Pada pukul 4 lebih 30 menit dini hari, sosok yang menghebohkan kediaman orang tua Cinta pun berhasil disadarkan. Pria dengan bagian tubuhnya yang top less itu, menundukkan kepala dihadapan ayah dan ibu mertuanya, merasa cukup malu karena telah menggegerkan seisi rumah dengan kesalahpahaman yang dirinya ciptakan.“Ngapain pake dandan ala ninja gitu sih, Nan? Kalau Cinta nggak turun, abis kepala kamu Ayah gebukin pake stik golf.”Tak ada yang dapat Adnan ucapkan selain kata maaf. Siapa pun pasti akan bersikap waspada, melihat tampilan mencurigakan seseorang yang merangsek masuk ke dalam rumahnya. Andai ia berada diposisi yang sama, ia pun akan melakukan hal serupa untuk melindungi keluarganya.Pada sisi kiri sofa yang Adnan gunakan, objek yang menjadi alasan dibalik aksi nekat Adnan tampak bersemangat memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Perempuan itu sama sekali tak terganggu dengan sidang dadakan yang digelar oleh orang tuanya.“Den Adnan, diminum dulu tehnya. Tadi Mbok masukin daun
Benar-benar suatu kebetulan yang tidak disangka-sangka, dimana ketika Dimas melontarkan perkataannya, sosok yang ingin ia ajak bicara pun mendengar seluruh kalimatnya.“Ayah nggak serius kan?” tanya Adnan dengan raut wajah yang tak mampu terjelaskan.“Eh, kamu denger ya? Hehehe.. Ayah cuman latihan acting tadi. Nggak usah dianggep serius, Nan.” Dimas pun menyangkal. Merasa tidak enak hati, ia pun melarikan diri, pergi begitu saja dari hadapan menantunya.Lagi Pula, ia tak mungkin serius melontarkan kalimat yang nantinya akan merugikan sang putri, terutama dirinya sendiri.Meminta Adnan mengembalikan Cinta disaat anak perempuannya itu tengah berbadan dua sama halnya dengan menggali lubang menuju gerbang masuk neraka— singkatnya, mendatangkan cobaan ditengah kehidupannya yang harusnya berjalan damai.Ck! Tolong jangan mempertanyakan rasa sayang Dimas kepada putri tunggalnya.Kalimatnya itu tak berarti jika dirinya tidak mampu menghidupi Cinta dan calon cucu di perut putrinya. Hanya saja
“Mom.. Hiyaa! Aing mabuur!” jerit Cinta tatkala tubuhnya terangkat ke udara sebelum mendarat tepat di atas panggulan bahu Adnan.“Momooon, gue diculik, lontoooong!!” Cinta kembali menjerit, kali ini dengan kedua tangan bergerak tak beraturan, bermaksud meminta bantuan anak tetangga yang sudah lama tak ditemuinya.Simon alias Momon, pemuda itu menatap penculikan sahabatnya dengan rahang terbuka. Ia tidak beranjak satu inci pun, membiarkan Cinta berduel secara mandiri dengan pria yang menculiknya.“Ntar juga dibalikin kalau udah ngerasain ruginya.” Lontar Simon, tak yakin penculikan Cinta akan bertahan lama. Yah, paling lama mungkin sampai nanti malam. Setelahnya, tubuh sahabatnya itu akan dikembalikan, lengkap bersama tas makanan ringan hasil rampokannya.“Simon, Bangke! ini gue beneran diculik!!” teriak Cinta kala Adnan mencoba memasukkan tubuhnya ke dalam mobil.“Tolongin, Nyet!!”Simon mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Terakhir membantu Cinta yang hendak diculik, ia justru i
