Di kediaman keluarga Winarta.
Dareen memasukkan mobil-nya ke dalam garasi mobil. Ia keluar dari dalam mobil dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Dareen membuka kotak ponsel barunya, karena ponsel lama Dareen hilang di jambret oleh pencuri."Gue kabari Feesa deh, pasti dia khawatir banget sama gue yang gak ada kabar selama seminggu ini..." gumam Dareen yang langsung menghidupkan ponsel barunya.Ia menekan nomor kekasihnya namun nomor Nafeesa tidak aktif. Dareen terus menghubungi kekasihnya, dan tetap saja nomor gadis tersebut tidak aktif."Tumben gak aktif, atau jangan-jangan baterai ponsel-nya habis? Gak mungkin, Nafeesa 'kan rajin nge-charger ponsel..." ucap Dareen pelan."Nanti gue ke rumah dia aja kali ya, siapa tau ponsel-nya emang kehabisan baterai..." sambung Dareen yang melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.Terlihat kedua orang tua Dareen tengah duduk bersama istri kakaknya. Dareen menghampiri mereka dan memeluk kedua orang tuanya dengan erat."Akhirnya kamu pulang, kenapa gak kabarin Mama dan Papa? Udah lupa sama kami berdua?" ucap Nyonya Riska."Mama kok ngomong gitu. Pekerjaan disana banyak banget loh, Ma. Dareen jadi gak bisa kasih kabar ke Mama..." balas Dareen."Gapapa sayang, yaudah istirahat ya. Nanti Nana bakal kesini..." sambung Nyonya Riska."Ah, iya. Nana besok tunangan 'kan, Ma?" Tanya Dareen."I-iya," balas Nyonya Riska."Jadi gak sabar, siapa sih cowok yang mau ngajak Nana tunangan. Padahal Nana gak cantik-cantik amat, haha." sambung Dareen.Kedua orang tua Dareen hanya diam dan istri dari Zay hanya bisa menatap sendu adik iparnya, yang tak tau bahwa yang akan bertunangan adalah dia dan Nana. Dareen melepas pelukannya dan meminta izin untuk masuk ke dalam kamar. Zay yang baru pulang dari kantor langsung menatap Dareen dengan tatapan yang tak bisa diartikan.Zay berjalan melewati istri dan kedua orang tuanya. Ia masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya. Di dalam kamar, Dareen terus saja menatap ponsel-nya menunggu balasan dari sang kekasih. Karena sudah 1 jam lamanya dia menunggu balasan, Nafeesa."Dih, kemana sih dia. Kok gak bales chat dari gue, di telepon nomernya gak aktif..." ujar Dareen.Karena khawatir pria itu langsung mengambil jaket dan kunci mobil-nya. Saat sudah berada di luar kamar, Zay membuka pintu dan mendorong adiknya agar kembali masuk ke dalam kamar.Dareen menatap Zay dengan tatapan bingung, "kenapa bang?" Tanya Dareen."Lo mau kemana?" Tanya Zay."Mau ketemu calon bini lah bang, ya kali mau cari bencong..." balas Dareen sambil terkekeh."Lo beneran mau tunangan sama, Nana. Kok gue gak tau?" Tanya Zay."Ha?" ucap Dareen yang bingung."Kemaren Nafeesa kesini, Lo pernah berhubungan sama dia?" Tanya Zay lagi."Maksud lo bang?" Tanya Dareen yang menatap serius Zay."Lo pernah berhubungan suami-istri dengan, Nafeesa?" Sambung Say lagi.Dareen mengangguk dan menatap Zay kembali. Zay menghela napasnya, kemudian memegang bahu adiknya."Nafeesa hamil, dan orang tua kita nyuruh dia buat gugurin kandungannya, karena katanya itu akan menjadi aib. Nafeesa dan Bilqis kemarin kesini, buat ketemu lo untuk meminta pertanggung jawaban. Tapi Mama dan Papa malah ngusir mereka, gue udah telepon lo tapi nomor lo gak aktif. Mama dan Papa bilang besok pertunangan lo sama Nana. Gue yakin, Nafeesa sedih mendengar kabar itu..." jelas Zay.Tubuh Dareen tiba-tiba membeku, Nafeesa 'hamil' dan kedua orang tuanya menyuruh kekasihnya itu untuk menggugurkan calon cucu mereka. Dareen mengepal tangannya dengan kuat, ia mendorong tubuh Zay hingga tubuh pria itu terjatuh ke atas kasur. Dareen keluar dari dalam kamar, dan menghampiri