Lima tahun kemudian.
Seorang anak laki-laki tengah duduk di halaman rumah sambil memainkan rubik. Anak laki-laki itu hanya diam, sambil terus menunduk fokus menyusun rubik agar semua warna tersusun sama. Disisi lain, ada dua orang wanita tengah menatap anak laki-laki tersebut dari balik jendela."Dia sudah besar sekarang," gumam salah seorang gadis tersebut."Andai dia tidak memiliki syndrom asperger, pasti anakku akan bisa hidup normal seperti layaknya anak-anak lainnya. Yang bisa bersosialisasi pada siapa saja," balas Nafeesa yang menatap sendu putranya.Bilqis menatap temannya dan langsung memeluk tubuh, Nafeesa. "Sudah menjadi takdirnya, Nafeesa. Intinya kita harus terus menyemangatinya dan mencoba mengajarinya agar bisa bersosialisasi pada anak yang seusianya, sekarang di juga lagi terapi. Jadi kita doakan semoga dia bisa seperti anak lainnya..." jelas Bilqis.Sindrom Asperger adalah gangguan neurologis atau saraf yang tegolong ke dalam gangguan spektrum autisme. Kebanyakan anak penyandang asperger hanya tertarik pada satu atau dua topik khusus dan mengumpulkan banyak informasi tentang topik itu. Anak asperger juga biasanya bicara lebih formal dibanding anak seusianya, Mereka sulit membaca bahasa tubuh, ekspresi wajah atau memulai percakapan dua arah.Anak Nafeesa kurang berempati pada orang lain, dia juga sangat sensitif, dengan suara keras, cahaya berlebihan."Dor!" Ucap Fatih (adik kandung Nafeesa).Anak laki-laki yang asik memainkan rubik tadi hanya diam dan tak merespon, Ilham. "Nathan, kok cuekin paman sih? Bikin kesel ah, padahal paman bawa rubik baru buat Nathan..." sambung Ilham.Nathan Lucy Pratama, anak dari Dareen Lucy Winarta dan Nafeesa Adriana. Nathan sudah berumur lima tahun, ia anak yang sangat sulit bergaul dan bersosialisasi pada orang lain. Nathan anak yang kaku, karena Sindrom Asperger yang ia derita. Nathan menatap Fatih dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Kemudian ia menyodorkan tangannya ke arah, Fatih. Pria itu pun memberikan rubik yang sempat ia beli untuk keponakannya."Bilang apa?" Ucap Fatih."Terima kasih, Paman." balas Nathan.Anak laki-laki itu langsung meneruskan bermain rubik. Ia sangat menyukai rubik, dan es krim. Fatih mengusap rambut keponakannya dengan sangat lembut. Ia benar-benar menyayangi Nathan, dan ia selalu saja meneteskan air mata di dalam kamar. Mengingat takdir yang diberikan tuhan untuk Nafeesa dan Nathan. Untunglah kakaknya adalah wanita kuat yang bisa menjadi Ayah serta ibu untuk Nathan."Masuk yuk, bentar lagi hujan..." ajak Fatih.Nathan langsung berdiri tanpa menatap ke arah, Fatih. Anak laki-laki itu masih fokus dengan rubiknya, Fatih yang melihatnya hanya terkekeh dan menggenggam tangan keponakannya."Liat jalan, baru main rubik..." tegur Fatih.Nathan menganggukkan kepalanya dan langsung menghentikan permainannya. Mereka masuk ke dalam rumah, dan disambut oleh Nafeesa yang tengah duduk bersama Bilqis."Eh, Anak bunda." ucap Nafeesa yang langsung memeluk Nathan."Bunda, Nathan punya rubik baru. Tadi paman yang membelikan rubik ini, Nathan tidak memintanya ya, Bunda." ujar Nathan.Nafeesa terkekeh dan menganggukkan kepalanya. Ka mengecup pipi putranya yang begitu mirip dengan Dareen. "Nathan bobo ya, Bunda mau pergi ke butik dulu sama Bibi Bilqis. Nathan sama Paman Fatih ya, jangan nakal dan jangan telat makan. Nathan udah tau kan jadwal makan?" Jelas Nafeesa."Sudah bunda, Nathan akan ke kamar..." balas Nathan yang langsung berjalan ke arah kamarnya.Nafeesa menatap kepergian anaknya dan langsung berdiri menghampiri, Fatih. "Jaga keponakanmu, makanan sudah ada di lemari jadi tinggal makan saja. Kalau dingin tinggal dipanaskan saja..." sambung