“Damn! Your bacot ya, Cin! Gue udah straight! Udah hamilin anak orang jug..”“Lo apa?” tanya Cinta saat Simon memotong kalimatnya sendiri dengan sebuah tamparan usai menyadari bahwa mulutnya sudah keceplosan.“Eng.. Enggak.”Cinta menyentak galak. “Nggak mata lo!” Jemari yang telah meninggalkan helaian rambut Simon pun kembali mampir, menjambak rambut sahabat jahanamnya, jauh lebih kuat dari sebelumnya.“Bocah sarap! Ngehamilin anak siapa lo, Sat?!”“Aaak! Mas, help! Bini lo kerasukan, Mas!” teriak Simon, meminta bantuan. Ia memegangi telapak tangan Cinta yang menarik rambutnya, mencoba meminimalisir rasa sakit yang disebabkan oleh jambakan sahabatnya.“Ampun, Cin. Semua bisa dibicarain. Nggak usah pake kekerasan ya..” Mohon Simon, memelas.Ia memang sempat kehilangan arah. Menilai jika arah orientasinya berbelok karena tak kunjung mendamba pada lawan jenis. Namun hanya sebatas itu— ia tidak berpikir akan mendalami ketidak-tertarikannya itu pada sesamanya.“Hem..”Melihat picingan taj
Merasakan keberadaan seseorang yang selalu mengikuti langkah kakinya, Cinta pun berpikir untuk membuktikan dugaannya itu— dengan cara mempermainkan langkahnya.Sebelum berhenti melangkah, Cinta terlebih dahulu menajamkan indera pendengarannya.‘Kena lo!’ pekiknya dalam hati, setelah tebakannya terbukti benar.Tak ingin meloloskan manusia yang menguntitnya, ia pun dengan cepat memutar tubuhnya ke belakang.“He?” kaget Cinta mendayu. Ia lalu bertanya pada si penguntit yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri, Simon. “Ngapain lo ngikutin gue sama Mas Adnan?!”Dengan tampang tak enak dipandang berkat bogem mentah Adnan, Simon yang kacau itu menggerundel, berkata bahwa dirinya juga akan pulang.“Oh.. Yaudah, gih!” lontar Cinta mempersilahkan dengan sebelah lengannya yang terbuka.“Ya kalian duluan lah yang jalan. Gue kan nebeng kalian.”“Lah, apa hubungannya Mon?” tanya Cinta, sepolos anak yang baru dilahirkan ke muka bumi.“Kunci mobilnya kan di laki lo, Cintul. Gue gimana bisa masuk kala
Bak anak raja dari kerajaan paling makmur sejagat raya, Cinta menikmati siang harinya dengan berlayankan para dayang setianya. Dayang-dayang itu tak lain adalah suami, ibu mertua dan anggota termuda di rumah yang dirinya tinggali sekarang.“Tante, aaaakk..”Disaat Nathania bertugas sebagai pengawas isi mulut Cinta, dayang ke 2, Adnan, secara bergantian memijat kaki-kakinya yang masih terbebas dari pembengkakkan. Sedangkan dayang ke 3, dayang paling spesial yang Cinta miliki, memenuhi job desc-nya dengan menggeser layar iPad. Menawarkan serangkaian produk yang siapa tahu saja akan diminati oleh menantu kesayangannya.Ketiganya benar-benar mendedikasikan diri untuk kepuasan sang putri.“yang ini kayaknya bakalan cocok deh kalau dipake buat acara tiga bulanan nanti. Modelnya eye catching. Nggak norak even diamond-nya lumayan gede.” Ucap Diah sembari mengetukkan jari telunjuknya pada barang yang sedang dirinya pilih.Wanita itu melakukan cubitan pada permukaan layar untuk memperbesar tampi
“What the..”Cinta tercengang, begitu juga dengan Adnan. Keduanya kehilangan kata-kata kala tak hanya mendapati Simon seorang diri, melainkan bersama dengan dua buah koper yang pria itu letakkan di kedua sisi tubuhnya.“Gue diusir..” Ucap Simon, pelan, nyaris tidak terdengar andai si kecil tak membeo, menirukan kalimat yang pria itu ucapkan.“HEEEE?!!!”“Om temennya Tante Cinta ya?”Simon dengan sisa-sisa kekuatannya mengangguk.“Kok jelek sih?”Seketika saja pipi-pipi Cinta menggembung dengan ujung bibir saling terekat erat.“Ni bocah siapa sih? Rusuh amat dah! Nggak liat apa, orang lagi sengsara!”Nathania melengos. Gadis cilik itu melompat, menuruni sofa panjang yang ia naiki dengan tujuan mengobservasi tamu tantenya.“Mamiii! Thania diomelin om-om jelek, Maaam!!” teriaknya mengadu, meski belum berhadapan dengan maminya.“You!!”Cinta berlari menghampiri Simon. Perempuan itu menurunkan jari telunjuk yang Simon gunakan untuk menuding keponakan suaminya.“Gila ya, lo! Itu anak cucu k
