Share

BAB 4

Author: Lotus putih
last update Last Updated: 2024-11-08 10:42:43

“Baiklah,” kata Lian akhirnya, suaranya tetap tegas. “Tapi jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung menarikmu pergi.”

Pria itu mengangguk, dan wajahnya terlihat lebih tenang. “Terima kasih. Aku hanya ingin menjelaskan situasi yang terjadi.”

Mei Yan mengambil napas dalam-dalam. “Apa yang ingin kau jelaskan?” tanyanya, berusaha untuk tidak terdengar terlalu tegang.

“Aku tahu kau mungkin merasa terancam dengan kehadiranku. Tapi aku tidak bermaksud buruk,” pria itu berkata, suaranya tenang dan dalam. “Aku sudah melihatmu beberapa kali di taman, dan aku tahu kau mengalami masa sulit. Aku… ingin membantumu.”

“Bantuan? Dari siapa kau?” tanya Mei Yan skeptis. “Kau tidak mengenalku.”

“Memang benar. Aku tidak mengenalmu dengan baik. Tapi aku merasa ada sesuatu yang… berbeda tentangmu. Sesuatu yang membuatku ingin membantu. Namaku Jinhai,” pria itu memperkenalkan diri.

“Jinhai…” Mei Yan mengulang namanya pelan, mencoba mencerna informasi baru ini. Dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, tetapi dia juga tahu harus berhati-hati. “Apa yang kau ketahui tentangku?”

“Cukup banyak,” jawab Jinhai. “Aku tahu tentang kesulitan yang kau hadapi, tentang keluargamu, dan tentang sakit yang kau derita. Aku tidak ingin mengganggumu, tetapi aku bisa membantu.”

Mei Yan merasa dinding pertahanannya mulai retak. “Bagaimana kau tahu semua itu?” Dia bisa merasakan keringat dingin di tengkuknya, terkejut dan sedikit takut.

“Karena aku juga pernah mengalami hal yang sama. Aku tahu bagaimana rasanya merasa sendirian dan diabaikan. Aku tidak ingin kau melewati itu tanpa dukungan. Jika kau mau, aku bisa membantumu menemukan cara untuk menghadapinya,” Jinhai menjelaskan.

Lian bersuara, “Bagaimana kami bisa mempercayaimu? Semua ini terdengar terlalu baik untuk menjadi kenyataan.”

“Karena aku tahu betapa sulitnya menghadapi semua ini sendirian. Dan aku tidak ingin melihat orang lain mengalami apa yang aku alami,” jawab Jinhai dengan tulus.

Mei Yan merasakan ada kejujuran dalam kata-katanya, tetapi keraguan tetap menyelimuti pikirannya. “Mengapa kau ingin membantu saya? Apa motivasimu?”

“Karena aku peduli. Aku tahu betapa berharganya dukungan dari orang lain ketika kita merasa terjebak dalam kesedihan. Dan karena aku percaya kita semua layak mendapatkan kesempatan kedua,” kata Jinhai, matanya bersinar dengan keyakinan.

Perkataan itu menggugah perasaan Mei Yan. Dia merasa terhubung, tetapi di saat yang sama, keraguan masih menghantuinya. Apa yang bisa dia lakukan?

“Jinhai, apa yang kau sarankan?” tanya Mei Yan akhirnya.

“Bergabunglah denganku. Aku bisa membawamu ke tempat yang lebih baik, tempat di mana kau bisa berbagi dan menemukan orang-orang yang bisa mengerti apa yang kau rasakan. Tidak ada tekanan, hanya jika kau merasa siap,” jawab Jinhai dengan lembut.

Mei Yan merasa bingung. Tiba-tiba semua yang dia jalani, semua rasa sakit dan kesepian, seakan ada harapan di depan matanya. Namun, apakah ini aman? Apakah dia harus mempercayai seorang stranger?

Dia melihat Lian, yang masih mengawasi Jinhai dengan kecurigaan. “Mei Yan, ingat, kita tidak tahu siapa dia. Hati-hati.”

“Aku tahu,” jawab Mei Yan pelan. “Tapi… aku merasa seolah ini adalah kesempatan yang tidak bisa kutolak.”

