Jakarta, 18 Juni 2021.
~ Mungkin dengan menghilang, akan membuat hidupmu menjadi lebih bahagia. ~Sore Hari, pukul 18.00 WIB.Seorang gadis tengah menunggu kedatangan pria yang sangat ia cintai di sebuah taman. Mereka sudah menjalin hubungan 6 tahun lamanya. Mereka mulai menjalin hubungan sejak sekolah menengah atas, hingga mereka lulus dari Universitas yang sama.HapTiba-tiba ada dua tangan melingkar di leher gadis tersebut."Udah lama nungguin aku?" Tanya sang kekasih."Lumayan udah dua puluh menit, Sayang." balas Nafeesa.Gadis cantik tersebut bernama Nafeesa Adriana, ia berumur 22 tahun. Lulusan Universitas ekonomi yang ada di Ibukota Jakarta. Nafeesa dibesarkan dari panti asuhan 'Permata Bunda'. Sejak lulus sekolah menengah atas, Nafeesa memilih untuk mandiri. Karena ia merasa tidak enak pada ibu panti yang selalu membiayai sekolahnya."Maaf ya, tadi Papa aku ngajakin ke kantor. Bentar lagi, aku bakal kerja di kantor Papa. Jadi aku harus liat keadaan kantor, terus tadi juga ketemu rekan kerja, Papa." jelas Dareen.Dareen Lucy Winarta, anak bungsu dari keluarga Winarta. Ia berumur 23 tahun, dan sudah akan menjabat sebagai Direktur utama di perusahaan keluarga Winarta. Dareen memiliki Kakak laki-laki bernama, Zay Lucy Winarta. Jarak umur mereka tidak terlalu jauh, Zay berumur 27 tahun dan sudah memiliki istri. Keluarga Winarta adalah keluarga terpandang, dan disegani banyak orang."Oh gitu, yaudah sini duduk..." ajak Nafeesa.Dareen melepaskan kedua tangannya dan duduk dihadapan, Nafeesa. Ia sangat mencintai dan menyayangi gadis yang sudah setia menemaninya dari nol. Perjuangan Dareen untuk mendapat kepercayaan ayahnya sangat sulit. Akhirnya saat ia sudah menjadi sarjana, Ayah Dareen langsung memberi jabatan Direktur utama pada pria tersebut."Nanti nginep ya," ucap Dareen dengan lembut."Gapapa nih? Nanti jadi gosip lagi..." balas Nafeesa."Gapapa, gak ada yang tau apartemen aku kok sayang. Nginep ya, besok gak bisa ketemu sama kamu loh. Aku harus kerja cari duit buat bisa nikahin kamu..." jelas Dareen.Nafeesa menatap kekasihnya dan langsung menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Dareen langsung menyunggingkan senyum manisnya, kemudian memeluk Nafeesa dengan sangat erat."Langsung ke apartemen ya, aku udah capek banget..." ujar Dareen dengan semangat.Nafeesa kembali mengangguk dan mereka pun melangkahkan kaki menuju tempat parkiran. Sepasang kekasih tersebut tak pernah melepaskan genggaman tangan mereka. Bahkan Dareen menyetir hanya dengan satu tangan saja, karena saking tidak maunya melepas tangan sang kekasih hati.Setelah beberapa menit berada di perjalanan menuju apartemen, akhirnya mereka sampai di basement apartemen. Dareen turun lebih dulu dan membuka 'kan pintu untuk, Nafeesa."Makasih," ucap Nafeesa dengan lembut."Sama-sama sayang," balas Dareen yang tak kalah lembut.Nafeesa tersenyum dan Dareen kembali menggenggam tangan, Nafeesa. Sepasang kekasih itu langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam unit apartemen. Saat sudah berada di dalam apartemen, Dareen langsung memeluk tubuh Nafeesa dari belakang."Aku boleh minta itu gak?" Tanya Dareen dengan suara seraknya.Nafeesa langsung menegang saat mendengar pertanyaan, Dareen. Pria itu meletakkan dagunya, di bahu Nafeesa sambil menunggu balasan dari kekasihnya."Kalau aku hamil gimana?" Tanya Nafeesa yang polos."Aku bakal tanggung jawab kok, kalau