Hubungan Amalia dengan Ammar semakin renggang bahkan kini Amalia sangat acuh kepada suaminya.
Ammar semakin pusing memikirkan ini semua dan berusaha mencari cara untuk membuktikan semua, ketika Ammar sedang menatap langit dinding kamarnya, ia baru tersadar jika ada CCTV.Saking penatnya atau memang Ammar yang terlalu lemah menghadapi semua, ia sampai tidak menyadari jika ada CCTV yang sudah lama terpasang.Seketika Ammar bergegas ke ruangan kerjanya untuk melihat rekaman ulang CCTV yang terjadi pada hari dimana Amalia memergoki ada wanita di kamar mereka, Ammar penasaran siapa perempuan itu.Menit demi menit sudah Ammar pantau tanpa melewatinya hingga akhirnya terlihat seorang perempuan yang tengah mengendap-endap masuk ke kamar mereka. "Siapa dia? Beraninya masuk ke ruangan pribadiku tanpa permisi!!! Jadi apa yang di tuduhkan Amalia benar adanya? S*it!!!!!" umpat Ammar menggebrak meja.Ammar kini sangat merasa bersalah dengan istrinya ka"Apa tujuanmu melakukan semua ini? Kenapa juga setelah aku memanggil Ammar kamu malah menghilang?" cecar Amalia. "Jangan bilang terpaksa dan suruhan orang lagi!!!! Bosan saya mendengar alasanmu!" bentak Ammar. "Maaf Pak... Hiks.. Hiks..." jawab Heni menangis sesenggukan. "Jelaskan semuanya!!!!" bentak Ammar sambil melempar vas bunga dihadapan Heni. "Iya iya saya akan jujur pak, saya disuruh sama nyonya besar untuk membuat kalian bertengkar, maafkan saya pak," jawab Heni cepat sehingga keceplosan. Setelah mengucapkan itu Heni membekap mulutnya. "Mamah lagi????" ucap Ammar dengan suara meninggi. Tak perlu waktu lama, Ammar menghubungi Ina yang sedang pergi, awalnya Ina bingung kenapa anaknya meminta untuk segera pulang, perasaan Ina mendadak tak enak setelah mendengar anaknya tengah mengamuk. "Ada masalah apa lagi sih ini, semenjak gadis kampung itu jadi istrinya Ammar yang ada hanyalah masalah masalah dan masalah terus, emang dasar wanita pembawa si-al!" umpat Ina yang terpaksa i
Pertengkaran yang tengah terjadi di keluarga suaminya membuat Amalia menjadi tak enak hati. Ia merasa semua pertengkaran dan permasalahan yang terjadi akibat dirinya. Berulang kali Ammar selalu membela Amalia di hadapan keluarganya, hal yang langka dilakukan pria ketika sudah memiliki istri. Sebenarnya Amalia bersyukur memiliki suami yang benar mencintainya dengan tulus namun sikap ibu mertuanya sering kali membuat Amalia tertekan. "Ammar... Bolehkah kita bicara sebentar?" tanya Amalia dengan hati-hati. "Tentu boleh sayang, ada hal apa?" tanya Ammar dengan merapikan rambut istrinya yang tengah tergerai indah. "Aku merasa jika semua masalah ini akulah penyebabnya, berulang kali kamu terus membelaku di hadapan kedua orang tuamu," ucap Amalia dengan wajah sedih. Mendengar hal itu membuat Ammar merasa tersinggung, ia lantas memberi isyarat istrinya untuk diam dengan meletakkan telunjuknya di bibir Amalia. "Jangan mengatakan itu
"Heh sini kamu!" panggil Ina dengan wajah yang tak senang. "Siapa namamu? Saya lupa," tanya Ina ketus. "Nama saya Heni, nyonya, ada apa lagi nyonya?" tanya Heni yang wajah ketakutan. Ina mendekati Heni dengan tatapan yang sangat tajam, langkah demi langkah yang terdengar dari suara heels mewah dan mahal Ina membuat hati Heni semakin was-was. "Bawa dia," perintah Ina yang tanpa disadari oleh Heni jika di belakangnya sudah ada dua bodyguard dengan badan yang gagah dan tinggi. Membawa Heni bukanlah perkara yang sulit bagi bodyguard sewaan Ina. Kemudian Heni dipaksa masuk ke mobil dan nantinya akan dibawa ke suatu tempat, sebelum mobil melaju terlebih dahulu mata Heni di tutup oleh kain hitam yang sudah dipastikan tidak bisa tembus pandang. ****Akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang terlihat sudah lama tidak dirawat bahkan rumput pun sampai menjulang tinggi, tapi anehnya disini tidak ada bangunan lain, hanya rumah