“Aku hanya ingin kau berbahagia, Mei Yan. Apa pun keputusanmu, aku akan mendukungmu,” Lian akhirnya berkata, nada suaranya lembut, meski tetap ada rasa khawatir.

Mei Yan tersenyum. “Terima kasih, Lian. Aku akan berpikir tentang ini.”

“Baiklah, ambil waktu yang kau butuhkan. Jika kau merasa siap, ini alamatku,” Jinhai berkata sambil menyerahkan selembar kertas kuno yang terlipat dengan rapi. “Hubungi aku kapan saja. Aku akan menunggumu di sana.”

Dengan ragu, Mei Yan menerima kertas itu, merasakan tekstur halus di tangannya. “Terima kasih,” ujarnya pelan.

Saat Jinhai mulai menjauh, Mei Yan merasa ada satu pertanyaan yang mengganjal di benaknya. “Jinhai, kenapa kau datang ke taman? Apakah kau hanya menunggu untuk melihatku?”

Jinhai berhenti sejenak dan menoleh. “Aku hanya berusaha menemukan cara untuk menjangkau seseorang yang merasa terasing. Terkadang, aku merasa kita bisa membantu satu sama lain.”

Kemudian, dia pergi, meninggalkan Mei Yan dan Lian di bawah langit sore yang mulai gelap.

“Apakah kau benar-benar akan menghubunginya?” tanya Lian, masih skeptis.

Mei Yan mengangguk. “Aku tidak tahu. Tapi mungkin, hanya mungkin, dia bisa membantuku menemukan arah.”

Lian menghela napas. “Baiklah, tetapi

Mei Yan menghela napas panjang, merasakan beban di dadanya semakin berat setelah percakapan dengan Jinhai. Ada sesuatu tentang pria itu yang menarik perhatiannya, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran yang tak terelakkan. Dia tahu bahwa Lian sangat peduli padanya, dan sahabatnya itu selalu bersikap protektif, tetapi Mei Yan merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa ingin tahu biasa.

“Baiklah, tetapi… aku ingin kau berhati-hati, Mei Yan. Kita tidak tahu siapa dia dan apa niatnya yang sebenarnya,” kata Lian, nada suaranya penuh keprihatinan.

“Aku mengerti, Lian. Tapi aku merasa seolah-olah dia bisa membantuku. Kau tahu betapa sulitnya semua ini,” Mei Yan menjawab, suaranya meredup. “Aku merasa terjebak dan tidak tahu ke mana harus pergi.”

Lian menatap Mei Yan, mencerminkan rasa empati yang mendalam. “Aku tahu. Kita semua merasa terjebak kadang-kadang. Tapi mari kita lakukan ini bersama. Kita bisa mencari cara lain, daripada mengambil risiko dengan orang yang tidak kita kenal.”

Mei Yan mengangguk, tetapi di dalam hatinya, dia merasa ada kesempatan yang ingin dia ambil. “Mungkin aku bisa menulis surat untuk Jinhai. Itu bisa jadi cara untuk berkomunikasi tanpa bertemu langsung.”

Lian terkejut. “Surat? Apa kau yakin? Bagaimana jika dia tidak menjawab? Atau lebih buruk lagi, jika dia punya niat jahat?”

“Dia tidak terlihat seperti orang jahat. Dan meskipun begitu, aku merasa perlu mencoba. Aku sudah terlalu lama merasa terasing dan sendirian,” jawab Mei Yan, matanya bersinar dengan harapan.

Setelah berdiskusi, Mei Yan akhirnya memutuskan untuk menulis surat. Malam itu, di kamar kecilnya yang gelap, dia mengambil selembar kertas dari laci dan mulai menulis. Kata-kata mengalir dari pikirannya, mencurahkan semua perasaan yang terpendam.

---

Kepada Jinhai,

Aku tidak tahu apa yang membuatmu ingin membantuku, tetapi aku ingin berterima kasih karena telah menjangkau dan berbicara padaku di taman. Kau benar, aku merasa terasing dan kesepian. Rasanya sulit untuk mengungkapkan apa yang aku alami, dan aku sering merasa tidak ada yang bisa mengerti.

Jika kau bersedia, aku ingin tahu lebih banyak tentang dirimu dan bagaimana kau bisa membantuku. Mungkin kita bisa bertemu di taman lagi?