kita udah lakuin ini pasti kedua orang tuaku langsung restui kita..." balas Dareen."Kamu yakin?" Tanta Nafeesa.Dareen mengangguk sambil mencium pipi kekasihnya. Nafeesa pun menghela napasnya dengan pelan, dan menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Mereka pun melakukan hubungan yang tak seharusnya dilakukan..Dua minggu berlalu,"Wajah lo kok pucat, Sa?" Tanya Bilqis teman serumah Nafeesa."Gue gak tau, beberapa hari ini kepala gue sakit. Terus bawaannya mual terus..." balas Nafeesa dengan lemas."Wah, kita ke dokter yuk. Takutnya lo kenapa-napa lagi," sambung Bilqis."Udah gue gapapa, buang-buang duit aja kalau harus ke dokter. Paling gue cuma masuk angin..." jelas Nafeesa."Yakin?""Yakin banget," balas Nafeesa."Yaudah istirahat gih, siapa tau badan lo segeran pas bangun..." ujar Bilqis.Nafeesa menganggukkan kepalanya dan langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Gadis itu menatap ponsel-nya yang terletak di atas meja, menunggu kabar dari Dareen yang selama seminggu tidak menghubunginya."Dia kemana ya?" Gumam Nafeesa.Karena kepalanya semakin pusing, Nafeesa memilih untuk tidur. Namun, saat ia akan menuju alam mimpi tiba-tiba saja perutnya terasa sangat mual. Nafeesa langsung berlari kearah kamar mandi, kemudian memuntahkan cairan bening di wastafel. Bilqis yang mendengar temannya muntah, langsung menyusul Nafeesa yang berada di dalam kamar mandi."Feesa, mending kita ke dokter. Gue takut lo kenapa-napa, please jangan nolak..." ajak Bilqis yang sudah khawatir pada Nafeesa.Gadis itu hanya pasrah dan melangkahkan kaki keluar dari rumah dengan bantuan, Bilqis. Mereka masuk ke dalam mobil Bilqis, dan menuju rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit, Nafeesa langsung diperiksa oleh dokter."Selamat ya anda hamil," ucap dokter.Nafeesa dan Bilqis langsung menegang saat mendengar ucapan dokter. Bilqis menatap temannya dan langsung membawa Nafeesa keluar dari rumah sakit, setelah membayar biaya pemeriksaan."Siapa bapaknya?" Tanya Bilqis pada sahabatnya.Nafeesa menatap Bilqis. "Dareen." balas Nafeesa."Kita ke rumah Dareen sekarang, minta pertanggung jawabannya. Lo telepon tuh cowok, sekarang!" Tegas Bilqis.Nafeesa menundukkan kepalanya, "nomornya gak aktif sejak seminggu yang lalu..." sambung Nafeesa.Bilqis mengepal tangannya dan langsung menarik tangan Nafeesa untuk masuk ke dalam mobil. Bilqis menghidupkan mobil, dan menuju rumah keluarga Winarta.."Apa?! Kamu hamil anak Dareen?! Jangan mimpi kamu!" bentak Tuan Beni Lucy Winarta - ayah dari Dareen."Sumpah om, saya hamil anak Dareen..." balas Nafeesa.PLAK!Satu tamparan mendarat ke wajah, Nafeesa. Bilqis langsung keluar dari dalam mobil dan mendorong Nyonya Riska Diyanti Winarta - ibu dari Dareen."Jangan ngaku-ngaku kamu, mana mau anak saya hamilin cewek kampungan kaya kamu.." tegas Nyonya Riska."Heh! Enak aja anda bilang temen saya kampungan, anda yang kampungan! Anak kalian berdua harus tanggung jawab, dia sudah berbuat dia yang harus bertanggung jawab." tegas Bilqis."Gak akan! Pergi kamu, besok Dareen akan bertunangan dengan gadis yang kami pilihkan dan satu lagi selama seminggu ini Dareen tengah bersama calon tunangannya yang lebih sempurna darimu, jadi jangan berharap bisa mendapatkan Dareen anak bungsu dari keluarga Winarta..." sambung Nyonya Riska.Nafeesa langsung membeku saat mendengar ucapan Nyonya Riska. Bilqis mengepal kedua