"Bukan begitu nyonya, jadi saya punya ide yang sepertinya cukup ekstrem tapi kemungkinan besar akan berhasil nyonya, tolong pertimbangkan dengan baik, anda ingin tuan Ammar lepas dari Amalia, bukan? Hanya ini satu-satunya cara, nyonya, apa nyonya lupa jika saya ini bukan dari orang miskin seperti menantu nyonya, saya hidup di kota dan keluarga saya terbilang cukup kaya nyatanya bisa menyekolahkan saya sampai kuliah S2, nyonya tau sendiri kan standar karyawan di perusahaan tuan Ammar? Saya terpilih dan langsung menjabat pada bagian yang cukup penting di perusahaan, saya ini bekerja tidak satu atau dua tahun loh nyonya, sudah 6 tahun saya berada di sana jadi setidaknya untuk menjadi menantu dari keluarga nyonya tidak cukup memalukan, pikirkan lagi nyonya, kemari lah saya beritahu rencananya," ucap Heni dengan sebaik mungkin agar tak jadi di eksekusi. Ina pun mendekat dan ketika sudah mendengar rencana yang ada di pikiran Heni, senyum mengembang terlukis diwajahnya. "Apa kamu yakin ini
Tok... Tok... Tok... Suara ketukan pintu terdengar berirama, menandakan ada seseorang yang ingin masuk ke ruangan kerjanya Ammar. "Masuk...." begitulah jawab Ammar setengah berteriak dari dalam. Setelah pintu terbuka, Ammar tak menyadari siapa yang ada di depannya, ia pikir pasti sekretaris yang meminta tanda tangan. Namun tiba-tiba seseorang itu sudah berada di sisi kiri Ammar sambil meletakkan kopi di meja. "Ka...kamu? Ngapain disini? Mau apa?" tanya Ammar ketus sekaligus kaget. "Tidak ada pak, pekerjaan saya sudah mau selesai, tadi saya ke pantry lalu kepikiran sekalian buatin bapak juga," jawab Heni dengan santainya. "Gak perlu repot-repot, saya masih bisa menyuruh sekretaris atau telpon OB langsung," ucap Ammar ketus. "Iya Pak... Ini bentuk rasa terima kasih saya karena bapak sudah percaya lagi dengan memberikan saya pekerjaan disini, silahkan di minum pak mumpung masih hangat, saya permisi dulu," pamit Heni yang membuat Ammar m
"Halo... Kok kamu belum pulang? Apa hari ini lembur? Atau kamu lagi berteduh?" tanya Amalia khawatir."Benar sekali Amalia... Suami kamu sedang lembur dan berteduh di apartemen saya," jawab Heni tersenyum penuh kemenangan. "Hei siapa kamu! Kenapa ponsel suami saya bisa ada padamu!!! Dimana suami saya?" pekik Amalia syok mendengar suaminya tengah bersama wanita lain. Tut.. Tut.. Tut... Suara panggilan sengaja diputus sepihak dan ponsel Ammar dimatikan oleh Heni. Senang rasanya karena sekali dayung dua pulau terlampaui. Tak lupa Heni berpose manja di lengan Ammar yang tengah terpejam, lalu dengan sengaja Heni mengirimkannya ke nomor Amalia. "APA-APAAN INI!!!!" pekik Amalia nyaring. Gelas yang ada di tangannya pun lolos begitu saja sehingga pecah berkeping-keping. Berulang kali Amalia menelpon Ammar namun sayang sekali ponselnya tidak aktif, tak habis akal Amalia pun mencoba menelpon nomor yang sudah mengirimkan gambar tak jelas keb
"Apa yang sudah terjadi? Aku yakin jika diantara kita tidak ada apa-apa, benar kan?" tanya Ammar mengintrogasi. "Tanpa saya jawab pun seharusnya bapak sudah tau dengan melihat pakaian kita yang berserakan dilantai, hiks... hiks... bapak memaksa saya untuk dilayani, saya sudah memberontak dan mengingatkan akan status bapak yang tengah menikah namun bapak tak mendengarkan saya, jadinya..." ucap Heni sambil berlinang air mata. "Cukup... Jangan jelaskan lagi!!! Saya tidak yakin jika saya semudah itu ber-cum-bu dengan wanita lain! Jangan fitnah kamu," gertak Ammar lalu Heni menunjukkan bekas kissmark di lehernya dan juga di kedua gunungnya. Ammar semakin frustasi dan dengan cepat memakai pakaiannya kembali, tak lupa ia meminta Heni untuk menutup rapat semua ini. Ammar keluar apartemen Heni dengan perasaan tak karuan, namun berbeda dengan Heni yang tengah berbahagia karena sudah menang telak atas Ammar. Sebelum Ammar bangun
"Buat apa dia kemari pah? Kami memang tak ada hubungan apapun," tanya Ammar mulai geram karena sudah berulang kali membujuk keluarganya dan istri tapi tak mempan juga. "Ya mau apalagi kalau bukan menikahkan kalian, jangan hanya mau enaknya saja, kalau tiba-tiba wanita itu ternyata hamil bagaimana? Papah gak mau ya kalau nantinya wanita itu mengadu ke semua orang apalagi sampai mem viralkan masalahnya, lagian tak ada larangan bagi pria untuk menikahi wanita lebih dari satu," ucap Ino membuat Ammar juga Amalia kaget. Amalia pikir perkataan Ina menikahkan Ammar dengan Heni hanya gertakan saja tapi ternyata benar adanya.... "Apa?? Aku gak mau dimadu pah," tolak Amalia mentah-mentah. "Kamu siapa beraninya membantah, ha? Kalau menolak silahkan cerai dan angkat kaki, kembalilah ke wujud aslimu yang hanya seorang gadis kampung!!" hardik Ina yang membuat Amalia menangis pilu. "Mah... Gak sepantasnya mamah berbicara seperti