"Mah... Aku gak terima direndahkan seperti itu sama Amalia, dia gadis kampung mah... Kenapa sekarang dia punya keberanian seperti itu?" rengek Heni.
"Diam lah, kamu pikir saya gak pusing memikirkannya, saya juga kaget darimana dia berani seperti itu padahal hari ini kan gak ada Ammar atau pun suami saya," jawab Ina sambil memijat kening."Pokoknya kita harus membuat perhitungan sama dia mah, tolong bantu pikirkan caranya mah," rengek Heni lagi dan Ina sama sekali tidak menjawab.Untuk berpikir saja saat ini Ina tak bisa, mendadak otaknya kosong karena ia masih syok dengan keberanian dan ucapan demi ucapan Amalia beberapa waktu lalu."Kalau mamah gak bisa membantu biarkan aku menyelesaikannya sendiri, pokonya Amalia harus menangis dan sangat sakit hati!" ucap Heni berlari ke kamar.****Tak berselang lama Heni pergi ke kantor Ammar yang kebetulan pekerjaan hari ini sedikit longgar, kedatangan Heni tentu saja membuatWaktu sudah mulai sore, Ammar terbangun dari tidur nyenyak nya. Menyadari yang disebelahnya kini Heni sebenarnya membuat Ammar merasa sedih namun di satu sisi Ammar mengakui bagaimana hebatnya Heni ketika berurusan dengan ranjang. Bukan bermaksud membandingkan dengan Amalia yang lebih banyak diam, namun yang namanya laki-laki pasti lebih tertantang dengan wanita yang liar didalam ranjang, hal seperti itu akan menimbulkan sensasi sendiri bahkan rasa ketagihan. "Hen... Heni... Ayo bangun," ucap Ammar menggoyangkan tubuh Heni pelan. "Jam berapa ini, mas? Astaga maaf mas aku belum masak, bentar," ucap Heni yang langsung berdiri dan menuju dapur. Ia kaget ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, itu tandanya sebentar lagi makan malam. Ammar pun mengikuti langkah Heni ke dapur, di sana istrinya tampak terampil dalam menggunakan segala bahan dan alat di dapur, apalagi aroma masakannya sangat menggugah selera. Menyad
"Lihat tuh... Heni saja yang baru menjadi istrinya Ammar sudah bisa mengambil hati dan juga waktu, jangan salahkan anak saya jika semakin lama yang menjadi utama itu Heni," sindir Ina tersenyum sinis. Mendengar penuturan sadis mertuanya membuat Amalia merasa rendah diri, sejak kejadian Heni pindah ke apartemen, setiap hari suaminya selalu pulang terlambat. Pernah di kala weekend Ammar sampai tak pulang dan ya sudah pasti suaminya berada di rumah singgah madunya. "Makanya jadi istri itu ada gairahnya! Gak diam aja kek gini! Nyesel kan sekarang udah di kalahkan sama Heni!" ucap Ina lagi lalu berjalan ke luar rumah. Entah kemana perginya sang mertua yang jelas saat ini Amalia tengah fokus dengan perubahan suaminya. Berulang kali Amalia menelpon namun tak juga diangkat, apa sesibuk itu sehingga panggilan darinya tak berarti lagi? Akhirnya Amalia memutuskan ke kantor suaminya untuk meminta penjelasan atas semuanya. ****
Hari ini ada pertemuan rutin setiap 3 bulan sekali dan kebetulan bertepatan di rumah orang tua Ammar. Segala hidangan sudah siap tersaji dengan rapi dan menggugah selera, menu hari ini tak hanya dimasak oleh pembantunya saja melainkan lebih banyak yang pesan di restoran ternama langganan keluarga Ammar demi memangkas waktu. Satu per satu keluarga besar Ammar datang dan saling menyapa satu sama lain, hingga akhirnya tiba juga di acara makan-makan. Ketika semua keluarga sudah berada di meja makan, pandangan mereka justru tertuju pada Heni yang duduk di sebelah kiri Ammar sedangkan Amalia, sang istri berada di sebelah kanan. "Siapa dia?""Kenapa duduk di sana?"Begitulah kurang lebih bisik-bisik dari keluarga besar Ammar yang terdengar oleh Amalia juga Heni. Merasa kedua menantunya menjadi pusat perhatian akhirnya Ino memberi klarifikasi. "Selamat siang semua, terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk hadir dalam acara rutin keluarga, semoga hidangan yang kami sediakan cocok d
