Share

BAB 3

Author: Lotus putih
last update Last Updated: 2024-10-13 14:54:36

Mei Yan mengangguk, berusaha menyembunyikan kecemasannya. “Ya, aku dengar banyak tentang dia. Sepertinya dia memiliki banyak penggemar.”

Adik perempuan Duke Zhao tersenyum, tidak menyadari ketegangan dalam suara Mei Yan. “Dia adalah sosok yang menarik, tidak diragukan lagi. Tetapi jangan khawatir, Mei Yan. Yang terpenting adalah kita menikmati malam ini.”

Mei Yan berusaha tersenyum, tetapi pikirannya terus melayang kepada Tuan Muda Xu. Saat mereka berjalan menyusuri taman, suara pertunjukan tari mulai menggema. Penari-penari berbusana indah muncul di atas panggung, memikat perhatian semua orang. Mei Yan merasa terjebak di antara keindahan pertunjukan dan ketidakpastian yang menggelayuti hatinya.

Ketika pertunjukan berlangsung, Mei Yan mencuri pandang ke arah Tuan Muda Xu, yang kini tampak berbincang akrab dengan beberapa pejabat. Senyumnya tampak begitu cerah, dan tawanya menggema di antara kerumunan, membuatnya tampak sangat disukai. Sementara itu, Duke Zhao asyik berbicara dengan beberapa bangsawan lainnya, memberikan Mei Yan kesempatan untuk merenung.

“Jika hanya ada cara untuk mendekatinya tanpa terlihat mencolok,” pikirnya. Ia tahu bahwa inilah saatnya untuk mengungkap lebih banyak tentang siapa Tuan Muda Xu sebenarnya. Keceriaan di sekitarnya semakin menggoda, tetapi ada rasa cemas yang menggelora di dalam hati Mei Yan.

Setelah pertunjukan selesai, orang-orang mulai beranjak untuk menjelajahi area festival. Mei Yan mengambil napas dalam-dalam dan mengucapkan selamat tinggal kepada Duke, yang tampaknya terlibat dalam percakapan panjang. Dengan hati-hati, ia melangkah menjauh, menyelinap ke kerumunan untuk mendekati Tuan Muda Xu.

Ketika ia mendekat, Mei Yan merasakan ketegangan dalam tubuhnya. Ia berusaha mengingat semua yang telah ia dengar tentang pria ini—kebaikannya, kecerdasannya, dan bagaimana dia berhasil menarik perhatian semua orang. Dengan satu gerakan, ia merapikan gaunnya dan melangkah lebih dekat.

“Tuan Muda Xu,” sapa Mei Yan dengan suara lembut, berusaha terdengar santai. “Selamat malam.”

Tuan Muda Xu menoleh, terkejut sekaligus senang saat melihatnya. “Duchess Mei Yan! Senang sekali melihatmu di sini. Bagaimana kabarmu?” tanyanya, dengan senyum yang tampak tulus.

“Aku baik-baik saja, terima kasih,” jawab Mei Yan, meskipun hatinya berdebar kencang. “Aku tidak sabar melihat semua pertunjukan yang telah disiapkan untuk malam ini.”

“Festival ini selalu menjadi waktu yang menyenangkan. Aku harap kau menikmatinya,” jawab Tuan Muda Xu, tatapannya menilai. “Kau terlihat sangat cantik malam ini. Apakah kau tidak ingin ikut menari bersama kami?”

Menari? Mei Yan merasa terjebak antara harapan dan ketidakpastian. Ia tahu ini adalah kesempatan baik untuk lebih mengenal Tuan Muda Xu. “Tentu saja,” ucapnya, berusaha menunjukkan antusiasme.

Mereka berdua bergabung dengan kerumunan, dan Mei Yan merasakan aliran musik yang mengisi udara. Tuan Muda Xu mengambil tangannya dan membawanya ke tengah, di mana para penari lainnya telah berkumpul. Suasana semakin hangat, dan semangat yang menular membuat Mei Yan melupakan sejenak semua beban di hatinya.

Selama mereka menari, Mei Yan berusaha mencuri perhatian Tuan Muda Xu. Ia mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang siapa dia dan apa yang sebenarnya dia inginkan. Sambil menari, Tuan Muda Xu tampak semakin nyaman, dan tawanya mengalun lembut di telinga Mei Yan.

