"KAMU DIMANA, AMMAR?"
"BAGUS... GAK USAH JAWAB PANGGILAN DARIKU SEKALIAN!!!""DEMI PEREMPUAN ITU KAMU TEGA MENINGGALKAN AKUN DISINI SENDIRIAN!!!""SETIDAKNYA JUJURLAH JIKA KAMU KE KOTA UNTUK BERTEMU PEREMPUAN ITU!!! JANGAN BERALASAN PERUSAHAAN MU SEDANG ADA MASALAH, INGAT AMMAR! UCAPAN ADALAH DOA!!!!"Isi chat dari Amalia membuat Ammar kaget bukan main, ia sangat bingung dengan semua pesan yang dibaca.Karena jika Ammar membalas akan semakin lama dan takut suasana semakin keruh, Ammar langsung menelpon Amalia."Ayolah sayang angkat teleponnya, jangan asal menuduh saja bahkan aku tak tau kamu berbicara seperti itu dengan bukti apa," gumam Ammar yang tengah gusar karena Amalia tak kunjung mengangkat teleponnya.Pada deringan ketiga barulah Amalia mengangkat panggilannya."Halo sayang? Kamu kenapa kok marah-marah begitu??? ada masalah apa? Apa yang kamu maksud itu? Aku sama sekali tak mengerti,"Sepekan sudah Ammar berada di kota untuk menyelesaikan masalah yang ada, bukannya semakin membaik malah keadaan menjadi buruk. Setelah ia mengantongi cukup bukti bahwa memang ibu kandungnya lah dalang dibalik semua ini, Ammar bingung harus melakukan pelajaran apa untuk ibunya. Jika di laporkan ke pihak berwajib Ammar tidak tega, memaki habis-habisan Ammar juga segan. Hanya kebingungan yang saat ini menemani Ammar. Ayahnya pun akhirnya tau dan tentu saja merasa kecewa, untuk apa istrinya melakukan hal sebesar ini? Sama saja istrinya hampir membuat Ammar bangkrut. Sampai saat ini motifnya pun belum diketahui, Ina terus bungkam dan kini malah pergi entah kemana. "Pah... Bagaimana ini?" tanya Ammar kebingungan. "Kamu tenang saja, apa yang harus papah bantu? Kembalikan dulu kondisi perusahaan setelah itu pikirkan mamah, mau bagaimana pun dia orang tua kandungmu, jangan gegabah dalam memberinya ganjaran, dia juga dulunya berjasa sangat besar dalam melahirkan juga membesarkan kamu ya mes
Akhirnya Amalia sudah bisa meninggalkan ibunya setelah Amalia memastikan sendiri keadaan ibunya sehat dan bisa kembali beraktivitas. Meskipun begitu Amalia tetap menegur ibunya jangan terlalu capek, jika terasa lelah segera istirahat. Amalia berpamitan untuk kembali ke kota tempat dimana ia tinggal bersama suaminya sekarang, berat hati meninggalkan ibunya lagi tapi mau gimana pun sekarang Amalia sudah menjadi istri orang, tak baik terus menerus meninggalkan suaminya apalagi ada ular yang sedang mencoba menjadi duri dalam rumah tangganya. "Tolong nanti jemput aku di bandara pukul 2 siang mas, aku pulang hari ini," chat Amalia yang sejujurnya sangat sedih karena harus pulang ke kota seorang diri, seharusnya suaminya kesini dan mengajak Amalia pulang, namun harapan seolah sirna setelah dengan telinganya sendiri ada perempuan lain yang beraninya menjawab telepon. Semenjak kejadian itu Amalia menjadi malas untuk berkomunikasi dengan suaminya, baru hari
Hubungan Amalia dengan Ammar semakin renggang bahkan kini Amalia sangat acuh kepada suaminya. Ammar semakin pusing memikirkan ini semua dan berusaha mencari cara untuk membuktikan semua, ketika Ammar sedang menatap langit dinding kamarnya, ia baru tersadar jika ada CCTV. Saking penatnya atau memang Ammar yang terlalu lemah menghadapi semua, ia sampai tidak menyadari jika ada CCTV yang sudah lama terpasang. Seketika Ammar bergegas ke ruangan kerjanya untuk melihat rekaman ulang CCTV yang terjadi pada hari dimana Amalia memergoki ada wanita di kamar mereka, Ammar penasaran siapa perempuan itu. Menit demi menit sudah Ammar pantau tanpa melewatinya hingga akhirnya terlihat seorang perempuan yang tengah mengendap-endap masuk ke kamar mereka. "Siapa dia? Beraninya masuk ke ruangan pribadiku tanpa permisi!!! Jadi apa yang di tuduhkan Amalia benar adanya? S*it!!!!!" umpat Ammar menggebrak meja. Ammar kini sangat merasa bersalah dengan istrinya ka
"Apa tujuanmu melakukan semua ini? Kenapa juga setelah aku memanggil Ammar kamu malah menghilang?" cecar Amalia. "Jangan bilang terpaksa dan suruhan orang lagi!!!! Bosan saya mendengar alasanmu!" bentak Ammar. "Maaf Pak... Hiks.. Hiks..." jawab Heni menangis sesenggukan. "Jelaskan semuanya!!!!" bentak Ammar sambil melempar vas bunga dihadapan Heni. "Iya iya saya akan jujur pak, saya disuruh sama nyonya besar untuk membuat kalian bertengkar, maafkan saya pak," jawab Heni cepat sehingga keceplosan. Setelah mengucapkan itu Heni membekap mulutnya. "Mamah lagi????" ucap Ammar dengan suara meninggi. Tak perlu waktu lama, Ammar menghubungi Ina yang sedang pergi, awalnya Ina bingung kenapa anaknya meminta untuk segera pulang, perasaan Ina mendadak tak enak setelah mendengar anaknya tengah mengamuk. "Ada masalah apa lagi sih ini, semenjak gadis kampung itu jadi istrinya Ammar yang ada hanyalah masalah masalah dan masalah terus, emang dasar wanita pembawa si-al!" umpat Ina yang terpaksa i
