Share

Meninggalkan Amalia

Kring... Bunyi smartphone mahal berlogo buah tergigit itu berdering dengan nyaring nya, Ammar yang tengah menikmati sarapan di sebuah kantin rumah sakit terpaksa menunda sarapannya guna untuk mengangkat telepon.

Terpampang nama sang assisten kepercayaannya yang menghubungi Ammar pagi hari ini, sudah pasti ini adalah hal yang penting. "Halo.. Ada kabar apa?" tanya Ammar tanpa ada ramahnya sedikitpun.

"Maaf bos jika menganggu waktu sarapan anda, ada kabar penting bos.. Ada beberapa masalah di kantor dan harus anda yang mengatasinya," ucap assisten Ammar yang bernama Arman itu.

Jika sudah menyangkut perusahaan atau pun hal dalam dunia pekerjaan, Ammar akan dengan serius menanggapinya, mau bagaimanapun juga perusahaan yang sudah berdiri dengan megahnya itu memiliki cerita yang sangat panjang untuk meraihnya, butuh perjuangan yang sangat ekstra bahkan air mata pun turut menjadi saksi suksesnya perusahaan yang sampai saat ini Ammar bangun. "Katakan dengan jelas apa masalahnya dan bagaimana bisa itu terjadi, jangan membuat saya menunggu informasi setengah-setengah darimu!" ucap Ammar sangat serius.

"Perusahaan kita tiba-tiba mengalami kerugian yang cukup besar bos dan penyebab salah satunya banyak vendor yang membatalkan kerja sama dengan perusahaan secara sepihak bahkan pemegang saham pun juga banyak yang mencabut sahamnya di perusahaan, untuk penyebab pasti masih saya selidiki bos.. Maka dari itu, maafkan jika saya lancang dan kurang sopan apalagi jika saya dimata anda nanti kurang menghargai mertua anda yang kurang sakit, tapi ini menyangkut perusahaan bos, saya tidak bisa menyelesaikannya seorang diri, maka dari itu saya mohon anda segera pulang dalam waktu dekat, saya takut nantinya masalah ini akan semakin melebar," pinta Arman dengan perasaan tak enak hati, sejujurnya Arman gak mau menganggu bosnya yang tengah menemani sang istri di kampung halaman Amalia. Tapi jika dibiarkan semakin larut yang ada masalah semakin banyak.

Jujur saja.. Arman juga bingung kenapa semuanya terjadi secara mendadak dan kenapa juga sulit sekali mendeteksi penyebab semua ini. Arman menduga jika ini persaingan bisnis skala besar, bahkan dalang nya pun orang yang sangat amat berpengaruh.

Mendengar penjelasan dari Arman membuat Ammar menjadi hilang fokus, makanan yang masih banyak di meja pun ia biarkan begitu saja, mendadak ia tidak berselera makan bahkan untuk berpikir jernih pun masih sulit. Kejadian demi kejadian terjadi secara mendadak, Ammar bingung harus menyelesaikan darimana dulu. "Baiklah akan saya pastikan dalam waktu dekat untuk pulang, pantau terus perusahaan dan jangan sampai lengah untuk mencari sumber masalahnya, untuk sementara waktu saya serahkan dan percayakan semuanya kepadamu, tolong jangan kecewakan saya, berita yang kamu sampaikan saja sudah membuat saya badmood," titah Ammar yang disanggupi oleh Arman.

Setelah sambungan telepon terputus, Ammar bergegas menemui istrinya yang dengan setia di samping ibunya tanpa lelah.

Ketika masuk di kamar inap, Ammar melihat istrinya tengah tertidur pulas, tak tega rasanya membangunkan dan menyampaikan semuanya. Namun jika menunggu istrinya bangun akan semakin menunda setiap masalah yang datang agar cepat selesai.

Sembari menunggu istrinya bangun, Ammar fokus ke smartphone mahalnya guna menghubungi beberapa detektif kepercayaannya dan juga para pemegang saham untuk mendapatkan informasi yang lebih valid, namun sayang seribu sayang, para pemegang saham sama sekali tak menjawab panggilan dari Ammar hingga membuatnya semakin pusing. "Aargggghhh... Kenapa semuanya terjadi secara berurutan!!!" batin Ammar yang sangat geram hingga tanpa sadar ia diperhatikan oleh Amalia yang ternyata sudah bangun.