tangannya, dan saat akan menampar wajah Nyonya Riska. Tuan Beni memperlihatkan foto Dareen sedang bersama seorang gadis, yang tengah fitting baju tunangan."Kita pulang," ajak Nafeesa dengan hati yang sudah sangat hancur."Tap--,""Aku akan pergi dari kehidupan Dareen, karena dia berhak bahagia dengan gadis yang bisa membuatnya bahagia dan gadis pilihan kedua orang tuanya..." jelas Nafeesa."Lo gila? Lo hamil anak dia, Feesa! Dia harus tanggung jawab, berat membesarkan anak seorang diri..." jawab Bilqis."Kalau itu benar anak Dareen, mending kamu gugur 'kan saja. Karena dia hanya akan menjadi aib jika dilahirkan olehmu," ketus Tuan Beni."Mulu-,"Byurr!Ucapan Bilqis terpotong saat Nyonya Riska menyiram mereka dengan menggunakan air bekas pel. Bilqis semakin murka, dan menatap tajam Nyonya Riska."Pergi dari rumah ini! Kalian hanya mengotori lantai rumah keluarga Winarta saja! Kamu mau cita-cita Dareen yang ingin jadi direktur harus dibatalkan?! Kalau tidak mau, kalian pergi dari rumah ini!" Bentak Nyonya Riska.Nafeesa hanya menundukkan kepalanya sambil memegang tangan, Bilqis. "Saya akan pergi, tapi saya mohon jangan membatalkan jabatan Direktur untuk Dareen..." ucap Nafeesa dengan nada bergetar.Kedua orang tua Dareen tersenyum miring, mendengar keputusan Nafeesa, sedangkan kakak laki-laki Dareen sudah berusaha menghubungi adiknya."Angkat bego, sebelum lo nyesel..." gumam Zay.Namun, tetap tidak ada respon dari Dareen. Zay sudah menyerah dan menatap Nafeesa yang sudah menangis di depan rumah."Kita pulang aja," ucap Nafeesa sambil menahan tangisnya."Oke, kalau itu mau lo..." balas Bilqis.Nafeesa langsung menarik pelan tangan temannya. Mereka pun masuk ke dalam mobil, meninggalkan halaman rumah keluarga Winarta. Zay yang melihatnya menjadi geram, kenapa kedua orang tuanya selalu menganggu kehidupan pribadi Zay dan Dareen. Apa tidak cukup dia menghancurkan kehidupan Zay yang harus berpisah dari gadis yang ia cintai, karena perjodohan omong kosong kedua orang tuanya."Mas, kenapa?" Tanya seorang gadis cantik yang tengah memegang bahu Zay.Pria itu terkejut dan langsung memasang wajah datar saat melihat gadis pilihan kedua orang taunya."Bukan urusanmu." balas Zay yang langsung melangkah 'kan kakinya masuk ke dalam kamar..Di dalam mobil.Bilqis mencengkeram kuat stir mobil-nya, sedangkan Nafeesa hanya diam sambil menunduk'kan kepalanya."Aku mau pergi dari Jakarta..." ucap Nafeesa.Bilqis yang mendengarnya langsung, terkejut dan menginjak pedal rem mobil-nya. "Mau kemana? Tetap di Jakarta aja, gue gak bakal biarin lo sendirian membesarkan bayi lo..." jelas Bilqis."Gue mau ke Semarang. Gue gak bisa tinggal di Jakarta lagi, gue gak bisa..." isak tangis Nafeesa.Air matanya berhasil membasahi wajahnya, padahal Nafeesa sudah susah payah menahan air matanya. Bilqis memeluk tubuh temannya, walau mereka baru 1 tahun berteman. Namun, Bilqis sudah menganggap Nafeesa itu sebagai keluarganya."Gue ikut," ujar Bilqis.Nafeesa menggelengkan kepalanya, "lo tetap disini, lo kan kerja.." balas Nafeesa dengan mata yang berkaca-kaca."Gak! Gue ikut, masalah kerjaan gampang mah. Gue pengen nemenin lo dan bantu menjaga anak yang lo kandung. Walau bapaknya gak tau kalau ada janin yang tumbuh di rahim lo. Yang sabar ya, gue sumpahin kena karma tuh semua keluarga mereka. Terus nyesel, gara-gara nyuruh lo gugurin kandungan..." sambung Bilqis dengan tegas."Yaudah, gue