Share

BAB 3

Mei Yan mengangguk, berusaha menyembunyikan kecemasannya. “Ya, aku dengar banyak tentang dia. Sepertinya dia memiliki banyak penggemar.”

Adik perempuan Duke Zhao tersenyum, tidak menyadari ketegangan dalam suara Mei Yan. “Dia adalah sosok yang menarik, tidak diragukan lagi. Tetapi jangan khawatir, Mei Yan. Yang terpenting adalah kita menikmati malam ini.”

Mei Yan berusaha tersenyum, tetapi pikirannya terus melayang kepada Tuan Muda Xu. Saat mereka berjalan menyusuri taman, suara pertunjukan tari mulai menggema. Penari-penari berbusana indah muncul di atas panggung, memikat perhatian semua orang. Mei Yan merasa terjebak di antara keindahan pertunjukan dan ketidakpastian yang menggelayuti hatinya.

Ketika pertunjukan berlangsung, Mei Yan mencuri pandang ke arah Tuan Muda Xu, yang kini tampak berbincang akrab dengan beberapa pejabat. Senyumnya tampak begitu cerah, dan tawanya menggema di antara kerumunan, membuatnya tampak sangat disukai. Sementara itu, Duke Zhao asyik berbicara dengan beberapa bangsawan lainnya, memberikan Mei Yan kesempatan untuk merenung.

“Jika hanya ada cara untuk mendekatinya tanpa terlihat mencolok,” pikirnya. Ia tahu bahwa inilah saatnya untuk mengungkap lebih banyak tentang siapa Tuan Muda Xu sebenarnya. Keceriaan di sekitarnya semakin menggoda, tetapi ada rasa cemas yang menggelora di dalam hati Mei Yan.

Setelah pertunjukan selesai, orang-orang mulai beranjak untuk menjelajahi area festival. Mei Yan mengambil napas dalam-dalam dan mengucapkan selamat tinggal kepada Duke, yang tampaknya terlibat dalam percakapan panjang. Dengan hati-hati, ia melangkah menjauh, menyelinap ke kerumunan untuk mendekati Tuan Muda Xu.

Ketika ia mendekat, Mei Yan merasakan ketegangan dalam tubuhnya. Ia berusaha mengingat semua yang telah ia dengar tentang pria ini—kebaikannya, kecerdasannya, dan bagaimana dia berhasil menarik perhatian semua orang. Dengan satu gerakan, ia merapikan gaunnya dan melangkah lebih dekat.

“Tuan Muda Xu,” sapa Mei Yan dengan suara lembut, berusaha terdengar santai. “Selamat malam.”

Tuan Muda Xu menoleh, terkejut sekaligus senang saat melihatnya. “Duchess Mei Yan! Senang sekali melihatmu di sini. Bagaimana kabarmu?” tanyanya, dengan senyum yang tampak tulus.

“Aku baik-baik saja, terima kasih,” jawab Mei Yan, meskipun hatinya berdebar kencang. “Aku tidak sabar melihat semua pertunjukan yang telah disiapkan untuk malam ini.”

“Festival ini selalu menjadi waktu yang menyenangkan. Aku harap kau menikmatinya,” jawab Tuan Muda Xu, tatapannya menilai. “Kau terlihat sangat cantik malam ini. Apakah kau tidak ingin ikut menari bersama kami?”

Menari? Mei Yan merasa terjebak antara harapan dan ketidakpastian. Ia tahu ini adalah kesempatan baik untuk lebih mengenal Tuan Muda Xu. “Tentu saja,” ucapnya, berusaha menunjukkan antusiasme.

Mereka berdua bergabung dengan kerumunan, dan Mei Yan merasakan aliran musik yang mengisi udara. Tuan Muda Xu mengambil tangannya dan membawanya ke tengah, di mana para penari lainnya telah berkumpul. Suasana semakin hangat, dan semangat yang menular membuat Mei Yan melupakan sejenak semua beban di hatinya.

Selama mereka menari, Mei Yan berusaha mencuri perhatian Tuan Muda Xu. Ia mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang siapa dia dan apa yang sebenarnya dia inginkan. Sambil menari, Tuan Muda Xu tampak semakin nyaman, dan tawanya mengalun lembut di telinga Mei Yan.

Namun, saat mereka berputar dan melangkah maju, pandangan Mei Yan tertangkap oleh sosok yang tidak asing. Pria berpakaian gelap yang tadi ia lihat di sudut taman kini mendekat, matanya seakan menyoroti kehadiran Mei Yan. Jantungnya berdegup kencang, dan seolah-olah baru saja tertangkap basah telah melakukan kesalahan besar.

