Mey Yan menundukkan pandangannya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mulai muncul di wajahnya. Tuan Zhao berhenti sejenak, matanya memeriksa ekspresi istrinya dengan sorot yang sulit ditebak. "Dia hanya teman lama," ujar Tuan Zhao, seakan menyadari keraguan yang mungkin ada di hati Mey Yan. Namun, nadanya datar, tidak menunjukkan penjelasan lebih lanjut. Mey Yan mengangguk pelan, berusaha menampilkan senyuman meskipun hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. “Oh, tentu saja. Aku tidak bermaksud ingin tahu,” jawabnya lirih. Tuan Zhao tidak menjawab. Ia hanya memandangnya beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya berjalan melewatinya menuju ruang kerjanya. Pintu ruang kerja itu tertutup pelan di belakangnya, seakan menutup juga semua perasaan yang berusaha Mey Yan sembunyikan. Malam itu, Mey Yan duduk sendirian di kamarnya. Pikirannya kembali ke kedekatan Tuan Zhao dengan wanita tadi. "Apa dia seseorang yang
Malam itu, Mey Yan merenung cukup lama di kamarnya. Pikirannya terus bergulat antara rasa bahagia yang perlahan tumbuh dari perhatian-perhatian kecil Tuan Zhao, dan kekhawatiran yang timbul dari kehadiran wanita asing itu. Ia tak ingin terburu-buru berprasangka, namun bayangan kedekatan mereka sulit diabaikan.Keesokan harinya, Mey Yan memutuskan untuk bersikap seperti biasa. Ia menyibukkan dirinya dengan berbagai kegiatan di taman dan ruang rumah, mencoba melupakan perasaan tidak tenang yang menghantui pikirannya. Namun, ketika ia sedang merapikan ruang tengah, ia dikejutkan oleh suara langkah Tuan Zhao yang menghampirinya.“Kau tampak lebih ceria akhir-akhir ini,” kata Tuan Zhao, mengamati wajah Mey Yan. “Apakah karena taman itu?”Mey Yan tersenyum kecil, mengangguk sambil berkata, “Taman ini memang sangat menenangkan. Tapi… mungkin bukan hanya itu.” Ia menahan diri untuk tidak mengungkapkan bahwa salah satu alasannya adalah perhatian yang mulai Tuan Zha
Waktu berlalu begitu cepat…Kata-kata itu membuat Mei Yan semakin curiga. Apakah informasi yang diberikan Xu Li memiliki kaitan dengan keselamatan Zhao? Ia ingin bertanya lebih jauh, namun Xu Li berbalik dan menatapnya tajam. "Kau tahu, Mei Yan, bukan hanya para prajurit yang berperang di medan tempur. Kadang, orang-orang di belakang layar juga memainkan peran penting. Itu saja yang perlu kau ketahui."Merasa tak mendapatkan jawaban yang memuaskan, Mei Yan memutuskan untuk tidak memaksa. Ia mengucapkan terima kasih kepada Xu Li dan berpamitan. Namun, perasaannya saat meninggalkan rumah itu semakin tak menentu. Mungkinkah Xu Li memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keberangkatan Zhao daripada yang ia bayangkan?Beberapa hari kemudian, Zhao kembali ke rumah lebih awal dari biasanya. Kali ini, ia tampak lebih tenang dan tidak terburu-buru seperti biasanya. Setelah makan malam, mereka duduk di ruang tengah, dan Mei Yan merasa ini adalah saat yang tepat