Sebelumnya, aku tidak pernah berpikir untuk meminta bantuan dari orang asing. Tapi sekarang, aku merasa seolah-olah ini adalah kesempatan yang tidak bisa aku tolak.

Semoga kau tidak keberatan menerima surat ini.

Hormatku,

Mei Yan

Related chapters

  • MENAWAR TAKDIR    BAB 5

    Setelah selesai, Mei Yan melipat surat itu dengan hati-hati dan menyimpannya dalam saku. Dia merasa sedikit lebih lega setelah menulis semua itu. Esok harinya, dia berniat untuk mengantarkan surat tersebut ke taman dan berharap bisa menemui Jinhai lagi.Ketika hari beranjak siang, Mei Yan dan Lian berjalan menuju taman, tempat di mana mereka pertama kali bertemu dengan Jinhai. Mei Yan bisa merasakan ketegangan di udara. “Aku akan menunggu di pinggir jalan. Jika kau merasa tidak nyaman, beritahu aku dan aku akan segera datang,” kata Lian, suaranya tegas tetapi juga penuh kehangatan.Mei Yan mengangguk dan melangkah lebih jauh ke dalam taman. Dia merasakan sinar matahari menerpa wajahnya, tetapi bayangan kekhawatiran masih menghantuinya. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa ini adalah langkah yang benar.Saat tiba di tempat mereka pertama kali bertemu, Mei Yan melihat Jinhai duduk di bangku kayu, menatap pemandangan taman dengan serius. Hatinya berdebar. Dia mengumpulkan keberanian dan me

  • MENAWAR TAKDIR    bab 6

    Setelah menulis surat itu, Mei Yan berusaha untuk menyelinap keluar rumah tanpa membuat kegaduhan. Dia merasa ada keinginan mendalam untuk mengirimkan surat ini kepada Jinhai. Dengan hati-hati, dia melangkah menuju taman, merasakan angin sepoi-sepoi yang menyapu wajah nya.Saat tiba di taman, dia melihat Jinhai sudah menunggu di bangku kayu yang sama. Hatinya berdebar-debar. Dia merasa senang melihat wajahnya, tetapi juga khawatir tentang reaksi Jinhai terhadap suratnya.“Mei Yan!” Jinhai melambaikan tangan dan berdiri saat melihatnya. Senyum di wajahnya membuat hati Mei Yan bergetar.“Jinhai,” sapanya dengan lembut, mengeluarkan surat yang baru saja ditulisnya. “Ini untukmu.”Jinhai mengambil surat itu dengan antusias. “Kau kembali! Aku senang melihatmu.” Dia membacanya dengan seksama, dan Mei Yan bisa melihat ekspresi di wajahnya berubah, dari penasaran menjadi serius.“Aku sangat menghargai kejujuranmu,” Jinhai akhirnya berkata, menatap Mei Yan dengan penuh perhatian. “Kekuatan yan

  • MENAWAR TAKDIR    bab 7

    Bagi Mey Yan, sebuah kehadiran yang menyelamatkannya dari kesendirian.Suatu sore, Jinhai membawakan Mey Yan sebuah buku dengan sampul yang tampak tua. “Ini mungkin bisa membantumu,” katanya sambil menyerahkan buku itu padanya.Mey Yan membuka buku itu dan melihat bahwa isinya adalah tentang strategi bisnis dan manajemen. “Terima kasih, Jinhai. Ini pasti sangat berguna,” ujarnya dengan tulus.“Jangan hanya berterima kasih. Kau harus berhasil, Mey Yan. Aku yakin kau bisa,” balas Jinhai dengan senyuman penuh semangat.Namun, kedekatan mereka tidak luput dari perhatian Duke Zhao. Suatu malam, ketika Mey Yan baru saja pulang dari pertemuannya dengan Jinhai, dia mendapati Duke Zhao menunggunya di ruang tamu. Tatapan pria itu terlihat lebih tajam daripada biasanya.“Ke mana saja kau?” tanyanya dengan nada yang lebih menuntut daripada biasanya.Mey Yan merasa ada sedikit getaran dalam suaranya, tapi dia mencoba untuk tetap tenang. “Aku bertemu dengan seorang teman. Dia membantuku mempelajari