Namun, saat mereka berputar dan melangkah maju, pandangan Mei Yan tertangkap oleh sosok yang tidak asing. Pria berpakaian gelap yang tadi ia lihat di sudut taman kini mendekat, matanya seakan menyoroti kehadiran Mei Yan. Jantungnya berdegup kencang, dan seolah-olah baru saja tertangkap basah telah melakukan kesalahan besar.

Mei Yan merasakan ketegangan merayap di sekujur tubuhnya. Sosok pria berpakaian gelap itu semakin mendekat, dan setiap langkahnya membuat jantung Mei Yan berdetak lebih cepat. Dia berusaha untuk tetap tenang, tetapi tidak bisa menghindari rasa cemas yang menggelayut di hatinya.

“Siapa dia?” pikirnya, berusaha mengingat kembali wajahnya saat pertama kali melihatnya di sudut taman. Waktu itu, pria itu tampak hanya sebagai sosok bayangan, namun sekarang kehadirannya terasa lebih nyata, lebih mendominasi. Dia berusaha mengalihkan pandangannya, namun mata mereka bertemu, dan rasanya seperti disambar petir.

Dengan cepat, Mei Yan berbalik dan berusaha mencari celah untuk pergi. Namun, kakinya terasa berat, seolah ada beban yang menahannya di tempat. Dia tahu, pria itu tidak ada di sana hanya untuk memperhatikan. Ada sesuatu yang lebih dalam dari tatapan itu, sesuatu yang bisa membuatnya merasa terancam.

“Mei Yan!” suara sahabatnya, Lian, memanggilnya. Lian yang berada di sampingnya seolah merasakan kegelisahan Mei Yan. “Ada apa? Kau terlihat pucat.”

“Tidak… tidak apa-apa,” jawab Mei Yan, meski suaranya terdengar ragu. Dia berusaha tersenyum, tetapi Lian tidak bisa ditipu. Lian mengikuti arah pandangnya dan langsung melihat sosok pria itu.

“Siapa dia?” tanya Lian, suaranya menurun menjadi bisikan.

“Entahlah. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya,” Mei Yan menjawab, mencoba terdengar tenang meskipun jantungnya masih berdegup kencang.

Pria itu semakin mendekat, dan Mei Yan merasakan ketidaknyamanan yang semakin mendalam. Mungkin dia hanya salah paham. Mungkin pria itu tidak ada hubungannya dengannya. Tetapi Mei Yan selalu bisa merasakan ketika ada sesuatu yang tidak beres. Dia mulai melangkah mundur, mencoba menjauh dari sorotan mata pria itu.

Namun, langkahnya terhenti ketika dia mendengar suara pria itu memanggil namanya. “Mei Yan.”

Nama itu meluncur dari bibirnya dengan nada rendah, seolah menyimpan rahasia di dalamnya. Mei Yan menatap pria itu dengan penuh waspada, matanya berusaha meneliti setiap detail. Sekilas, ia melihat ekspresi di wajahnya—ada ketegangan, tetapi juga ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah kerinduan? Dia menggelengkan kepalanya, tidak ingin berasumsi lebih jauh.

“Mei Yan, bisa kita bicara sebentar?” Pria itu berusaha mendekat, tetapi langkahnya terhenti ketika Lian melangkah maju, berdiri di depan Mei Yan dengan sikap melindungi.

“Siapa kau? Apa yang kau inginkan?” tanya Lian, suaranya tegas.

Pria itu menghela napas panjang, seolah menimbang kata-katanya. “Aku… hanya ingin menjelaskan.”

“Menjelaskan? Menjelaskan apa? Kenapa kau mengawasi Mei Yan?” Lian menuntut, matanya tajam menyoroti sosok pria itu.

Mei Yan merasa terjebak di antara dua orang yang sangat berbeda. Di satu sisi ada Lian, sahabatnya yang selalu siap melindungi, dan di sisi lain ada pria yang menarik perhatian dan rasa ingin tahunya. Dia ingin mendengarkan, tetapi juga ingin melindungi dirinya sendiri.

“Lian, tunggu,” katanya, suaranya lemah. “Aku ingin mendengar apa yang dia katakan.”

“Tidak, Mei Yan. Ini tidak aman. Kita tidak tahu siapa dia,” Lian menolak, tetapi Mei Yan bisa melihat keraguan di mata sahabatnya.

“Dia hanya ingin bicara. Mungkin ada penjelasan. Mari kita dengar dulu.”