Dengan restu dari keluarga Zhao, Mey Yan segera mempersiapkan perjalanannya. Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan di kamp militer, atau bagaimana Zhao XiJin akan menyambutnya. Tapi satu hal yang ia tahu, ia akan berada di sisinya. Meskipun Zhao XiJin mungkin tidak mengharapkan kehadirannya, Mey Yan telah memutuskan bahwa inilah saatnya ia berjuang untuk suaminya, sebagaimana suaminya berjuang di medan perang.Perjalanan ke kamp militer bukanlah perjalanan yang mudah. Mey Yan harus melewati jalan-jalan berbatu dan medan yang sulit. Namun, di sepanjang perjalanan, ia merasa hatinya semakin kuat. Ia tidak lagi hanya istri yang diam di rumah, melainkan seorang wanita yang siap menghadapi segala kemungkinan demi orang yang ia sayangi.Ketika ia tiba di kamp, suasana yang muram menyambutnya. Pasukan yang lelah dan luka-luka terlihat di mana-mana. Mey Yan segera menuju tenda perawatan di mana Zhao XiJin dirawat. Saat ia memasuki tenda, ia melihat Zhao XiJin sedang berbaring dengan mata ter
Suatu sore, saat Zhao XiJin merasa cukup kuat untuk duduk di kursi di luar tenda, ia meminta Mey Yan menemaninya. Angin sejuk berhembus, membawa aroma khas hutan dan tanah. Mereka duduk berdua dalam diam, menikmati ketenangan yang jarang mereka rasakan di tengah kekacauan.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Mey Yan sambil menatap ke arah pepohonan yang bergerak lembut tertiup angin.“Lebih baik,” jawab Zhao XiJin singkat. “Tapi, aku belum bisa kembali bertugas sepenuhnya.”Mey Yan menoleh padanya, matanya lembut namun tegas. “Tidak apa-apa. Yang terpenting, kau pulih dengan baik.”Zhao XiJin mengangguk. "Kau tahu, aku belum pernah melihatmu seperti ini sebelumnya," ujarnya tiba-tiba. "Aku kira kau tidak akan bisa menahan diri dalam situasi seperti ini."Mey Yan tersenyum tipis. “Mungkin karena kau tidak pernah benar-benar melihatku, XiJin.” Ia mengucapkan kata-kata itu dengan nada ringan, tetapi dalam hatinya ada rasa perih yang terselip. Selama ini, ia tahu dirinya seperti bayangan dalam
"HUKUM SAJA!""BAKAR PUTRI PENGHIANAT!""HABISI PUTRI PENGHIANAT!"Suara kejam itu saling bersahutan menghakimi sosok gadis yang telah siap untuk menerima hukuman nya di atas altar, mata nya menyorot sang ayah dan juga kakak nya yang hanya menatap datar dirinya. Matanya beralih menatap sosok gagah di sebelah sang ayah, sosok itu menatap datar dirinya, bahkan tak ada raut kesedihan ataupun rasa ingin melindungi dirinya yang sebentar lagi akan kehilangan nyawa."Huhuhu tuan putri! Jangan penggal tuan putri!" Mata indah gadis itu beralih pada sosok gadis mungil dan juga wanita tua yang tengah menangis dan berusaha meminta belas kasih semua orang agar melepaskan nya dari hukuman mati ini.Matanya menatap sayu pada kedua pelayan setia nya, ia hanya bisa menitikkan air mata di saat semua orang mengharapkan kematiannya tapi kedua pelayan itu rela mendapat tendangan dan juga pukulan hanya demi dirinya tak di hukum mati."Maaf," lirih nya kemudian kedua mata indah itu tertutup disertai goresan
Saat itu, ia hanya ingat keributan yang terjadi di istana. Banyak hal yang tidak masuk akal—bisikan-bisikan rahasia yang menyebar di balik pintu tertutup, tatapan-tatapan curiga yang dilemparkan kepadanya, dan rasa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan tempat ia berdiri. Lalu, semuanya menjadi gelap. Lehernya dijerat, suaranya hilang, dan napasnya terputus. Sebelum ia sadar sepenuhnya, hidupnya telah diambil dari tangannya.Namun, di sinilah ia sekarang, di dalam tubuh yang sama, tetapi di waktu yang berbeda. Tidak ada yang tahu bahwa ia telah kembali, dan mungkin itulah keuntungan yang bisa ia manfaatkan. Mei Yan menyadari bahwa jika ia ingin mengungkap kebenaran dan mencari dalang di balik penderitaannya, ia harus memulai dari lingkaran terdekatnya sendiri. Ia harus berhati-hati, karena musuhnya bisa jadi adalah orang-orang yang dulu pernah dekat dengannya.Saat ia masih larut dalam pemikirannya, suara langkah kaki lembut terdengar mendekat. Pelayan yang tadi ia suruh pergi kini
