"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan sembari melihat bebrapa saksi juga wali.
"Sah…" jawab mereka serempak dan kompak yang menandakan bahwa pernikahan Amalia dengan Ammar kini sudah sah baik secara agama maupun negara.Ucapan hamdalah terdengar bersamaan yang merupakan ungkapan syukur karena acara sakral kini telah terlaksana dengan baik dan juga lancar, raut wajah bahagia sudah pasti menyelimuti kedua mempelai karena sekarang ini status mereka sudah menjadi suami istri.Kebahagiaan yang dikira Amalia akan berlangsung terus menerus rupanya hanya angan-angannya saja, setelah acara selesai dan semua tamu pulang, barulah drama akan dimulai. Mertua Amalia sudah tak sabar untuk melampiaskan rasa kesalnya karena bisa-bisanya seorang Ammar yang notabene CEO perusahaan terbesar nomor 3 di Asia menikahi gadis biasa yang jauh dari kasta mereka.Kebetulan Ammar kedatangan tamu lagi yang merupakan seorang pejabat di daerhanya, dengan wajah lelah dan sedikit terpaksa Ammar akhirnya menyambut tamu VIP nya seorang diri, Ammar tak tega membangunkan Amalia yang tengah tertidur pulas.Melihat Ammar keluar dari kamar, kesempatan yang bagus bagi Ina untuk membalas rasa kesalnya. "Heh! Bangun! Enak-enakan jam segini udah tidur!" ucap Ina sambil menggoyangkan tubuh Amalia cukup keras."Mamah? Eh..ada apa mah?" tanya Amalia kaget dan langsung bangun. Ia tak menyadari sejak kapan suaminya sudah tak ada disampingnya dan kini yang ada malah mertuanya."BANGUN DAN BANTUIN PARA WO MEMBERESKAN SISA ACARAMU!" pekik Ina dengan mata melotot.Amalia sungguh kaget dengan perintah mamah mertuanya itu, bagaimana bisa dirinya yang menjadi ratu sehari malah membantu WO membereskan sisa acara yang jelas-jelas itu memang tugas mereka? "Tapi mah.. Itu kan memang tugas WO apalagi kami membayarnya untuk itu," tolak halus Amalia."Apa kamu bilang? Itu memang tugasnya? Lalu tugasmu apa? Melayani anak saya saja? Enak aja!!! Saya gak rela ya jika anak saya membuang uang sebanyak itu demi menikahimu! Kamu itu gak pantas masuk dalam lingkup keluarga saya! Jadi… Sudah sepantasnya kamu itu membantu mereka untuk membereskan sisa acara! Cepat sana!!!" bentak Ina yang menarik paksa tangan Amalia sehingga terjatuh dari tempat tidur.Mau gak mau akhirnya Amalia membantu WO yang tengah membereskan sisa acaranya, "loh mbak ngapain kesini?" tanya WO heran sekaligus kaget."Saya.. Saya ingin membantu kalian, curang rasanya jika saya enak-enakan didalam sedangkan kalian capek membereskan sisa acara saya dan suami," jawab Amalia dengan senyum ramahnya, padahal jauh di dalam hati ia ingin menangis karena memiliki mamah mertua yang tega pada dirinya.WO juga team yang lainnya saling pandang setelah mendengar jawaban dari Amalia, mereka merasa heran, memang ini kan sudah tugas dan kewajiban mereka, kenapa malah mempelai pengantin wanita berkata demikian? "Mbak.. Memang ini sudah menjadi tugas dan kewajiban kami sebagai team WO, jadi jangan sungkan ya, lebih baik anda nikmati saja hari bahagia anda ini," ucap WO dengan tulus namun Amalia menggeleng.Ia lalu menata kursi dan ikut mengangkatnya ke mobil pick up, setelah itu Amalia mengangkat piring yang sudah tertata didalam rak, ketika ingin mengangkat ke mobil pick up, tiba-tiba Amalia kehilangan keseimbangan karena saking beratnya dan pyar.. Piring pun pecah dan malah berserakan serpihan-serpihan nya. Semua orang yang tengah sibuk dengan job desk masing-masing pun sontak menoleh ke sumber suara bising itu, ya..mereka refleks menoleh ke arah Amalia.Ina yang ingin melihat apa yang dilakukan Amalia langsung semakin geram. "Amaliaaaaaaa…" teriak Ina melengking."Kamu ini ya jadi orang kok gak becus banget! Angkat ginian aja gak bisa! Lihat ini jadinya tambah berserakan gini kan? Lihat juga tuh serpihan kacanya kalau nanti kena kaki gimana? Malah yang ada mereka terluka!! Yang becus dong kalau mau bantuin tuh! Bukannya kelar malah nambah masalah! Dasar payah!" bentak Ina yang amarahnya sudah