Nafeesa."Siap, Kak." jawab Fatih."Oke, kita pergi. Bye, ganteng." sahut Bilqis..Di dalam kamar.Fatih dan Nathan saling diam. Mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Seketika mata Fatih terbelalak, karena ada pemberitahuan kuota miliknya habis."Dih! Padahal bentar lagi menang, pake habis segala kuotanya lagi..." kesal Fatih.Fatih menatap keponakannya yang masih fokus membaca buku. Nathan, memiliki IQ di atas rata-rata jadi pelajaran untuk anak sekolah menengah pertama saja dia sudah bisa memahaminya, dengan melihat contoh dalam beberapa detik saja."Demi apa, Nathan. Umur lo masih 5 tahun baru akan masuk 6 tahun. Tapi buku yang dibaca untuk anak SMP. Tobat nak, kamu belum cukup umur untuk baca yang begituan.." jelas Fatih mengambil buku tersebut dan memasukkan kedalam kotak, kemudian mengunci kotak tersebut."Lebih baik, kamu temenin Paman beli kuota. Nanti Paman belikan es krim," ucap Ilham.Nathan mengangguk dan langsung berdiri, ia menggenggam tangan Fatih. Mereka pun keluar dari rumah, menuju tempat jual kuota. Di perjalanan, Nathan asik menyusun rubiknya. Ia juga bernyanyi lagu anak-anak dengan nada pelan, namun masih dapat di dengar oleh Fatih."Suara kamu bagus loh, Nathan." puji Fatih.Nathan menatap Fatih dan tersenyum kecil. Kemudian ia melanjutkan menyusun rubik dengan warna yang sama. Nathan terpaku pada skripsi Fatih yang ada di laptop, ia mengamati ketikan pamannya."Sumpah, bikin skripsi pusing banget. Katanya masih ada typo, tapi pas Paman perhatiin gak ada yang typo..." curhat Fatih."Dikembangkan, bukan ditembangkan Paman. Hanya ada dua kata yang salah ketik, perbaiki saja lagi." sahut Nathan yang langsung meletakkan laptop.Ilham ternganga, kenapa keponakannya bisa melihat kesalahan penulisan secepat itu. Padahal ia sudah lima kali membaca skripsi yang ia buat tapi tidak menemukan typo sedikit pun."Nathan, umur kamu berapa?" Tanya Fatih."Lima tahun dan sebentar lagi enam tahun paman," balas Nathan tanpa menatap pamannya."Lo emang jenius ya, bangga gue punya keponakan kaya lo. Besok-besok bantuin paman ya, siapa tau ada typo lagi..." sambung Fatih.Mereka pun sampai di tempat jual kuota, Fatin keluar dari mobil sedangkan Nathan memilih untuk tetap berada di dalam mobil. Setelah selesai membeli kuota, Fatih masuk ke dalam mobil dan menuju supermarket untuk membelikan keponakannya es krim..Di Supermarket.Fatih keluar mobil lebih dulu dan langsung membuka pintu untuk keponakannya. Ia menggendong Nathan dan mereka pun masuk ke dalam supermarket. Tatapan para karyawan dan para pembeli tertuju pada Fatin dan Nathan. Fatih yang menyadari tatapan itu hanya bisa tersenyum manis, sedangkan Nathan asik memainkan tali yang ada di jaketnya."Nathan mau es krim yang mana?" Tanya Fatih."Nathan mau, WALL'S Black Hojicha Ice Cream 135 mL harga Rp13.000," balas Nathan secara perinci.Fatih ternganga, keponakannya benar-benar sangat teliti dan gampang mengingat apa yang ia lihat. Fatih yang sudah berusia 22 tahun saja, tidak hapal berapa harga es krim dan ukurannya. Dan setaunya anak-anak hanya menikmati es krim dan tidak peduli dengan keterangan yang tertera di bungkus es krim. Nathan memang anak yang spesial.Fatih mengambil es krim sesuai dengan keinginan keponakannya. Ia berjalan ke arah kasir, untuk membayarnya. Penjaga kasir takjub melihat wajah tampan, Nathan. Saat ia akan menyentuh wajah Nathan, dengan cepat anak laki-laki itu memalingkan wajahnya."Maaf, mbak. Keponakan saya gak suka dipegang oleh orang lain," jelas Fatih yang paham dengan ekspresi penjaga kasir.Penjaga kasir mengangguk, dan memindai harga es krim tersebut. Ilham membayar es krim dan melangkahkan kaki keluar dari