"Lihat tuh... Heni saja yang baru menjadi istrinya Ammar sudah bisa mengambil hati dan juga waktu, jangan salahkan anak saya jika semakin lama yang menjadi utama itu Heni," sindir Ina tersenyum sinis.
Mendengar penuturan sadis mertuanya membuat Amalia merasa rendah diri, sejak kejadian Heni pindah ke apartemen, setiap hari suaminya selalu pulang terlambat. Pernah di kala weekend Ammar sampai tak pulang dan ya sudah pasti suaminya berada di rumah singgah madunya."Makanya jadi istri itu ada gairahnya! Gak diam aja kek gini! Nyesel kan sekarang udah di kalahkan sama Heni!" ucap Ina lagi lalu berjalan ke luar rumah. Entah kemana perginya sang mertua yang jelas saat ini Amalia tengah fokus dengan perubahan suaminya.Berulang kali Amalia menelpon namun tak juga diangkat, apa sesibuk itu sehingga panggilan darinya tak berarti lagi?Akhirnya Amalia memutuskan ke kantor suaminya untuk meminta penjelasan atas semuanya.****Hari ini ada pertemuan rutin setiap 3 bulan sekali dan kebetulan bertepatan di rumah orang tua Ammar. Segala hidangan sudah siap tersaji dengan rapi dan menggugah selera, menu hari ini tak hanya dimasak oleh pembantunya saja melainkan lebih banyak yang pesan di restoran ternama langganan keluarga Ammar demi memangkas waktu. Satu per satu keluarga besar Ammar datang dan saling menyapa satu sama lain, hingga akhirnya tiba juga di acara makan-makan. Ketika semua keluarga sudah berada di meja makan, pandangan mereka justru tertuju pada Heni yang duduk di sebelah kiri Ammar sedangkan Amalia, sang istri berada di sebelah kanan. "Siapa dia?""Kenapa duduk di sana?"Begitulah kurang lebih bisik-bisik dari keluarga besar Ammar yang terdengar oleh Amalia juga Heni. Merasa kedua menantunya menjadi pusat perhatian akhirnya Ino memberi klarifikasi. "Selamat siang semua, terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk hadir dalam acara rutin keluarga, semoga hidangan yang kami sediakan cocok d
"Yuk berangkat, Mah," ajak Heni yang sudah tiba di rumah mertuanya beberapa saat lalu dengan dandanan yang sangat glamor, semua yang dikenakan pun barang branded yang terkenal. Ketika Heni dan Ina melintas keluar rumah, ada Amalia yang sedang duduk di teras depan entah menanti siapa, rasa penasaran menyelinap pada diri Heni. "Ngapain disitu, mbak?" tanya Heni penasaran. "Lagi nyantai aja, kalian mau kemana?" tanya balik Amalia yang melihat penampilan mertua dan madunya dari atas sampai bawah. "Mau shopping dong, mbak," jawab Heni dengan wajah angkuhnya lalu seketika ia memiliki ide untuk mengerjai kakak madunya itu. "Eh mbak mending ikut kami aja yuk daripada suntuk di rumah," ajak Heni yang membuat Amalia tak percaya begitu juga dengan Ina yang langsung memperlihatkan ekspresi tak sukanya. "Udah mbak ikut aja biar terlihat akrab, yuk," desak Heni lalu dengan terpaksa Amalia setuju. Ia sempat ke kamar sebentar untuk me
Tak mau lebih rendah dari kakak madunya, setelah makan di restoran bersama Ina selesai, Heni langsung bergegas menuju kantor Ammar dengan gemuruh yang ada di dada. "Buru-buru amat mau kemana, Hen?" tanya Ina mengekor di belakang Heni dengan langkah tergesa sampai kewalahan. Langkah Heni sangat cepat sekali, menandakan dia sedang marah apalagi raut wajahnya tak ada senyum sama sekali. ****Tiba di kantor suaminya, Heni langsung mencecar dengan segudang pertanyaan. "Mas Ammar jahat!" pekik Heni ketika membuka pintu ruangan Ammar. "Apa maksudnya?" tanya Ammar bingung. "Jahat!!! Pokoknya mas Ammar jahat! Mas Ammar gak adil! Bisa-bisanya antara aku dengan istrimu itu di bedakan! Udah aku diminta tinggal di apartemen, perihal uang belanja pun juga berbeda! Jahat kamu mas! Kamu gak adil jadi suami! Aku malu mas tadi di mall banyak yang ngelihatin gara-gara istri sah mu itu terus menyudutkan aku!!!" keluh Heni dengan suara cukup keras. "Apa-apaan sih! Gak jelas amat! Semua sudah aku kas
Hari ini Amalia memutuskan untuk lari pagi di bundaran ibu kota, banyak muda-mudi hingga lansia yang ikut meramaikan lari pagi ini. Amalia yang datang sendirian tentu saja menjadi bahan godaan para pria bujang yang tujuannya kesini tak hanya untuk olahraga saja melainkan ajang cari jodoh. Namun sayang sekali Amalia tak menggubris dan malah terkesan cuek. Hingga akhirnya tanpa sengaja seseorang menabrak Amalia dan membuatnya nyaris terjatuh, untung saja seseorang itu sigap menangkap. "Amalia, benarkah itu kamu?" tanya seseorang memastikan dan Amalia cukup lama memperlihatkan pria itu sambil berpikir siapa dia. "Kamu, Alan? Benar bukan?" tanya Amalia memastikan dan orang itu tersenyum senang karena setidaknya Amalia tak melupakannya. "Benar, ini aku, Alan, lama tak jumpa ya, gimana kabarmu?" tanya orang itu yang ternyata bernama Alan. "Iya, kabarku baik bagaimana denganmu?" tanya balik Amalia sedikit canggung.