  • MENAWAR TAKDIR    bab 8

    Mey Yan terkejut mendengar nama Jinhai disebut. “Tidak, sebenarnya tidak. Keinginan untuk berubah datang dariku sendiri. Jinhai hanya memberikan dorongan dan bantuan saat aku membutuhkannya,” jawab Mey Yan dengan jujur.Tuan Muda Xu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau capai, Mey Yan?”Pertanyaan itu membuat Mey Yan terdiam sejenak. Dia menatap suaminya dengan serius, lalu berkata, “Aku ingin mendapatkan tempatku di sisi suamiku. Bukan hanya sebagai seorang istri yang berada di belakang, tetapi sebagai mitra yang dapat dipercaya. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau andalkan, baik dalam kehidupan maupun urusan kerajaan.”Jawaban Mey Yan membuat Duke Zhao terdiam. Dia tidak menyangka istrinya memiliki ambisi sebesar itu. Meskipun begitu, dia tetap menjaga wajahnya agar tidak menunjukkan terlalu banyak emosi. “Kita lihat saja,” jawabnya singkat sebelum beranjak pergi.Meski jawabannya singkat dan datar, Mey Yan merasa ada harapan. Dia

  • MENAWAR TAKDIR    bab 9

    “Saya dengar, Duchess, Anda sering bertemu dengan teman lama Anda, Tuan Jinhai,” kata Li dengan nada santai namun menyiratkan sesuatu. “Saya harap Anda tidak melibatkan orang luar dalam urusan istana. Itu bisa berbahaya, Anda tahu.”Mey Yan menatap Li dengan tatapan tegas, tidak terpengaruh oleh sindiran itu. “Saya tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan istana. Tujuan saya hanya untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan.”Wakil Menteri Li tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Baiklah, saya hanya ingin memastikan. Sebagai bagian dari keluarga Zhao, tentu Anda tahu bahwa menjaga nama baik kerajaan adalah prioritas utama.”Pertemuan itu membuat Mey Yan semakin yakin bahwa Li memang terlibat dalam penyimpangan yang terjadi. Dia pun memutuskan untuk mempercepat penyelidikannya dan mengumpulkan bukti yang cukup untuk dihadapkan kepada suaminya. Namun, di sisi lain, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rumor tentang dirinya dan Jinhai bisa menimbulkan

  • MENAWAR TAKDIR    bab 20

    “Aku tidak bercanda,” balas Mey Yan tegas. “Kami memiliki bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyimpangan. Jika kau merasa tidak bersalah, kau seharusnya tidak keberatan membantu kami menyelidikinya lebih lanjut.”Li tampak mulai kehilangan kendali. Dia berdiri dari kursinya, wajahnya memerah karena marah. “Kau berani menuduhku tanpa bukti yang jelas? Ini bisa disebut pencemaran nama baik!” suaranya meninggi, menarik perhatian beberapa karyawan di luar ruangan yang kini mulai melirik ke arah mereka.Duke Zhao mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Li tenang. “Kita tidak sedang menuduhmu, Li. Kita hanya ingin memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai prosedur. Jika memang tidak ada yang salah, maka kau tidak perlu khawatir.”Li akhirnya menghela napas dan duduk kembali, tetapi ekspresinya masih tidak bisa menutupi kegelisahannya. “Baiklah, aku akan bekerja sama. Tapi ingat, Zhao, aku sudah bertahun-tahun bekerja untuk perusahaan ini. Tidak mungkin aku melakukan hal seperti i

  • MENAWAR TAKDIR    bab 11

    Namun, Mey Yan menolak tenggelam dalam rasa sepinya. Ia teringat kembali pesan ibunya sebelum meninggalkan rumah. "Seberapa pun sulit hidupmu nanti, jangan menyerah. Jangan biarkan siapa pun menghancurkan semangatmu." Kata-kata itu kini terasa lebih nyata daripada sebelumnya. Ia menarik napas panjang dan bangkit dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk keluar, berjalan di taman belakang yang luas.Langkahnya terhenti saat melihat seorang pelayan sedang memetik bunga-bunga di dekat kolam. Wanita paruh baya itu terlihat akrab, dengan wajah yang lembut namun tampak lelah. Mey Yan menghampirinya.“Apakah ada bunga yang sedang bermekaran?” tanyanya dengan lembut, mencoba membuka percakapan.Wanita itu sedikit terkejut dan buru-buru membungkuk hormat. “Nyonya muda, ada beberapa bunga camelia yang mulai mekar. Apakah Anda ingin saya memetikkan untuk Anda?”Mey Yan menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Saya hanya ingin melihat-lihat saja.” Ia melirik ke