"Yuk berangkat, Mah," ajak Heni yang sudah tiba di rumah mertuanya beberapa saat lalu dengan dandanan yang sangat glamor, semua yang dikenakan pun barang branded yang terkenal. Ketika Heni dan Ina melintas keluar rumah, ada Amalia yang sedang duduk di teras depan entah menanti siapa, rasa penasaran menyelinap pada diri Heni. "Ngapain disitu, mbak?" tanya Heni penasaran. "Lagi nyantai aja, kalian mau kemana?" tanya balik Amalia yang melihat penampilan mertua dan madunya dari atas sampai bawah. "Mau shopping dong, mbak," jawab Heni dengan wajah angkuhnya lalu seketika ia memiliki ide untuk mengerjai kakak madunya itu. "Eh mbak mending ikut kami aja yuk daripada suntuk di rumah," ajak Heni yang membuat Amalia tak percaya begitu juga dengan Ina yang langsung memperlihatkan ekspresi tak sukanya. "Udah mbak ikut aja biar terlihat akrab, yuk," desak Heni lalu dengan terpaksa Amalia setuju. Ia sempat ke kamar sebentar untuk me
Tak mau lebih rendah dari kakak madunya, setelah makan di restoran bersama Ina selesai, Heni langsung bergegas menuju kantor Ammar dengan gemuruh yang ada di dada. "Buru-buru amat mau kemana, Hen?" tanya Ina mengekor di belakang Heni dengan langkah tergesa sampai kewalahan. Langkah Heni sangat cepat sekali, menandakan dia sedang marah apalagi raut wajahnya tak ada senyum sama sekali. ****Tiba di kantor suaminya, Heni langsung mencecar dengan segudang pertanyaan. "Mas Ammar jahat!" pekik Heni ketika membuka pintu ruangan Ammar. "Apa maksudnya?" tanya Ammar bingung. "Jahat!!! Pokoknya mas Ammar jahat! Mas Ammar gak adil! Bisa-bisanya antara aku dengan istrimu itu di bedakan! Udah aku diminta tinggal di apartemen, perihal uang belanja pun juga berbeda! Jahat kamu mas! Kamu gak adil jadi suami! Aku malu mas tadi di mall banyak yang ngelihatin gara-gara istri sah mu itu terus menyudutkan aku!!!" keluh Heni dengan suara cukup keras. "Apa-apaan sih! Gak jelas amat! Semua sudah aku kas
Hari ini Amalia memutuskan untuk lari pagi di bundaran ibu kota, banyak muda-mudi hingga lansia yang ikut meramaikan lari pagi ini. Amalia yang datang sendirian tentu saja menjadi bahan godaan para pria bujang yang tujuannya kesini tak hanya untuk olahraga saja melainkan ajang cari jodoh. Namun sayang sekali Amalia tak menggubris dan malah terkesan cuek. Hingga akhirnya tanpa sengaja seseorang menabrak Amalia dan membuatnya nyaris terjatuh, untung saja seseorang itu sigap menangkap. "Amalia, benarkah itu kamu?" tanya seseorang memastikan dan Amalia cukup lama memperlihatkan pria itu sambil berpikir siapa dia. "Kamu, Alan? Benar bukan?" tanya Amalia memastikan dan orang itu tersenyum senang karena setidaknya Amalia tak melupakannya. "Benar, ini aku, Alan, lama tak jumpa ya, gimana kabarmu?" tanya orang itu yang ternyata bernama Alan. "Iya, kabarku baik bagaimana denganmu?" tanya balik Amalia sedikit canggung.