"Hai, Amalia, apakah sudah sampai rumah dengan selamat? Save nomerku ya, Alan," isi chat Alan yang membuat Amalia kaget. Darimana dia tau nomer Amalia? Seketika Amalia teringat disaat makan bubur ayam memang Alan sempat meminjam ponselnya dengan alasan untuk menghubungi karyawannya, Amalia yang tak menaruh curiga sedikitpun itu langsung saja memberikan ponsel. "Ah! Ada-ada saja akal mu, Alan, ternyata sifat tak mudah menyerah mu masih saja seperti dulu, segudang cara dilakukan untuk menggapai keinginanmu," batin Amalia geleng-geleng kepala lalu membalas pesan Alan. "Sudah sampai rumah nih, oke sudah aku save," jawab Amalia lalu menyimpan nomer Alan. Pesan yang dibalas Amalia langsung dibaca oleh Alan dengan cepat, namun sayangnya Amalia merasa haus jadinya ke bawah mengambil minum. "Syukurlah, next time kita ketemu lagi ya nanti aku jemput deh, gak nyangka kita bakal bertemu lagi setelah sekian lama, sampai saat ini aku masih gak menyangka loh
"Hai, Amalia, apakah sudah sampai rumah dengan selamat? Save nomerku ya, Alan," isi chat Alan yang membuat Amalia kaget. Darimana dia tau nomer Amalia? Seketika Amalia teringat disaat makan bubur ayam memang Alan sempat meminjam ponselnya dengan alasan untuk menghubungi karyawannya, Amalia yang tak menaruh curiga sedikitpun itu langsung saja memberikan ponsel. "Ah! Ada-ada saja akal mu, Alan, ternyata sifat tak mudah menyerah mu masih saja seperti dulu, segudang cara dilakukan untuk menggapai keinginanmu," batin Amalia geleng-geleng kepala lalu membalas pesan Alan. "Sudah sampai rumah nih, oke sudah aku save," jawab Amalia lalu menyimpan nomer Alan. Pesan yang dibalas Amalia langsung dibaca oleh Alan dengan cepat, namun sayangnya Amalia merasa haus jadinya ke bawah mengambil minum. "Syukurlah, next time kita ketemu lagi ya nanti aku jemput deh, gak nyangka kita bakal bertemu lagi setelah sekian lama, sampai saat ini aku masih gak menyangka loh
Setelah keluar dari UGD, Amalia langsung ditempatkan di ruang rawat inap kelas VVIP, di sana ruangannya sangat nyaman sehingga Amalia bisa sedikit rileks ya walau seenak apapun ruangan dan makanan di rumah sakit tapi masih enak tidur dan makan di rumah. Setelah melakukan serangkaian perawatan dan juga sempat CT Scan, dokter mendiagnosa jika dinding rahim Amalia mengalami sobekan yang sangat membahayakan fisik Amalia apalagi dokter juga menyatakan jika Amalia mengalami keguguran, sungguh berita itu membuat Amalia kaget bukan main. Kondisi rahim yang sudah tidak baik-baik saja membuat Amalia diminta untuk tidak hamil dulu 2-5 tahun untuk menyembuhkan luka yang ada di rahimnya. Meskipun lukanya tidak bisa sembuh total setidaknya bisa meringankan resiko dan operasi yang dilakukan bisa mengembalikan kondisi rahim seperti semula. "Aku gak menyangka jika didalam perutku tumbuh malaikat kecil yang tak berdosa dan kenapa ia hadir hanya sekejap saja? Ke
Hari demi hari yang dilalui Amalia di rumah sakit lebih banyak ditemani oleh Alan ketimbang Ammar. Berulang kali kedatangan Ammar selalu mendapat penolakan darinya, hati Amalia masih sangat sakit harus menelan semua kepahitan dengan bertubi-tubi. "Besok kata dokter sudah boleh pulang, Mal," ucap Alan membuka obrolan. "Iya aku tahu, boleh aku minta tolong?" tanya Amalia dengan tatapan sendu."Tentu saja, kamu butuh apa?" tanya Alan. "Besok antar aku pulang kampung, aku ingin menangkan diri di sana dan satu hal lagi, jangan beritahu Ammar jika besok aku sudah boleh pulang," pinta Amalia. "Jika kamu ingin menangkan diri dengan pulang ke rumah orang tuamu itu bagiku bukan suatu solusi, pastinya kedatangan mu di sana dengan berbagai cerita kesedihan akan semakin membuat kedua orang tuamu bersedih, memang aku tidak melarang untuk kamu bercerita kepada orang tuamu sendiri, tapi saran dariku, lebih baik kamu tinggal sementara di rum