mau jemput adek gue di panti asuhan dulu. Gue gak bakal ninggalin dia, karena dia cuma punya gue di dunia ini..." jelas Nafeesa.Bilqis mengangguk dan kembali menghidupkan mobil-nya. Mereka menuju ke panti asuhan menjemput adik semata wayang, Nafeesa. Keputusan Nafeesa sudah bulat untuk meninggalkan ibukota Jakarta dan meninggalkan cintanya. Walaupun berat, namun ia harus bisa menjalaninya. Karena ia yakin, ia bisa melewati semua masalah yang sudah menimpanya.Ia akan melahirkan bayi yang tidak bersalah ini. Ia akan membesarkan dan mendidik anaknya seorang diri tanpa sosok seorang ayah. Ia akan mempertaruhkan nyawa untuk anak yang ada di dalam kandungan saat ini. Anak ini tidak bersalah, jadi dia berhak lahir dan bahagia di dunia ini. [.]Di kediaman keluarga Winarta. Dareen memasukkan mobil-nya ke dalam garasi mobil. Ia keluar dari dalam mobil dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Dareen membuka kotak ponsel barunya, karena ponsel lama Dareen hilang di jambret oleh pencuri. "Gue kabari Feesa deh, pasti dia khawatir banget sama gue yang gak ada kabar selama seminggu ini..." gumam Dareen yang langsung menghidupkan ponsel barunya. Ia menekan nomor kekasihnya namun nomor Nafeesa tidak aktif. Dareen terus menghubungi kekasihnya, dan tetap saja nomor gadis tersebut tidak aktif. "Tumben gak aktif, atau jangan-jangan baterai ponsel-nya habis? Gak mungkin, Nafeesa 'kan rajin nge-charger ponsel..." ucap Dareen pelan. "Nanti gue ke rumah dia aja kali ya, siapa tau ponsel-nya emang kehabisan baterai..." sambung Dareen yang melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Terlihat kedua orang tua Dareen tengah duduk bersama istri kakaknya. Dareen menghampiri mereka dan memeluk kedua orang tuanya dengan erat. "Akhirnya kamu pul
Lima tahun kemudian. Seorang anak laki-laki tengah duduk di halaman rumah sambil memainkan rubik. Anak laki-laki itu hanya diam, sambil terus menunduk fokus menyusun rubik agar semua warna tersusun sama. Disisi lain, ada dua orang wanita tengah menatap anak laki-laki tersebut dari balik jendela. "Dia sudah besar sekarang," gumam salah seorang gadis tersebut. "Andai dia tidak memiliki syndrom asperger, pasti anakku akan bisa hidup normal seperti layaknya anak-anak lainnya. Yang bisa bersosialisasi pada siapa saja," balas Nafeesa yang menatap sendu putranya. Bilqis menatap temannya dan langsung memeluk tubuh, Nafeesa. "Sudah menjadi takdirnya, Nafeesa. Intinya kita harus terus menyemangatinya dan mencoba mengajarinya agar bisa bersosialisasi pada anak yang seusianya, sekarang di juga lagi terapi. Jadi kita doakan semoga dia bisa seperti anak lainnya..." jelas Bilqis. Sindrom Asperger adalah gangguan neurologis atau saraf yang tegolong ke dalam gangguan spektrum autisme. Kebanyakan a
"Nathan kita pergi sekarang," ucap Nafeesa dengan menggerakkan tangannya ke arah Nathan, sebagai bahas isyarat. Nathan menganggukkan kepalanya dan menghampiri, sang ibu yang sudah menunggunya di depan mobil. Nafeesa menggendong Nathan, dan memasukkan anaknya ke dalam mobil. Tak lupa ia memakaikan sabuk pengaman untuk putranya. "Ganteng banget anak bunda," ujar Nafeesa sambil mencium pipi, Nathan. Sedangkan anak laki-laki itu hanya fokus memainkan rubik miliknya. Nafeesa berjalan ke arah pintu mobil dan duduk di kursi kemudi. Mobil pun dihidupkan, Nafeesa menyetir mobil menuju tempat yang akan ia datangi bersama, Nathan. Setelah beberapa menit di perjalanan, Nafeesa memberhentikan mobil di depan Water Blaster Graha Candi Golf. Nafeesa lebih dulu keluar dari dalam mobil, kemudian berjalan ke arah pintu mobil kursi samping kemudi. Nafeesa membuka pintu mobil untuk anaknya dan membantu Nathan untuk keluar dari mobil. "Ayo," ajak Nafeesa sambil mengulurkan tangannya. Nathan membalas ul