Mei Yan mengangguk, berusaha menyembunyikan kecemasannya. “Ya, aku dengar banyak tentang dia. Sepertinya dia memiliki banyak penggemar.”Adik perempuan Duke Zhao tersenyum, tidak menyadari ketegangan dalam suara Mei Yan. “Dia adalah sosok yang menarik, tidak diragukan lagi. Tetapi jangan khawatir, Mei Yan. Yang terpenting adalah kita menikmati malam ini.”Mei Yan berusaha tersenyum, tetapi pikirannya terus melayang kepada Tuan Muda Xu. Saat mereka berjalan menyusuri taman, suara pertunjukan tari mulai menggema. Penari-penari berbusana indah muncul di atas panggung, memikat perhatian semua orang. Mei Yan merasa terjebak di antara keindahan pertunjukan dan ketidakpastian yang menggelayuti hatinya.Ketika pertunjukan berlangsung, Mei Yan mencuri pandang ke arah Tuan Muda Xu, yang kini tampak berbincang akrab dengan beberapa pejabat. Senyumnya tampak begitu cerah, dan tawanya menggema di antara kerumunan, membuatnya tampak sangat disukai. Sementara itu, Duke Zhao asyik berbicara dengan be
Suatu sore, saat Zhao XiJin merasa cukup kuat untuk duduk di kursi di luar tenda, ia meminta Mey Yan menemaninya. Angin sejuk berhembus, membawa aroma khas hutan dan tanah. Mereka duduk berdua dalam diam, menikmati ketenangan yang jarang mereka rasakan di tengah kekacauan.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Mey Yan sambil menatap ke arah pepohonan yang bergerak lembut tertiup angin.“Lebih baik,” jawab Zhao XiJin singkat. “Tapi, aku belum bisa kembali bertugas sepenuhnya.”Mey Yan menoleh padanya, matanya lembut namun tegas. “Tidak apa-apa. Yang terpenting, kau pulih dengan baik.”Zhao XiJin mengangguk. "Kau tahu, aku belum pernah melihatmu seperti ini sebelumnya," ujarnya tiba-tiba. "Aku kira kau tidak akan bisa menahan diri dalam situasi seperti ini."Mey Yan tersenyum tipis. “Mungkin karena kau tidak pernah benar-benar melihatku, XiJin.” Ia mengucapkan kata-kata itu dengan nada ringan, tetapi dalam hatinya ada rasa perih yang terselip. Selama ini, ia tahu dirinya seperti bayangan dalam
Dengan restu dari keluarga Zhao, Mey Yan segera mempersiapkan perjalanannya. Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan di kamp militer, atau bagaimana Zhao XiJin akan menyambutnya. Tapi satu hal yang ia tahu, ia akan berada di sisinya. Meskipun Zhao XiJin mungkin tidak mengharapkan kehadirannya, Mey Yan telah memutuskan bahwa inilah saatnya ia berjuang untuk suaminya, sebagaimana suaminya berjuang di medan perang.Perjalanan ke kamp militer bukanlah perjalanan yang mudah. Mey Yan harus melewati jalan-jalan berbatu dan medan yang sulit. Namun, di sepanjang perjalanan, ia merasa hatinya semakin kuat. Ia tidak lagi hanya istri yang diam di rumah, melainkan seorang wanita yang siap menghadapi segala kemungkinan demi orang yang ia sayangi.Ketika ia tiba di kamp, suasana yang muram menyambutnya. Pasukan yang lelah dan luka-luka terlihat di mana-mana. Mey Yan segera menuju tenda perawatan di mana Zhao XiJin dirawat. Saat ia memasuki tenda, ia melihat Zhao XiJin sedang berbaring dengan mata ter
