Hari demi hari dilalui Amalia dengan tekanan batin. Bagaimana tidak? Amalia selalu saja diberikan pekerjaan yang tiada habisnya bahkan pekerjaan itu melebihi job desk pembantu rumah tangga di rumah ini.
Seperti halnya hari ini Ina mendapat jatah arisan dan akan dilakukan di rumahnya, Ina meminta Amalia untuk mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin dan jangan sampai membuat malu. Dari subuh Amalia sudah bangun untuk mempersiapkan semuanya karena Ina gak mau catering, ia ingin Amalia memasak untuk acara Ina hari ini dibantu para pembantu. "Sayang.." panggil Ammar yang sejak bangun tidur mencari dimana keberadaan istrinya. Merasa sang suami memanggilnya akhirnya Amalia pun segera menghampiri, "Iya mas, ada apa?" tanya Amalia yang masih memakai apron. "Kamu lagi masak?" tanya Ammar yang melihat penampilan Amalia dari atas ke bawah, bukan penampilan yang menarik mata Ammar dan sedap dipandang melainkan penampilan buruk yang tersaji didepan mata Ammar. Amalia menggulung rambutnya asal apalagi baju yang ia kenakan sangat kotor. "Iya mas, hari ini mamah ada acara arisan di rumah jadi.." belum sempat Amalia ingin mengadu sudah kedahuluan Ina. "Jadi menantuku ingin membantu mamah mempersiapkan semuanya, ia sendiri ingin memasakkan masakan spesial untuk teman-teman arisan mamah, sebenarnya mamah sudah melarang tapi gimana lagi, istrimu memaksa sih, jadi mamah gak bisa nolak," ucap Ina yang tiba-tiba muncul membuat Amalia kesal, kesempatan untuk mengadu pun sirna sudah. "Jangan memaksakan diri sayang, mamah kan bisa catering, teman arisan mamah cukup banyak loh, nanti kamu kecapekan gimana?" tanya Ammar memastikan. "Gak kok mas, ini mau selesai, tinggal dikit lagian aku gak sendiri, dibantu bibi juga, jadi gak usah khawatir," jawab Amalia berusaha baik-baik saja karena dibelakang Ammar, mamah mertuanya melotot menatapnya dan memberi isyarat untuk tidak mengadu. "Kamu perhatian sekali sama mamahku, memang tidak salah aku pilih istri, yaudah kalau gitu lanjutin kegiatanmu tapi nanti kalau capek jangan dipaksa ya sayang, biar bibi yang meneruskan," ucap Ammar yang merasa bangga pada istrinya, secepat itu Amalia berbakti kepada Ina. "Oh iya mah nanti Amalia ajak arisan juga biar Amalia tidak bosan di rumah," ucap Ammar lagi yang membuat Ina kaget namun berusaha mungkin Ina memberikan jawaban yang menyenangkan putranya, setelah itu baru Ammar kembali ke kamar untuk bersiap ke kantor. "Kalau saya datang terlambat sedetik saja, saya yakin kamu sudah mengadu! Iya kan? Mulai berani melawan saya ya?" tanya Ina menantang. "Gak mah," jawab Amalia menunduk takut. "Bagus.. Segera selesaikan pekerjaanmu, hidangkan yang terbaik! Awas kalau nanti membuat saya malu!" ancam Ina yang langsung berjalan pergi. Acara arisan pun selesai, Amalia baru saja duduk di ruang makan namun teriakan Ina kembali menganggu telinganya. "Ada apa mah?" tanya Amalia yang sudah sangat capek. "Ada apa ada apa.. Lihat nih meja kayak gini kok kamu biarkan sih! Cepat bersihkan dan jangan lupa cuci sekalian, saya gak mau tau ya pokoknya ketika saya kembali kesini harus sudah bersih," jawab Ina yang langsung berlenggang pergi. "Baru juga istirahat sebentar tapi sudah ada pekerjaan yang baru, apa salahku sampai mamah begini banget," gumam Amalia menyeka air matanya. Tak hanya disitu saja, setelah semua selesai, Ina meminta Amalia untuk membersihkan gorden jendelanya. Ketika Amalia sudah melepas gorden dan membawa ke ruangan mencuci, tangannya ditahan oleh Ina yang membuat Amalia merasa heran, apa lagi yang ingin dilakukan Ina? "Siapa yang menyuruhmu mencuci menggunakan mesin?" sindir Ina. "Maksud mamah gimana?" tanya Amalia to the poin. "Saya melarangmu untuk mencuci menggunakan mesin, boros listrik! Jadi jika saya memerintahkan kamu untuk mencuci maka gunakan kedua