supermarket."Kita ke taman ya," ajak Fatih."Baiklah, jangan lama-lama Paman. Satu jam lagi, jadwal makan dan istirahat..." balas Nathan.Fatih mengangguk dan mereka masuk ke dalam mobil. Ilham menghidupkan mobil-nya menuju taman..Di taman.Fatih dan Nathan tengah duduk di kursi sambil menatap bunga-bunga yang baru tumbuh."Kamu tau arti bunga mawar merah?" Tanya Fatih."Mawar merah dikenal sebagai simbol cinta sejati dan kesetiaan..." jelas Nathan.Fatih kembali dibuat ternganga oleh keponakannya. Demi apapun, Nathan sangat formal jika tengah berbicara. Fatih seperti tengah berhadapan dengan dosen kampusnya."Kalau bunga mawar hitam?" Tanya Fatih lagi."Mawar hitam bisa menjadi lambang berakhirnya suatu era atau zaman, akan ada era baru dari suatu peristiwa yang akan muncul. Dalam percintaan, mawar hitam melambangkan cinta yang tragis. Itu yang Nathan lihat dibuku." jawab Nathan."Nathan, kamu baca tentang makna bunga dari mana?" Tanya Fatih."Nathan sering bertanya pada, Bunda. Terlebih lagi, Nathan suka membaca semua buku..." jelas Nathan."Paman mau nanya lagi, bunga yang melambangkan cinta yang sempurna apa?" Tanya Fatih."Bunga tulip merah, simbol cinta yang sempurna, sehingga cocok sebagai bentuk kasih sayang. Rangkaian bunga tulip seolah dapat mewakili perasaan cinta yang dapat mengakar dalam serta abadi untuk seseorang..." jelas Nathan.Fatih langsung bertepuk tangan karena merasa takjub pada, Nathan. Sedangkan Nathan hanya diam sambil memakan es krim-nya."Nathan, kamu tunggu disini ya. Paman mau ke toilet bentar, kalau ada apa-apa langsung telepon Paman. Udah gak bisa tahan berak ini." ucap Fatih.Nathan menganggukkan kepalanya dan melanjutkan memakan es krimnya. Fatih langsung berlari ke arah toilet, karena sudah tidak bisa menahan bab."Permisi adik kecil, boleh saya duduk disini?" Tanya pria yang tengah berdiri di samping Nathan.Anak laki-laki itu hanya diam dan menundukkan kepalanya. Ia mengambil rubik dan memainkan rubiknya. Laki-laki yang tadi meminta izin menatap bingung anak tersebut. Ia menghela napas, kemudian duduk di samping, Nathan."Nama kamu siapa? Kok sendirian, kemana ibumu?" Tanyanya.Nathan hanya diam dan menatap jam tangannya, setelah itu ia kembali memainkan rubik miliknya. Pria yang duduk di samping Nathan tiba-tiba saja menyentuh tangan, Nathan. Refleks anak laki-laki tersebut menggeser duduknya, sedikit menjauh dari pria tersebut."Maaf kalau sudah menganggu," sambung pria tersebut.Nathan hanya diam, dan fokus pada rubiknya. Tiba-tiba ada seorang gadis menghampiri mereka dan langsung memeluk pria yang ada di samping, Nathan."Lepas! Apa-apaan sih lo?" Tegas Dareen.Ya, pria itu adalah Dareen Lucy Winarta, Yang sudah berumur 28 tahun. Dareen menatap datar Nana tunangannya. Ya, pertunangan mereka tetap dilaksanakan, walau keadaan Dareen tidak baik saat itu. Sudah lima tahun mereka bertunangan, Dareen selalu mengundur pernikahannya dengan Nana. Karena hanya Nafeesa lah yang ada di hatinya untuk selamanya."Kita 'kan udah tunangan jadi aku berhak menyentuhmu..." balas Nana."Baru tunangan, jangan sentuh gue..." sambung Dareen dengan tatapan datar."Yaudah kita nikah," sahut Nana."Pernikahan tidak boleh dipaksakan, gue gak cinta sama lo paham!" tegas Dareen."Seiring berjalannya waktu, pasti cinta itu akan tumbuh. Jadi tidak apa-apa kalau kita menikah 'kan?" balas Nana.Nathan menatap kedua orang dewasa tersebut, dan mendengar setiap perkataan mereka berdua. Fatih berlari ke arah keponakannya dan langsung menggendong Nathan."Sorry lama, tadi Paman sakit perut...' jelas Fatih dengan menggerakkan tangannya, sebagai tanda bahasa isyarat.Nathan mengangguk, dan memeluk leher Fatih. Dareen yang melihatnya