Waktu berlalu begitu cepat…Kata-kata itu membuat Mei Yan semakin curiga. Apakah informasi yang diberikan Xu Li memiliki kaitan dengan keselamatan Zhao? Ia ingin bertanya lebih jauh, namun Xu Li berbalik dan menatapnya tajam. "Kau tahu, Mei Yan, bukan hanya para prajurit yang berperang di medan tempur. Kadang, orang-orang di belakang layar juga memainkan peran penting. Itu saja yang perlu kau ketahui."Merasa tak mendapatkan jawaban yang memuaskan, Mei Yan memutuskan untuk tidak memaksa. Ia mengucapkan terima kasih kepada Xu Li dan berpamitan. Namun, perasaannya saat meninggalkan rumah itu semakin tak menentu. Mungkinkah Xu Li memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keberangkatan Zhao daripada yang ia bayangkan?Beberapa hari kemudian, Zhao kembali ke rumah lebih awal dari biasanya. Kali ini, ia tampak lebih tenang dan tidak terburu-buru seperti biasanya. Setelah makan malam, mereka duduk di ruang tengah, dan Mei Yan merasa ini adalah saat yang tepat
Malam itu, Mey Yan merenung cukup lama di kamarnya. Pikirannya terus bergulat antara rasa bahagia yang perlahan tumbuh dari perhatian-perhatian kecil Tuan Zhao, dan kekhawatiran yang timbul dari kehadiran wanita asing itu. Ia tak ingin terburu-buru berprasangka, namun bayangan kedekatan mereka sulit diabaikan.Keesokan harinya, Mey Yan memutuskan untuk bersikap seperti biasa. Ia menyibukkan dirinya dengan berbagai kegiatan di taman dan ruang rumah, mencoba melupakan perasaan tidak tenang yang menghantui pikirannya. Namun, ketika ia sedang merapikan ruang tengah, ia dikejutkan oleh suara langkah Tuan Zhao yang menghampirinya.“Kau tampak lebih ceria akhir-akhir ini,” kata Tuan Zhao, mengamati wajah Mey Yan. “Apakah karena taman itu?”Mey Yan tersenyum kecil, mengangguk sambil berkata, “Taman ini memang sangat menenangkan. Tapi… mungkin bukan hanya itu.” Ia menahan diri untuk tidak mengungkapkan bahwa salah satu alasannya adalah perhatian yang mulai Tuan Zha
Mey Yan menundukkan pandangannya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mulai muncul di wajahnya. Tuan Zhao berhenti sejenak, matanya memeriksa ekspresi istrinya dengan sorot yang sulit ditebak. "Dia hanya teman lama," ujar Tuan Zhao, seakan menyadari keraguan yang mungkin ada di hati Mey Yan. Namun, nadanya datar, tidak menunjukkan penjelasan lebih lanjut. Mey Yan mengangguk pelan, berusaha menampilkan senyuman meskipun hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. “Oh, tentu saja. Aku tidak bermaksud ingin tahu,” jawabnya lirih. Tuan Zhao tidak menjawab. Ia hanya memandangnya beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya berjalan melewatinya menuju ruang kerjanya. Pintu ruang kerja itu tertutup pelan di belakangnya, seakan menutup juga semua perasaan yang berusaha Mey Yan sembunyikan. Malam itu, Mey Yan duduk sendirian di kamarnya. Pikirannya kembali ke kedekatan Tuan Zhao dengan wanita tadi. "Apa dia seseorang yang
Namun, Mey Yan menolak tenggelam dalam rasa sepinya. Ia teringat kembali pesan ibunya sebelum meninggalkan rumah. "Seberapa pun sulit hidupmu nanti, jangan menyerah. Jangan biarkan siapa pun menghancurkan semangatmu." Kata-kata itu kini terasa lebih nyata daripada sebelumnya. Ia menarik napas panjang dan bangkit dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk keluar, berjalan di taman belakang yang luas.Langkahnya terhenti saat melihat seorang pelayan sedang memetik bunga-bunga di dekat kolam. Wanita paruh baya itu terlihat akrab, dengan wajah yang lembut namun tampak lelah. Mey Yan menghampirinya.“Apakah ada bunga yang sedang bermekaran?” tanyanya dengan lembut, mencoba membuka percakapan.Wanita itu sedikit terkejut dan buru-buru membungkuk hormat. “Nyonya muda, ada beberapa bunga camelia yang mulai mekar. Apakah Anda ingin saya memetikkan untuk Anda?”Mey Yan menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Saya hanya ingin melihat-lihat saja.” Ia melirik ke
