Pagi hari Ammar terbangun dan mendapati jika yang ada di sisinya bukan Amalia melainkan Heni.
"Heh... Ngapain kamu!" pekik Ammar membangunkan Heni yang tengah tertidur."Apaan sih mas?" tanya Heni dengan suara serak."Kamu ini yang apa-apaan! Ngapain tidur disini?" tanya Ammar yang membuat Heni kebingungan."Mas... Kamu amnesia atau apa sih, kita ini kemarin sah menjadi suami istri dan sudah pasti tadi malam kita saling menunaikan kewajiban, kenapa sekarang mendadak lupa?" pekik Heni kesal.Lalu Ammar tersadar jika semalam memang ia terpengaruh dengan setiap sentuhan yang dilakukan Heni sehingga Ammar pun terbuai dan terjadilah penyatuan itu. "Berarti aku sudah mengkhianati Amalia," gumam Ammar yang didengar Heni."Apa mas? Mengkhianati? Dimana letak kamu mengkhianati dirinya mas? Aku ini juga istrimu loh jadi apa yang kita lakukan kemarin malam itu sah dan halal," ucap Heni setengah kesal."Diam! Jangan ikut campBiasanya ketika Ammar pulang dari kantor disambut dengan senyum dan pelukan hangat dari Amalia, sang istri. Rupanya berbeda untuk kali ini dan mungkin saja seterusnya, di samping Amalia ada Heni yang juga tengah menyambut kepulangannya. "Mas... Akhirnya pulang juga, miss you so much," rengek Heni manja dan langsung bergelanyut manja di lengan Ammar. "Tasnya mana, Mar? Sini aku bawain setelah itu ke kamar, sudah aku siapin air hangat," ucap Amalia tak mau kalah. "Eh... Gak bisa gitu dong mbak, enak aja mas Ammar langsung ke kamarmu! Ingat mbak, aku ini masih harus banyak belajar jadi istri yang baik tuh gimana, ngalah dikit dong! Kalau apa-apa gak diberi celah yang ada aku tuh dosa, aku sekarang juga istrinya jadi aku juga berhak merawat mas Ammar," keluh Heni cemberut. "Tepatnya istri siri, camkan itu! Yang namanya cadangan harus siap mengalah dari pemeran utama," sindir pedas Amalia. "Kalian bisa gak jangan bertengkar? Aku ini baru
"Kamu bermalam disini? Nanti madu kamu merengek-rengek loh, Mar," tanya Amalia yang sebenarnya bahagia karena suaminya kembali disini. "Bukan urusanku, bagiku kemarin sudah ya cukup dong, memang faktanya istriku hanya kamu saja sayang," jawab Ammar bodoh amat. Tentu saja perkataan Ammar membuat Amalia terbang melayang. "Aku juga maunya begitu mas, kamu tidak berbagi kepada dia," jawab Amalia jujur. "Akan aku usahakan untuk berpisah dengannya tapi dengan cara berbeda, yaitu mencari kesalahannya, entah itu kapan tapi aku mohon sabar ya sayang, semua harus tetap berjalan secara alami, tahan dulu ya, aku juga gak sanggup menyakitimu," pinta Ammar memohon. "Aku gak yakin... Heni lebih muda dan tentu saja lebih segalanya, bentuk tubuh pun menggoda dia," ucap Amalia ragu. "Nanti akan aku buat kamu mengembang," goda Ammar sambil mencubit dengan gemas pipi istrinya. Amalia yang kebingungan pun hanya bisa diam sambil terus menca
"Mau kemana, mah?" tanya Heni yang melihat mertuanya sudah berpenampilan sangat mewah dan paripurna. "Arisan... Kenapa? Mau ikut?" tebak Ina sewot. Rona bahagia muncul di wajah Heni ketika ditanya seperti itu, dengan spontan Heni menjawab dengan anggukan kepala cepat pertanda jika memang mau ikut. Awalnya Ina malas mengajak istri kedua anaknya itu karena nantinya akan ada beberapa pertanyaan dari para teman arisan nya tapi beberapa waktu itu salah satu temannya menantang untuk mengajak menantu Ina sebagai bukti jika menantunya bukan dari kalangan kelas bawah. Sekilas Ina melihat Heni dari atas sampai bawah dan menilai tak ada yang patut dipermalukan apalagi silsilah keluarga Heni juga cukup oke lah, Heni sendiri juga bukan hanya lulusan SMA melainkan S2 dan sempat bekerja di perusahaan Ammar, anaknya. Setidaknya latar belakang dan fisik Heni cukup oke bagi Ina, jadi mau gak mau Ina pun akhirnya menyetujui mengajak Heni ya meskipun sebelum ber