Permasalahan yang menyeret peran Cinta masuk ke dalamnya pun, akhirnya dapat terselesaikan setelah Cinta menghubungi ayahnya.Perempuan itu meminta agar sang ayah mendatangkan orang tua Simon ke rumah mertuanya. Setelahnya, nama baik yang dijadikan kambing hitam atas kesalahan anak itu pun, pulih dalam hitungan menit.“Pak Samuel, Bu Diah, sekali lagi, kami meminta maaf untuk ulah tidak tahu malu anak ini.”“Biar kami angkut anak ini ke Bantar Gebang, Pak.” Imbuh papa Simon, menimpali permintaan maaf yang entah sudah berapa kali diucapkan oleh istrinya.Mendengarnya, Simon pun merajuk. “Mah, Pah! Simon bukan sampah ya!” Anak itu sama sekali tak memperlihatkan kesan laki-laki dewasa pada umumnya. Persis seperti Cinta yang tak mau repot untuk menyembunyikan keaslian dirinya dihadapan orang lain.“Yailah, pake lupa jati diri lo, Mon. Lo kan sampah. Sampah Masyarakat!”“Bacot lo, Cin! Kalau nggak ngikutin nasehat lo, hidup gue nggak bakalan begini ya!”Perang mulut pun terjadi dengan Simo
“Hiyyaaaa!! Ya udah kawinnya sama aku aja, Oppaaaa!”“HEEEEEE!!”Tempelengan lembut tak ayal mendarat dikepala Cinta. Pelakunya adalah Adnan yang tak lagi bisa menahan kekesalannya kepada sang istri.Disaat tubuh istrinya oleng ke samping, pria itu dengan cepat menarik lengan sang istri lalu memerangkap tubuhnya ke dalam pelukkan.“Mas! Kamu noyor kepala aku?”“Mas nggak mau minta maaf, abis kamunya yang mulai duluan.” Tutur Adnan, kali ini tak akan merendahkan diri demi melindungi dirinya dari amukan istri cantiknya.Sekali-kali wanita bar-bar yang ia nikahi harus tahu kapan tepatnya wanita itu boleh bercanda dan dengan candaan seperti apa yang boleh dia lontarkan sehingga tidak mengusik batas kesabarannya.“Aku sampe..” Cinta menelengkan kepalanya. “Wiiiing!” lalu mendorong kepalanya untuk me-reka ulang adegan.Situasi yang semula tegang pun mencair dengan sangat cepat. Dua bintang utama yang belum lama ini masih berdebat tentang sebuah pernikahan, kini berusaha keras untuk tak mene
Gentleman— tak ada lagi kata yang dapat mendeskripsikan betapa memukaunya seorang Nathan didalam benak Cinta.Pria itu begitu cepat bergerak seolah dirinya tengah berlomba dengan waktu. Dia benar-benar menepati ucapannya. Memboyong ibu kandungnya datang melamar disaat hari bahkan belum berganti.“Sat-set banget ya, Mas. Nggak nyesel deh aku pernah ngefans.”“Nakal.” Pungkas Adnan, mencubit gemas pipi kiri sang istri.Jujur saja, jika mengikuti kata hati, ia cemburu. Ia tidak suka Cinta memuja pria lain meski pemujaan itu tak lagi dilakukan oleh istrinya. Namun untuk kali ini saja, ia akan memendam kecemburuannya. Menurutnya, sahabatnya memang layak dipuja.“Dia itu kayak Mas, Yang. Kalau udah serius ya nggak pake lama.”“Idih! Iyain aja deh.”“Eh, kok gitu? Kan Mas langsung ngelamar kamu juga, Yang.”“After many drama ya, Mas. Kamu nggak amnesia kan, kalau pernah mau ngasih aku ke Oppa?”Pertanyaan itu membuat Adnan meringis.“Kalau mantan kamu nggak ketahuan selengki, sekarang mungkin