Nafeesa, Bilqis dan Fatih yang tengah menggendong Nathan berjalan keluar bandara. Mereka baru saja tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, sudah ada sebuah mobil yang menunggu mereka di depan bandara. "Wih, mentang-mentang bos. Udah ada aja yang standby nungguin disini..." ujar Fatih. "Pastilah, bos gitu loh..." jawab Bilqis. "Sombong amat, Kak." ketus Fatih. Nafeesa hanya terkekeh melihat adiknya yang tak pernah akur dengan Bilqis. Ia menatap Nathan yang masih tertidur di gendongan, adiknya. "Buruan gih masuk mobil, kasihan kalau Nathan tidurnya dalam posisi seperti itu..." sahut Nafeesa. Bilqis dan Fatih langsung masuk ke dalam mobil, kemudian Nafeesa pun ikut masuk ke dalam mobil tersebut. Mobil pun berjalan menuju rumah yang baru Bilqis beli. Di dalam mobil, Bilqis asik menatap kaca karena lipstik yang ia pakai mulai memudar. Fatih yang melihatnya hanya bisa memutar bola mata dengan malas, sedangkan Nafeesa hanya diam sambil menatap layar ponsel-nya. "Padahal kita bisa tinggal
Di Kediaman Keluarga Winarta.Ayah dan Ibu dari Tuan Beni, tengah duduk sambil memikirkan anak laki-laki yang mereka temui di panti asuhan 'Kasih Sayang Ibu' tadi. Mereka membuka album foto yang ada di ponsel dan melihat foto masa kecil Dareen. "Lihat ini mirip sekali, Daddy. Jangan-jangan Dareen memiliki anak," ujar Nyonya Sukma selaku Nenek dari Dareen dan Zay."Mungkin saja, karena ini memang sangat mirip dengan Dareen. Kamu ingat gadis yang diajak cucu kita waktu mampir ke rumah?" Jawab Tuan Teguh."Ingat gadis cantik itu 'kan? Sekilas anak laki-laki itu juga mirip dengan gadis yang dibawa oleh cucu kita. Mommy jadi semakin yakin itu adalah cicit kita, Dad." jelas Nyonya Sukma."Kita tanyakan ke Dareen dan yang lainnya, jika tidak ada juga yang mengaku mungkin Daddy akan menyuruh pengawal untuk memeriksa data-data keluarga anak laki-laki tersebut..." sambung Tuan Teguh.Dareen masuk ke dalam rumah dengan wajah murung, karena selama lima tahun ini tidak ada senyuman yang menghiasi
Nafeesa berada di supermarket bersama Nathan dan Fatih. Ibu satu anak itu tengah memilih makanan ringan untuk cemilan di rumah, apalagi Nathan paling hobi mengemil makanan. Sedangkan Fatih dan Nathan tengah mencari coklat kesukaan mereka. "Filosofi coklat apa?" Tanya Fatih yang menyodorkan coklat kesukaan Nathan. "Cokelat memiliki makna simbolik cinta, perhatian dan komitmen. Banyak yang percaya bahwa cokelat memiliki efek magis dan bila dibagi di antara dua orang, bahkan bisa membuat mereka saling jatuh cinta..." jelas Nathan sambil mengambil coklat yang ada di tangan sang Paman. Fatih menganggukkan kepalanya dan menggandeng tangan keponakannya, mereka berdua mencari keberadaan Nafeesa yang sedari tadi asik mencari makanan ringan. "Permisi bisa geser sebentar," ucap Nafeesa dengan ramah. Pria yang berdiri di depan rak khusus keripik langsung membalikkan badannya dan sedikit bergeser. Nafeesa dan pria itu langsung mematung, kemudian mereka saling tatap satu sama lainnya. "Feesa?"