Acara arisan yang sangat panas pun akhirnya usai sudah, sesuai kesepakatan kini Heni juga Ina bergegas ke kantor Ammar untuk makan siang. Sengaja Ina tidak memberitahu putranya jika akan datang. Semua karyawan lama pun menyambut dengan hangat kedatangan Ina dan tak lupa memberikan salam yang disusul beberapa karyawan baru meskipun agak canggung. Ceklek... Pintu ruang kerja Ammar terbuka. "Mas..." sapa Heni dengan suara manjanya dan langsung duduk di meja tepat didepan Ammar. "Apa-apaan kamu! Minggir!!! Bisa pecah kacanya!" usir Ammar yang kaget dengan kedatangan Heni tiba-tiba. "Jangan begitu sama dia, beruntung loh kamu memperistri dia karena bisa diajak ke tempat ramai dan satu lagi, tidak membuat malu..." puji Ina yang membuat Heni seakan diatas awan. "Ammar tak paham apa maksud mamah tapi yang jelas hanya Amalia wanita terbaik," sanggah Ammar yang seketika membuat Heni terhempas bebas. "Tadi mamah aj
Hari ini Ina ada tempatan arisan yang nantinya para teman sosialitanya datang. "Amalia.... Amalia...." teriak Ina di pagi hari. Dengan tergesa-gesa Amalia turun untuk menemui mertuanya itu, tumben sekali ia dipanggil dan terus berulang, Amalia yang tengah menyiapkan pakaian Ammar pun bergegas menghampiri, takut terjadi sesuatu. "Ada apa mah?" tanyanya panik. "Telingamu bu-deg apa gimana sih? Dipanggil tuh nyahut! sampai capek tenggorokan saya! Hari ini saya ada arisan di rumah jadi bantu bibi menyiapkan segala menu yang sudah saya perintah, ingat! Harus higenis dan jangan membuat malu!!" perintah Ina dengan wajah sinis. Amalia celingukan seperti sedang mencari seseorang dan itu membuat Ina tambah kesal, bukannya menjawab perintah darinya malah seperti orang kebingungan. "Cari siapa sih? Denger gak saya bilang apa?" tanya Ina ketus. "Dengar mah... Amalia lagi cari Heni, kemana dia? Kok hanya Amalia saja yang dipanggil mamah," tanya Am
"Selamat siang semuanya.... Terima kasih atas kehadirannya di acara arisan ini, semoga kalian semua menikmati acara demi acara dan juga hidangan yang telah disiapkan tuan rumah," sapa Amalia sangat ramah, tak lupa senyum yang menawan ia perlihatkan kepada semua tamu arisan. Hati Ana menjadi penasaran dan merasa akan ada berita heboh makanya ia nekat mendekati Amalia untuk menanyakan siapa dirinya. "Kamu cantik sekali nona... Kalau boleh saya tau, anda siapa?" tanya Ana yang memang tulus memuji. Antara Ina dengan Heni saling lempar pandang dengan hati yang tengah gusar, mereka takut jika Amalia berbicara yang sebenarnya... Hancur sudah reputasi Ina ketika semuanya terbongkar. "Buat apa kamu bertanya seperti itu, Jeng Ana? Apakah itu hal yang penting?" tanya Ina yang mulai panik. "Tentu dong Jeng karena selama kita mengadakan arisan, baru ini pertama kalinya kami melihat nona cantik ini," jawab Ana dengan senyum penuh kemenan
"Mah... Aku gak terima direndahkan seperti itu sama Amalia, dia gadis kampung mah... Kenapa sekarang dia punya keberanian seperti itu?" rengek Heni. "Diam lah, kamu pikir saya gak pusing memikirkannya, saya juga kaget darimana dia berani seperti itu padahal hari ini kan gak ada Ammar atau pun suami saya," jawab Ina sambil memijat kening. "Pokoknya kita harus membuat perhitungan sama dia mah, tolong bantu pikirkan caranya mah," rengek Heni lagi dan Ina sama sekali tidak menjawab. Untuk berpikir saja saat ini Ina tak bisa, mendadak otaknya kosong karena ia masih syok dengan keberanian dan ucapan demi ucapan Amalia beberapa waktu lalu. "Kalau mamah gak bisa membantu biarkan aku menyelesaikannya sendiri, pokonya Amalia harus menangis dan sangat sakit hati!" ucap Heni berlari ke kamar. ****Tak berselang lama Heni pergi ke kantor Ammar yang kebetulan pekerjaan hari ini sedikit longgar, kedatangan Heni tentu saja membuat
Waktu sudah mulai sore, Ammar terbangun dari tidur nyenyak nya. Menyadari yang disebelahnya kini Heni sebenarnya membuat Ammar merasa sedih namun di satu sisi Ammar mengakui bagaimana hebatnya Heni ketika berurusan dengan ranjang. Bukan bermaksud membandingkan dengan Amalia yang lebih banyak diam, namun yang namanya laki-laki pasti lebih tertantang dengan wanita yang liar didalam ranjang, hal seperti itu akan menimbulkan sensasi sendiri bahkan rasa ketagihan. "Hen... Heni... Ayo bangun," ucap Ammar menggoyangkan tubuh Heni pelan. "Jam berapa ini, mas? Astaga maaf mas aku belum masak, bentar," ucap Heni yang langsung berdiri dan menuju dapur. Ia kaget ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, itu tandanya sebentar lagi makan malam. Ammar pun mengikuti langkah Heni ke dapur, di sana istrinya tampak terampil dalam menggunakan segala bahan dan alat di dapur, apalagi aroma masakannya sangat menggugah selera. Menyad