Mei Yan merasakan ketegangan merayap di sekujur tubuhnya. Sosok pria berpakaian gelap itu semakin mendekat, dan setiap langkahnya membuat jantung Mei Yan berdetak lebih cepat. Dia berusaha untuk tetap tenang, tetapi tidak bisa menghindari rasa cemas yang menggelayut di hatinya.

“Siapa dia?” pikirnya, berusaha mengingat kembali wajahnya saat pertama kali melihatnya di sudut taman. Waktu itu, pria itu tampak hanya sebagai sosok bayangan, namun sekarang kehadirannya terasa lebih nyata, lebih mendominasi. Dia berusaha mengalihkan pandangannya, namun mata mereka bertemu, dan rasanya seperti disambar petir.

Dengan cepat, Mei Yan berbalik dan berusaha mencari celah untuk pergi. Namun, kakinya terasa berat, seolah ada beban yang menahannya di tempat. Dia tahu, pria itu tidak ada di sana hanya untuk memperhatikan. Ada sesuatu yang lebih dalam dari tatapan itu, sesuatu yang bisa membuatnya merasa terancam.

“Mei Yan!” suara sahabatnya, Lian, memanggilnya. Lian yang berada di sampingnya seolah merasakan kegelisahan Mei Yan. “Ada apa? Kau terlihat pucat.”

“Tidak… tidak apa-apa,” jawab Mei Yan, meski suaranya terdengar ragu. Dia berusaha tersenyum, tetapi Lian tidak bisa ditipu. Lian mengikuti arah pandangnya dan langsung melihat sosok pria itu.

“Siapa dia?” tanya Lian, suaranya menurun menjadi bisikan.

“Entahlah. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya,” Mei Yan menjawab, mencoba terdengar tenang meskipun jantungnya masih berdegup kencang.

Pria itu semakin mendekat, dan Mei Yan merasakan ketidaknyamanan yang semakin mendalam. Mungkin dia hanya salah paham. Mungkin pria itu tidak ada hubungannya dengannya. Tetapi Mei Yan selalu bisa merasakan ketika ada sesuatu yang tidak beres. Dia mulai melangkah mundur, mencoba menjauh dari sorotan mata pria itu.

Namun, langkahnya terhenti ketika dia mendengar suara pria itu memanggil namanya. “Mei Yan.”

Nama itu meluncur dari bibirnya dengan nada rendah, seolah menyimpan rahasia di dalamnya. Mei Yan menatap pria itu dengan penuh waspada, matanya berusaha meneliti setiap detail. Sekilas, ia melihat ekspresi di wajahnya—ada ketegangan, tetapi juga ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah kerinduan? Dia menggelengkan kepalanya, tidak ingin berasumsi lebih jauh.

“Mei Yan, bisa kita bicara sebentar?” Pria itu berusaha mendekat, tetapi langkahnya terhenti ketika Lian melangkah maju, berdiri di depan Mei Yan dengan sikap melindungi.

“Siapa kau? Apa yang kau inginkan?” tanya Lian, suaranya tegas.

Pria itu menghela napas panjang, seolah menimbang kata-katanya. “Aku… hanya ingin menjelaskan.”

“Menjelaskan? Menjelaskan apa? Kenapa kau mengawasi Mei Yan?” Lian menuntut, matanya tajam menyoroti sosok pria itu.

Mei Yan merasa terjebak di antara dua orang yang sangat berbeda. Di satu sisi ada Lian, sahabatnya yang selalu siap melindungi, dan di sisi lain ada pria yang menarik perhatian dan rasa ingin tahunya. Dia ingin mendengarkan, tetapi juga ingin melindungi dirinya sendiri.

“Lian, tunggu,” katanya, suaranya lemah. “Aku ingin mendengar apa yang dia katakan.”

“Tidak, Mei Yan. Ini tidak aman. Kita tidak tahu siapa dia,” Lian menolak, tetapi Mei Yan bisa melihat keraguan di mata sahabatnya.

“Dia hanya ingin bicara. Mungkin ada penjelasan. Mari kita dengar dulu.”

Lian terdiam, tetapi tetap tidak yakin. Dia mengamati pria itu dengan mata memicing, seolah siap untuk melindungi Mei Yan jika terjadi sesuatu. Mei Yan merasa sedikit lebih tenang ketika Lian tetap berada di sisinya, siap sedia jika dia membutuhkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status