kedua orang tuanya. Dareen menatap tajam, kedua orang tuanya yang tengah mengobrol bersama Nana yang baru saja datang."Maksud Mama dan Papa apa? Dareen gak mau tunangan sama Nana. Mama dan Papa tau 'kan, Dareen udah punya Nafeesa! Terus kenapa Mama dan Papa ngusir ibu dari anakku ha! Kenapa?! Nafeesa hamil anak Dareen, Ma. Cucu kalian," Bentak Dareen.Untuk kali pertamanya Dareen murka, tatapannya membuat semua orang lain takut jika melihatnya. Zay menyusul adiknya dan berdiri di belakang adiknya."Oo, gadis jalang itu sudah mengabari mu? Cucu? Haha Papa tidak pernah menginginkan cucu yang keluar dari rahim gadis jalang itu. Lupakan gadis jalang itu..." jelas Tuan Beni."Jaga mulutmu, Papa. Dia bukan jalang!" Tegas Dareen."Kalau bukan jalang, mana mungkin dia merelakan tubuhnya disentuh oleh kamu..." sambung Tuan Beni.Dareen kesal dan akan memukul wajah Tuan Beni, namun secepat mungkin ditahan oleh Zay. Karena dia tidak ingin adiknya memukul siapa pun."Lepasin gue, bang! Gue gak terima Nafeesa dihina kaya gini..." tegas Dareen."Lo tenang, kalau lo marah kayak gini. Nanti Papa ngira Nafeesa yang ngajarin lo buat ngelawan, Papa." Zay.Dareen membenarkan ucapan kakaknya, ia mencoba menahan emosi. Zay menarik tangan adiknya untuk masuk ke dalam kamar, sedangkan Nana hanya bisa terdiam saat mendapatkan penolakkan dari Dareen."Jangan kamu pikirkan ya, Dareen akan tetap bertunangan denganmu..." ucap Tuan Beni."Iya, om. Saya percayakan pada om dan tante," balas Nana..Dareen menepis tangan Zay, dan langsung mengacak rambutnya karena frustasi."Mending lo cari Nafeesa, jelasin ke dia. Lo tanya juga tentang kehamilannya. Lo emang harus tanggung jawab Dareen..." jelas Zay."Nafeesa gak ada kabar, bang. Nomor nya aja gak aktif," balas Dareen."Ke rumahnya aja, abang temenin." sambung Zay.Dareen mengangguk dan langsung berlari keluar dari rumah tersebut. Mengabaikan keberadaan orang yang berada di ruang tamu. Zay mengikuti adiknya dari belakang, dan mereka pun masuk ke dalam mobil."Buruan bang," ajak Dareen.Zay mengangguk dan menghidupkan mobil-nya menuju rumah, Nafeesa. Hanya memerlukan beberapa menit saja, mobil Zay berhenti di depan rumah Nafeesa dan Bilqis. Kedua pria tersebut keluar dari dalam mobil, dan melangkahkan kaki menuju pintu masuk.TokTokSudah tiga kali Dareen mengetuk pintu rumah, namun tidak ada respon dari pemilik rumah. Zay berjalan ke belakang rumah dan mengintip lewat jendela, terlihat sekali kalau rumah itu kosong. Zay kembali menghampiri adiknya, untuk memberitahu bahwa tidak ada siapa pun di rumah."Mereka gak ada di rumah..." ujar Zay."Permisi, cari siapa ya?" Tanya seorang pria paruh baya yang bertugas sebagai satpam kompleks."Pemilik rumahnya ada di rumah?" Tanya Dareen."Ah, mereka sudah pindah beberapa hari yang lalu. Jadi rumah ini sekarang sudah kosong..." balas satpam.Dareen dan Zay langsung terkejut, sedangkan satpam tersebut pergi meninggalkan kedua pria tampan itu. Dareen menundukkan kepalanya dan air matanya tiba-tiba saja menetes. Sesak rasanya saat gadis yang ia cintai meninggalkannya. Zay yang mengerti akan perasaan Dareen, tanpa pikir panjang langsung memeluk adik kesayangannya."Kita cari mereka, dan berdoa Nafeesa beserta anakmu baik-baik saja.." ucap Zay.Dareen hanya diam dan semakin terisak dipelukkan sang Kakak. Zay terus saja mencoba menenangkan adiknya, agar tidak terlalu berlarut dalam kesedihan..Setelah mengetahui bahwa kekasih adiknya pindah, Zay memilih untuk membawa Dareen pulang ke rumah. Untuk saat ini, adiknya harus dalam pantauannya. Ia takut Dareen melakukan hal-hal yang buruk jika berada di apartemen."Masuk gih, istirahat." ujar