Pertengkaran yang tengah terjadi di keluarga suaminya membuat Amalia menjadi tak enak hati. Ia merasa semua pertengkaran dan permasalahan yang terjadi akibat dirinya. Berulang kali Ammar selalu membela Amalia di hadapan keluarganya, hal yang langka dilakukan pria ketika sudah memiliki istri. Sebenarnya Amalia bersyukur memiliki suami yang benar mencintainya dengan tulus namun sikap ibu mertuanya sering kali membuat Amalia tertekan. "Ammar... Bolehkah kita bicara sebentar?" tanya Amalia dengan hati-hati. "Tentu boleh sayang, ada hal apa?" tanya Ammar dengan merapikan rambut istrinya yang tengah tergerai indah. "Aku merasa jika semua masalah ini akulah penyebabnya, berulang kali kamu terus membelaku di hadapan kedua orang tuamu," ucap Amalia dengan wajah sedih. Mendengar hal itu membuat Ammar merasa tersinggung, ia lantas memberi isyarat istrinya untuk diam dengan meletakkan telunjuknya di bibir Amalia. "Jangan mengatakan itu
"Heh sini kamu!" panggil Ina dengan wajah yang tak senang. "Siapa namamu? Saya lupa," tanya Ina ketus. "Nama saya Heni, nyonya, ada apa lagi nyonya?" tanya Heni yang wajah ketakutan. Ina mendekati Heni dengan tatapan yang sangat tajam, langkah demi langkah yang terdengar dari suara heels mewah dan mahal Ina membuat hati Heni semakin was-was. "Bawa dia," perintah Ina yang tanpa disadari oleh Heni jika di belakangnya sudah ada dua bodyguard dengan badan yang gagah dan tinggi. Membawa Heni bukanlah perkara yang sulit bagi bodyguard sewaan Ina. Kemudian Heni dipaksa masuk ke mobil dan nantinya akan dibawa ke suatu tempat, sebelum mobil melaju terlebih dahulu mata Heni di tutup oleh kain hitam yang sudah dipastikan tidak bisa tembus pandang. ****Akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang terlihat sudah lama tidak dirawat bahkan rumput pun sampai menjulang tinggi, tapi anehnya disini tidak ada bangunan lain, hanya rumah
"Bukan begitu nyonya, jadi saya punya ide yang sepertinya cukup ekstrem tapi kemungkinan besar akan berhasil nyonya, tolong pertimbangkan dengan baik, anda ingin tuan Ammar lepas dari Amalia, bukan? Hanya ini satu-satunya cara, nyonya, apa nyonya lupa jika saya ini bukan dari orang miskin seperti menantu nyonya, saya hidup di kota dan keluarga saya terbilang cukup kaya nyatanya bisa menyekolahkan saya sampai kuliah S2, nyonya tau sendiri kan standar karyawan di perusahaan tuan Ammar? Saya terpilih dan langsung menjabat pada bagian yang cukup penting di perusahaan, saya ini bekerja tidak satu atau dua tahun loh nyonya, sudah 6 tahun saya berada di sana jadi setidaknya untuk menjadi menantu dari keluarga nyonya tidak cukup memalukan, pikirkan lagi nyonya, kemari lah saya beritahu rencananya," ucap Heni dengan sebaik mungkin agar tak jadi di eksekusi. Ina pun mendekat dan ketika sudah mendengar rencana yang ada di pikiran Heni, senyum mengembang terlukis diwajahnya. "Apa kamu yakin ini
Tok... Tok... Tok... Suara ketukan pintu terdengar berirama, menandakan ada seseorang yang ingin masuk ke ruangan kerjanya Ammar. "Masuk...." begitulah jawab Ammar setengah berteriak dari dalam. Setelah pintu terbuka, Ammar tak menyadari siapa yang ada di depannya, ia pikir pasti sekretaris yang meminta tanda tangan. Namun tiba-tiba seseorang itu sudah berada di sisi kiri Ammar sambil meletakkan kopi di meja. "Ka...kamu? Ngapain disini? Mau apa?" tanya Ammar ketus sekaligus kaget. "Tidak ada pak, pekerjaan saya sudah mau selesai, tadi saya ke pantry lalu kepikiran sekalian buatin bapak juga," jawab Heni dengan santainya. "Gak perlu repot-repot, saya masih bisa menyuruh sekretaris atau telpon OB langsung," ucap Ammar ketus. "Iya Pak... Ini bentuk rasa terima kasih saya karena bapak sudah percaya lagi dengan memberikan saya pekerjaan disini, silahkan di minum pak mumpung masih hangat, saya permisi dulu," pamit Heni yang membuat Ammar m