Share

BAB 2

Saat itu, ia hanya ingat keributan yang terjadi di istana. Banyak hal yang tidak masuk akal—bisikan-bisikan rahasia yang menyebar di balik pintu tertutup, tatapan-tatapan curiga yang dilemparkan kepadanya, dan rasa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan tempat ia berdiri. Lalu, semuanya menjadi gelap. Lehernya dijerat, suaranya hilang, dan napasnya terputus. Sebelum ia sadar sepenuhnya, hidupnya telah diambil dari tangannya.

Namun, di sinilah ia sekarang, di dalam tubuh yang sama, tetapi di waktu yang berbeda. Tidak ada yang tahu bahwa ia telah kembali, dan mungkin itulah keuntungan yang bisa ia manfaatkan. Mei Yan menyadari bahwa jika ia ingin mengungkap kebenaran dan mencari dalang di balik penderitaannya, ia harus memulai dari lingkaran terdekatnya sendiri. Ia harus berhati-hati, karena musuhnya bisa jadi adalah orang-orang yang dulu pernah dekat dengannya.

Saat ia masih larut dalam pemikirannya, suara langkah kaki lembut terdengar mendekat. Pelayan yang tadi ia suruh pergi kini telah kembali, dengan perban putih yang melingkar di dahinya. Ia berdiri di depan pintu, menunggu izin untuk masuk.

“Masuklah,” kata Mei Yan, suaranya lebih tenang sekarang. “Dan tutuplah pintunya. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu.”

Gadis pelayan itu segera menutup pintu, lalu berjalan mendekat dengan kepala tertunduk. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya Duches?” tanyanya dengan nada penuh hormat.

“Katamu aku sudah lama berada di sini, di Kediaman Duke ini,” kata Mei Yan, mengamati ekspresi pelayan itu. “Apakah ada hal aneh yang terjadi belakangan ini? Sesuatu yang tidak biasa, atau mungkin… seseorang yang datang berkunjung tanpa pemberitahuan?”

Pelayan itu tampak ragu sejenak, seolah-olah berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati. “Sebenarnya, Yang Mulia… beberapa minggu terakhir ini memang ada hal-hal yang tidak seperti biasanya. Beberapa orang dari keluarga menteri sering datang ke sini, bahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dan… beberapa pelayan lain juga mengatakan bahwa mereka melihat orang asing berkeliaran di sekitar taman pada malam hari, tetapi ketika mereka mencoba mendekat, orang itu selalu menghilang dengan cepat.”

Mendengar jawaban itu, hati Mei Yan berdegup lebih kencang. Hal-hal yang disampaikan pelayan ini mungkin hanya sebagian kecil dari teka-teki besar yang belum tersusun. Namun, ia merasa bahwa ini bisa menjadi awal untuk menelusuri jejak yang ia butuhkan.

“Apa kau tahu siapa saja yang sering datang dari keluarga menteri?” tanya Mei Yan lagi, kali ini lebih mendesak.

“Saya… tidak begitu pasti, Yang Mulia,” jawab gadis itu, suaranya pelan. “Tetapi saya pernah mendengar salah satu pelayan menyebutkan bahwa salah satunya adalah Tuan Muda Xu, putra sulung dari Menteri Xu.”

Nama itu bagaikan pisau yang menancap di hati Mei Yan. Tuan Muda Xu… pria itu adalah salah satu teman dekat keluarganya, seseorang yang ia percayai selama ini. Namun, apakah mungkin ia terlibat dalam pengkhianatan yang menyebabkan kematiannya?

Mei Yan mengepalkan tangannya, merasa ada bara api yang mulai menyala di dalam dadanya. “Baiklah,” katanya dengan suara pelan namun tegas. “Kau boleh pergi sekarang. Jika kau mendengar hal lain yang mencurigakan, segera laporkan padaku.”

Pelayan itu mengangguk hormat dan berlalu meninggalkan ruangan, sementara Mei Yan tetap berdiri di dekat jendela. Dengan mata yang kini menyala penuh tekad, ia tahu apa yang harus ia lakukan. Perjalanannya baru saja dimulai, dan ia tidak akan berhenti sampai menemukan jawaban yang selama ini ia cari. Takdir mungkin pernah menghancurkannya, tetapi kali ini, ia akan menjadi penguasa atas takdirnya sendiri.