meledak."Maaf nyonya, ini tidak sengaja jadi tak apa, bukan masalah yang besar, biarkan kami yang membereskan nya," ucap pemilik WO merasa tak enak hati."Jangan! Biarkan Amalia yang membereskan semua ini, jangan ada yang membantu dia! Mengerti! Saya begini agar dia tau apa artinya bertanggung jawab!" tolak Ina yang membuat semua orang diam seribu bahasa.Mereka tau siapa Ina itu, makanya sekali Ina memberi perintah maka tak ada satu orang pun yang berani melawan, apalagi WO yang dipesan untuk pernikahan Ammar juga Amalia merupakan WO langganan keluarga besar Ammar. Setelah mengatakan itu Amalia lantas berlalu, ia muak terus berhadapan dengan menantu miskinnya itu.***Malam hari telah tiba, acara makan malam bersama keluarga besar pun digelar dengan hidangan yang sangat menggugah selera. Menu yang sama sekali tak pernah dirasakan oleh Amalia membuat ia harus berusaha sekeras mungkin menahan air liurnya agar tak sampai tumpah.Saudara Ammar sudah berkumpul dan saling berbincang satu sama lain dengan seru, namun keseruan acara makan malam tak dapat dirasakan oleh Amalia, ia merasa kesepian ditengah keramaian. "Apa begini ya rasanya ketika orang miskin harus berada di lingkungan orang kaya? Kok aku merasa mereka tidak menganggap keberadaan ku? Bahkan keluarga Ammar tak ada satupun yang mengajak bicara," batin Amalia sedih.Ketika semua orang tengah menikmati hidangan yang tersedia, sama sekali keluarga Ammar tak ada yang menawari Amalia untuk makan. Padahal ia sudah merasa sangat kelelahan karena dari awal acara sampai sekarang belum kemasukan sesuap nasi pun.Karena perutnya yang terus berbunyi membuat Amalia nekat mengambil piring juga sendok beserta garpu, lalu berjalan menuju hidangan yang tersaji."Eh.. Eh.. Eh.. Mau ngapain kamu?" bisik Ina menahan tangan Amalia yang hendak menuang daging bistik ke piringnya. "Amalia mau makan mah, laper," jawab Amalia menatap Ina penuh iba.Amalia sudah tau jika apa yang dikatakan selalu akan salah di mata mamah mertuanya, benar saja kan.. Baru juga Amalia berbicara seperti itu tapi respon yang diberikan Ina sungguh luar biasa. "Enak saja mau ambil makan cuma-cuma! Lihat dong saudara saya belum selesai makannya, kalau mereka mau nambah gimana? Jangan bikin malu saya ya!" ucap Ina penuh penekanan."Tapi mah.. Amalia dari pagi belum makan," rengek Amalia yang sama sekali tak dipedulikan oleh Ina.Hingga acara telah selesai, piring juga gelas berserakan di setiap meja, sedangkan hidangan pun masih tersisa cukup banyak. Lalu Amalia segera mengambil piring juga sendok dan bersiap mengambil makanan. "Akhirnya makan juga," Namun ketika Amalia ingin menyendokkan makanan ke mulutnya, ia mendengar teriakan cukup keras yang memanggil namanya, siapa lagi kalau bukan Ina."Malah enak-enakan makan! Mana ambilnya banyak banget lagi! Kembalikan!" bentak Ina yang memindahkan piring berisi makanan dari tangan Ina ke meja."Kenapa mah? Bukannya mamah bilang kalau keluarga besar Ammar selesai makan baru Amalia boleh makan?? Sekarang mereka kan sudah pulang mah jadi waktunya Amalia makan," tanya Amalia yang membuat Ina semakin marah."Jawab aja bisanya!! Lihat tuh piring juga gelas pada berserakan di meja, mata saya sakit melihat dirumah saya ini ada barang yang tidak tertata rapi apalagi kotor begitu, hii.. Jijik rasanya, jadi sekarang tugasmu buat membawa semua piring serta gelas ke belakang!!!" perintah Ina yang membuat Amalia lemas seketika."Biarkan Amalia makan dulu mah, aku mohon," rengek Amalia namun Ina tak mau tahu, jika ia memerintah harus segera dilaksanakan, Ina tak suka bantahan.Setelah membawa piring juga gelas ke belakang, pekerjaan Amalia tak langsung selesai, ia juga harus mencucinya sampai benar-benar bersih. Padahal semua peralatan ini bukan milik mamah mertuanya melainkan menyewa sekalian catering. Kenapa harus Amalia juga yang membersihkan?Akankah Amalia sanggup menghadapi mertua seperti Ina? Apakah ada mertua seperti itu di kehidupan nyata? Yuk jangan lupa tinggalkan