langsung paham, ternyata anak kecil itu tidak bisa berbicara, makanya sedari tadi dia bertanya anak laki-laki itu hanya diam dan tidak meresponnya. Fatih langsung membawa keponakannya masuk ke dalam mobil, sedangkan Dareen terus saja menatap kepergian mereka berdua."Dareen, aku mau kita nikah secepatnya..." tegas Nana."Nikah saja sama satpam kompleks! Gue gak akan pernah menikah dengan Lo Kalau Lo memaksa dan merencanakan pernikahan secara diam-diam, gue pastikan semua rahasia lo terbongkar. Cukup lima tahun lalu, Lo dan kedua orang tua gue membodohi gue dan membuat gue berpisah dengan gadis yang gue cintai. Sekarang pergi dari hadapan gue!" bentak Dareen.Nana menghentakkan kakinya dan segera melangkahkan kaki menjauhi, Dareen. Pria itu kembali tenang dan menikmati udara segar di taman. Kedua mata Dareen langsung tertuju pada rubik yang berada di sampingnya. Ia mengambil rubik tersebut, dan melihat ada sebuah nama disana."Ternyata nama anak laki-laki itu Nathan. Nama yang indah." gumam Dareen.Dareen tersenyum manis dan memasukkan rubik tersebut di saku jas-nya. Dia sangat yakin, suatu saat nanti ia akan bertemu kembali dengan anak laki-laki tersebut dan saat bertemu dia akan mengembalikan rubik ini secara langsung. Baru pertemuan pertama Dareen, sudah tertarik dengan anak laki-laki yang tampan itu. [.]"Nathan kita pergi sekarang," ucap Nafeesa dengan menggerakkan tangannya ke arah Nathan, sebagai bahas isyarat. Nathan menganggukkan kepalanya dan menghampiri, sang ibu yang sudah menunggunya di depan mobil. Nafeesa menggendong Nathan, dan memasukkan anaknya ke dalam mobil. Tak lupa ia memakaikan sabuk pengaman untuk putranya. "Ganteng banget anak bunda," ujar Nafeesa sambil mencium pipi, Nathan. Sedangkan anak laki-laki itu hanya fokus memainkan rubik miliknya. Nafeesa berjalan ke arah pintu mobil dan duduk di kursi kemudi. Mobil pun dihidupkan, Nafeesa menyetir mobil menuju tempat yang akan ia datangi bersama, Nathan. Setelah beberapa menit di perjalanan, Nafeesa memberhentikan mobil di depan Water Blaster Graha Candi Golf. Nafeesa lebih dulu keluar dari dalam mobil, kemudian berjalan ke arah pintu mobil kursi samping kemudi. Nafeesa membuka pintu mobil untuk anaknya dan membantu Nathan untuk keluar dari mobil. "Ayo," ajak Nafeesa sambil mengulurkan tangannya. Nathan membalas ul
Nafeesa, Bilqis dan Fatih yang tengah menggendong Nathan berjalan keluar bandara. Mereka baru saja tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, sudah ada sebuah mobil yang menunggu mereka di depan bandara. "Wih, mentang-mentang bos. Udah ada aja yang standby nungguin disini..." ujar Fatih. "Pastilah, bos gitu loh..." jawab Bilqis. "Sombong amat, Kak." ketus Fatih. Nafeesa hanya terkekeh melihat adiknya yang tak pernah akur dengan Bilqis. Ia menatap Nathan yang masih tertidur di gendongan, adiknya. "Buruan gih masuk mobil, kasihan kalau Nathan tidurnya dalam posisi seperti itu..." sahut Nafeesa. Bilqis dan Fatih langsung masuk ke dalam mobil, kemudian Nafeesa pun ikut masuk ke dalam mobil tersebut. Mobil pun berjalan menuju rumah yang baru Bilqis beli. Di dalam mobil, Bilqis asik menatap kaca karena lipstik yang ia pakai mulai memudar. Fatih yang melihatnya hanya bisa memutar bola mata dengan malas, sedangkan Nafeesa hanya diam sambil menatap layar ponsel-nya. "Padahal kita bisa tinggal
