Share

Bab 86

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:28:50

Pertemuan ini mengingatkan Alisya pada percakapan dengan ayah mertuanya kemarin.

Dua kubu yang sama-sama kuat saling berhadapan.

“Semuanya jauh lebih melelahkan dari yang saya kira,” komentar Alisya setelah mendengar cerita yang disampaikan ayah mertuanya.

Alisya pikir dengan dia tidak akan buka mulut semuanya akan baik-baik saja. Pandu bisa melanjutkan hidupnya dengan bahagia bersama Sekar dan Alisya juga akan punya kehidupan sendiri.

Mereka tak akan lagi bersinggungan, meski suatu hari bertemu Pandu, Alisya berharap perasaannya sudah tawar dan bisa menyapa laki-laki itu seperti pada teman, meski itu terdengar sangat mustahil karena ada ikatan yang sangat kuat yang masih tertinggal meski mereka sudah berpisah.

Akan tetapi Alisya yakin itu bukan masalah besar, dia akan mencoba menjelaskan pada anak-anaknya kelak.

“Uang dan kekuasan bisa membuat seseorang menjadi serakah dan menghalalkan segela cara, Nak.”

Alisya ta
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Aisyah Rajab
kalo punya harga diri barter perceraian dgn bantuan untuk Pandu...tak punya malu banget Alysa ini...sdh dibuang masih aja memelas mau dikasihani ...chih
goodnovel comment avatar
Dyana Dent
Sosok Alisya di buat bucin tak tau diri sampai cerita berakhir,Sekar bahagia tak pernah ada karma.
goodnovel comment avatar
Nainamira
wanita lemah, suami kek setan aja masih dipeeuliin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 87

    “Haruskah kamu melakukan itu di depan Sekar, dia sedang sangat sensitif karena kehamilannya.” Ada yang menggores hati Alisya saat mendengar teguran itu, tidak bisakah laki-laki ini memikirkan juga perasaanya, sekali saja. “Duduklah, Mas,” kata Alisya mengabaikan perkataan Pandu tadi. Wanita itu sudah duduk dengan tenang di sebuah ruang tunggu yang telah sepi. Sengaja dia memang melakukannya, karena pembicaraan ini akan sangat sensitif di dengar orang lain. Laki-laki itu menengok ke belakang sebentar, mungkin khawatir Sekar akan mencarinya, Alisya hanya tersenyum masam melihat semua itu. “Aku hanya butuh waktumu lima menit tidak lebih,” kata Alisya tegas menghentikan gerakan Pandu dan segera duduk di sampingnya tapi sengaja Alisya sedikit menjauh yang menimbulkan kernyitan tak suka di wajah Pandu tapi Alisya sama sekali tak peduli. “Ada apa, setelah pergi dengan laki-laki lain kamu-“ “Ini soal janji yang pernah aku katakan,” Alisya sama sekali tidak ingin mendengar semua omong k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 88

    “Aku lapar kita makan dulu,” kata Pram dengan jutek. Alisya hanya melongo saat mobil tiba-tiba berhenti di sebuah  rumah makan dengan berbagai menu ikan bakar yang bahkan bau harumnya tercium sampai ke tempat parkir. “Dan kamu yang traktir,” kata Pram sambil membuka pintu mobil dan membantu Alisya turun. “Baiklah... baiklah... kasihan banget anak orang dari tadi sudah kelaparan,” ejek Alisya. Pram hanya menatap malas Alisya yang berjalan pelan masuk ke dalam rumah makan, dan...“Aduh!” Untung Pram yang ada di belakangnya langsung menangkap tubuh Alisya yang sekarang jauh lebih berisi karena kehamilannya.“Hati-hati, sepertinya tadi aku yang lapar malah kamu yang buru-buru,” kata Pram merangkul bahu Alisya yang oleng dan sedikit menariknya supaya seimbang.Ada kerikil kecil yang tiba-tiba mampir di sepatu yang Alisya gunakan, dan membuat keseimbangan tubuhnya terganggu. “Aku juga lapar ternyata,” k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 89