  • MENAWAR TAKDIR    bab 12

    Mey Yan menundukkan pandangannya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mulai muncul di wajahnya. Tuan Zhao berhenti sejenak, matanya memeriksa ekspresi istrinya dengan sorot yang sulit ditebak. "Dia hanya teman lama," ujar Tuan Zhao, seakan menyadari keraguan yang mungkin ada di hati Mey Yan. Namun, nadanya datar, tidak menunjukkan penjelasan lebih lanjut. Mey Yan mengangguk pelan, berusaha menampilkan senyuman meskipun hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. “Oh, tentu saja. Aku tidak bermaksud ingin tahu,” jawabnya lirih. Tuan Zhao tidak menjawab. Ia hanya memandangnya beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya berjalan melewatinya menuju ruang kerjanya. Pintu ruang kerja itu tertutup pelan di belakangnya, seakan menutup juga semua perasaan yang berusaha Mey Yan sembunyikan. Malam itu, Mey Yan duduk sendirian di kamarnya. Pikirannya kembali ke kedekatan Tuan Zhao dengan wanita tadi. "Apa dia seseorang yang

Latest chapter

  • MENAWAR TAKDIR    bab 16

    Suatu sore, saat Zhao XiJin merasa cukup kuat untuk duduk di kursi di luar tenda, ia meminta Mey Yan menemaninya. Angin sejuk berhembus, membawa aroma khas hutan dan tanah. Mereka duduk berdua dalam diam, menikmati ketenangan yang jarang mereka rasakan di tengah kekacauan.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Mey Yan sambil menatap ke arah pepohonan yang bergerak lembut tertiup angin.“Lebih baik,” jawab Zhao XiJin singkat. “Tapi, aku belum bisa kembali bertugas sepenuhnya.”Mey Yan menoleh padanya, matanya lembut namun tegas. “Tidak apa-apa. Yang terpenting, kau pulih dengan baik.”Zhao XiJin mengangguk. "Kau tahu, aku belum pernah melihatmu seperti ini sebelumnya," ujarnya tiba-tiba. "Aku kira kau tidak akan bisa menahan diri dalam situasi seperti ini."Mey Yan tersenyum tipis. “Mungkin karena kau tidak pernah benar-benar melihatku, XiJin.” Ia mengucapkan kata-kata itu dengan nada ringan, tetapi dalam hatinya ada rasa perih yang terselip. Selama ini, ia tahu dirinya seperti bayangan dalam

  • MENAWAR TAKDIR    bab 15

    Dengan restu dari keluarga Zhao, Mey Yan segera mempersiapkan perjalanannya. Ia tidak tahu apa yang akan ia temukan di kamp militer, atau bagaimana Zhao XiJin akan menyambutnya. Tapi satu hal yang ia tahu, ia akan berada di sisinya. Meskipun Zhao XiJin mungkin tidak mengharapkan kehadirannya, Mey Yan telah memutuskan bahwa inilah saatnya ia berjuang untuk suaminya, sebagaimana suaminya berjuang di medan perang.Perjalanan ke kamp militer bukanlah perjalanan yang mudah. Mey Yan harus melewati jalan-jalan berbatu dan medan yang sulit. Namun, di sepanjang perjalanan, ia merasa hatinya semakin kuat. Ia tidak lagi hanya istri yang diam di rumah, melainkan seorang wanita yang siap menghadapi segala kemungkinan demi orang yang ia sayangi.Ketika ia tiba di kamp, suasana yang muram menyambutnya. Pasukan yang lelah dan luka-luka terlihat di mana-mana. Mey Yan segera menuju tenda perawatan di mana Zhao XiJin dirawat. Saat ia memasuki tenda, ia melihat Zhao XiJin sedang berbaring dengan mata ter