Dareen memilih pulang ke apartement miliknya, karena tidak menemukan wanita yang tadi ia tabrak. Pria itu mengacak rambutnya dan menatap foto Nafeesa dan dirinya yang terpampang jelas di dinding kamar. "Kamu kemana sih sayang, aku rindu." lirih Dareen. Ting Tong Bel apartement berbunyi, Dareen hanya tetap diam dan pintu apartment terbuka. Zay berjalan memasuki apartement dan masuk ke dalam kamar adiknya. Terlihat Dareen tengah terlihat berantakan, Zay mendekati adiknya. "Kenapa?" Tanya Zay. "Tadi gue liat Nafeesa, Bang. Tapi dengan bodohnya gue, malah diem dan mikir itu hanya mimpi. Gue cari dia udah gak ada disekitar sana..." jelas Dareen. Zay mengangguk dan memegang bahu Dareen. Ia menatap intens adiknya, kemudian memberikan foto anak laki-laki ke arah Dareen. "Abang pengen ketemu sama anak ini, tapi harus temui dimana ya? Soalnya Mira tadi nelepon abang, kayaknya Alia terus nangis pengen ketemu sama anak laki-laki yang ada di foto ini.." ucap Zay. Dareen memegang foto anak
Nana datang ke kantor Dareen dengan pakaian yang begitu terbuka. Ia masuk ke dalam ruangan Dareen saat pria itu tengah ada tamu penting. "Dareen kok gak angkat telepon aku sih!" Tegas Nana. Dareen memutar bola mata malas dan melanjutkan perbincangan dengan tamu penting. Nana kesal dan melempar berkas yang ada di meja kerja, Dareen. Sontak tamu tersebut terkejut bahkan Dareen sudah menahan emosinya agar tidak keluar. "Kamu bisa keluar sebentar, saya lagi ada tamu penting?!" Tanya Dareen. "Gak! Aku mau tau kenapa kamu gak angkat telepon aku? Setelah kamu jawab, baru aku keluar." Kekeh Nana. Dareen menghela napasnya dengan kasar, "saya lagi bekerja, Nana. Kamu gak liat ada tamu yang harus saya layani..." tegas Dareen yang tak bisa menahan amarahnya lagi. Sekertaris Dareen dan salah satu karyawan menyeret, Nana keluar dari ruangan. Membuat gadis itu kesal dan mencoba memberontak. Dareen menatap para tamunya, "mohon maaf atas ketidak kenyamanan ini. Saya benar-benar minta maaf." "Ti
Nafeesa tengah memasak di dapur dalam keadaan hamil 9 bulan. Sudah 3 tahun mereka menjalani hubungan rumah tangga. Sepasang suami istri tersebut, juga sudah dikaruniai dua orang anak laki-laki yang tampan dan akan mendapatkan satu anak perempuan lagi. Namun, yang satu masih berada dalam kandungan. "Ayah, Nathan, Naufal, makan dulu nanti lanjut mainnya," ucap Nafeesa saat menata makanan di meja makan. Nathan sudah berumur 8 tahun, anak laki-laki itu sudah banyak perkembangan. Ia sudah seperti anak seusianya, tanpa canggung bisa menyesuaikan diri dilingkungan barunya. Naufal Lucy Dwi Winarta anak kedua dari Dareen dan Nafeesa, dua hari yang lalu bayi laki-laki ini sudah berumur 3 tahun. Kedua anak laki-lakinya sangat mirip dengan Dareen. Membuat Nafeesa jadi iri, kenapa anaknya tidak ada yang mirip dengannya. Ketiga orang itu berjalan ke arah dapur, dan duduk di kursi. Nafeesa mengambil makanan untuk Dareen-suaminya dan Nathan-putra pertamanya. "Makan yang banyak ya, Naufal sini sayan
Satu bulan kemudian, Setelah semua masalah selesai, Dareen dan Nafeesa sangat terlihat bahagia bersama. Sepasang kekasih ini tengah duduk di sebuah cafe, sambil menatap anak mereka yang tengah makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya, Sayang," balas Nafeesa. Nathan mengangguk dan langsung memakan makanan dengan pelan. Dareen yang melihat anaknya menurut hanya bisa tersenyum, dan mengusap lembut kepala anaknya. Nafeesa menyuapi Dareen makan, karena pria itu sejak bersama dengan Nafeesa semakin manja. "Enak loh Bunda," ujar Dareen dengan semangat. Nafeesa terkekeh, "aku seperti memiliki dua anak saja," balas Nafeesa. Dareen ikut terkekeh dan menggenggam tangan gadis itu dengan hangat. "Akhirnya kita bahagia ya, Nana juga sudah menyerah dan dia sudah sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan," ujar Dareen. Nafeesa tersenyum dan mengangguk, "apa dia sudah berangkat ke London?" Tanya Nafeesa pada Dareen. "Dengar dari Papa sih udah, semalam dia berangkat. Semoga aja dia menemukan