Mei Yan mengamati pelayan itu pergi, perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Sebuah keyakinan baru mulai tumbuh dalam dirinya, membuatnya bertekad untuk tidak hanya menjadi penonton dalam hidupnya, tetapi juga untuk mengambil kendali. Dengan setiap langkah pelayan yang menjauh, rasa sepi mulai menipis, tergantikan oleh semangat yang menyala. Ia mendekatkan tubuhnya ke jendela, merasakan angin sejuk yang bertiup lembut, membawakan aroma bunga dari taman yang bersebelahan.

Taman itu dulunya adalah tempat favoritnya untuk bersantai, tempat di mana ia bisa melupakan beban hidup yang ada. Namun kini, setiap sudutnya terasa penuh dengan misteri dan potensi bahaya. Kapan pun ia memandang ke arah kolam kecil di tengah taman, bayangan kenangan pahit muncul. Ingatan akan pengkhianatan, kemarahan, dan kesedihan yang ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya.

“Aku tidak akan membiarkan mereka menang lagi,” gumamnya, suara tegas yang membangkitkan semangat dalam dirinya. Mei Yan menarik napas dalam-dalam, kemudian berbalik meninggalkan jendela, bertekad untuk merancang rencana yang matang.

Kehidupan baru di kediaman Duke Zhao, suaminya, meski nyaman, tidak sepenuhnya membuatnya merasa aman. Ia tahu bahwa masa lalunya masih menghantuinya, dan ia perlu menghadapi kenyataan. Salah satu cara untuk itu adalah dengan menghadiri festival musim gugur yang diadakan di istana, tempat di mana banyak orang berkumpul, termasuk anggota keluarga bangsawan dan pejabat penting. Ini juga kesempatan untuk mendekati Tuan Muda Xu, orang yang selama ini membuat hidupnya penuh teka-teki.

Hari festival pun tiba, dan Mei Yan berdiri di cermin, menatap refleksinya dengan hati berdebar. Ia mengenakan gaun berwarna biru langit yang indah, dihiasi bordir emas yang menambahkan kesan elegan. Rambutnya terurai dengan lembut, dihias dengan beberapa bunga kecil yang dipilihnya dengan hati-hati. Dalam hatinya, ia berdoa agar malam ini akan memberikan peluang untuk menggali lebih dalam tentang misteri di sekitar keluarga Xu.

Duke Zhao, suaminya, masuk ke dalam ruangan dengan penampilan yang sangat mengesankan. Pakaian resmi yang dikenakannya berkilau di bawah cahaya lampu, dan jubah merah yang menyelimuti tubuhnya menandakan statusnya sebagai seorang duke. Tak ada senyuman ketika ia melihat Mei Yan, dan hatinya terasa bergetar saat Duke mendekatinya, ia tahu setitik rasa cinta itu masih ada dalam hatinya, sulit untuk di hapus meskipun ia tahu lelaki yang menjadi suaminya ini tak pernah mencintainya sedikit pun.

“Duches, jangan membuat keributan seperti pesta ataupun festival sebelumnya,” ucap Duke Zhao, dengan tegas, mata nya menyorot tajam penuh ancaman. “Bersikap lah seperti tidak pernah terjadi sesuatu di hadapan raja.”

Mereka berdua meninggalkan kediaman dan menuju istana, di mana festival telah dimulai. Lampu-lampu berkilau menghiasi taman, menambah keindahan malam yang bercahaya. Ketika mereka tiba, suara riuh dan tawa mengalun, mengisi udara dengan semangat kebahagiaan.

Di antara kerumunan, Mei Yan melihat banyak wajah yang dikenal, namun yang paling mencolok adalah sosok Tuan Muda Xu yang berdiri di dekat panggung. Ia dikelilingi oleh teman-teman dan kerabat, wajahnya bersinar dalam cahaya lampu. Dengan senyum lebar, ia tampak begitu memikat, seolah magnet bagi semua orang di sekitarnya.

“Lihatlah, itu Tuan Muda Xu,” kata adik Duke yang kebetulan bertemu mereka di pintu masuk sambil menunjuk ke arah pria yang dimaksud. “Dia sangat dihormati di kalangan keluarga bangsawan. Semua orang menantikan penampilannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status