  • MENAWAR TAKDIR    bab 14

    Waktu berlalu begitu cepat…Kata-kata itu membuat Mei Yan semakin curiga. Apakah informasi yang diberikan Xu Li memiliki kaitan dengan keselamatan Zhao? Ia ingin bertanya lebih jauh, namun Xu Li berbalik dan menatapnya tajam. "Kau tahu, Mei Yan, bukan hanya para prajurit yang berperang di medan tempur. Kadang, orang-orang di belakang layar juga memainkan peran penting. Itu saja yang perlu kau ketahui."Merasa tak mendapatkan jawaban yang memuaskan, Mei Yan memutuskan untuk tidak memaksa. Ia mengucapkan terima kasih kepada Xu Li dan berpamitan. Namun, perasaannya saat meninggalkan rumah itu semakin tak menentu. Mungkinkah Xu Li memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keberangkatan Zhao daripada yang ia bayangkan?Beberapa hari kemudian, Zhao kembali ke rumah lebih awal dari biasanya. Kali ini, ia tampak lebih tenang dan tidak terburu-buru seperti biasanya. Setelah makan malam, mereka duduk di ruang tengah, dan Mei Yan merasa ini adalah saat yang tepat

  • MENAWAR TAKDIR    bab 13

    Malam itu, Mey Yan merenung cukup lama di kamarnya. Pikirannya terus bergulat antara rasa bahagia yang perlahan tumbuh dari perhatian-perhatian kecil Tuan Zhao, dan kekhawatiran yang timbul dari kehadiran wanita asing itu. Ia tak ingin terburu-buru berprasangka, namun bayangan kedekatan mereka sulit diabaikan.Keesokan harinya, Mey Yan memutuskan untuk bersikap seperti biasa. Ia menyibukkan dirinya dengan berbagai kegiatan di taman dan ruang rumah, mencoba melupakan perasaan tidak tenang yang menghantui pikirannya. Namun, ketika ia sedang merapikan ruang tengah, ia dikejutkan oleh suara langkah Tuan Zhao yang menghampirinya.“Kau tampak lebih ceria akhir-akhir ini,” kata Tuan Zhao, mengamati wajah Mey Yan. “Apakah karena taman itu?”Mey Yan tersenyum kecil, mengangguk sambil berkata, “Taman ini memang sangat menenangkan. Tapi… mungkin bukan hanya itu.” Ia menahan diri untuk tidak mengungkapkan bahwa salah satu alasannya adalah perhatian yang mulai Tuan Zha

  • MENAWAR TAKDIR    bab 12

    Mey Yan menundukkan pandangannya, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mulai muncul di wajahnya. Tuan Zhao berhenti sejenak, matanya memeriksa ekspresi istrinya dengan sorot yang sulit ditebak. "Dia hanya teman lama," ujar Tuan Zhao, seakan menyadari keraguan yang mungkin ada di hati Mey Yan. Namun, nadanya datar, tidak menunjukkan penjelasan lebih lanjut. Mey Yan mengangguk pelan, berusaha menampilkan senyuman meskipun hatinya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. “Oh, tentu saja. Aku tidak bermaksud ingin tahu,” jawabnya lirih. Tuan Zhao tidak menjawab. Ia hanya memandangnya beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya berjalan melewatinya menuju ruang kerjanya. Pintu ruang kerja itu tertutup pelan di belakangnya, seakan menutup juga semua perasaan yang berusaha Mey Yan sembunyikan. Malam itu, Mey Yan duduk sendirian di kamarnya. Pikirannya kembali ke kedekatan Tuan Zhao dengan wanita tadi. "Apa dia seseorang yang