Zay.Dareen hanya diam dan menatap kosong sang kakak. Kemudian ia masuk ke dalam rumah, menuju kamarnya. Ia mengabaikan orang-orang yang berada di ruang tamu."Dareen kesini kamu," perintah Tuan Beni.Dareen tidak merespon dan menaiki anak tangga, ia malas berdebat dengan ayahnya. Saat Tuan Beni akan mengejar Dareen, Zay langsung menahan tangan ayahnya."Biarkan dia sendirian, jangan ganggu dia..." ujar Zay menatap datar Tuan Beni."Kamu jangan ikut campur ya, ikuti kemauan Papa. Lebih baik kamu memberi Papa dan Mama cucu, sudah hampir setengah tahun menikah tapi belum juga memberikan cucu pada kami..." tegas Tuan Beni.Zay menepis tangan ayahnya, ia menatap tajam kedua mata Tuan Beni. Kemudian ia memilih masuk ke dalam kamar, karena kesal pada Tuan Beni yang terlalu memaksakan kehendak. Sedangkan istri Zay hanya bisa diam di sofa ruang tamu."Punya anak gak ada yang bisa membanggakan orang tua..." ketus Tuan Beni.Zay yang mendengar perkataan ayahnya langsung mengepal kedua tangan dan mencoba untuk mengabaikannya. Zay membanting pintu kamar, membuat semua yang berada di ruang tamu terkejutnya bukan main. Mereka menatap ke arah pintu kamar Zay sambil memegang dada masing-masing. Mira (istri Zay) menyusul Zay yang sudah berada di dalam kamar. Mira mendekati suaminya yang tengah duduk sisi ranjang kasur. Ia menyentuh bahu Zay, dan langsung ditepis oleh pria tampan tersebut."Mas," panggil Mira."Diam!" Tegas Zay..Di dalam kamar, Dareen hanya diam di dekat balkon kamarnya. Ia memeluk foto Nafeesa yang sering ia bawa kemana pun ia pergi. Dareen menatap keluar kamar dengan tatapan yang sangat kosong."Kamu kemana sayang? Kenapa kamu tinggalin aku," lirih Dareen."Kembalilah, aku merindukanmu." sambung Dareen."Kita besarkan buah cinta kita bersama," ucap Dareen lagi, dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya."Kembali, Feesa!" Teriak Dareen sambil mengacak rambutnya dengan frustasi.Zay yang mendengar teriak dari dalam kamar adiknya. Ia langsung berlari dan masuk ke dalam kamar, Dareen.Ceklek!Saat pintu terbuka Zay langsung melihat keadaan Dareen sudah sangat kusut, kamar yang tadinya rapi sekarang sudah sangat berantakan. Zay langsung menghampiri adiknya dan merengkuh tubuh Dareen dengan erat. Dareen mencoba untuk mendorong tubuh Zay, namun Zay mengerahkan semua tenaganya agar tidak terdorong oleh, dorongan Dareen."Tenangkan dirimu, Dareen. Please jangan seperti ini..." lirih Zay.Tuan Beni, Nyonya Riska, Nana dan Mira terkejut saat melihat keadaan kamar Dareen. Mereka juga lebih terkejut saat melihat Dareen sudah sangat kusut dan berteriak tak karuan, sudah seperti orang gila."Kamu kenapa, Dareen?" Tanya Tuan Beni dengan tampang tak bersalah.Zay yang mendengar pertanyaan ayahnya langsung menatap Tuan Beni dengan tatapan tajam. "Kenapa kata, Papa? Ini hasil ulah kalian berdua, yang sudah merebut kebahagian Dareen. Keegoisan dan sifat keras kepala, serta pemaksaan kalian yang membuat Dareen seperti ini! Sekarang sudah puas! Sudah puas membuat Dareen seperti orang yang sudah kehilangan arah?! Sudah puas melihat Dareen seperti orang gila?! Puas?!" Tegas Zay yang sudah sangat emosi melihat sikap kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya hanya mementingkan kebahagiaan mereka saja. Mereka tidak memikirkan kebahagiaan Zay dan Dareen.Tuan Beni dan Nyonya Riska terkejut melihat Zay yang tiba-tiba membentak mereka. Mira mendekati Zay dan menyentuh tangan suaminya, namun Zay langsung menepis tangan Mira."Sudah saya bilang jangan sentuh saya! Oh, Papa mau cucu 'kan? Buat sana sama gadis pilihan Papa, buat sekalian lima anak biar anda puas!" Sambung Raka.Plak!Satu