"Kerja sama Alexander Group dan Winarta Group. Sudah batal, Dareen dan Zay bisa bekerja di Alexander Group. Kebetulan Fikri membutuhkan bantuan untuk mengurus dua perusahaan.." ujar Tuan Raksa. Mendengar ucapan kedua anaknya, Tuan Beni terkejut bukan main. "Baiklah Papa akan merestui kalian berdua, asal Dareen dan Zay tidak lepas dari tanggung jawab. Maafkan Papa yang sudah memaksakan kehendak Papa..." Keputusan Tuan Beni. "Pa, apa-apaan sih? Kenapa Papa batalkan pernikahan anak kita? Nanti kerja sama dengan perusahaan kedua orang tua Nana gimana?" Tanya Nyonya Riska yang sangat kesal. "Papa sudah membatalkannya tadi sebelum mereka datang kesini dan semua persiapkan sudah Papa batalkan. Ternyata Dareen sudah lebih dulu menelepon pihak yang bertanggung jawab atas persiapan pernikahan ini. Jadi, sebenarnya Papa suruh kedua orang tua Nana untuk datang, hanya ingin meminta maaf. Tapi kamu sudah berbicara lebih dulu, Ma," jelas Tuan Beni. Dareen dan Zay terkejut dengan ucapan ayah merek
Fatih masih membelalakkan kedua matanya karena kaget dengan ucapan, Dareen. Pria itu memukul pelan wajah Dareen dan menatap tajam kedua mata atasannya itu. "Gila lo bang! Gak ada pakai pergi-pergi segala! Selesai semuanya dengan kepala dingin. Sampai gue tau Abang ngelakuin hal-hal aneh, gue bacok burung lu bang," tegas Fatih. Dareen hanya diam dan menatap Fatih yang tengah mengoceh. Pria itu kembali menatap ke arah langit, dan mengembangkan senyumnya. "Om, gini banget nasib, Dareen. Om gimana di sana? Bahagia gak? Apa Om udah bersama anak Om dan wanita yang Om cinta? Dareen penasaran banget Om, kalau Om udah bersatu lagi dengan mereka. Dareen ucapkan selamat ya, Om," jeda Dareen."Om, Dareen udah punya anak. Dia sama kayak Om, terlahir dengan keistimewaannya. Wajahnya mirip banget sama Dareen, andai Om masih hidup, pasti Om bakal bahagia melihat anak Dareen. Dia anak yang pintar, selalu buat Dareen bangga. Om, Papa udah beda, dia gak sayang sama Dareen lagi. Berbeda sekali saat Om ma
Sudah hampir tiga Minggu Dareen di rumah sakit. Akhirnya hari ini, ia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Nafeesa sedari awal selalu menemani Dareen, membuat perkembangan kesembuhan pria itu semakin pesat. Nafeesa tengah memasukkan beberapa baju yang di bawa oleh kedua orang tua, Dareen. "Nathan mana sayang?" Tanya Dareen. "Lagi sama Fatih, Kevin, Ucok dan Kak Fikri," balas Nafeesa yang baru saja selesai mengancing tas pakaian milik Dareen. "Udah siap? Yang lain pasti udah nunggu lama di depan. Yuk kita pulang," lanjut Nafeesa. Dareen mengangguk dan menggenggam tangan, Nafeesa. "Ayuk sayangnya aku," balas Dareen. Mereka berdua pun keluar dari ruang rawat dan berjalan keluar rumah sakit. Terlihat sudah banyak orang menunggu mereka di tempat parkir, terlihat keluarga Winarta dan keluarga Alexander berdiri di depan mobil mereka masing-masing. "Udah? Mau balik atau kemana dulu?" Tanya Tuan Teguh. "Langsung balik aja, Opa. Mas Dareen butuh banyak istirahat," sahut Nafeesa. Da