    Alisya yakin ini adalah jalan keluar yang dia tunggu-tunggu.“Ibu yakin masih menyimpannya?” tanya Alisya dengan antusias, wanita itu sampai tanpa sadar berpindah tempat duduk dengan cepat dan mengabaikan peringatan Pram untuk berhati-hati karena sedang mengandung. “Iya, ibu ingat sekali menyimpannya di gudang.” Wanita itu terdiam lalu menatap Alisya dengan seksama dan pandangannya jatuh ke perut Alisya yang sudah sedikit terlihat. “Jadi kalian akhirnya menikah dan sekarang kamu sedang hamil.” Senyum lebar menghiasi wajah keriput wanita di depannya itu. “Pram bukan suami saya kami masih berteman seperti dulu,” kata Alisya meluruskan. “Oh maaf ibu kira kalian...” “Tuhkan Lis, banyak orang yang ngira kita pasangan, bagaimana kalau kita menikah saja dan lupakan suamimu,” kata Pram dengan wajah polos seolah ucapannya hanya ajakan untuk makan pecel di pagi hari. Alisya menatap Pram dengan sengit. Andai tidak ada mantan ibu kosnya di depan mereka Alisya akan dengan senang hati menabok

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 90

    “Kamu yakin punya bukti yang bisa membantu suamimu?” Ini seperti pedang bermata dua untuk Alisya. Tapi dia yakin akan melakukannya, dia hanya berharap ayah mertuanya dan Pandu cukup bijak untuk tidak memperpanjang masalah dokumen yang dia bawa pulang, karena Alisya tahu bagaimana pengaruh  mereka apalagi untuk perusahaan kecil tempat dia bekerja sekarang. Alisya butuh pekerjaan ini. “Setidaknya saya pikir begitu,” kata Alisya pada seseorang di ujung sana. “Baikah aku akan memintanya menemuimu.” Alisya menggeleng tak setuju, dia tidak ingin bertemu Pandu lagi dan merasakan sakit hati oleh penolakan laki-laki itu, tapi dia harus punya alasan untuk tidak bertemu. “Saya... ingin bicara dengan papa dulu, apa bisa? Saya akan ke kantor papa,” kata Alisya setelah terdiam sejenak. “Apa ada masalah?” “Oh bukan saya hanya perlu melakukan konfirmasi tentang keadaan waktu itu, bagaimanapun itu sudah lama terjadi saya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 91

    “Kamu menghindariku?” Alisya menghentikan langkahnya dan mengerutkan kening, dia menahan pintu lift, tapi Pandu menariknya masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka tiga, tempat kantin berada. “Aku mau ke lantai satu,” kata Alisya yang sudah menekan angka satu, tapi lift sudah naik ke atas, dia harus ikut naik sebelum nanti turun di lantai satu. “Kamu belum menjawab pertanyaanku,” tuntut Pandu. Alisya menghela napas, apa terlihat jelas kalau dia memang tidak ingin berdekatan dengan suaminya ini, tapi bukankah Pandu sendiri enggan untuk dekat dengannya. “Aku harus buru-buru kembali ke kantor, jam istirahatku terbatas.” Ini alasan paling masuk akal yang bisa Alisya pikirkan untuk saat ini. “Apa kamu harus bekerja sekeras ini?” tanya Pandu dengan nada lelah membuat Alisya yang tadinya mendongak menatap laki-laki itu. “Mas tahu aku tidak punya siapapun untuk diandalkan,” kata Alisya sambil tersenyum tipis “Jika aku tidak bekerja aku makan apa.” Dia sama sekali tidak b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 92

    “Alisya keluar kamu pelakor!” Berada di dekat orang yang dicintai, diperhatikan dan ditraktir makan gratis lagi ada nggak sih orang yang akan menolak hal seperti ini? Jawabnya tentu saja yaitu Alisya. Rasa takut selalu hadir dalam dirinya sejak dia tahu Pandu menghadirkan orang lain dalam pernikahan mereka dan tak tanggung-tanggung wanita itu kini menjadi ratu di hati dan istana suaminya. Rasa takut jika hatinya akan kembali terluka saat Sekar kembali hadir di antara mereka dan rasa itu terbukti benar. Alisya mengenal suara itu dengan  baik dan andai bisa dia lebih memilih tetap di dalam rumahnya yang nyaman saja dari pada harus meladeni Sekar. Kucing cantik yang manja itu kini telah menunjukkan watak aslinya sebagai harimau yang siap menerkam mangsanya. Alisya memejamkan mata saat suara itu terdengar lagi, ini memang belum terlalu malam. Alisya bahkan baru saja menyelesaikan makan malamnya dan akan mencuci piring