tanganmu! Oh iya ini gorden kesayangan saya, harganya pun sudah pasti mahal! Jadi jangan sembarangan mencuci, gunakan ini," ucap Ina melempar sikat gigi bekas. "Sikat gigi?" gumam Amalia yang didengar Ina. "Ya.. Gunakan ini untuk mencuci gorden, saya mau gorden nya bersih dan wangi," jawab Ina tersenyum puas. Mencuci menggunakan sikat gigi kapan selesainya? Sedangkan gorden di kamar mertuanya sungguh panjang dan juga berat. Lagi-lagi Amalia harus menahan kesabaran menghadapi mertuanya. ***Sore hari Ammar kedatangan saudaranya yang baru pulang dari luar negeri, kedatangannya pun disambut meriah terutama oleh Ina. "Akhirnya kamu pulang juga, Nar" ucap Ina dengan senyum merekah. "Apa kabar tante? Ini ada sedikit oleh-oleh semoga tante suka," jawab Danar-sepupu Ammar yang memberikan beberapa oleh-oleh dari merk terkenal. Ina pun menerimanya dengan senang hati sambil sesekali melihat salah satu oleh-oleh nya. Ada terbesit ide untuk mengerjai Amalia sekaligus membuat malu. "Begini loh kalau datang ke rumah orang, ya kan Nar, datang tuh gak cuma bawa badan dan tampang doang, semua orang mah bisa," sindir Ina yang membuat Amalia merasa jika sindiran itu untuk dirinya. Danar pun yang tak tahu apapun merasa bingung. "Maksud tante apa?" tanya Danar bingung. "Itu loh, ada orang yang berasal dari keluarga biasa saja tapi tuh bermimpi ingin kaya secara instan jadinya menikah dengan pria kaya raya, otomatis hidupnya berubah drastis dong, jadi orang miskin itu datang ke rumah pria kaya cuma badan dan tampang doang, gak tau malu kan? jawab Ina dengan cukup keras. "Cukup mah! Apa salah Amalia sampai harus di permalukan seperti ini?" tanya Ammar tak suka. "Loh.. Siapa juga yang mempermalukan istri kamu itu, kan mamah hanya berasumsi, tapi kalau dia merasa ya bagus deh," jawab Ina tersenyum sinis. "Baru kemarin loh mah istriku membantu acara mamah terselenggara dengan baik, aku pikir mamah memang bisa menerima dia dengan baik karena waktu itu mamah sangat memujinya, tapi kenapa sekarang berbanding terbalik mah?" tanya Ammar. "Loh.. Sejak kapan mamah ini suka sama orang miskin yang hanya mengincar harta saja? Jangan terlalu percaya diri!" jawab Ina yang membuat hati Amalia sakit. "Sudah mas, apa yang dibilang mamah memang benar, aku mana pantas berada di lingkungan kalian, aku permisi dulu, maaf sudah mengganggu suasana kalian," pamit Amalia yang berlari ke kamar dan langsung mengunci pintu. "Kita perlu bicara, Mar," ucap Danar serius. Ammar pun mengangguk setuju, akhirnya mereka berdua menuju ke gazebo belakang rumah. Danar adalah orang yang paling bisa mengerti Ammar, makanya ketika Danar tau jika Ammar sudah menikah, rasanya Danar tak percaya karena tak ada pembicaraan apapun sebelumnya apalagi Ammar tak ada omongan sedang dekat dengan wanita mana. "Wanita yang disinggung tante Ina tadi apa benar dia istrimu?" tanya Danar to the point. "Iyalah, dia namanya Amalia, maaf tadi belum sempat berkenalan dengannya, semua kacau karena perkataan mamah," jawab Ammar merasa aneh dengan Danar. "Kamu yakin istrimu baik-baik saja tinggal di sini? Jangan hanya melihat dari luar saja, sebaiknya kalian berbicara dari hati ke hati, aku lihat dari sorot matanya terlihat jelas kesedihan dan tekanan yang dirasakan istrimu," ucap Danar yang sangat yakin membuat Ammar menjadi tersinggung. Dia yang jadi suaminya kenapa malah sepupunya yang sok tau tentang istrinya. Danar aja yang baru sekali melihat Amalia bisa tau, kenapa Ammar yang sudah jadi suaminya malah tersinggung?Setelah Danar berpamitan pulang, Ammar bergegas menemui Amalia. "Sayang.. Buka pintunya," ucap Ammar yang beberapa kali mengetuk pintu namun tak kunjung dibuka. Ina yang melihat itu merasa kesal, lalu Ina meminta Ammar untuk turun sebentar, biar urusan ini ia yang handle. "Heh cewek miskin buka