tamparan berhasil mendarat di pipi, Zay. Mira sudah tidak tahan dengan ucapan, suaminya."Jaga mulut kamu, aku istri kamu Zay!" Bentak Mira.Zay hanya menyunggingkan senyumnya dan kembali menatap Dareen yang masih menangis di pelukannya. "Kamu istirahat ya. Abang akan berada disisi kamu." ucap Zay.Zay membawa adiknya ke atas kasur dan menyelimuti tubuh, Dareen. Ia menatap kedua orang tuanya, istri dan calon tunangan Dareen."Pergi," ucap Zay dengan lembut.Mira yang mendengar suara lembut suaminya, langsung membeku. Semua orang terkejut saat mendengar Zay yang mengeluarkan suara lembutnya. Tuan Beni, Nyonya Riska, Mira dan Nana langsung keluar dari kamar Dareen. Tersisa, Dareen dan Zay saja di dalam kamar. Raka mengusap rambut adiknya, dan seketika air matanya pun menetes."Abang gak bakal biarin kebahagiaanmu hancur. Abang akan berusaha mencari keberadaan Nafeesa dan yang lainnya. Abang bakal bantu kamu, Dareen. Abang tidak mau kamu seperti Abang, yang harus merelakan gadis yang dicintai. Abang akan berjuang mencari kekasihmu..." jelas Raka."Aku mencintai Nafeesa, bang. Sangat mencintainya, aku ingin bersama Nafeesa bang..." lirih Dareen. [.]Lima tahun kemudian. Seorang anak laki-laki tengah duduk di halaman rumah sambil memainkan rubik. Anak laki-laki itu hanya diam, sambil terus menunduk fokus menyusun rubik agar semua warna tersusun sama. Disisi lain, ada dua orang wanita tengah menatap anak laki-laki tersebut dari balik jendela. "Dia sudah besar sekarang," gumam salah seorang gadis tersebut. "Andai dia tidak memiliki syndrom asperger, pasti anakku akan bisa hidup normal seperti layaknya anak-anak lainnya. Yang bisa bersosialisasi pada siapa saja," balas Nafeesa yang menatap sendu putranya. Bilqis menatap temannya dan langsung memeluk tubuh, Nafeesa. "Sudah menjadi takdirnya, Nafeesa. Intinya kita harus terus menyemangatinya dan mencoba mengajarinya agar bisa bersosialisasi pada anak yang seusianya, sekarang di juga lagi terapi. Jadi kita doakan semoga dia bisa seperti anak lainnya..." jelas Bilqis. Sindrom Asperger adalah gangguan neurologis atau saraf yang tegolong ke dalam gangguan spektrum autisme. Kebanyakan a
"Nathan kita pergi sekarang," ucap Nafeesa dengan menggerakkan tangannya ke arah Nathan, sebagai bahas isyarat. Nathan menganggukkan kepalanya dan menghampiri, sang ibu yang sudah menunggunya di depan mobil. Nafeesa menggendong Nathan, dan memasukkan anaknya ke dalam mobil. Tak lupa ia memakaikan sabuk pengaman untuk putranya. "Ganteng banget anak bunda," ujar Nafeesa sambil mencium pipi, Nathan. Sedangkan anak laki-laki itu hanya fokus memainkan rubik miliknya. Nafeesa berjalan ke arah pintu mobil dan duduk di kursi kemudi. Mobil pun dihidupkan, Nafeesa menyetir mobil menuju tempat yang akan ia datangi bersama, Nathan. Setelah beberapa menit di perjalanan, Nafeesa memberhentikan mobil di depan Water Blaster Graha Candi Golf. Nafeesa lebih dulu keluar dari dalam mobil, kemudian berjalan ke arah pintu mobil kursi samping kemudi. Nafeesa membuka pintu mobil untuk anaknya dan membantu Nathan untuk keluar dari mobil. "Ayo," ajak Nafeesa sambil mengulurkan tangannya. Nathan membalas ul
