulan aku bekerja di sini. Siapa yang menolak untuk bekerja di tempa ini? Head office Bhaumik Group, perusahaan multinasional,” monolog Deo dengan senyum kebanggaan pada wajah cantiknya.“Hari ini presdir bakalan memilih CEO untuk supermarket BigMart.”“Aku penasaran siapa yang akan jadi CEO di sana. Semoga saja Pak Dewingga yang terpilih. Jangan sampai si penjilat Rihana.”“Aduh, Pak Dewingga jangan ke mana-mana, deh. Cukup jadi asisten pribadi Pak Affandra saja. Biar si Rihana yang pergi. Hilang satu perempuan bermuka dua dari gedung ini.”Suara-suara hati pegawai HO Bhaumik Group terdengar di telinga Deo. Sangat jel
“Pergi dari sana, Bajingan. Jangan mengganggu wanita itu. Kau pergilah ke kantor polisi, serahkan diri dan buat pengakuan akan memerkosa anakmu sendiri.”Deolinda yang tanpa sengaja mendengar perkataan hati seorang pria tua dan tak bermoral langsung memberikan perintah dan mengendalikan pikiran. Usaha Deolinda berhasil, tapi, tanpa se-pengetahuannya, ada sosok lain yang mendengar perintah itu.Deolinda masih fokus pada kejadian ini. Otak yang bisa membaca pikiran orang lain menerima ketakutan dari seorang gadis yang tengah berteriak dan berdoa mencari pertolongan. Deolinda yang mengetahui itu tentu saja tak tinggal diam, dia mengendalikan pikiran si pria tua dan memerintahkan untuk menyerahkan diri ke pihak berwajib. Pria itu menuruti dan dengan sadar –atas kendali- dia menyerahkan diri.Deolinda menarik napas lega, kali ini pun berhasil. Setidaknya, dia menolong seorang wanita dan masa depannya pun terselamatkan. Deolinda pun tersenyu
Dewingga tak menemukan apa pun. Setelah hari di mana dia mencari pemilik Mireco, rasa penasaran tak pernah hilang, begitu pun pada Maha. Yang bisa dilakukannya hanya menunggu. Untuk bertanya pada Sang Pencipta, bisa saja dilakukan, tapi, bukan Maha yang menentukan, melainkan Sang Pencipta sendirilah yang akan datang pada dia sewaktu-waktu.“Tak bisakah Anda meminta bertemu dengan Sang Pencipta, Maha? Tanyakan pada-Nya tentang wanita pemilik Mireco,” pinta Dewanggi pada Maha saat mereka berjalan menuju lift.“Kalau saja permintaan itu gampang, sudah kulakukan sejak 20 tahun yang lalu,” jawab Maha sambil memasukkan kedua tangan ke dalam kantung celana.“Apa sekarang Anda akan tetap menunggu lagi, Maha?” tanya Dewingga setelah mereka masuk ke dalam lift.“Ya. Aku akan memberikan dia kesempatan. Untuk sekarang ini, tidak perlu memaksa. Bisa saja dia masih merasa terkejut dengan apa yang terjadi. Akan
Deo melangkah dengan pasti tanpa keraguan sedikit pun. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruang kerja Dewingga, menarik napas sejenak dan memasang kembali indera ke-enamnya.“Sedikit curang harusnya ‘gak masalah, ‘kan?” tanya Deo pada diri sendiri, memastikan keadaan sekitar.“Pak Wingga masih di ruangan Pak Affandra, aku masih bisa santai sedikit dan punya waktu kasih minuman ini. Malam ini Pak Wingga akan menghabiskan malam bersamaku. Dinda bukan lagi administrasi biasa.”Astaga, Bu Dinda yang terkenal paling sopan ternyata cuma kedok doang! Dalam hati Deo berkata. Tak percaya apa yang baru saja dia tahu.“Si Kirana pasti kalah satu langkah dariku. Pak Affandra tak tersentuh. Tak ada rotan akar pun jadi, kata pepatah begitu, ‘kan?”Dinda administrator dari Dewingga sibuk dengan pikirannya untuk melakukan rencana penjebakan.“Ck! Dasar ya. Apa bagus
Dewingga menatap tak percaya adegan yang sedang tayang langsung. Tepat di depan mata, tangan Maha menjulur dengan senyum terukir di bibir.“Pak ....” Dewingga menatap Maha dengan pertanyaan yang tergambar di bola mata.Maha menoleh, “Lihat saja.”Deolinda yang masih mencerna apa yang baru saja dia lihat, menatap uluran tangan kanan Maha. Mata yang kosong dan otak yang berpikir keras.“Berdirilah,” ucap Maha lagi. “Dan lihat sekelilingmu.”Deolinda mengikuti perintah Maha dengan kepala yang terangkat perlahan seraya tangan menerima bantuan dari si bos besar.“A-apa ini?” tanya Deolinda setelah dia melihat sekeliling.“Ini dinamakan Vehritio,” jelas Maha.“Ap ... apa ....” Deolinda terhenti saat Maha merentangkan kedua tangannya.“Maha.” Dewingga mencoba memotong.Maha menunjukkan wujudnya yang bukan manusia, wuj