Lian terdiam, tetapi tetap tidak yakin. Dia mengamati pria itu dengan mata memicing, seolah siap untuk melindungi Mei Yan jika terjadi sesuatu. Mei Yan merasa sedikit lebih tenang ketika Lian tetap berada di sisinya, siap sedia jika dia membutuhkannya.

Related chapters

  • MENAWAR TAKDIR    BAB 4

    “Baiklah,” kata Lian akhirnya, suaranya tetap tegas. “Tapi jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung menarikmu pergi.”Pria itu mengangguk, dan wajahnya terlihat lebih tenang. “Terima kasih. Aku hanya ingin menjelaskan situasi yang terjadi.”Mei Yan mengambil napas dalam-dalam. “Apa yang ingin kau jelaskan?” tanyanya, berusaha untuk tidak terdengar terlalu tegang.“Aku tahu kau mungkin merasa terancam dengan kehadiranku. Tapi aku tidak bermaksud buruk,” pria itu berkata, suaranya tenang dan dalam. “Aku sudah melihatmu beberapa kali di taman, dan aku tahu kau mengalami masa sulit. Aku… ingin membantumu.”“Bantuan? Dari siapa kau?” tanya Mei Yan skeptis. “Kau tidak mengenalku.”“Memang benar. Aku tidak mengenalmu dengan baik. Tapi aku merasa ada sesuatu yang… berbeda tentangmu. Sesuatu yang membuatku ingin membantu. Namaku Jinhai,” pria itu memperkenalkan diri.“Jinhai…” Mei Yan mengulang namanya pelan, mencoba mencerna informasi baru ini. Dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya,

    Last Updated : 2024-10-13
  • MENAWAR TAKDIR    BAB 5

    Setelah selesai, Mei Yan melipat surat itu dengan hati-hati dan menyimpannya dalam saku. Dia merasa sedikit lebih lega setelah menulis semua itu. Esok harinya, dia berniat untuk mengantarkan surat tersebut ke taman dan berharap bisa menemui Jinhai lagi.Ketika hari beranjak siang, Mei Yan dan Lian berjalan menuju taman, tempat di mana mereka pertama kali bertemu dengan Jinhai. Mei Yan bisa merasakan ketegangan di udara. “Aku akan menunggu di pinggir jalan. Jika kau merasa tidak nyaman, beritahu aku dan aku akan segera datang,” kata Lian, suaranya tegas tetapi juga penuh kehangatan.Mei Yan mengangguk dan melangkah lebih jauh ke dalam taman. Dia merasakan sinar matahari menerpa wajahnya, tetapi bayangan kekhawatiran masih menghantuinya. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa ini adalah langkah yang benar.Saat tiba di tempat mereka pertama kali bertemu, Mei Yan melihat Jinhai duduk di bangku kayu, menatap pemandangan taman dengan serius. Hatinya berdebar. Dia mengumpulkan keberanian dan me

    Last Updated : 2024-10-13
  • MENAWAR TAKDIR    bab 6

    Setelah menulis surat itu, Mei Yan berusaha untuk menyelinap keluar rumah tanpa membuat kegaduhan. Dia merasa ada keinginan mendalam untuk mengirimkan surat ini kepada Jinhai. Dengan hati-hati, dia melangkah menuju taman, merasakan angin sepoi-sepoi yang menyapu wajah nya.Saat tiba di taman, dia melihat Jinhai sudah menunggu di bangku kayu yang sama. Hatinya berdebar-debar. Dia merasa senang melihat wajahnya, tetapi juga khawatir tentang reaksi Jinhai terhadap suratnya.“Mei Yan!” Jinhai melambaikan tangan dan berdiri saat melihatnya. Senyum di wajahnya membuat hati Mei Yan bergetar.“Jinhai,” sapanya dengan lembut, mengeluarkan surat yang baru saja ditulisnya. “Ini untukmu.”Jinhai mengambil surat itu dengan antusias. “Kau kembali! Aku senang melihatmu.” Dia membacanya dengan seksama, dan Mei Yan bisa melihat ekspresi di wajahnya berubah, dari penasaran menjadi serius.“Aku sangat menghargai kejujuranmu,” Jinhai akhirnya berkata, menatap Mei Yan dengan penuh perhatian. “Kekuatan yan