Nafeesa, Bilqis dan Fatih yang tengah menggendong Nathan berjalan keluar bandara. Mereka baru saja tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, sudah ada sebuah mobil yang menunggu mereka di depan bandara. "Wih, mentang-mentang bos. Udah ada aja yang standby nungguin disini..." ujar Fatih. "Pastilah, bos gitu loh..." jawab Bilqis. "Sombong amat, Kak." ketus Fatih. Nafeesa hanya terkekeh melihat adiknya yang tak pernah akur dengan Bilqis. Ia menatap Nathan yang masih tertidur di gendongan, adiknya. "Buruan gih masuk mobil, kasihan kalau Nathan tidurnya dalam posisi seperti itu..." sahut Nafeesa. Bilqis dan Fatih langsung masuk ke dalam mobil, kemudian Nafeesa pun ikut masuk ke dalam mobil tersebut. Mobil pun berjalan menuju rumah yang baru Bilqis beli. Di dalam mobil, Bilqis asik menatap kaca karena lipstik yang ia pakai mulai memudar. Fatih yang melihatnya hanya bisa memutar bola mata dengan malas, sedangkan Nafeesa hanya diam sambil menatap layar ponsel-nya. "Padahal kita bisa tinggal
Di Kediaman Keluarga Winarta.Ayah dan Ibu dari Tuan Beni, tengah duduk sambil memikirkan anak laki-laki yang mereka temui di panti asuhan 'Kasih Sayang Ibu' tadi. Mereka membuka album foto yang ada di ponsel dan melihat foto masa kecil Dareen. "Lihat ini mirip sekali, Daddy. Jangan-jangan Dareen memiliki anak," ujar Nyonya Sukma selaku Nenek dari Dareen dan Zay."Mungkin saja, karena ini memang sangat mirip dengan Dareen. Kamu ingat gadis yang diajak cucu kita waktu mampir ke rumah?" Jawab Tuan Teguh."Ingat gadis cantik itu 'kan? Sekilas anak laki-laki itu juga mirip dengan gadis yang dibawa oleh cucu kita. Mommy jadi semakin yakin itu adalah cicit kita, Dad." jelas Nyonya Sukma."Kita tanyakan ke Dareen dan yang lainnya, jika tidak ada juga yang mengaku mungkin Daddy akan menyuruh pengawal untuk memeriksa data-data keluarga anak laki-laki tersebut..." sambung Tuan Teguh.Dareen masuk ke dalam rumah dengan wajah murung, karena selama lima tahun ini tidak ada senyuman yang menghiasi
Nafeesa berada di supermarket bersama Nathan dan Fatih. Ibu satu anak itu tengah memilih makanan ringan untuk cemilan di rumah, apalagi Nathan paling hobi mengemil makanan. Sedangkan Fatih dan Nathan tengah mencari coklat kesukaan mereka. "Filosofi coklat apa?" Tanya Fatih yang menyodorkan coklat kesukaan Nathan. "Cokelat memiliki makna simbolik cinta, perhatian dan komitmen. Banyak yang percaya bahwa cokelat memiliki efek magis dan bila dibagi di antara dua orang, bahkan bisa membuat mereka saling jatuh cinta..." jelas Nathan sambil mengambil coklat yang ada di tangan sang Paman. Fatih menganggukkan kepalanya dan menggandeng tangan keponakannya, mereka berdua mencari keberadaan Nafeesa yang sedari tadi asik mencari makanan ringan. "Permisi bisa geser sebentar," ucap Nafeesa dengan ramah. Pria yang berdiri di depan rak khusus keripik langsung membalikkan badannya dan sedikit bergeser. Nafeesa dan pria itu langsung mematung, kemudian mereka saling tatap satu sama lainnya. "Feesa?"
Dareen memilih pulang ke apartement miliknya, karena tidak menemukan wanita yang tadi ia tabrak. Pria itu mengacak rambutnya dan menatap foto Nafeesa dan dirinya yang terpampang jelas di dinding kamar. "Kamu kemana sih sayang, aku rindu." lirih Dareen. Ting Tong Bel apartement berbunyi, Dareen hanya tetap diam dan pintu apartment terbuka. Zay berjalan memasuki apartement dan masuk ke dalam kamar adiknya. Terlihat Dareen tengah terlihat berantakan, Zay mendekati adiknya. "Kenapa?" Tanya Zay. "Tadi gue liat Nafeesa, Bang. Tapi dengan bodohnya gue, malah diem dan mikir itu hanya mimpi. Gue cari dia udah gak ada disekitar sana..." jelas Dareen. Zay mengangguk dan memegang bahu Dareen. Ia menatap intens adiknya, kemudian memberikan foto anak laki-laki ke arah Dareen. "Abang pengen ketemu sama anak ini, tapi harus temui dimana ya? Soalnya Mira tadi nelepon abang, kayaknya Alia terus nangis pengen ketemu sama anak laki-laki yang ada di foto ini.." ucap Zay. Dareen memegang foto anak