pintunya! Jangan berani marah sama anak saya ya!" ucap Ina setengah berbisik namun terdengar jelas oleh Amalia. Lagi-lagi Amalia berurai air mata akibat hinaan serta kata-kata pedas dari mamah mertuanya, Amalia bingung harus berkeluh kesah pada siapa? Ia tak bisa terus berlama-lama tinggal disini. Amalia takut jika nantinya dia akan gi-la menghadapi mamah mertua seperti Ina. "Buka pintunya atau saya dobrak dan siksa kamu!" ancam Ina yang membuat Amalia memilih mengalah, lantas ia buka pintu kamar dengan mata sembab. Baru juga Amalia membuka pintu dan ingin mengucapkan sepatah kata, tapi tiba-tiba "PLAK.. PLAK.." tamparan keras tertuju pada kedua pipi Amalia. Panas sekali rasanya dan bekas
Melihat Ammar sudah berangkat kerja membuat Ina kembali leluasa mengerjai Amalia, setelah memastikan semua aman, Ina bergegas mendatangi kamar anaknya. "Bangun!! Saya paling sebel sama orang yang pemalas sepertimu!" pekik Ina menarik kasar tangan Amalia. "Iya mah iya.. Badan Amalia hari ini kurang enak, tolong mah, Amalia minta libur bebersih satu hari ini saja," pinta Amalia yang wajahnya pucat. "Gak!!! Udah makan dan tinggal gratis masih minta nego!" tolak Ina berkacak pinggang. Tiba di halaman belakang, Ina meminta Amalia untuk menyapu halaman yang sangat berserakan dedaunan kering. Tak lupa Amalia diminta juga menyiram semua tumbuhan yang ada dirumah ini. "Ingat.. Hari ini aku memberikanmu hukuman ringan mengingat tubuhmu yang kurang fit! Tapi jangan bangga dulu, besok kalau udah sembuh maka pekerjaan kamu akan berlipat ganda!!!" gertak Ina yang dijawab anggukan kepala oleh Amalia. Setelah itu Ina sengaja menghindar dari Amalia untuk melihat pekerjaannya dari kejauhan sekalig
Sudah seminggu berlalu usai insiden kebakaran yang melanda keluarga Amalia, selama itu pula ia tak pulang ke rumah suaminya dan fokus pada kesembuhan ibunya. Amalia merasa bersalah sudah membuat keluarganya berada dalam bahaya, keluarganya menjadi korban atas kesalahan yang Amalia lakukan. Padahal jika di pikir ulang, Amalia tak bersalah apapun, Ammar tiba-tiba membeli rumah dan menyampaikan seminggu lagi rumah barunya bisa ditempati, semua itu di luar kendali Amalia. Perkataan mamah mertuanya waktu itu kini dilakukan, tak hanya Amalia yang dibuat menderita tapi keluarganya juga. "Mamah.. Jika memang tak menyukaiku, tak apa, aku bisa menerima itu, tapi kenapa harus ibu juga keluargaku yang terkena imbasnya? Biarkan mereka hidup dengan tenang disini, ini semua bukan kemauan ku, Ammar yang memutuskan semuanya sendiri, kenapa jadi keluargaku yang menanggung semuanya?" batin Amalia menangis dalam diam. Ammar tahu jika saat ini Amalia tengah bersedih, namun hari ini adalah hari dimana m
Ditengah kesibukan urusan kedua orang tua Ammar, ayahnya menyempatkan waktu untuk mengunjungi ibunya Amalia sebagai wujud rasa empati dan juga agar hubungan antara besan semakin lebih dekat. Sudah diduga jika Ina tak mau ikut menjenguk ibunya Amalia dengan berbagai macam alasan, bilang jauh lah, capek, malas, urusannya masih banyak lah dan lain sebagainya. Awalnya Ino bisa memaklumi itu namun tidak untuk kali ini, sudah terlalu lama mereka belum menjenguk besannya padahal mereka tau jika ibunya Amalia dirawat di rumah sakit. "Mah.. Besok papah menjenguk ibunya Amalia, jadi papah sudah gak mau lagi mendengar alasan apapun, jika mamah gak mau ikut biar papah kesana sendiri," "Papah.. Kenapa sih urusan yang menyangkut Amalia selalu saja papah itu gerak cepat? Dia itu hanya orang lain yang kebetulan dinikahi Ammar," protes Ina tak suka jika suaminya selalu lebih memperhatikan Amalia daripada dirinya. "Bukan gerak cepat, orang tua Amalia sedang sakit dan sud