    Last Updated : 2024-11-08
  • MENAWAR TAKDIR    bab 7

    Bagi Mey Yan, sebuah kehadiran yang menyelamatkannya dari kesendirian.Suatu sore, Jinhai membawakan Mey Yan sebuah buku dengan sampul yang tampak tua. “Ini mungkin bisa membantumu,” katanya sambil menyerahkan buku itu padanya.Mey Yan membuka buku itu dan melihat bahwa isinya adalah tentang strategi bisnis dan manajemen. “Terima kasih, Jinhai. Ini pasti sangat berguna,” ujarnya dengan tulus.“Jangan hanya berterima kasih. Kau harus berhasil, Mey Yan. Aku yakin kau bisa,” balas Jinhai dengan senyuman penuh semangat.Namun, kedekatan mereka tidak luput dari perhatian Duke Zhao. Suatu malam, ketika Mey Yan baru saja pulang dari pertemuannya dengan Jinhai, dia mendapati Duke Zhao menunggunya di ruang tamu. Tatapan pria itu terlihat lebih tajam daripada biasanya.“Ke mana saja kau?” tanyanya dengan nada yang lebih menuntut daripada biasanya.Mey Yan merasa ada sedikit getaran dalam suaranya, tapi dia mencoba untuk tetap tenang. “Aku bertemu dengan seorang teman. Dia membantuku mempelajari

    Last Updated : 2024-11-09
  • MENAWAR TAKDIR    bab 8

    Mey Yan terkejut mendengar nama Jinhai disebut. “Tidak, sebenarnya tidak. Keinginan untuk berubah datang dariku sendiri. Jinhai hanya memberikan dorongan dan bantuan saat aku membutuhkannya,” jawab Mey Yan dengan jujur.Tuan Muda Xu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau capai, Mey Yan?”Pertanyaan itu membuat Mey Yan terdiam sejenak. Dia menatap suaminya dengan serius, lalu berkata, “Aku ingin mendapatkan tempatku di sisi suamiku. Bukan hanya sebagai seorang istri yang berada di belakang, tetapi sebagai mitra yang dapat dipercaya. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau andalkan, baik dalam kehidupan maupun urusan kerajaan.”Jawaban Mey Yan membuat Duke Zhao terdiam. Dia tidak menyangka istrinya memiliki ambisi sebesar itu. Meskipun begitu, dia tetap menjaga wajahnya agar tidak menunjukkan terlalu banyak emosi. “Kita lihat saja,” jawabnya singkat sebelum beranjak pergi.Meski jawabannya singkat dan datar, Mey Yan merasa ada harapan. Dia

    Last Updated : 2024-11-09
  • MENAWAR TAKDIR    bab 9

    “Saya dengar, Duchess, Anda sering bertemu dengan teman lama Anda, Tuan Jinhai,” kata Li dengan nada santai namun menyiratkan sesuatu. “Saya harap Anda tidak melibatkan orang luar dalam urusan istana. Itu bisa berbahaya, Anda tahu.”Mey Yan menatap Li dengan tatapan tegas, tidak terpengaruh oleh sindiran itu. “Saya tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan istana. Tujuan saya hanya untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan.”Wakil Menteri Li tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Baiklah, saya hanya ingin memastikan. Sebagai bagian dari keluarga Zhao, tentu Anda tahu bahwa menjaga nama baik kerajaan adalah prioritas utama.”Pertemuan itu membuat Mey Yan semakin yakin bahwa Li memang terlibat dalam penyimpangan yang terjadi. Dia pun memutuskan untuk mempercepat penyelidikannya dan mengumpulkan bukti yang cukup untuk dihadapkan kepada suaminya. Namun, di sisi lain, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rumor tentang dirinya dan Jinhai bisa menimbulkan

    Last Updated : 2024-11-09
  • MENAWAR TAKDIR    bab 20

    “Aku tidak bercanda,” balas Mey Yan tegas. “Kami memiliki bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyimpangan. Jika kau merasa tidak bersalah, kau seharusnya tidak keberatan membantu kami menyelidikinya lebih lanjut.”Li tampak mulai kehilangan kendali. Dia berdiri dari kursinya, wajahnya memerah karena marah. “Kau berani menuduhku tanpa bukti yang jelas? Ini bisa disebut pencemaran nama baik!” suaranya meninggi, menarik perhatian beberapa karyawan di luar ruangan yang kini mulai melirik ke arah mereka.Duke Zhao mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Li tenang. “Kita tidak sedang menuduhmu, Li. Kita hanya ingin memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai prosedur. Jika memang tidak ada yang salah, maka kau tidak perlu khawatir.”Li akhirnya menghela napas dan duduk kembali, tetapi ekspresinya masih tidak bisa menutupi kegelisahannya. “Baiklah, aku akan bekerja sama. Tapi ingat, Zhao, aku sudah bertahun-tahun bekerja untuk perusahaan ini. Tidak mungkin aku melakukan hal seperti i