Di Kediaman Keluarga Winarta.Ayah dan Ibu dari Tuan Beni, tengah duduk sambil memikirkan anak laki-laki yang mereka temui di panti asuhan 'Kasih Sayang Ibu' tadi. Mereka membuka album foto yang ada di ponsel dan melihat foto masa kecil Dareen. "Lihat ini mirip sekali, Daddy. Jangan-jangan Dareen memiliki anak," ujar Nyonya Sukma selaku Nenek dari Dareen dan Zay."Mungkin saja, karena ini memang sangat mirip dengan Dareen. Kamu ingat gadis yang diajak cucu kita waktu mampir ke rumah?" Jawab Tuan Teguh."Ingat gadis cantik itu 'kan? Sekilas anak laki-laki itu juga mirip dengan gadis yang dibawa oleh cucu kita. Mommy jadi semakin yakin itu adalah cicit kita, Dad." jelas Nyonya Sukma."Kita tanyakan ke Dareen dan yang lainnya, jika tidak ada juga yang mengaku mungkin Daddy akan menyuruh pengawal untuk memeriksa data-data keluarga anak laki-laki tersebut..." sambung Tuan Teguh.Dareen masuk ke dalam rumah dengan wajah murung, karena selama lima tahun ini tidak ada senyuman yang menghiasi
Nafeesa berada di supermarket bersama Nathan dan Fatih. Ibu satu anak itu tengah memilih makanan ringan untuk cemilan di rumah, apalagi Nathan paling hobi mengemil makanan. Sedangkan Fatih dan Nathan tengah mencari coklat kesukaan mereka. "Filosofi coklat apa?" Tanya Fatih yang menyodorkan coklat kesukaan Nathan. "Cokelat memiliki makna simbolik cinta, perhatian dan komitmen. Banyak yang percaya bahwa cokelat memiliki efek magis dan bila dibagi di antara dua orang, bahkan bisa membuat mereka saling jatuh cinta..." jelas Nathan sambil mengambil coklat yang ada di tangan sang Paman. Fatih menganggukkan kepalanya dan menggandeng tangan keponakannya, mereka berdua mencari keberadaan Nafeesa yang sedari tadi asik mencari makanan ringan. "Permisi bisa geser sebentar," ucap Nafeesa dengan ramah. Pria yang berdiri di depan rak khusus keripik langsung membalikkan badannya dan sedikit bergeser. Nafeesa dan pria itu langsung mematung, kemudian mereka saling tatap satu sama lainnya. "Feesa?"
Dareen memilih pulang ke apartement miliknya, karena tidak menemukan wanita yang tadi ia tabrak. Pria itu mengacak rambutnya dan menatap foto Nafeesa dan dirinya yang terpampang jelas di dinding kamar. "Kamu kemana sih sayang, aku rindu." lirih Dareen. Ting Tong Bel apartement berbunyi, Dareen hanya tetap diam dan pintu apartment terbuka. Zay berjalan memasuki apartement dan masuk ke dalam kamar adiknya. Terlihat Dareen tengah terlihat berantakan, Zay mendekati adiknya. "Kenapa?" Tanya Zay. "Tadi gue liat Nafeesa, Bang. Tapi dengan bodohnya gue, malah diem dan mikir itu hanya mimpi. Gue cari dia udah gak ada disekitar sana..." jelas Dareen. Zay mengangguk dan memegang bahu Dareen. Ia menatap intens adiknya, kemudian memberikan foto anak laki-laki ke arah Dareen. "Abang pengen ketemu sama anak ini, tapi harus temui dimana ya? Soalnya Mira tadi nelepon abang, kayaknya Alia terus nangis pengen ketemu sama anak laki-laki yang ada di foto ini.." ucap Zay. Dareen memegang foto anak
Nana datang ke kantor Dareen dengan pakaian yang begitu terbuka. Ia masuk ke dalam ruangan Dareen saat pria itu tengah ada tamu penting. "Dareen kok gak angkat telepon aku sih!" Tegas Nana. Dareen memutar bola mata malas dan melanjutkan perbincangan dengan tamu penting. Nana kesal dan melempar berkas yang ada di meja kerja, Dareen. Sontak tamu tersebut terkejut bahkan Dareen sudah menahan emosinya agar tidak keluar. "Kamu bisa keluar sebentar, saya lagi ada tamu penting?!" Tanya Dareen. "Gak! Aku mau tau kenapa kamu gak angkat telepon aku? Setelah kamu jawab, baru aku keluar." Kekeh Nana. Dareen menghela napasnya dengan kasar, "saya lagi bekerja, Nana. Kamu gak liat ada tamu yang harus saya layani..." tegas Dareen yang tak bisa menahan amarahnya lagi. Sekertaris Dareen dan salah satu karyawan menyeret, Nana keluar dari ruangan. Membuat gadis itu kesal dan mencoba memberontak. Dareen menatap para tamunya, "mohon maaf atas ketidak kenyamanan ini. Saya benar-benar minta maaf." "Ti