“Yang..” rengek Adnan.Persetan dengan citranya dihadapan keluarga. Nasib dan akal sehatnya sekarang sedang dipertaruhkan. Ia bisa gila jika Cinta benar-benar menginginkan perceraian.“Eung?”“Tarik kata-kata kamu, Yang. Tarr-riiik!” pinta Adnan sembari mengguncang tubuh Cinta.Ia tahu istrinya memang mempunyai cara berpikir yang unik. Namun ini sungguh terlalu! Mana ada sih manusia yang meminta cerai hanya untuk mendapatkan lamaran ulang?Cuma Cinta saja kan? Iya kan?!“Ayo, Yang. Tarik! Bilang kalau kamu cuman bercanda, Yang.”Cinta mendongak, menatap Adnan. “Mas, ini ngidamnya anak kamu loh.” Ujarnya dengan tangan membelai si buah hati.Beberapa kali Cinta mengerjap, membuat bulu matanya bergerak naik-turun.“Masa ngidam anak kita udah lewat, Sayang. Please jangan gunain dia buat kepentingan pribadi Maminya.”“Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah.” Pekik Cinta bernada. “Sungguh kejam fitnahanmu, Kisanak. Kenapa engkau begitu teg..”Adnan menghentikan ucapan ngelantur sang istri dengan melet
Tidak ada yang salah dengan apa yang Cinta lakukan. Meski terkesan mencampuri urusan pribadi orang lain, tapi Cinta melakukannya untuk kebaikan orang-orang yang dirinya kasihi. Tanpa campur tangannya, hubungan Grace dan Nathan akan diam ditempat. Mereka akan berdiam seolah menerima takdir, lalu hidup dalam penyesalan karena hidup didalam kepengecutan. Sungguh, Cinta tidak ingin itu terjadi. Menurutnya, yang keduanya butuhkan hanyalah sebuah keberanian. Keberanian untuk mencoba. Keberanian untuk menepikan ketakutan. Dan keberanian untuk bersikap jujur pada diri sendiri. Hal ini Cinta tujukan kepada Grace, kakak iparnya. Cinta mungkin tak tahu seberat apa peperangan batin yang dirasakan Grace. Ia tidak berada diposisi yang sama dengan kakak iparnya. Akan tetapi, melihat wanita itu terus membentengi diri dengan mekanisme yang menurutnya salah, sebagai adik ipar, Cinta ingin Grace mengalir saja seperti air. Toh apa yang ditakutkan oleh wanita itu belum tentu terjadi. Jika pun k
Grace tak dapat menahan helaan napasnya sesaat setelah adik dan iparnya berlalu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan si pembuat onar.Pembuat onar itu— sebut saja dia NATHAN. Tak perlu menggunakan inisial segala. Namanya pun harus ditulis kapital agar semua orang tahu bahwa pria yang katanya pernah menjadi idaman kaum hawa ditempat mengenyam pendidikan itu, tak ubahnya manusia alay ketika menghadapi sesuatu yang tak sejalan dengan keinginannya.“You!” erang Grace melihat cengiran lebar, terbentuk pada wajah tampan Nathan.Demi Nathan yang katanya berulah karena dirinya, Grace bahkan rela meninggalkan putri semata wayangnya.Nathania memang terlelap, tapi anak itu bisa saja terbangun. Dia pasti akan menangis karena tidak menemukan dirinya.“Hai, Grace.. Welcome home, Sayang.”“Gundulmu!” maki Grace keras. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala Nathan. Entah apa yang bersarang di dalam kepala pria itu. Bisa-bisanya pria sibuk seperti dirinya menggalau hanya karena seorang janda.“W
“God!” erang Cinta sesaat setelah dirinya meninggalkan bilik kamar mandi.Sumpah demi suaminya yang tampan, ia lebih baik mendatangi konser Oppa-Oppa kesayangannya dibanding masuk ke dalam kelab malam. Entah apa yang para pengunjung sukai dari hingar-bingar menyakitkan mata dan telinga ini— sungguh, Cinta sendiri juga bingung dengan selera masokis manusia-manusia yang menurutnya aneh itu.“Nih kebanyakan yang dateng kesini human-human kebanyakan energi kali! Kalau gue sih mending molor ya tengah malem gini! Hiiih!” Racau Cinta, berjalan keluar untuk menghampiri Adnan yang ia tinggalkan.“Sayang, kenapa?” tanya Adnan, heran saat melihat sang istri yang terus saja bergidik sembari menutup kedua lubang telinganya.“Bising banget! Budek aku lama-lama!”Adnan terkekeh renyah. Ia belai puncak kepala sang istri. “Habis ini kita bawa pulang aja si Nathannya, Yang.” Tuturnya dengan mempertahankan belaian pada kepala istri cantiknya.Untuk golongan anak rumahan seperti Cinta, kelab malam pastil