komentar juga like kalian.Hari demi hari dilalui Amalia dengan tekanan batin. Bagaimana tidak? Amalia selalu saja diberikan pekerjaan yang tiada habisnya bahkan pekerjaan itu melebihi job desk pembantu rumah tangga di rumah ini. Seperti halnya hari ini Ina mendapat jatah arisan dan akan dilakukan di rumahnya, Ina meminta Amalia untuk mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin dan jangan sampai membuat malu. Dari subuh Amalia sudah bangun untuk mempersiapkan semuanya karena Ina gak mau catering, ia ingin Amalia memasak untuk acara Ina hari ini dibantu para pembantu. "Sayang.." panggil Ammar yang sejak bangun tidur mencari dimana keberadaan istrinya. Merasa sang suami memanggilnya akhirnya Amalia pun segera menghampiri, "Iya mas, ada apa?" tanya Amalia yang masih memakai apron. "Kamu lagi masak?" tanya Ammar yang melihat penampilan Amalia dari atas ke bawah, bukan penampilan yang menarik mata Ammar dan sedap dipandang melainkan penampilan buruk yang tersaji didepan mata Ammar. Amalia menggulung rambutnya
Setelah Danar berpamitan pulang, Ammar bergegas menemui Amalia. "Sayang.. Buka pintunya," ucap Ammar yang beberapa kali mengetuk pintu namun tak kunjung dibuka. Ina yang melihat itu merasa kesal, lalu Ina meminta Ammar untuk turun sebentar, biar urusan ini ia yang handle. "Heh cewek miskin buka pintunya! Jangan berani marah sama anak saya ya!" ucap Ina setengah berbisik namun terdengar jelas oleh Amalia. Lagi-lagi Amalia berurai air mata akibat hinaan serta kata-kata pedas dari mamah mertuanya, Amalia bingung harus berkeluh kesah pada siapa? Ia tak bisa terus berlama-lama tinggal disini. Amalia takut jika nantinya dia akan gi-la menghadapi mamah mertua seperti Ina. "Buka pintunya atau saya dobrak dan siksa kamu!" ancam Ina yang membuat Amalia memilih mengalah, lantas ia buka pintu kamar dengan mata sembab. Baru juga Amalia membuka pintu dan ingin mengucapkan sepatah kata, tapi tiba-tiba "PLAK.. PLAK.." tamparan keras tertuju pada kedua pipi Amalia. Panas sekali rasanya dan bekas
Melihat Ammar sudah berangkat kerja membuat Ina kembali leluasa mengerjai Amalia, setelah memastikan semua aman, Ina bergegas mendatangi kamar anaknya. "Bangun!! Saya paling sebel sama orang yang pemalas sepertimu!" pekik Ina menarik kasar tangan Amalia. "Iya mah iya.. Badan Amalia hari ini kurang enak, tolong mah, Amalia minta libur bebersih satu hari ini saja," pinta Amalia yang wajahnya pucat. "Gak!!! Udah makan dan tinggal gratis masih minta nego!" tolak Ina berkacak pinggang. Tiba di halaman belakang, Ina meminta Amalia untuk menyapu halaman yang sangat berserakan dedaunan kering. Tak lupa Amalia diminta juga menyiram semua tumbuhan yang ada dirumah ini. "Ingat.. Hari ini aku memberikanmu hukuman ringan mengingat tubuhmu yang kurang fit! Tapi jangan bangga dulu, besok kalau udah sembuh maka pekerjaan kamu akan berlipat ganda!!!" gertak Ina yang dijawab anggukan kepala oleh Amalia. Setelah itu Ina sengaja menghindar dari Amalia untuk melihat pekerjaannya dari kejauhan sekalig
Sudah seminggu berlalu usai insiden kebakaran yang melanda keluarga Amalia, selama itu pula ia tak pulang ke rumah suaminya dan fokus pada kesembuhan ibunya. Amalia merasa bersalah sudah membuat keluarganya berada dalam bahaya, keluarganya menjadi korban atas kesalahan yang Amalia lakukan. Padahal jika di pikir ulang, Amalia tak bersalah apapun, Ammar tiba-tiba membeli rumah dan menyampaikan seminggu lagi rumah barunya bisa ditempati, semua itu di luar kendali Amalia. Perkataan mamah mertuanya waktu itu kini dilakukan, tak hanya Amalia yang dibuat menderita tapi keluarganya juga. "Mamah.. Jika memang tak menyukaiku, tak apa, aku bisa menerima itu, tapi kenapa harus ibu juga keluargaku yang terkena imbasnya? Biarkan mereka hidup dengan tenang disini, ini semua bukan kemauan ku, Ammar yang memutuskan semuanya sendiri, kenapa jadi keluargaku yang menanggung semuanya?" batin Amalia menangis dalam diam. Ammar tahu jika saat ini Amalia tengah bersedih, namun hari ini adalah hari dimana m