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 93

    Bekerja di sini membuat Alisya tidak sempat merasa galau."Mbak Alisya jam sembilan diminta pak Firman ikut meeting di luar," kata Laras sekretaris Pak Firman. Meeting dadakan bukan hal yang baru untuk Alisya, sebagai pegawai bagian keuangan dia terbiasa ikut kemanapun jika atasannya meminta untuk melakukan perincian harga proyek yang akan mereka kerjakan. Devisi keuangan memang hanya memiliki tiga orang pegawai termasuk dirinya. Tak jarang mereka harus lembur untuk memenuhi tuntutan kerja. Seharusnya memang menambah pegawai di bagian ini. Akan tetapi sebagai pegawai baru tentu saja Alisya hanya bisa diam. Gaji yang mereka berikan memang besar sangat sesuai dengan apa yang mereka kerjakan, jika saja Alisya bukan wanita yang sedang mengandung bayi kembar tentu dia tidak akan keberatan dengan itu semua tapi lagi-lagi dia tak bisa berbuat banyak karena memang sangat membutuhkan pekerjaan ini. "Kamu sibuk banget, Al?" Alisya yang sedang bersiap dengan beberapa dokumen penunjang yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 94

    Sekar seperti bensin yang berusaha mencari api, tanpa peduli nantinya dirinya dan juga sekitarnya terbakar. "Kamu tenangkan diri dulu, Al. Tidak usah ikut meeting. Ras, panggil Sigit menggantikan Alisya." Alisya dididik untuk menjadi orang yang mandiri dan bertanggung jawab, melimpahkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya pada orang lain jelas tak akan dia lakukan. Akan tetapi suara pak Firman yang tegas membuat Alisya tak memiliki pilihan, dia memang belum melihat wajahnya di cermin tapi dari cara pandang teman-temannya dia tahu wajahnya berantakan, belum lagi pipinya yang terasa perih kena cakaran. "Ayo, Al. Aku bantu kembali ke ruangamu dan jelaskan pada Sigit tentang proyek ini." "Maafkan saya, Pak," kata wanita itu menunduk dalam sambil meremas tangannya merasa bersalah, jika pak Firman menganggap dia biang keributan dan dipecat dia tak akan mampu membela diri. "Pak Panji bilang dia akan datang kemari, aku tahu bagaimana kamu Al dan siapa wanita itu, yang aku heraan...

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03

Bab terbaru

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 219

    "Apa anda akan melaporkan saya ke polisi untuk itu?" Wanita paruh baya itu mengerjap kaget dengan perkataan sang menantu, dia bukannya tidak tahu kalau Alisya wanita yang baik, dan suaminya menyukai menantu mereka itu. Akan tetapi sebagai orang yang melahirkan Pandu dia merasa memiliki hak untuk menentukan wanita mana yang cocok untuk menjadi menantunya. Bukan tanpa alasan dirinya menerima Sekar begitu saja dengan tangan terbuka, wanita itu bisa mengimbanginya dalam berbagai hal dan yang lebih penting Sekar juga bukan tipikal wanita rumahan yang menghabiskan waktu untuk mengurus suami dan anaknya di rumah. Bagi wanita itu, pernikahan tak bisa membatasi kebebasannya, bukankah itu tugas suami untuk memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Oh dia bukan tipe wanita yang akan meninggalkan suaminya yang sedang bangkrut dan terjatuh dia akan mendukungnya dengan baik, karena sebelum menikah dia harus memastikan dulu seberapa kaya laki-laki itu. Akan tetapi pengkhianatan Sekar membuat di

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 218

    Bibi kadang bisa sangat menyebalkan. Seperti kali ini, padahal Alisya ingin bertanya siapa yang datang tapi si bibi sudah hilang entah kemana, bahkan Pandu yang turun lebih dulu untuk melihat siapa yang datang belum juga kembali. Alisya penasaran, tapi rambutnya masih basah. Rumah ini memang mewah dengan berbagai fasilitasnya tapi alat pengering rambutnya rusak dan dulu Alisya merasa belum perlu untuk membeli lagi. Dia di rumah seharian, tidak akan ada yang peduli kalau rambutnya basah atau tidak, tapi sekarang beda cerita. Dengan tak sabar Alisya mengambi satu lagi handuk dan menggosok rambutnya lagi, begitu rambutnya setengah kering dia langsung mengganti pakaian dan turun ke bawah. Alisya terdiam sesaat begitu dia mendengar suara orang yang sedang berbicara dengan Pandu di ruang tengah. Bagaimana mungkin mertuanya tahu kalau mereka sedang ada di sini? atau mungkin bibi yang menghubungi. Alisya membelokkan langkahnya menjauhi ruang tengah dan mencari bibi di dapur tapi... "Al