    Last Updated : 2024-11-11
  • MENAWAR TAKDIR    bab 11

    Namun, Mey Yan menolak tenggelam dalam rasa sepinya. Ia teringat kembali pesan ibunya sebelum meninggalkan rumah. "Seberapa pun sulit hidupmu nanti, jangan menyerah. Jangan biarkan siapa pun menghancurkan semangatmu." Kata-kata itu kini terasa lebih nyata daripada sebelumnya. Ia menarik napas panjang dan bangkit dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk keluar, berjalan di taman belakang yang luas.Langkahnya terhenti saat melihat seorang pelayan sedang memetik bunga-bunga di dekat kolam. Wanita paruh baya itu terlihat akrab, dengan wajah yang lembut namun tampak lelah. Mey Yan menghampirinya.“Apakah ada bunga yang sedang bermekaran?” tanyanya dengan lembut, mencoba membuka percakapan.Wanita itu sedikit terkejut dan buru-buru membungkuk hormat. “Nyonya muda, ada beberapa bunga camelia yang mulai mekar. Apakah Anda ingin saya memetikkan untuk Anda?”Mey Yan menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Saya hanya ingin melihat-lihat saja.” Ia melirik ke

    Last Updated : 2024-11-12

Latest chapter

  • MENAWAR TAKDIR    bab 48

    Zhao menarik napas dalam-dalam, menekan perasaan yang mulai memuncak di dadanya. Ia tahu bahwa keadaan di luar sana tidaklah mudah, dan meskipun ia terbiasa menghadapi pertempuran, tekanan yang datang dari dalam hati jauh lebih sulit untuk dihadapi. Tidak ada yang bisa menjelaskan kecemasannya saat memikirkan Mey Yan—istrinya yang kini berada di Istana, tempat yang penuh dengan intrik dan permainan kekuasaan yang tak terduga.Dalam hening malam itu, langkah-langkah lembut terdengar dari pintu belakang ruangannya. Zhao berbalik, dan dengan cepat, wajahnya yang penuh pemikiran berubah menjadi serius. Seorang pelayan masuk dengan membawa surat. “Tuan, surat dari Putri Mey Yan,” kata pelayan itu, membungkuk rendah.Zhao meraih surat itu dengan cepat, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia membuka gulungan surat tersebut. Hatinya berdebar saat membaca tulisan tangan Mey Yan, yang meskipun sederhana, terasa penuh dengan ketulusan dan perasaan y

  • MENAWAR TAKDIR    bab 47

    Senja di Kediaman JenderalLangit berubah warna menjadi jingga keemasan saat matahari perlahan tenggelam di ufuk barat. Angin musim semi berembus lembut, menggoyangkan kelopak bunga plum yang bermekaran di halaman kediaman Jenderal Zhao. Aroma tanah dan embun bercampur dengan wangi teh hangat yang baru saja dituangkan oleh Lian di meja batu.Mey Yan duduk di bawah paviliun kayu, menatap cangkir teh di tangannya dengan tatapan kosong. Ia masih memikirkan percakapannya dengan Zhao tadi sore."Aku ingin memperbaiki semuanya."Kata-kata itu terus terngiang di benaknya. Ia ingin mempercayai Zhao, tapi terlalu banyak ketidakpastian yang masih mengikat hatinya. Apalagi, bayangan Lady Lin terus menghantui pikirannya.Suara langkah kaki di jalan berbatu menarik perhatiannya. Ia mengangkat kepala dan melihat Zhao berjalan mendekat. Mantel militernya sedikit berkibar tertiup angin, menambah kesan gagah pada sosoknya."Sudah malam, kenapa kau belum masuk?" tanya Zhao dengan suara rendah, matanya