Ditengah kesibukan urusan kedua orang tua Ammar, ayahnya menyempatkan waktu untuk mengunjungi ibunya Amalia sebagai wujud rasa empati dan juga agar hubungan antara besan semakin lebih dekat. Sudah diduga jika Ina tak mau ikut menjenguk ibunya Amalia dengan berbagai macam alasan, bilang jauh lah, capek, malas, urusannya masih banyak lah dan lain sebagainya. Awalnya Ino bisa memaklumi itu namun tidak untuk kali ini, sudah terlalu lama mereka belum menjenguk besannya padahal mereka tau jika ibunya Amalia dirawat di rumah sakit. "Mah.. Besok papah menjenguk ibunya Amalia, jadi papah sudah gak mau lagi mendengar alasan apapun, jika mamah gak mau ikut biar papah kesana sendiri," "Papah.. Kenapa sih urusan yang menyangkut Amalia selalu saja papah itu gerak cepat? Dia itu hanya orang lain yang kebetulan dinikahi Ammar," protes Ina tak suka jika suaminya selalu lebih memperhatikan Amalia daripada dirinya. "Bukan gerak cepat, orang tua Amalia sedang sakit dan sud
Pagi hari sekali Ina sudah membuat suasana rumah menjadi kacau karena teriakannya yang memekikkan telinga. "Mamah kenapa sih teriak begitu? Ada apa?" tanya Ino yang telinganya merasa bising. Tak menjawab pertanyaan suaminya malah Ina berjalan ke belakang halaman sembari bergumam sendiri, "Papah ini mana tau urusan perempuan.. Lagian bibi kemana sih? Biasanya juga langsung nyamperin, hih! Gini nih kalau punya pembantu usianya udah lebih! Amalia juga ngapain pulang kampung lama banget, gini kan aku susah!"Ternyata yang membuat kekacauan di pagi hari karena Ina mencari keberadaan pembantu untuk menanyakan pesanan pakaiannya apa sudah diantar, setelah diberitahu dimana tempat pembantu meletakkan barang pesanan Ina barulah Ina bergegas mengambil dan segera menggunakannya untuk arisan. ***Acara arisan kali ini berbeda dari arisan sebelumnya karena hari ini ada surprise untuk salah satu anggota arisan yang berulang tahun. Tak hanya itu saja, tempatnya pun berada disebuah resort mewah dan
Kring... Bunyi smartphone mahal berlogo buah tergigit itu berdering dengan nyaring nya, Ammar yang tengah menikmati sarapan di sebuah kantin rumah sakit terpaksa menunda sarapannya guna untuk mengangkat telepon. Terpampang nama sang assisten kepercayaannya yang menghubungi Ammar pagi hari ini, sudah pasti ini adalah hal yang penting. "Halo.. Ada kabar apa?" tanya Ammar tanpa ada ramahnya sedikitpun. "Maaf bos jika menganggu waktu sarapan anda, ada kabar penting bos.. Ada beberapa masalah di kantor dan harus anda yang mengatasinya," ucap assisten Ammar yang bernama Arman itu. Jika sudah menyangkut perusahaan atau pun hal dalam dunia pekerjaan, Ammar akan dengan serius menanggapinya, mau bagaimanapun juga perusahaan yang sudah berdiri dengan megahnya itu memiliki cerita yang sangat panjang untuk meraihnya, butuh perjuangan yang sangat ekstra bahkan air mata pun turut menjadi saksi suksesnya perusahaan yang sampai saat ini Ammar bangun. "Katakan dengan jel
Untung saja setelah mendapat kabar dari Arman jika dirinya harus segera pulang malam ini juga untuk menyelesaikan masalah di kantor yang semakin pelik, Ammar mendapat tiket pesawat yang jam penerbangannya 30 menit kemudian. Entah suatu kebetulan atau tidak tapi yang pasti Ammar tak membuang kesempatan itu, dengan hati yang berat ia harus meninggalkan istrinya seorang diri di rumah sakit. "Maafkan aku sayang, jika semua sudah selesai aku janji akan memberitahumu, Tuhan... Jaga istriku disana dan semoga mertuaku segera sembuh agar kami bisa menjalani hidup seperti biasanya," harap Ammar dalam hati lalu tak berselang lama matanya terpejam. Lelah? Sudah pasti Ammar sangat lelah harus bersikap seolah baik-baik saja dengan beberapa masalah yang menimpa seolah tiada henti. Ammar ingin hidup dengan bahagia, nyaman dan damai namun semesta seolah belum memenuhi keinginan sederhananya itu. Tak terasa kini Ammar sudah ada di kota tempatnya tinggal, segera Ammar mem