Tok... Tok... Tok... Suara ketukan pintu terdengar berirama, menandakan ada seseorang yang ingin masuk ke ruangan kerjanya Ammar. "Masuk...." begitulah jawab Ammar setengah berteriak dari dalam.
Setelah pintu terbuka, Ammar tak menyadari siapa yang ada di depannya, ia pikir pasti sekretaris yang meminta tanda tangan. Namun tiba-tiba seseorang itu sudah berada di sisi kiri Ammar sambil meletakkan kopi di meja."Ka...kamu? Ngapain disini? Mau apa?" tanya Ammar ketus sekaligus kaget."Tidak ada pak, pekerjaan saya sudah mau selesai, tadi saya ke pantry lalu kepikiran sekalian buatin bapak juga," jawab Heni dengan santainya."Gak perlu repot-repot, saya masih bisa menyuruh sekretaris atau telpon OB langsung," ucap Ammar ketus."Iya Pak... Ini bentuk rasa terima kasih saya karena bapak sudah percaya lagi dengan memberikan saya pekerjaan disini, silahkan di minum pak mumpung masih hangat, saya permisi dulu," pamit Heni yang membuat Ammar m"Halo... Kok kamu belum pulang? Apa hari ini lembur? Atau kamu lagi berteduh?" tanya Amalia khawatir."Benar sekali Amalia... Suami kamu sedang lembur dan berteduh di apartemen saya," jawab Heni tersenyum penuh kemenangan. "Hei siapa kamu! Kenapa ponsel suami saya bisa ada padamu!!! Dimana suami saya?" pekik Amalia syok mendengar suaminya tengah bersama wanita lain. Tut.. Tut.. Tut... Suara panggilan sengaja diputus sepihak dan ponsel Ammar dimatikan oleh Heni. Senang rasanya karena sekali dayung dua pulau terlampaui. Tak lupa Heni berpose manja di lengan Ammar yang tengah terpejam, lalu dengan sengaja Heni mengirimkannya ke nomor Amalia. "APA-APAAN INI!!!!" pekik Amalia nyaring. Gelas yang ada di tangannya pun lolos begitu saja sehingga pecah berkeping-keping. Berulang kali Amalia menelpon Ammar namun sayang sekali ponselnya tidak aktif, tak habis akal Amalia pun mencoba menelpon nomor yang sudah mengirimkan gambar tak jelas keb
"Apa yang sudah terjadi? Aku yakin jika diantara kita tidak ada apa-apa, benar kan?" tanya Ammar mengintrogasi. "Tanpa saya jawab pun seharusnya bapak sudah tau dengan melihat pakaian kita yang berserakan dilantai, hiks... hiks... bapak memaksa saya untuk dilayani, saya sudah memberontak dan mengingatkan akan status bapak yang tengah menikah namun bapak tak mendengarkan saya, jadinya..." ucap Heni sambil berlinang air mata. "Cukup... Jangan jelaskan lagi!!! Saya tidak yakin jika saya semudah itu ber-cum-bu dengan wanita lain! Jangan fitnah kamu," gertak Ammar lalu Heni menunjukkan bekas kissmark di lehernya dan juga di kedua gunungnya. Ammar semakin frustasi dan dengan cepat memakai pakaiannya kembali, tak lupa ia meminta Heni untuk menutup rapat semua ini. Ammar keluar apartemen Heni dengan perasaan tak karuan, namun berbeda dengan Heni yang tengah berbahagia karena sudah menang telak atas Ammar. Sebelum Ammar bangun
"Buat apa dia kemari pah? Kami memang tak ada hubungan apapun," tanya Ammar mulai geram karena sudah berulang kali membujuk keluarganya dan istri tapi tak mempan juga. "Ya mau apalagi kalau bukan menikahkan kalian, jangan hanya mau enaknya saja, kalau tiba-tiba wanita itu ternyata hamil bagaimana? Papah gak mau ya kalau nantinya wanita itu mengadu ke semua orang apalagi sampai mem viralkan masalahnya, lagian tak ada larangan bagi pria untuk menikahi wanita lebih dari satu," ucap Ino membuat Ammar juga Amalia kaget. Amalia pikir perkataan Ina menikahkan Ammar dengan Heni hanya gertakan saja tapi ternyata benar adanya.... "Apa?? Aku gak mau dimadu pah," tolak Amalia mentah-mentah. "Kamu siapa beraninya membantah, ha? Kalau menolak silahkan cerai dan angkat kaki, kembalilah ke wujud aslimu yang hanya seorang gadis kampung!!" hardik Ina yang membuat Amalia menangis pilu. "Mah... Gak sepantasnya mamah berbicara seperti
"Ingatlah bahwa malam ini antara diriku juga Ammar akan benar-benar menyatukan diri sebagai suami istri, jadi persiapkan diri dan hati ketika mendengar kebisingan kita, ups..." bisik Heni tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membungkam Amalia yang sempat di atas angin. Heni memang sengaja memilih kamar di sebelah Amalia dengan tujuan agar Amalia malam ini mendengarkan secara langsung lenguhan lenguhan yang akan Heni ciptakan ketika bersatu dengan Ammar. "Malam ini akan aku buat Ammar memperhitungkan aku untuk menjadi istri sah, lihatlah Ammar bagaimana nanti permainan yang akan tercipta, aku yakin desah-an dari mulutmu nantinya yang menyakitkan hati istri sah mu itu," batin Heni yang sudah tak sabar menanti momen itu. Berjalan dengan cantik sambil menegakkan kepala membuat Heni kini merasa sangat puas akan hasil yang sudah ia capai. "Gak sia-sia selama ini menahan diri ketika di caci maki Ammar jika hadiahnya ialah dijadikan istri,