Pagi hari sekali Ina sudah membuat suasana rumah menjadi kacau karena teriakannya yang memekikkan telinga. "Mamah kenapa sih teriak begitu? Ada apa?" tanya Ino yang telinganya merasa bising. Tak menjawab pertanyaan suaminya malah Ina berjalan ke belakang halaman sembari bergumam sendiri, "Papah ini mana tau urusan perempuan.. Lagian bibi kemana sih? Biasanya juga langsung nyamperin, hih! Gini nih kalau punya pembantu usianya udah lebih! Amalia juga ngapain pulang kampung lama banget, gini kan aku susah!"Ternyata yang membuat kekacauan di pagi hari karena Ina mencari keberadaan pembantu untuk menanyakan pesanan pakaiannya apa sudah diantar, setelah diberitahu dimana tempat pembantu meletakkan barang pesanan Ina barulah Ina bergegas mengambil dan segera menggunakannya untuk arisan. ***Acara arisan kali ini berbeda dari arisan sebelumnya karena hari ini ada surprise untuk salah satu anggota arisan yang berulang tahun. Tak hanya itu saja, tempatnya pun berada disebuah resort mewah dan
Kring... Bunyi smartphone mahal berlogo buah tergigit itu berdering dengan nyaring nya, Ammar yang tengah menikmati sarapan di sebuah kantin rumah sakit terpaksa menunda sarapannya guna untuk mengangkat telepon. Terpampang nama sang assisten kepercayaannya yang menghubungi Ammar pagi hari ini, sudah pasti ini adalah hal yang penting. "Halo.. Ada kabar apa?" tanya Ammar tanpa ada ramahnya sedikitpun. "Maaf bos jika menganggu waktu sarapan anda, ada kabar penting bos.. Ada beberapa masalah di kantor dan harus anda yang mengatasinya," ucap assisten Ammar yang bernama Arman itu. Jika sudah menyangkut perusahaan atau pun hal dalam dunia pekerjaan, Ammar akan dengan serius menanggapinya, mau bagaimanapun juga perusahaan yang sudah berdiri dengan megahnya itu memiliki cerita yang sangat panjang untuk meraihnya, butuh perjuangan yang sangat ekstra bahkan air mata pun turut menjadi saksi suksesnya perusahaan yang sampai saat ini Ammar bangun. "Katakan dengan jel
Untung saja setelah mendapat kabar dari Arman jika dirinya harus segera pulang malam ini juga untuk menyelesaikan masalah di kantor yang semakin pelik, Ammar mendapat tiket pesawat yang jam penerbangannya 30 menit kemudian. Entah suatu kebetulan atau tidak tapi yang pasti Ammar tak membuang kesempatan itu, dengan hati yang berat ia harus meninggalkan istrinya seorang diri di rumah sakit. "Maafkan aku sayang, jika semua sudah selesai aku janji akan memberitahumu, Tuhan... Jaga istriku disana dan semoga mertuaku segera sembuh agar kami bisa menjalani hidup seperti biasanya," harap Ammar dalam hati lalu tak berselang lama matanya terpejam. Lelah? Sudah pasti Ammar sangat lelah harus bersikap seolah baik-baik saja dengan beberapa masalah yang menimpa seolah tiada henti. Ammar ingin hidup dengan bahagia, nyaman dan damai namun semesta seolah belum memenuhi keinginan sederhananya itu. Tak terasa kini Ammar sudah ada di kota tempatnya tinggal, segera Ammar mem
Heni gegas berdiri dengan isak tangis yang mengalir di pipi kuning langsat nya itu. Dengan beberapa kali helaan nafas akhirnya Heni siap untuk berbicara. "Baiklah.. Saya akan memberitahu siapa saja orang dibalik semua ini tapi saya mohon pak setelah ini jangan pecat saya, maafkan saya yang sudah merusak kepercayaan bapak, saya janji ini pertama dan terakhir kalinya, tolong jangan pecat saya," pinta Heni mengiba dan Ammar hanya diam saja. Merasa bosnya sudah sangat marah membuat Heni benar-benar mati kutu, ia takut jika nanti bicara jujur maka dia akan dipecat namun jika tidak jujur nama dia akan diblacklist, Heni tau sebesar apa kekuasan Ammar di bumi ini. Apalagi perusahaan milik Ammar tak hanya di Indonesia melainkan di beberapa belahan dunia juga."Saya benar-benar minta maaf karena sudah mengkhianati perusahaan sampai akhirnya berdampak sefatal ini pak, saya melakukan karena terpaksa dan tentu saja karena saya terdesak tuntutan ekonomi yang membuat saya kurang berpikir jernih, aw