"Hai, Amalia, apakah sudah sampai rumah dengan selamat? Save nomerku ya, Alan," isi chat Alan yang membuat Amalia kaget. Darimana dia tau nomer Amalia? Seketika Amalia teringat disaat makan bubur ayam memang Alan sempat meminjam ponselnya dengan alasan untuk menghubungi karyawannya, Amalia yang tak menaruh curiga sedikitpun itu langsung saja memberikan ponsel. "Ah! Ada-ada saja akal mu, Alan, ternyata sifat tak mudah menyerah mu masih saja seperti dulu, segudang cara dilakukan untuk menggapai keinginanmu," batin Amalia geleng-geleng kepala lalu membalas pesan Alan. "Sudah sampai rumah nih, oke sudah aku save," jawab Amalia lalu menyimpan nomer Alan. Pesan yang dibalas Amalia langsung dibaca oleh Alan dengan cepat, namun sayangnya Amalia merasa haus jadinya ke bawah mengambil minum. "Syukurlah, next time kita ketemu lagi ya nanti aku jemput deh, gak nyangka kita bakal bertemu lagi setelah sekian lama, sampai saat ini aku masih gak menyangka loh
"Hai, Amalia, apakah sudah sampai rumah dengan selamat? Save nomerku ya, Alan," isi chat Alan yang membuat Amalia kaget. Darimana dia tau nomer Amalia? Seketika Amalia teringat disaat makan bubur ayam memang Alan sempat meminjam ponselnya dengan alasan untuk menghubungi karyawannya, Amalia yang tak menaruh curiga sedikitpun itu langsung saja memberikan ponsel. "Ah! Ada-ada saja akal mu, Alan, ternyata sifat tak mudah menyerah mu masih saja seperti dulu, segudang cara dilakukan untuk menggapai keinginanmu," batin Amalia geleng-geleng kepala lalu membalas pesan Alan. "Sudah sampai rumah nih, oke sudah aku save," jawab Amalia lalu menyimpan nomer Alan. Pesan yang dibalas Amalia langsung dibaca oleh Alan dengan cepat, namun sayangnya Amalia merasa haus jadinya ke bawah mengambil minum. "Syukurlah, next time kita ketemu lagi ya nanti aku jemput deh, gak nyangka kita bakal bertemu lagi setelah sekian lama, sampai saat ini aku masih gak menyangka loh
"Mamah, kenapa mamah bisa begini? Mamah sakit apa? Kenapa rambut mamah habis?" tanya Kenzo di sela tangisannya. "Mamah baik-baik saja dan nanti akan jauh lebih baik-baik saja, apa Kenzo mau berjanji sama mamah?" tanya Heni dijawab anggukan kepala oleh Kenzo. "Kenzo akan janji kepada mamah asalkan mamah juga janji untuk sembuh," pinta Kenzo yang dijawab anggukan kepala oleh Heni. "Mamah minta jika nanti mamah sudah gak ada, Kenzo hidup yang baik dan penurut ya sama om Ammar, mulai sekarang Kenzo mamah titipkan sama om Ammar, apakah Kenzo bersedia?" tanya Heni membuat tangis Kenzo semakin pecah. Kenzo memberontak ketika tau keinginan Heni, maunya Kenzo tetap hidup bersama Heni sampai selamanya. "Tidak ada manusia yang hidup selamanya, sayang, semua yang lahir sudah digariskan meninggal, mungkin sebentar lagi waktunya bagi mamah meninggalkan Kenzo di dunia ini tapi percayalah jika di alam sana nanti mamah akan selalu mengawasi Kenzo dengan baik," ucap Heni berlinang air mata. "Janga
Hari demi hari telah dilewati dengan begitu cepat, ternyata ucapan Ammar waktu itu memang benar adanya. Sekarang ia lebih sering ke sini dan menghabiskan waktu dengan Kenzo. Heni merasa senang karena kini Kenzo bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sesungguhnya, dulu sebuah kasih sayang yang diinginkan Kenzo adalah hal paling berat bagi Heni karena mustahil baginya untuk mengemis kepada Lukman, sebelum akhirnya Heni tau bahwa Kenzo adalah anak kandung Ammar. Kini tanpa perlu Heni mengemis pun sebuah perhatian yang diinginkan Kenzo datang dengan sendirinya, setidaknya kini doa Heni terjawab sudah. Tuhan memang terlalu baik kepadanya karena sudah banyak kebaikan demi kebaikan yang diberikan kepada Heni namun dirinya malah sering lalai dalam menjalankan kewajiban. "Terima kasih sudah menepati janji dengan mengunjungi Kenzo lebih sering, dulu, Kenzo sangat menginginkan bagaimana rasanya disayangi oleh Ayah, Kenzo juga menginginkan sebuah