"Mar... Ammar.. Kamu baik-baik saja?" tanya Amalia mengejutkan Ammar yang tengah meratapi nasib.

"Sayang... Kamu sudah bangun? Sarapan dulu gih biar ibu gantian aku yang jaga, atau gak kamu bebersih dulu," ucap Ammar tersenyum manis, sebisa mungkin ia tak akan membebankan istrinya untuk saat ini.

"Kamu sudah sarapan?" tanya Amalia lembut yang dijawab anggukan kepala oleh Ammar.

Melihat ada raut kesedihan di wajah suaminya membuat Amalia berusaha menanyakan dengan penuh kehati-hatian. "Ammar.. Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?"

Mendengar pertanyaan istrinya membuat Ammar bingung untuk menjawab, di satu sisi ia memang ingin membagikan keluh kesahnya kepada Ammar namun di satu sisi ia tak tega dengan istrinya yang tengah sedih dengan kondisi kesehatan ibunya. "Gak.. Aku baik-baik saja sayang, jangan khawatirkan suamimu ini, fokus dulu dengan kesembuhan ibu," jawab Ammar berbohong namun Amalia tahu jika suaminya tengah menyembunyikan sesuatu, mungkin memang benar apa kata suaminya jika untuk saat ini ia harus fokus dengan kesembuhan ibunya baru setelah itu Amalia akan menanyakan masalah yang disembunyikan oleh suaminya itu.

"Begitu? Syukurlah jika gak ada masalah, memang untuk saat ini aku sedang fokus dengan kesembuhan ibuku namun tidak menutup kemungkinan jika aku gak akan mau mendengarkan keluh kesah darimu, ingat Ammar... Kita ini suami istri jadi apapun masalah yang sedang terjadi sudah sewajarnya bahkan seharusnya kita hadapi bersama, aku gak mau kamu nantinya menganggap bahwa aku hanya mau denganmu kala senangnya saja," ucap Amalia setengah menyindir yang justru membuat Ammar mati kutu. Meskipun ucapan Amalia lembut namun terdengar tajam di telinga Ammar, senyuman mengembang yang seolah mengisyaratkan semuanya akan baik-baik saja menjadi jawaban paling pas untuk saat ini.

***

Tanpa terasa malam hari telah tiba, sedari tadi Amalia memperhatikan suaminya terlalu sibuk dengan ponselnya tanpa sedikitpun melirik ke arah Amalia, hal yang membuat ia merasa kesal. Harusnya disaat seperti ini peran Ammar sangat berpengaruh untuk menjadi semangat bagi Amalia, nah ini? Ponsel saja yang terus diperhatikan.

Hingga ada sebuah panggilan masuk yang mengharuskan Ammar untuk keluar dari kamar inap, rasa kesal semakin melanda Amalia dan kini Amalia merasa sangat penasaran, siapa orang yang tengah menelpon suaminya hingga menjawab pun harus diluar.

Sayup-sayup Amalia mendengar jika suaminya merasa marah pada seseorang yang ada di telepon hingga akhirnya Ammar mengatakan akan segera kesana. Amalia penasaran dengan kata disana, mau kemana suaminya malam begini?

"Sayang... Sejak kapan kamu disitu?" tanya Ammar yang kaget dengan keadaan Amalia yang tak jauh dari tempat ia menerima telepon.

"Sejak kamu menerima telepon, siapa dia? Dan kamu mau kemana?" tanya Amalia jutek, hatinya masih kesal karena seharian Ammar mengabaikannya.

"Kamu mendengar semuanya? Maaf ini hal penting jadinya aku harus pergi sekarang" jawab Ammar dengan wajah penuh sejuta misteri.

"Apa gak bisa besok saja? Ini sudah malam, lagian kamu belum menjawab pertanyaan ku," ucap Amalia tak mengizinkan suaminya pergi.

"Gak bisa... Aku harus segera pergi, maaf untuk saat ini lebih baik kamu tidak tau masalah yang ada, aku pergi dulu, jaga diri baik-baik ya sayang... Aku akan segera kembali, sampaikan salam ku pada ibumu," pamit Ammar tergesa-gesa dan tak lupa Ammar mencium kening Amalia sekilas setelah itu segera pergi.

Amalia menatap kepergian suaminya dengan perasaan kecewa, sepenting apa orang yang menelpon suaminya sampai membuat Ammar harus meninggalkan Amalia yang tengah butuh dukungan dan semangat darinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status