  • MENAWAR TAKDIR    bab 46

    Mey Yan masih menatap Zhao dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia ingin mempercayai kata-katanya, ingin mempercayai bahwa tak ada yang terjadi antara Zhao dan Lady Lin. Namun, bayangan wanita itu yang berdiri di sisi Zhao di perkemahan masih membekas di benaknya."Aku ingin percaya padamu, Zhao," katanya pelan, suaranya hampir bergetar. "Tapi selama ini aku merasa seperti orang luar dalam hidupmu. Aku tidak pernah tahu apa yang kau pikirkan, bagaimana perasaanmu… dan sekarang, tiba-tiba kau mengatakan kau takut kehilangan aku. Bagaimana aku bisa memahami semua ini?"Zhao menatapnya dengan sorot mata yang jarang ia tunjukkan—sesuatu yang dalam, penuh perasaan. "Aku tahu aku telah banyak melakukan kesalahan, Mey Yan. Aku tahu aku telah membuatmu merasa sendirian. Tapi percayalah, bukan karena aku tidak peduli. Justru karena aku peduli, aku tidak tahu harus berbuat apa."Mey Yan tertawa kecil, tapi itu bukan tawa bahagia. "Kalau kau peduli, seharusnya kau tidak membuatku merasa sendiria

  • MENAWAR TAKDIR    bab 45

    Malam semakin larut, tetapi Mey Yan masih belum beranjak dari tempatnya. Udara dingin menyelinap di antara helaian rambutnya, namun pikirannya tetap dipenuhi oleh bayangan Zhao. Kata-kata Nenek Ru masih terngiang di telinganya, membiarkan hatinya bergulat dengan perasaan yang sulit ia kendalikan.Zhao memang bukan pria yang mudah di mengerti. Ia dingin, keras, dan selalu menyimpan pikirannya sendiri. Tetapi, di balik sikapnya yang terlihat tak peduli, ada hal-hal kecil yang selama ini mungkin luput dari perhatiannya—tatapan yang lebih lama dari seharusnya, genggaman yang tidak segera dilepaskan, dan kata-kata yang meskipun sederhana, terasa jujur.Mey Yan menarik napas dalam-dalam, matanya menatap permukaan air di kolam yang bergoyang pelan. Apakah ia benar-benar ingin terus meragukan perasaan Zhao? Atau ini hanya bentuk ketakutannya sendiri?"Nyonya, lebih baik masuk sebelum udara semakin dingin." Suara lembut Nenek Ru membuyarkan lamunannya.Mey Yan menoleh, lalu tersenyum tipis. "A

  • MENAWAR TAKDIR    bab 44

    Mey Yan menghela napas panjang. Malam yang seharusnya memberi ketenangan justru menjadi saksi atas perasaannya yang bergejolak. Kata-kata Zhao terdengar tulus, tapi bayangan Lady Lin masih terukir jelas dalam benaknya. Apakah benar tidak ada yang terjadi di antara mereka? Ataukah ia hanya terlalu takut menerima kenyataan?Zhao menggenggam tangannya lebih erat, seolah tak ingin kehilangan kesempatan untuk meyakinkannya. “Aku tahu sulit bagimu untuk mempercayaiku sekarang, tapi aku ingin kamu melihat hatiku, Nyonya. Aku tidak akan pernah melukai perasaanmu dengan sengaja.”Mey Yan menatapnya, mencari sesuatu dalam sorot mata Zhao—kejujuran, ketulusan, atau mungkin hanya jawaban yang bisa menenangkan pikirannya. Namun, pikirannya tetap dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung menemukan kepastian.“Aku ingin percaya, Tuan,” katanya lirih, suaranya nyaris tenggelam oleh hembusan angin malam. “Tapi hatiku masih takut.”Zhao terdiam, lalu mengangguk pelan. “Aku tidak akan memaksamu untuk memperc

  • MENAWAR TAKDIR    bab 43

    Setelah beberapa hari di ibu kota, Mey Yan mulai merasakan betapa beratnya beban yang harus ia pikul. Setiap langkah yang diambilnya terasa lebih berat dari sebelumnya, seperti ada banyak mata yang mengawasi, menilai, dan mungkin saja menunggunya untuk gagal. Istana yang dulu terasa begitu nyaman kini menjadi penjara bagi hatinya. Rasa cemas yang menggerogoti dirinya terus mengganggu, terutama setelah ia mendapatkan kabar bahwa ada kelompok yang berusaha menggulingkan kekuasaan kerajaan. Hal itu membuat situasi semakin tidak menentu, dan Mey Yan merasa seperti berada di tengah badai yang tak bisa ia hindari.Malam itu, setelah berhari-hari sibuk dengan berbagai urusan kerajaan, Mey Yan memutuskan untuk berjalan di sekitar taman istana. Angin malam yang sejuk berhembus, membawa aroma bunga-bunga yang masih mekar, namun tidak mampu mengusir kegelisahan yang menggelayuti pikirannya. Setiap bayangan di sekitar taman seolah menjadi sesuatu yang asing dan menakutkan. Tiba-tiba, langkahnya t