Nana datang ke kantor Dareen dengan pakaian yang begitu terbuka. Ia masuk ke dalam ruangan Dareen saat pria itu tengah ada tamu penting. "Dareen kok gak angkat telepon aku sih!" Tegas Nana. Dareen memutar bola mata malas dan melanjutkan perbincangan dengan tamu penting. Nana kesal dan melempar berkas yang ada di meja kerja, Dareen. Sontak tamu tersebut terkejut bahkan Dareen sudah menahan emosinya agar tidak keluar. "Kamu bisa keluar sebentar, saya lagi ada tamu penting?!" Tanya Dareen. "Gak! Aku mau tau kenapa kamu gak angkat telepon aku? Setelah kamu jawab, baru aku keluar." Kekeh Nana. Dareen menghela napasnya dengan kasar, "saya lagi bekerja, Nana. Kamu gak liat ada tamu yang harus saya layani..." tegas Dareen yang tak bisa menahan amarahnya lagi. Sekertaris Dareen dan salah satu karyawan menyeret, Nana keluar dari ruangan. Membuat gadis itu kesal dan mencoba memberontak. Dareen menatap para tamunya, "mohon maaf atas ketidak kenyamanan ini. Saya benar-benar minta maaf." "Ti
Alia berlari masuk ke dalam rumah kediaman keluar Winarta. Ia masuk menaiki anak tangga dengan wajah yang begitu berbinar. Mira yang melihat anaknya hanya bisa tersenyum sambil memeluk lengan suaminya. "Padahal, Alia anak kita, Mas. Tapi kenapa dia deket banget ya sama Zay dan Dareen?" Tanya Mira. "Biarin aja, Sayang. Asal anak kita bahagia dan gak ngelupain kita..." balas Abdi. Mira mengangguk dan duduk di sofa dekat Nyonya Riska yang tengah membaca majalah. Tuan Beni datang dan bergabung dengan mereka yang ada di ruang tamu. "Alia mana?" Tanya Tuan Beni. "Ke lantai atas, mau ketemu Mas Zay sama Dareen katanya..." jawab Mira. "Dareen dan Zay gak ada di rumah, mereka tidur di apartement..." sahut Nyonya Riska. Alia menuruni anak tangga dengan keadaan lemah, ia tidak semangat seperti tadi. Zay dan Dareen tidak ada di kamar mereka, sehingga Alia sedih. Padahal gadis kecil itu ingin bercerita tentang Nathan yang sudah mau berinteraksi dengannya. "Om kamu di apartemen sayang, sini
Nafeesa tengah memasak di dapur dalam keadaan hamil 9 bulan. Sudah 3 tahun mereka menjalani hubungan rumah tangga. Sepasang suami istri tersebut, juga sudah dikaruniai dua orang anak laki-laki yang tampan dan akan mendapatkan satu anak perempuan lagi. Namun, yang satu masih berada dalam kandungan. "Ayah, Nathan, Naufal, makan dulu nanti lanjut mainnya," ucap Nafeesa saat menata makanan di meja makan. Nathan sudah berumur 8 tahun, anak laki-laki itu sudah banyak perkembangan. Ia sudah seperti anak seusianya, tanpa canggung bisa menyesuaikan diri dilingkungan barunya. Naufal Lucy Dwi Winarta anak kedua dari Dareen dan Nafeesa, dua hari yang lalu bayi laki-laki ini sudah berumur 3 tahun. Kedua anak laki-lakinya sangat mirip dengan Dareen. Membuat Nafeesa jadi iri, kenapa anaknya tidak ada yang mirip dengannya. Ketiga orang itu berjalan ke arah dapur, dan duduk di kursi. Nafeesa mengambil makanan untuk Dareen-suaminya dan Nathan-putra pertamanya. "Makan yang banyak ya, Naufal sini sayan
Satu bulan kemudian, Setelah semua masalah selesai, Dareen dan Nafeesa sangat terlihat bahagia bersama. Sepasang kekasih ini tengah duduk di sebuah cafe, sambil menatap anak mereka yang tengah makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya, Sayang," balas Nafeesa. Nathan mengangguk dan langsung memakan makanan dengan pelan. Dareen yang melihat anaknya menurut hanya bisa tersenyum, dan mengusap lembut kepala anaknya. Nafeesa menyuapi Dareen makan, karena pria itu sejak bersama dengan Nafeesa semakin manja. "Enak loh Bunda," ujar Dareen dengan semangat. Nafeesa terkekeh, "aku seperti memiliki dua anak saja," balas Nafeesa. Dareen ikut terkekeh dan menggenggam tangan gadis itu dengan hangat. "Akhirnya kita bahagia ya, Nana juga sudah menyerah dan dia sudah sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan," ujar Dareen. Nafeesa tersenyum dan mengangguk, "apa dia sudah berangkat ke London?" Tanya Nafeesa pada Dareen. "Dengar dari Papa sih udah, semalam dia berangkat. Semoga aja dia menemukan