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 217

    Untuk kedua kalinya Alisya kembali menggosok giginya, lalu menghembuskan napasnya lagi ke tangan memastikan bahwa mulutnya sudah sangat bersih dan wangi. Dia menatap kaca wastafel yang besar dan bening di depannya, bibi pasti sangat rajin saat dia tidak ada di rumah ini. Tidak ada satupun sisa kotoran terselip di giginya, dia sangat beruntung dianugerahi gigi yang rapi, dan karena dia juga rajin menggunjungi dokter gigi, giginya tetap putih bersih. Pandangan Alisya jatuh pada bibirnya yang bengkak.Astaga! Wanita itu menepuk-nepuk pipinya, merasa wajahnya begitu panas saat mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. Seharusnya dia merasa trauma dengan perlakuan kasar Pandu dulu, tapi kelembutan laki-laki itu tadi membuat Alisya bahkan melupakan rasa trauma terdahulu. Mereka memang akhirnya menyempurnakan pernikahan mereka, di ranjang tempat mereka pertama kali melakukannya dulu. Padahal ini masih siang hari, pembicaraan penuh emosi mereka membuat keduanya terhanyut dan t

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 216

    Pandu langsung masuk ke kamar Alisya dulu begitu sampai di rumah ini. Tak ingin menganggu Pandu yang sepertinya memang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Dia memang dua kali menjadi istri Pandu tapi tidak tahu banyak tentang laki-laki itu. Alisya yakin jika dia bertanya pada Pandu sebenarnya ada apa yang terjadi di keluarganya tentu laki-laki itu akan mengatakannya."Itu minuman untuk saya kan, Bi?" tanya Alisya sambil mengambil teh hangat yang baru saja diletakan bibi di meja makan. Bisma sebenarnya sudah tak betah dalam gendongannya, sekarang merangkak adalah kegiatan kesukaannya. "Eh iya, nyonya biasanya suka minum teh kalau dari luar rumah, itu teh kesukaan nyonya, tuan sudah meminta saya belanja persediaan makanan kesukaan nyonya siapa tahu nyonya mau mampir," kata bibi. "Ah terima kasih, bi." Alisya menurunkan Bisma di ruang tengah yang luas dan membiarkan anaknya merangkak di karpet yang tebal di depan televisi, dia mengambil minumannya dan duduk sambil mengawasi anakny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 215

    "Lho kita mau kemana harusnya luruskan?" Dalam hal mengemudi, bisa dibilang Alisya masih sangat awam. Baru beberapa bulan ini dia belajar tepatnya setelah melahirkan si kembar, itu pun atas paksaan Pram, yang memberikan hadiah mobil dengan semena-mena padahal tahu Alisya tak bisa menyetir. Keputusan Alisya untuk mengambil alih kemudi dari tangan sang suamin agak disesalinya, apalagi kalau ingat jalan yang akan mereka lalui nanti untuk pulang ke rumah, adalah jalan propinsi yang banyak dilalui mobil-mobil besar. Haduh! membayangkannya saja Alisya sudah ngeri duluan, seharusnya tadi dia ajak saja Pandu untuk berhenti di sebuah cafe yang cozy untuk menenangkan diri, atau memanggil sopir pribadi laki-laki itu untuk mengantar mereka pulang. "Kalau kamu nggak berani nyetir di jalan ramai biar mas saja yang nyetir, janji nggak bakal ngebut lagi," kata Pandu dengan cemas. Sekarang laki-laki itu yang terlihat ketakutan sambil memeluk Bisma. Alisya memang mengendarai mobilnya yang mahal i