  • MENAWAR TAKDIR    bab 42

    Zhao masih memeluk Mey Yan dengan erat, seolah ingin menyatukan dua jiwa yang terpisah oleh jarak dan waktu. Mey Yan bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, begitu jelas di telinganya. Ada sesuatu dalam pelukan itu yang membuat hatinya sedikit lebih tenang, namun keraguan yang masih mengendap tak bisa diabaikan begitu saja.“Mey Yan…” suara Zhao terdengar lagi, lebih lembut, namun ada penekanan dalam kata-katanya. “Aku tahu, ini tidak mudah. Aku tahu aku telah membuatmu merasa sepi dan terabaikan, dan itu adalah salahku. Tapi percayalah, tidak ada satu pun hal yang lebih penting bagiku selain dirimu.”Mey Yan menatap ke lantai, matanya mulai buram oleh air mata yang menunggu untuk jatuh. Ia ingin percaya, ia ingin sekali mempercayai kata-kata itu. Tapi hatinya terlalu rapuh untuk itu. Rasa takut yang tiba-tiba datang, keraguan yang begitu dalam, semua itu seakan-akan meruntuhkan segala usaha yang telah dilakukan Zhao untuk meyakinkannya.“Dan Lady Lin, Tuan?” Suaranya hamp

  • MENAWAR TAKDIR    bab 41

    Zhao berdiri di depan Mey Yan, memandangnya dengan tatapan penuh makna. Meski ia mencoba mengendalikan diri, ada perasaan cemas yang terpendam dalam hatinya. Ia tahu betapa berat perasaan Mey Yan saat ini, betapa banyak yang harus ia hadapi dan jelaskan. Namun, kata-kata tak selalu cukup untuk menyembuhkan luka yang ada.Mey Yan menunduk, matanya menyentuh tanah seakan mencoba menghindari tatapan Zhao. Beberapa saat yang lalu, saat pertama kali datang ke kamp, semuanya terasa jauh lebih sederhana. Perasaan yang ia miliki untuk Zhao begitu kuat, bahkan sebelum mereka menikah, tapi kenyataan ini terasa berbeda. Begitu banyak yang mengganggu pikirannya, termasuk kehadiran Lady Lin yang sering datang membawa hadiah dan makanan untuk para prajurit. Hatinya terasa tercabik-cabik, tak tahu apa yang harus ia percayai lagi.Zhao menghela napas panjang, mendekat sedikit, dan meraih tangan Mey Yan yang terkulai di sampingnya. “Aku tahu kau terluka, Mey Yan. Aku juga merasakannya. Tapi kita harus

  • MENAWAR TAKDIR    bab 40

    Mey Yan berdiri di balik pepohonan, tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, tapi bukan karena perjalanan panjang yang baru saja ia tempuh. Apa yang dilihatnya kini—Zhao dan Lady Lin berdiri berdekatan, berbincang dalam suasana yang tampak akrab—membuat dadanya terasa sesak.Lady Lin tersenyum lembut, tatapannya tertuju pada Zhao dengan cara yang membuat hati Mey Yan bergejolak. Ia tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi cukup melihat gerak-gerik keduanya untuk merasakan sesuatu yang asing di dalam hatinya.Ragu, Mey Yan menggigit bibir bawahnya. Apakah ia harus maju dan memanggil Zhao? Atau haruskah ia tetap di tempatnya dan menunggu hingga mereka berpisah?Liang Hui yang berdiri di sampingnya tampak gelisah. “Nyonya…” bisiknya pelan, seolah ikut merasakan kebimbangan yang sama.Mey Yan menghela napas panjang. Ia tidak ingin berpikiran buruk, tetapi bagaimana mungkin ia bisa mengabaikan apa yang ada di depan matanya?Namun, sebelum ia semp

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status