Sekarang semua orang sudah berkumpul di depan ruangan tempat Dareen dan Nathan melakukan tes DNA. Dareen dan Nathan tengah mengambil darah, untuk sempel tes DNA. Setelah selesai mereka keluar dengan bergandeng tangan. "Kapan hasilnya keluar?" Tanya Tuan Beni. "Nanti malam pukul 21.00 WIB," balas Dareen datar. "Ah, sangat tidak sabar sekali. Ingat kalau anak penyakitan ini bukan anak Dareen, kau pergi dari kehidupan anakku," ujar Nyonya Riska. Plak! "Mulutmu gak bisa di jaga ya? Kamu mau anak saya menjauh dari Dareen, oke akan saya turuti. Tapi apa anakmu akan baik-baik saja, jika berjauhan dengan anak perempuan saya? Apa kamu yakin dia akan bahagia berpisah dengan Nafeesa?" Tanya Nyonya Zanna yang sudah sangat kesal. "Tidak, Tante. Aku tidak ingin berpisah dari Nafeesa dan anakku. Aku yakin, Nathan benar-benar anakku dan Nafeesa. Jangan dengarkan ucapan Mama, karena mulutnya memang tidak bisa di rem. Jadi, jangan dimasukan ke dalam hati, Tante," jawab Dareen yang langsung menggen
Sudah dua puluh menit mereka berada di ruang VIP mawar. Saat keluarga Alexander akan berpamitan untuk pulang, Dareen membuka kedua matanya. "Nafeesa," panggil Dareen. Nafeesa yang mendengarnya langsung menghampiri, Dareen. Ia menatap wajah pria tampan tersebut dan tersenyum ke arahnya. "Iya? Kamu mau apa, Mas? Minum? Atau perut kamu laper lagi?" Tanya Nafeesa. Dareen tersenyum, "mau kamu," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan Dareen. "Kalau mau anak saya, nikahin dia, jangan ngomong aja," ujar Tuan Raksa dengan datar. Dareen menatap ke arah Tuan Raksa, dan ia langsung memposisikan diri untuk duduk. Tuan Raksa dan Tuan Beni membantu Dareen, untuk duduk. Nafeesa membenarkan baju Dareen yang tersingkap, kemudian merapikan rambut pria yang ia cintai itu. "Om kapan ke Indonesia? Bukannya lagi di luar Negeri ya? Terus maksud Om nikahin anak Om apa? Dareen normal ya, Om," jawab Dareen. "Lah jadi gak mau nikahin anak Om nih? Yaudah," lanjut Tuan Raksa. "Anak Om cowok, mana mungkin Dare
Di dalam ruang ICU. Nathan terus saja menatap ke arah ayahnya yang tengah terbaring lemah di brankar. Ia menggenggam tangan Dareen dengan erat. "Ayah, bangun ya. Nathan rindu sama Ayah. Nathan, udah banyak kemajuan loh yah. Jadi, saat Ayah bangun, Nathan tidak akan pernah mempermalukan Ayah, karena kekurangan Nathan. Apa Ayah nggak capek tidur terus? Nathan aja cuma tidur selama sejam udah capek banget. Ayah udah dua minggu loh, pasti Ayah capek. Nanti kalau Ayah bangun, Nathan akan memijat punggung Ayah. Bangun ya yah, Bunda kangen banget sama ayah. Setiap malam Nathan dengar Bunda selalu nangis di dalam kamarnya. Apa Ayah nggak sedih melihat Bunda nangis terus?" ujar Nathan. Anak laki-laki itu mengecup punggung tangan, Dareen. Kemudian ia memilih untuk keluar dari ruangan, tanpa anak laki-laki itu sadari Dareen meneteskan air matanya. Saat membuka pintu, Nathan melihat Nafeesa tengah tersenyum ke arah dirinya. "Udah?" Tanya Nafeesa dengan lembut. Nathan menganggukkan kepala, dan
Dua Minggu berlalu, Dareen masih juga belum sadar dari komanya. Sekarang Tuan Beni tengah menatap anaknya yang tengah terbaring dengan banyak alat medis di tubuh. Sesak rasanya melihat putra keduanya terbaring lemah seperti ini. Tuan Beni menggenggam tangan anaknya, "kapan kamu bangun? Apa kamu gak capek tidur terus? Kamu gak rindu sama Papa dan keluarga kamu? Apa kamu gak rindu sama anak kamu?" Tanya Tuan Beni. "Maaf selama ini Papa egois sama kamu. Papa hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah, karena mamamu memberitahu Papa bahwa Nafeesa bukan wanita yang baik untuk kamu. Itu alasan Papa tidak merestui kalian, apalagi saat Papa mendengar Nafeesa hamil. Itu membuat semakin benci pada wanita itu," lanjut Tuan Beni. "Setelah Papa liat kegigihan mu untuk bersama Nafeesa, dan wanita itu terlihat sangat menyayangimu. Papa akan merestui kalian, tapi Papa mohon kamu harus bangun dulu. Jangan lama tidurnya, Dareen," sambung Tuan Beni lagi. Pria paruh baya itu menggenggam erat tan