  • MENAWAR TAKDIR    bab 11

    Namun, Mey Yan menolak tenggelam dalam rasa sepinya. Ia teringat kembali pesan ibunya sebelum meninggalkan rumah. "Seberapa pun sulit hidupmu nanti, jangan menyerah. Jangan biarkan siapa pun menghancurkan semangatmu." Kata-kata itu kini terasa lebih nyata daripada sebelumnya. Ia menarik napas panjang dan bangkit dari tempat tidur. Ia memutuskan untuk keluar, berjalan di taman belakang yang luas.Langkahnya terhenti saat melihat seorang pelayan sedang memetik bunga-bunga di dekat kolam. Wanita paruh baya itu terlihat akrab, dengan wajah yang lembut namun tampak lelah. Mey Yan menghampirinya.“Apakah ada bunga yang sedang bermekaran?” tanyanya dengan lembut, mencoba membuka percakapan.Wanita itu sedikit terkejut dan buru-buru membungkuk hormat. “Nyonya muda, ada beberapa bunga camelia yang mulai mekar. Apakah Anda ingin saya memetikkan untuk Anda?”Mey Yan menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Saya hanya ingin melihat-lihat saja.” Ia melirik ke

  • MENAWAR TAKDIR    bab 20

    “Aku tidak bercanda,” balas Mey Yan tegas. “Kami memiliki bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyimpangan. Jika kau merasa tidak bersalah, kau seharusnya tidak keberatan membantu kami menyelidikinya lebih lanjut.”Li tampak mulai kehilangan kendali. Dia berdiri dari kursinya, wajahnya memerah karena marah. “Kau berani menuduhku tanpa bukti yang jelas? Ini bisa disebut pencemaran nama baik!” suaranya meninggi, menarik perhatian beberapa karyawan di luar ruangan yang kini mulai melirik ke arah mereka.Duke Zhao mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Li tenang. “Kita tidak sedang menuduhmu, Li. Kita hanya ingin memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai prosedur. Jika memang tidak ada yang salah, maka kau tidak perlu khawatir.”Li akhirnya menghela napas dan duduk kembali, tetapi ekspresinya masih tidak bisa menutupi kegelisahannya. “Baiklah, aku akan bekerja sama. Tapi ingat, Zhao, aku sudah bertahun-tahun bekerja untuk perusahaan ini. Tidak mungkin aku melakukan hal seperti i

  • MENAWAR TAKDIR    bab 9

    “Saya dengar, Duchess, Anda sering bertemu dengan teman lama Anda, Tuan Jinhai,” kata Li dengan nada santai namun menyiratkan sesuatu. “Saya harap Anda tidak melibatkan orang luar dalam urusan istana. Itu bisa berbahaya, Anda tahu.”Mey Yan menatap Li dengan tatapan tegas, tidak terpengaruh oleh sindiran itu. “Saya tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan istana. Tujuan saya hanya untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan.”Wakil Menteri Li tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Baiklah, saya hanya ingin memastikan. Sebagai bagian dari keluarga Zhao, tentu Anda tahu bahwa menjaga nama baik kerajaan adalah prioritas utama.”Pertemuan itu membuat Mey Yan semakin yakin bahwa Li memang terlibat dalam penyimpangan yang terjadi. Dia pun memutuskan untuk mempercepat penyelidikannya dan mengumpulkan bukti yang cukup untuk dihadapkan kepada suaminya. Namun, di sisi lain, dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rumor tentang dirinya dan Jinhai bisa menimbulkan

  • MENAWAR TAKDIR    bab 8

    Mey Yan terkejut mendengar nama Jinhai disebut. “Tidak, sebenarnya tidak. Keinginan untuk berubah datang dariku sendiri. Jinhai hanya memberikan dorongan dan bantuan saat aku membutuhkannya,” jawab Mey Yan dengan jujur.Tuan Muda Xu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau capai, Mey Yan?”Pertanyaan itu membuat Mey Yan terdiam sejenak. Dia menatap suaminya dengan serius, lalu berkata, “Aku ingin mendapatkan tempatku di sisi suamiku. Bukan hanya sebagai seorang istri yang berada di belakang, tetapi sebagai mitra yang dapat dipercaya. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau andalkan, baik dalam kehidupan maupun urusan kerajaan.”Jawaban Mey Yan membuat Duke Zhao terdiam. Dia tidak menyangka istrinya memiliki ambisi sebesar itu. Meskipun begitu, dia tetap menjaga wajahnya agar tidak menunjukkan terlalu banyak emosi. “Kita lihat saja,” jawabnya singkat sebelum beranjak pergi.Meski jawabannya singkat dan datar, Mey Yan merasa ada harapan. Dia

DMCA.com Protection Status