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 214

    "Mas pelan-pelan, kamu tidak bisa seperti ini!" Alisya mencengkeram besi pegangan dengan kuat sampai tanganya mati rasa. Dia ingin memejamkan matanya, tapi dia tahu itu akan membuatnya tidak bisa merasakan apa yang terjadi saat ini. Tidak ini tidak benar, Pandu tak bisa melakukan ini padanya, mereka memang telah menjadi suami istri kembali tapi bukan berarti laki-laki itu berhak melakukan ini padanya. Nyawanya dan putranya bukan milik Pandu. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sambil meliuk-liuk menyalip semua kendaraan yang ada di depannya jelas akan membahayakan nyawa mereka bertiga, meski mobil Pandu berharga milyaran tidak akan mampu melindungi mereka saat terjadi kecelakaan fatal. "Mas jika kamu tidak peduli denganku, tolong peduli sedikit pada anakmu, dia ketakutan!" sentak Alisya keras.Tangan kanan Alisya yang tidak mencengkeram besi pegangan, memeluk Bisma dengan erat. Anak itu seperti tahu akan adanya bahaya disekitarnya, dia yang biasanya berceloteh riang sekara

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 213

    Alisya mempelajari ini dari sang ibu yang memang memiliki bakat yang tak perlu diragukan dalam hal urusan perdapuran, termasuk dalam membuat kopi yang merupakan minuman kesukaan sang suami. Dan bakat itu bukan hanya diwarisi begitu saja, tapi dia juga dia pelajari langsung saat membantu sang ibu menyiapkan dagangannya. Demi membantu perekonomian keluarga sang ibu memang berjualan berbagai masakan di depan kontrakan mereka dulu dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan uang mereka begitu sang ayah meninggal. Sekarang saat kakek dari Pandu memintanya membuatkan kopi alih-alih asisten rumah tangga yang berseliweran di rumah ini, Alisya dengan senang hati melakukannya. Akan tetapi masalah sebenarnya baru muncul saat dia diantar oleh salah satu asisten rumah tangga itu ke dapur, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya ingin sekali menyiram muka cantik itu dengan kopi panas. "Aku nggak nyangka Pandu bakalan bawa kamu ke rumah ini, kemarin dia sudah dekat dengan Silvia setelah berce

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 212

    Alisya membawa anaknya ke ruang televisi diikuti asisten rumah tangga sang kakek. Setelah memberi tahu film kartun kesukaan Bisma, juga menenangkan sang anak saat tak mau turun. "Anak mama nonton tivi dulu ya, mama mau bicara sama buyut dulu," kata Alisya pada sang anak. Seolah mengerti dengan omongan sang mama, anak itu meraba wajah sang mama sebentar lalu menonton menunjuk televisi sambil tertawa. "Titip anak saya sebentar ya, Bu. Saya mau menemui kakek dulu," kata Alisya lalu menjelaskan beberapa kebiasaan Bisma juga menyerahkan tas Asip yang memang sengaja dia bawa. Tanpa Alisya ketahui sang kakek dari luar memperhatikan dengan seksama apa yang dia lakukan. "Dia istri pertama saya, yang dulu tidak saya akui," kata Pandu membuat sang kakek menatap padanya."Kenapa sekarang kamu membawanya kemari? karena dia sudah melahirkan anakmu?" tanya sang kakek tajam. Pandu menghela napas. dia menatap Alisya yang masih berbicara dengan asisten rumah tangga kakeknya. "Salah satunya." "L

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 211

    Seorang wanita tua dengan wajah ramah membukakan pintu untuk mereka. "Tuan muda, selamat datang. Tuan besar sudah menunggu," kata wanita itu sambil melempar senyum pada Alisya. "Terima kasih, Mbok. Apa kabar?" "Baik, Tuan. Apalagi saat lihat tuan muda simbok malah lima puluh tahun lebih muda," kata wanita itu dengan jenaka. "Simbok salah satu wanita tercantik menurut saya," kata Pandu menanggapi guyonan wanita itu. "Tapi tidak lebih cantik dari wanita di samping tuan kan, saya mbok Iroh, Nya," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Alisya tersenyum dan menyambut uluran tangan itu. "Saya Alisya, mbok." "Ah nama yang cantik secantik orangnya, lalu?" tanya wanita itu yang pandangannya tertuju pada Bisma yang asik dengan empengnya. "Ini Bisma putra kami." "Putra!" tanya wanita itu terkejut dan menatap Alisya dengan seksama lalu Bisma, tapi secepat mungkin wanita itu menutupi keterkejutannya dan mempersilahkan mereka masuk. "Tuan besar ada di halaman samping, silahkan. Simb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status