Siang itu tidak ada balasan, terlebih persetujuan yang terlontar dari mulut Nathan. Pembicaraan terkait hubungan mereka pun berakhir mengambang. Terhenti begitu saja tanpa adanya bait penyelesaian.Dihadapan Nathania pun, keduanya bersikap seolah tak pernah terlibat dalam sebuah ketegangan. Mereka berinteraksi normal layaknya sepasang kekasih pada umumnya— dengan saling mencurahkan perhatian, khususnya untuk si kecil ‘Thania.’Namun apa yang tampak siang itu, sungguh berbeda dengan apa yang Nathan perlihatkan dihadapan sahabatnya.“Wae geurae?” bentak Nathan dengan tangan mencengkram kerah kemeja Adnan.Sial sekali bagi Adnan. Ditengah malam yang seharusnya dapat ia gunakan untuk memeluk erat tubuh sang istri, ia justru harus sibuk mengurusi tingkah polah pelaku peneroran nomor pribadinya.“Sayang.” Adnan meneleng, memalingkan wajahnya ke arah Cinta yang sibuk merekam kegilaan sahabat karibnya.“Waeeee?” sentak Nathan sembari mengguncang tubuh Adnan.Adnan meringis. Ingin sekali rasany
“Hye?” pekik Nathan, tersentak. Pria setengah Korea itu kembali bersuara setelah berhasil menguasai keterkejutan yang dialaminya. “I mean, apa maksud kamu, Grace?” tuntutnya, kali ini dengan intonasi yang lembut.Grace sendiri tampak tak dapat mengendalikan kecemasan pada raut wajahnya. Perempuan itu ingin membuka mulut, tapi tak ada satu pun kalimat yang akhirnya keluar dari bibirnya.“Grace?”“...” Sayangnya, panggilan Nathan tak membuahkan hasil. Grace— wanita itu tetap setia dengan kebungkamannya.“Karena kamu nggak ngejawab, aku anggap kamu nggak pernah ngomong kayak tadi. Or, kita bisa bahas ini dilain waktu when nggak ada Thania yang nungguin kita.” Ucapnya lalu berjalan melewati Grace.Menyadari tak adanya pergerakan dari wanita yang menjalin kesepakatan dengannya, Nathan pun menghentikan langkah kakinya. Sahabat Adnan itu kemudian memutar tubuhnya. Berkata, “We have to hurry. Apa kamu ingin membuat Thania marah karena kita yang terlalu lama?” Meski bersama pengasuhnya, pembica
Melihat keadaan Adnan, Nathan yang semula ingin meminta pendapat, mengurungkan niatnya. Pemuda yang saat ini tengah menjalin kerjasama asmara dengan kakak sahabatnya itu, memutuskan berpamit dengan meninggalkan sebuah pesan yang ia tinggalkan untuk sahabatnya.Jangan sampai menyesal kalau sampai gantian Cinta yang marah ke kamu— begitulah isi pesan yang ditinggalkan oleh Nathan. Pria itu memperingati Adnan supaya tidak melanjutkan ngambeknya mengingat aksi kekanakannya bisa saja menjadi boomerang yang menyerang dirinya sendiri.“Kalau aku translate kata-katanya Oppa..” belum sempurna Cinta mengucapkan kalimatnya, Adnan pun sudah bergegas mengosongkan kursi kerjanya.Pria yang menikahi Cinta setelah menjadi korban perselingkuhan itu, berjongkok tepat dibawah kaki-kaki istrinya. Telapak kakinya berjinjit untuk menyamakan tinggi tubuhnya dengan sepasang paha sang istri yang lututnya sedang terlipat. “Mas salah, Sayang. Jangan bales dendam ya?”Insting Adnan mengatakan jika otak pintar san