Alia berlari masuk ke dalam rumah kediaman keluar Winarta. Ia masuk menaiki anak tangga dengan wajah yang begitu berbinar. Mira yang melihat anaknya hanya bisa tersenyum sambil memeluk lengan suaminya. "Padahal, Alia anak kita, Mas. Tapi kenapa dia deket banget ya sama Zay dan Dareen?" Tanya Mira. "Biarin aja, Sayang. Asal anak kita bahagia dan gak ngelupain kita..." balas Abdi. Mira mengangguk dan duduk di sofa dekat Nyonya Riska yang tengah membaca majalah. Tuan Beni datang dan bergabung dengan mereka yang ada di ruang tamu. "Alia mana?" Tanya Tuan Beni. "Ke lantai atas, mau ketemu Mas Zay sama Dareen katanya..." jawab Mira. "Dareen dan Zay gak ada di rumah, mereka tidur di apartement..." sahut Nyonya Riska. Alia menuruni anak tangga dengan keadaan lemah, ia tidak semangat seperti tadi. Zay dan Dareen tidak ada di kamar mereka, sehingga Alia sedih. Padahal gadis kecil itu ingin bercerita tentang Nathan yang sudah mau berinteraksi dengannya. "Om kamu di apartemen sayang, sini
Bilqis seketika mematung saat mendengar suara pria yang selama ini, selalu mengisi hatinya. Ia menatap Zay yang terlihat sangat kurus tengah menatapnya dengan tatapan bahagia. Sedangkan Fatih dan Alia hanya menatap mereka dengan tatapan bingung. "K-kamu beneran, Bilqis?" Tanya Zay yang langsung berdiri dan menghampiri Bilqis. Gadis itu hanya diam, karena lidahnya sangat kelu saat ingin membalas pertanyaan Zay dengan jawab tidak. Zay memeluk tubuh Bilqis dan membuat gadis tersebut hanya bisa diam, karena jujur ia merindukan pelukan dari, Zay. "Aku rindu," lirih Zay. Bilqis masih tetap bungkam berada di pelukan, Zay. Dareen yang melihatnya masih terkejut, takdir memang selalu membuat semua orang tercengang. Semalam dia bertemu wanita yang ia cintai, saat dalam keadaan sakit. Sekarang sang Kakak juga kembali bertemu dengan Bilqis gadis pujaan hati yang selalu Zay cari. "Hatiku hancur banget saat pisah sama kamu. Maafin aku yang menyetujui permintaan kedua orang tuaku. Jujur sebenarny
Nafeesa tengah memasak di dapur dalam keadaan hamil 9 bulan. Sudah 3 tahun mereka menjalani hubungan rumah tangga. Sepasang suami istri tersebut, juga sudah dikaruniai dua orang anak laki-laki yang tampan dan akan mendapatkan satu anak perempuan lagi. Namun, yang satu masih berada dalam kandungan. "Ayah, Nathan, Naufal, makan dulu nanti lanjut mainnya," ucap Nafeesa saat menata makanan di meja makan. Nathan sudah berumur 8 tahun, anak laki-laki itu sudah banyak perkembangan. Ia sudah seperti anak seusianya, tanpa canggung bisa menyesuaikan diri dilingkungan barunya. Naufal Lucy Dwi Winarta anak kedua dari Dareen dan Nafeesa, dua hari yang lalu bayi laki-laki ini sudah berumur 3 tahun. Kedua anak laki-lakinya sangat mirip dengan Dareen. Membuat Nafeesa jadi iri, kenapa anaknya tidak ada yang mirip dengannya. Ketiga orang itu berjalan ke arah dapur, dan duduk di kursi. Nafeesa mengambil makanan untuk Dareen-suaminya dan Nathan-putra pertamanya. "Makan yang banyak ya, Naufal sini sayan
Satu bulan kemudian, Setelah semua masalah selesai, Dareen dan Nafeesa sangat terlihat bahagia bersama. Sepasang kekasih ini tengah duduk di sebuah cafe, sambil menatap anak mereka yang tengah makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya, Sayang," balas Nafeesa. Nathan mengangguk dan langsung memakan makanan dengan pelan. Dareen yang melihat anaknya menurut hanya bisa tersenyum, dan mengusap lembut kepala anaknya. Nafeesa menyuapi Dareen makan, karena pria itu sejak bersama dengan Nafeesa semakin manja. "Enak loh Bunda," ujar Dareen dengan semangat. Nafeesa terkekeh, "aku seperti memiliki dua anak saja," balas Nafeesa. Dareen ikut terkekeh dan menggenggam tangan gadis itu dengan hangat. "Akhirnya kita bahagia ya, Nana juga sudah menyerah dan dia sudah sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan," ujar Dareen. Nafeesa tersenyum dan mengangguk, "apa dia sudah berangkat ke London?" Tanya Nafeesa pada Dareen. "Dengar dari Papa sih udah, semalam dia berangkat. Semoga aja dia menemukan