"Kerja sama Alexander Group dan Winarta Group. Sudah batal, Dareen dan Zay bisa bekerja di Alexander Group. Kebetulan Fikri membutuhkan bantuan untuk mengurus dua perusahaan.." ujar Tuan Raksa. Mendengar ucapan kedua anaknya, Tuan Beni terkejut bukan main. "Baiklah Papa akan merestui kalian berdua, asal Dareen dan Zay tidak lepas dari tanggung jawab. Maafkan Papa yang sudah memaksakan kehendak Papa..." Keputusan Tuan Beni. "Pa, apa-apaan sih? Kenapa Papa batalkan pernikahan anak kita? Nanti kerja sama dengan perusahaan kedua orang tua Nana gimana?" Tanya Nyonya Riska yang sangat kesal. "Papa sudah membatalkannya tadi sebelum mereka datang kesini dan semua persiapkan sudah Papa batalkan. Ternyata Dareen sudah lebih dulu menelepon pihak yang bertanggung jawab atas persiapan pernikahan ini. Jadi, sebenarnya Papa suruh kedua orang tua Nana untuk datang, hanya ingin meminta maaf. Tapi kamu sudah berbicara lebih dulu, Ma," jelas Tuan Beni. Dareen dan Zay terkejut dengan ucapan ayah merek
Fatih masih membelalakkan kedua matanya karena kaget dengan ucapan, Dareen. Pria itu memukul pelan wajah Dareen dan menatap tajam kedua mata atasannya itu. "Gila lo bang! Gak ada pakai pergi-pergi segala! Selesai semuanya dengan kepala dingin. Sampai gue tau Abang ngelakuin hal-hal aneh, gue bacok burung lu bang," tegas Fatih. Dareen hanya diam dan menatap Fatih yang tengah mengoceh. Pria itu kembali menatap ke arah langit, dan mengembangkan senyumnya. "Om, gini banget nasib, Dareen. Om gimana di sana? Bahagia gak? Apa Om udah bersama anak Om dan wanita yang Om cinta? Dareen penasaran banget Om, kalau Om udah bersatu lagi dengan mereka. Dareen ucapkan selamat ya, Om," jeda Dareen."Om, Dareen udah punya anak. Dia sama kayak Om, terlahir dengan keistimewaannya. Wajahnya mirip banget sama Dareen, andai Om masih hidup, pasti Om bakal bahagia melihat anak Dareen. Dia anak yang pintar, selalu buat Dareen bangga. Om, Papa udah beda, dia gak sayang sama Dareen lagi. Berbeda sekali saat Om ma
Sudah hampir tiga Minggu Dareen di rumah sakit. Akhirnya hari ini, ia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Nafeesa sedari awal selalu menemani Dareen, membuat perkembangan kesembuhan pria itu semakin pesat. Nafeesa tengah memasukkan beberapa baju yang di bawa oleh kedua orang tua, Dareen. "Nathan mana sayang?" Tanya Dareen. "Lagi sama Fatih, Kevin, Ucok dan Kak Fikri," balas Nafeesa yang baru saja selesai mengancing tas pakaian milik Dareen. "Udah siap? Yang lain pasti udah nunggu lama di depan. Yuk kita pulang," lanjut Nafeesa. Dareen mengangguk dan menggenggam tangan, Nafeesa. "Ayuk sayangnya aku," balas Dareen. Mereka berdua pun keluar dari ruang rawat dan berjalan keluar rumah sakit. Terlihat sudah banyak orang menunggu mereka di tempat parkir, terlihat keluarga Winarta dan keluarga Alexander berdiri di depan mobil mereka masing-masing. "Udah? Mau balik atau kemana dulu?" Tanya Tuan Teguh. "Langsung balik aja, Opa. Mas Dareen butuh banyak istirahat," sahut Nafeesa. Da