“Aku tidak bercanda,” balas Mey Yan tegas. “Kami memiliki bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyimpangan. Jika kau merasa tidak bersalah, kau seharusnya tidak keberatan membantu kami menyelidikinya lebih lanjut.”Li tampak mulai kehilangan kendali. Dia berdiri dari kursinya, wajahnya memerah karena marah. “Kau berani menuduhku tanpa bukti yang jelas? Ini bisa disebut pencemaran nama baik!” suaranya meninggi, menarik perhatian beberapa karyawan di luar ruangan yang kini mulai melirik ke arah mereka.Duke Zhao mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Li tenang. “Kita tidak sedang menuduhmu, Li. Kita hanya ingin memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai prosedur. Jika memang tidak ada yang salah, maka kau tidak perlu khawatir.”Li akhirnya menghela napas dan duduk kembali, tetapi ekspresinya masih tidak bisa menutupi kegelisahannya. “Baiklah, aku akan bekerja sama. Tapi ingat, Zhao, aku sudah bertahun-tahun bekerja untuk perusahaan ini. Tidak mungkin aku melakukan hal seperti i
“Saya dengar, Duchess, Anda sering bertemu dengan teman lama Anda, Tuan Jinhai,” kata Li dengan nada santai namun menyiratkan sesuatu. “Saya harap Anda tidak melibatkan orang luar dalam urusan istana. Itu bisa berbahaya, Anda tahu.”Mey Yan menatap Li dengan tatapan tegas, tidak terpengaruh oleh sindiran itu. “Saya tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan istana. Tujuan saya hanya untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan.”Wakil Menteri Li tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Baiklah, saya hanya ingin memastikan. Sebagai bagian dari keluarga Zhao, tentu Anda tahu bahwa menjaga nama baik kerajaan adalah prioritas utama.”Pertemuan itu membuat Mey Yan semakin yakin bahwa Li memang terlibat dalam penyimpangan yang terjadi. Dia pun memutuskan untuk mempercepat penyelidikannya dan mengumpulkan bukti yang cukup untuk dihadapkan kepada suaminya. Namun, di sisi lain, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rumor tentang dirinya dan Jinhai bisa menimbulkan
Mey Yan terkejut mendengar nama Jinhai disebut. “Tidak, sebenarnya tidak. Keinginan untuk berubah datang dariku sendiri. Jinhai hanya memberikan dorongan dan bantuan saat aku membutuhkannya,” jawab Mey Yan dengan jujur.Tuan Muda Xu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau capai, Mey Yan?”Pertanyaan itu membuat Mey Yan terdiam sejenak. Dia menatap suaminya dengan serius, lalu berkata, “Aku ingin mendapatkan tempatku di sisi suamiku. Bukan hanya sebagai seorang istri yang berada di belakang, tetapi sebagai mitra yang dapat dipercaya. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau andalkan, baik dalam kehidupan maupun urusan kerajaan.”Jawaban Mey Yan membuat Duke Zhao terdiam. Dia tidak menyangka istrinya memiliki ambisi sebesar itu. Meskipun begitu, dia tetap menjaga wajahnya agar tidak menunjukkan terlalu banyak emosi. “Kita lihat saja,” jawabnya singkat sebelum beranjak pergi.Meski jawabannya singkat dan datar, Mey Yan merasa ada harapan. Dia