"Kerja sama Alexander Group dan Winarta Group. Sudah batal, Dareen dan Zay bisa bekerja di Alexander Group. Kebetulan Fikri membutuhkan bantuan untuk mengurus dua perusahaan.." ujar Tuan Raksa. Mendengar ucapan kedua anaknya, Tuan Beni terkejut bukan main. "Baiklah Papa akan merestui kalian berdua, asal Dareen dan Zay tidak lepas dari tanggung jawab. Maafkan Papa yang sudah memaksakan kehendak Papa..." Keputusan Tuan Beni. "Pa, apa-apaan sih? Kenapa Papa batalkan pernikahan anak kita? Nanti kerja sama dengan perusahaan kedua orang tua Nana gimana?" Tanya Nyonya Riska yang sangat kesal. "Papa sudah membatalkannya tadi sebelum mereka datang kesini dan semua persiapkan sudah Papa batalkan. Ternyata Dareen sudah lebih dulu menelepon pihak yang bertanggung jawab atas persiapan pernikahan ini. Jadi, sebenarnya Papa suruh kedua orang tua Nana untuk datang, hanya ingin meminta maaf. Tapi kamu sudah berbicara lebih dulu, Ma," jelas Tuan Beni. Dareen dan Zay terkejut dengan ucapan ayah merek
Fatih masih membelalakkan kedua matanya karena kaget dengan ucapan, Dareen. Pria itu memukul pelan wajah Dareen dan menatap tajam kedua mata atasannya itu. "Gila lo bang! Gak ada pakai pergi-pergi segala! Selesai semuanya dengan kepala dingin. Sampai gue tau Abang ngelakuin hal-hal aneh, gue bacok burung lu bang," tegas Fatih. Dareen hanya diam dan menatap Fatih yang tengah mengoceh. Pria itu kembali menatap ke arah langit, dan mengembangkan senyumnya. "Om, gini banget nasib, Dareen. Om gimana di sana? Bahagia gak? Apa Om udah bersama anak Om dan wanita yang Om cinta? Dareen penasaran banget Om, kalau Om udah bersatu lagi dengan mereka. Dareen ucapkan selamat ya, Om," jeda Dareen."Om, Dareen udah punya anak. Dia sama kayak Om, terlahir dengan keistimewaannya. Wajahnya mirip banget sama Dareen, andai Om masih hidup, pasti Om bakal bahagia melihat anak Dareen. Dia anak yang pintar, selalu buat Dareen bangga. Om, Papa udah beda, dia gak sayang sama Dareen lagi. Berbeda sekali saat Om ma
Sudah hampir tiga Minggu Dareen di rumah sakit. Akhirnya hari ini, ia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Nafeesa sedari awal selalu menemani Dareen, membuat perkembangan kesembuhan pria itu semakin pesat. Nafeesa tengah memasukkan beberapa baju yang di bawa oleh kedua orang tua, Dareen. "Nathan mana sayang?" Tanya Dareen. "Lagi sama Fatih, Kevin, Ucok dan Kak Fikri," balas Nafeesa yang baru saja selesai mengancing tas pakaian milik Dareen. "Udah siap? Yang lain pasti udah nunggu lama di depan. Yuk kita pulang," lanjut Nafeesa. Dareen mengangguk dan menggenggam tangan, Nafeesa. "Ayuk sayangnya aku," balas Dareen. Mereka berdua pun keluar dari ruang rawat dan berjalan keluar rumah sakit. Terlihat sudah banyak orang menunggu mereka di tempat parkir, terlihat keluarga Winarta dan keluarga Alexander berdiri di depan mobil mereka masing-masing. "Udah? Mau balik atau kemana dulu?" Tanya Tuan Teguh. "Langsung balik aja, Opa. Mas Dareen butuh banyak istirahat," sahut Nafeesa. Da