Sekarang semua orang sudah berkumpul di depan ruangan tempat Dareen dan Nathan melakukan tes DNA. Dareen dan Nathan tengah mengambil darah, untuk sempel tes DNA. Setelah selesai mereka keluar dengan bergandeng tangan. "Kapan hasilnya keluar?" Tanya Tuan Beni. "Nanti malam pukul 21.00 WIB," balas Dareen datar. "Ah, sangat tidak sabar sekali. Ingat kalau anak penyakitan ini bukan anak Dareen, kau pergi dari kehidupan anakku," ujar Nyonya Riska. Plak! "Mulutmu gak bisa di jaga ya? Kamu mau anak saya menjauh dari Dareen, oke akan saya turuti. Tapi apa anakmu akan baik-baik saja, jika berjauhan dengan anak perempuan saya? Apa kamu yakin dia akan bahagia berpisah dengan Nafeesa?" Tanya Nyonya Zanna yang sudah sangat kesal. "Tidak, Tante. Aku tidak ingin berpisah dari Nafeesa dan anakku. Aku yakin, Nathan benar-benar anakku dan Nafeesa. Jangan dengarkan ucapan Mama, karena mulutnya memang tidak bisa di rem. Jadi, jangan dimasukan ke dalam hati, Tante," jawab Dareen yang langsung menggen
Sudah dua puluh menit mereka berada di ruang VIP mawar. Saat keluarga Alexander akan berpamitan untuk pulang, Dareen membuka kedua matanya. "Nafeesa," panggil Dareen. Nafeesa yang mendengarnya langsung menghampiri, Dareen. Ia menatap wajah pria tampan tersebut dan tersenyum ke arahnya. "Iya? Kamu mau apa, Mas? Minum? Atau perut kamu laper lagi?" Tanya Nafeesa. Dareen tersenyum, "mau kamu," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan Dareen. "Kalau mau anak saya, nikahin dia, jangan ngomong aja," ujar Tuan Raksa dengan datar. Dareen menatap ke arah Tuan Raksa, dan ia langsung memposisikan diri untuk duduk. Tuan Raksa dan Tuan Beni membantu Dareen, untuk duduk. Nafeesa membenarkan baju Dareen yang tersingkap, kemudian merapikan rambut pria yang ia cintai itu. "Om kapan ke Indonesia? Bukannya lagi di luar Negeri ya? Terus maksud Om nikahin anak Om apa? Dareen normal ya, Om," jawab Dareen. "Lah jadi gak mau nikahin anak Om nih? Yaudah," lanjut Tuan Raksa. "Anak Om cowok, mana mungkin Dare
Di dalam ruang ICU. Nathan terus saja menatap ke arah ayahnya yang tengah terbaring lemah di brankar. Ia menggenggam tangan Dareen dengan erat. "Ayah, bangun ya. Nathan rindu sama Ayah. Nathan, udah banyak kemajuan loh yah. Jadi, saat Ayah bangun, Nathan tidak akan pernah mempermalukan Ayah, karena kekurangan Nathan. Apa Ayah nggak capek tidur terus? Nathan aja cuma tidur selama sejam udah capek banget. Ayah udah dua minggu loh, pasti Ayah capek. Nanti kalau Ayah bangun, Nathan akan memijat punggung Ayah. Bangun ya yah, Bunda kangen banget sama ayah. Setiap malam Nathan dengar Bunda selalu nangis di dalam kamarnya. Apa Ayah nggak sedih melihat Bunda nangis terus?" ujar Nathan. Anak laki-laki itu mengecup punggung tangan, Dareen. Kemudian ia memilih untuk keluar dari ruangan, tanpa anak laki-laki itu sadari Dareen meneteskan air matanya. Saat membuka pintu, Nathan melihat Nafeesa tengah tersenyum ke arah dirinya. "Udah?" Tanya Nafeesa dengan lembut. Nathan menganggukkan kepala, dan
Dua Minggu berlalu, Dareen masih juga belum sadar dari komanya. Sekarang Tuan Beni tengah menatap anaknya yang tengah terbaring dengan banyak alat medis di tubuh. Sesak rasanya melihat putra keduanya terbaring lemah seperti ini. Tuan Beni menggenggam tangan anaknya, "kapan kamu bangun? Apa kamu gak capek tidur terus? Kamu gak rindu sama Papa dan keluarga kamu? Apa kamu gak rindu sama anak kamu?" Tanya Tuan Beni. "Maaf selama ini Papa egois sama kamu. Papa hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah, karena mamamu memberitahu Papa bahwa Nafeesa bukan wanita yang baik untuk kamu. Itu alasan Papa tidak merestui kalian, apalagi saat Papa mendengar Nafeesa hamil. Itu membuat semakin benci pada wanita itu," lanjut Tuan Beni. "Setelah Papa liat kegigihan mu untuk bersama Nafeesa, dan wanita itu terlihat sangat menyayangimu. Papa akan merestui kalian, tapi Papa mohon kamu harus bangun dulu. Jangan lama tidurnya, Dareen," sambung Tuan Beni lagi. Pria paruh baya itu menggenggam erat tan