Pagi hari Ammar terbangun dan mendapati jika yang ada di sisinya bukan Amalia melainkan Heni. "Heh... Ngapain kamu!" pekik Ammar membangunkan Heni yang tengah tertidur. "Apaan sih mas?" tanya Heni dengan suara serak. "Kamu ini yang apa-apaan! Ngapain tidur disini?" tanya Ammar yang membuat Heni kebingungan. "Mas... Kamu amnesia atau apa sih, kita ini kemarin sah menjadi suami istri dan sudah pasti tadi malam kita saling menunaikan kewajiban, kenapa sekarang mendadak lupa?" pekik Heni kesal. Lalu Ammar tersadar jika semalam memang ia terpengaruh dengan setiap sentuhan yang dilakukan Heni sehingga Ammar pun terbuai dan terjadilah penyatuan itu. "Berarti aku sudah mengkhianati Amalia," gumam Ammar yang didengar Heni. "Apa mas? Mengkhianati? Dimana letak kamu mengkhianati dirinya mas? Aku ini juga istrimu loh jadi apa yang kita lakukan kemarin malam itu sah dan halal," ucap Heni setengah kesal. "Diam! Jangan ikut camp
Biasanya ketika Ammar pulang dari kantor disambut dengan senyum dan pelukan hangat dari Amalia, sang istri. Rupanya berbeda untuk kali ini dan mungkin saja seterusnya, di samping Amalia ada Heni yang juga tengah menyambut kepulangannya. "Mas... Akhirnya pulang juga, miss you so much," rengek Heni manja dan langsung bergelanyut manja di lengan Ammar. "Tasnya mana, Mar? Sini aku bawain setelah itu ke kamar, sudah aku siapin air hangat," ucap Amalia tak mau kalah. "Eh... Gak bisa gitu dong mbak, enak aja mas Ammar langsung ke kamarmu! Ingat mbak, aku ini masih harus banyak belajar jadi istri yang baik tuh gimana, ngalah dikit dong! Kalau apa-apa gak diberi celah yang ada aku tuh dosa, aku sekarang juga istrinya jadi aku juga berhak merawat mas Ammar," keluh Heni cemberut. "Tepatnya istri siri, camkan itu! Yang namanya cadangan harus siap mengalah dari pemeran utama," sindir pedas Amalia. "Kalian bisa gak jangan bertengkar? Aku ini baru
"Kamu bermalam disini? Nanti madu kamu merengek-rengek loh, Mar," tanya Amalia yang sebenarnya bahagia karena suaminya kembali disini. "Bukan urusanku, bagiku kemarin sudah ya cukup dong, memang faktanya istriku hanya kamu saja sayang," jawab Ammar bodoh amat. Tentu saja perkataan Ammar membuat Amalia terbang melayang. "Aku juga maunya begitu mas, kamu tidak berbagi kepada dia," jawab Amalia jujur. "Akan aku usahakan untuk berpisah dengannya tapi dengan cara berbeda, yaitu mencari kesalahannya, entah itu kapan tapi aku mohon sabar ya sayang, semua harus tetap berjalan secara alami, tahan dulu ya, aku juga gak sanggup menyakitimu," pinta Ammar memohon. "Aku gak yakin... Heni lebih muda dan tentu saja lebih segalanya, bentuk tubuh pun menggoda dia," ucap Amalia ragu. "Nanti akan aku buat kamu mengembang," goda Ammar sambil mencubit dengan gemas pipi istrinya. Amalia yang kebingungan pun hanya bisa diam sambil terus menca
"Mau kemana, mah?" tanya Heni yang melihat mertuanya sudah berpenampilan sangat mewah dan paripurna. "Arisan... Kenapa? Mau ikut?" tebak Ina sewot. Rona bahagia muncul di wajah Heni ketika ditanya seperti itu, dengan spontan Heni menjawab dengan anggukan kepala cepat pertanda jika memang mau ikut. Awalnya Ina malas mengajak istri kedua anaknya itu karena nantinya akan ada beberapa pertanyaan dari para teman arisan nya tapi beberapa waktu itu salah satu temannya menantang untuk mengajak menantu Ina sebagai bukti jika menantunya bukan dari kalangan kelas bawah. Sekilas Ina melihat Heni dari atas sampai bawah dan menilai tak ada yang patut dipermalukan apalagi silsilah keluarga Heni juga cukup oke lah, Heni sendiri juga bukan hanya lulusan SMA melainkan S2 dan sempat bekerja di perusahaan Ammar, anaknya. Setidaknya latar belakang dan fisik Heni cukup oke bagi Ina, jadi mau gak mau Ina pun akhirnya menyetujui mengajak Heni ya meskipun sebelum ber