Sekarang semua orang sudah berkumpul di depan ruangan tempat Dareen dan Nathan melakukan tes DNA. Dareen dan Nathan tengah mengambil darah, untuk sempel tes DNA. Setelah selesai mereka keluar dengan bergandeng tangan. "Kapan hasilnya keluar?" Tanya Tuan Beni. "Nanti malam pukul 21.00 WIB," balas Dareen datar. "Ah, sangat tidak sabar sekali. Ingat kalau anak penyakitan ini bukan anak Dareen, kau pergi dari kehidupan anakku," ujar Nyonya Riska. Plak! "Mulutmu gak bisa di jaga ya? Kamu mau anak saya menjauh dari Dareen, oke akan saya turuti. Tapi apa anakmu akan baik-baik saja, jika berjauhan dengan anak perempuan saya? Apa kamu yakin dia akan bahagia berpisah dengan Nafeesa?" Tanya Nyonya Zanna yang sudah sangat kesal. "Tidak, Tante. Aku tidak ingin berpisah dari Nafeesa dan anakku. Aku yakin, Nathan benar-benar anakku dan Nafeesa. Jangan dengarkan ucapan Mama, karena mulutnya memang tidak bisa di rem. Jadi, jangan dimasukan ke dalam hati, Tante," jawab Dareen yang langsung menggen
Sudah dua puluh menit mereka berada di ruang VIP mawar. Saat keluarga Alexander akan berpamitan untuk pulang, Dareen membuka kedua matanya. "Nafeesa," panggil Dareen. Nafeesa yang mendengarnya langsung menghampiri, Dareen. Ia menatap wajah pria tampan tersebut dan tersenyum ke arahnya. "Iya? Kamu mau apa, Mas? Minum? Atau perut kamu laper lagi?" Tanya Nafeesa. Dareen tersenyum, "mau kamu," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan Dareen. "Kalau mau anak saya, nikahin dia, jangan ngomong aja," ujar Tuan Raksa dengan datar. Dareen menatap ke arah Tuan Raksa, dan ia langsung memposisikan diri untuk duduk. Tuan Raksa dan Tuan Beni membantu Dareen, untuk duduk. Nafeesa membenarkan baju Dareen yang tersingkap, kemudian merapikan rambut pria yang ia cintai itu. "Om kapan ke Indonesia? Bukannya lagi di luar Negeri ya? Terus maksud Om nikahin anak Om apa? Dareen normal ya, Om," jawab Dareen. "Lah jadi gak mau nikahin anak Om nih? Yaudah," lanjut Tuan Raksa. "Anak Om cowok, mana mungkin Dare
Di dalam ruang ICU. Nathan terus saja menatap ke arah ayahnya yang tengah terbaring lemah di brankar. Ia menggenggam tangan Dareen dengan erat. "Ayah, bangun ya. Nathan rindu sama Ayah. Nathan, udah banyak kemajuan loh yah. Jadi, saat Ayah bangun, Nathan tidak akan pernah mempermalukan Ayah, karena kekurangan Nathan. Apa Ayah nggak capek tidur terus? Nathan aja cuma tidur selama sejam udah capek banget. Ayah udah dua minggu loh, pasti Ayah capek. Nanti kalau Ayah bangun, Nathan akan memijat punggung Ayah. Bangun ya yah, Bunda kangen banget sama ayah. Setiap malam Nathan dengar Bunda selalu nangis di dalam kamarnya. Apa Ayah nggak sedih melihat Bunda nangis terus?" ujar Nathan. Anak laki-laki itu mengecup punggung tangan, Dareen. Kemudian ia memilih untuk keluar dari ruangan, tanpa anak laki-laki itu sadari Dareen meneteskan air matanya. Saat membuka pintu, Nathan melihat Nafeesa tengah tersenyum ke arah dirinya. "Udah?" Tanya Nafeesa dengan lembut. Nathan menganggukkan kepala, dan
Dua Minggu berlalu, Dareen masih juga belum sadar dari komanya. Sekarang Tuan Beni tengah menatap anaknya yang tengah terbaring dengan banyak alat medis di tubuh. Sesak rasanya melihat putra keduanya terbaring lemah seperti ini. Tuan Beni menggenggam tangan anaknya, "kapan kamu bangun? Apa kamu gak capek tidur terus? Kamu gak rindu sama Papa dan keluarga kamu? Apa kamu gak rindu sama anak kamu?" Tanya Tuan Beni. "Maaf selama ini Papa egois sama kamu. Papa hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah, karena mamamu memberitahu Papa bahwa Nafeesa bukan wanita yang baik untuk kamu. Itu alasan Papa tidak merestui kalian, apalagi saat Papa mendengar Nafeesa hamil. Itu membuat semakin benci pada wanita itu," lanjut Tuan Beni. "Setelah Papa liat kegigihan mu untuk bersama Nafeesa, dan wanita itu terlihat sangat menyayangimu. Papa akan merestui kalian, tapi Papa mohon kamu harus bangun dulu. Jangan lama tidurnya, Dareen," sambung Tuan Beni lagi. Pria paruh baya itu menggenggam erat tan