Sudah beberapa hari ini Ino melihat anaknya selalu murung seperti tak ada lagi semangat hidup, bahkan pekerjaan di kantor pun menurun dan banyak sekali yang membatalkan kerja sama karena kurang puas dengan kinerja Ammar. Jika dibiarkan akan semakin buruk ke depannya, makanya itu Ino meluangkan waktu untuk berbincang empat mata bersama anaknya itu. "Hal apa yang sedang menggangu pikiranmu?" tanya Ino tak mau basa-basi. "Gak ada, Pah, hanya lagi capek saja," jawab Ammar berbohong. "Jangan berbohong, Papah tau kamu sedang menyembunyikan sesuatu, bahkan kamu bawa masalah itu dalam dunia bekerja, apa kamu sadar? Banyak yang membatalkan kerja sama karena mereka mengeluh kinerja kamu kurang baik akhir-akhir ini," bantah Ino. "Lebih penting perusahaan daripada anak kamu sendiri, Pah? Dari dulu selalu perusahaan yang di nomor satukan," sindir Ammar tersenyum miris. "Bukan begitu, masalah apa yang sedang kamu alami sampai kamu t
Rona bahagia juga terpancar di wajah cantik Amalia, setelah itu Amalia mencium tangan Alan sebagai bentuk bakti kepada suami. Tak mau melewatkan momen, untuk mengungkapkan kebahagiaannya, Alan mencium kening Amalia dengan penuh penghayatan. "Woi tahan woi, masih ada kita dan pak penghulu disini," celetuk Dafa membuat suasana yang tadi sempat tegang kini menjadi gelak tawa. Alan menahan malu karena sindiran temannya itu, Amalia juga tersipu malu hingga pipinya merah merona. "She's mine, makanya nikah biar gak nyindir mulu," sindir Alan membuat Dafa manyun. Ditengah suasana khidmat pernikahan Alan dan Ammar, ada salah satu penyusup yang ikut menyaksikan momen itu. "Alan juga mantan istrinya anda hari ini melangsungkan pernikahan, bos," ucap seseorang yang mengirim bukti foto serta video kepada Ammar. Melihat bukti yang dikirimkan seseorang kepadanya, membuat Ammar tak bisa menyimpan rasa amarahny
Sepekan kemudian, Seno sudah di perbolehkan untuk pulang, sesuai kesepakatan yang sudah dibuat, kedua orang tua Alan mendatangi rumah Amalia untuk menentukan hari baik sekaligus melamar secara resmi. Tak ada suguhan mewah karena kondisi yang masih seperti ini tidak membuat keluarga Alan tersinggung, justru pihak dari Alan malah meminta maaf karena terkesan terburu-buru, semua ini karena Alan yang selalu mendesak kedua orang tuanya untuk mendatangi rumah Amalia. Alan takut jika nantinya Amalia berubah pikiran lalu kembali ke pelukan Ammar, ia tidak menginginkan itu terjadi. "Maaf ya, Pak, Bu, kalau kedatangan kami terkesan mendadak," ucap Eko sungkan. "Tidak apa-apa justru kami yang minta maaf, semua jadi terhambat karena saya masuk rumah sakit," jawab Seno juga sungkan. Lalu kedua keluarga terlibat obrolan ringan dulu sebelum menuju inti pertemuan. Setelah basa-basi dirasa selesai, kini Eko mengutarakan maksud dan tuju
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y
Setelah mendengar jawaban dari Alan justru membuat mood Amalia memburuk. Akhirnya mereka saling diam dalam perjalanan. Kebetulan supir yang disewa Alan adalah temannya sendiri jadi dia sudah tau sedikit perihal masalah yang menimpa mereka berdua. Jika dia jadi Alan mungkin tidak akan kuat untuk terus mempertahankan cintanya yang tak pernah dianggap. "Namanya dua orang saling mencintai tidak selamanya selalu bersatu, terkadang mereka ditakdirkan untuk saling menyakiti meskipun di hati tersimpan perasaan yang sangat rapi, tidak semua dua insan yang saling mencintai itu bisa bersatu, banyak dari mereka berakhir sama-sama memiliki pasangan sembari menyimpan perasaan untuk orang yang ia cintai karena mereka sadar jika bersatu yang ada hanya saling melukai, tak hanya itu, banyak juga dari mereka yang berakhir dengan takdir berbeda alam, itu hal yang paling menyakitkan, mencintai namun alam memisahkan mereka, itu adalah level mencintai paling dramatis dan trag
Alan mengalami mimpi dimana dia juga Amalia sedang bertengkar hebat karena masalah Ammar, berulang kali Alan meyakinkan pujaan hatinya jika hanya dirinya lah yang terbaik bagi Amalia hingga akhirnya Amalia luluh juga. Ketika Alan terbangun, dia merasa sedih karena semua hanyalah mimpi semata, mimpi yang kebanyakan orang mengatakan hanyalah bunga tidur namun kenapa di dalam mimpi rasanya seperti kenyataan? Alan tidak menampik jika dirinya menginginkan mimpi itu menjadi kenyataan, bertahun-tahun menyimpan rasa dengan wanita yang sama itu tidaklah mudah. Bahkan ketika Amalia sudah resmi bercerai pun, Alan tak juga mampu meluluhkan hati Amalia, sungguh mengenaskan sekali nasib percintaannya. Hingga terbesit dalam pikirannya untuk menyudahi perasaan ini terhadap Amalia setelah itu ia akan membuka hati untuk wanita lain, tapi akankah itu semua berhasil? Ketika sedang melamun, Amalia menelpon, sebuah kebetulan yang tidak di sengaj