Adnan menghela napas kala menemukan sang istri terlelap dengan mata terpejamnya. Sejak ia mendengar bahwa istri cantiknya memiliki teman berbeda jenis kelamin, tak tahu apa sebabnya, tapi rasa yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan saat menjalin hubungan dengan Arabela, muncul, menelusup ke dalam hatinya dan membentuk sebuah kekhawatiran.“Sayang, dia cuman temen kamu kan?” tanya Adnan, serupa bisikan karena tak ingin mengusik Cinta dari tidur lelapnya.Jari-jarinya yang bebas memainkan juntaian rambut sang istri, membentuk spiral dengan sebisa mungkin tak melakukan tarikan yang nantinya dapat membangunkan wanita itu.Cinta mungkin bukan wanita pertama di dalam hidupnya, namun, wanita itu merupakan pembelajaran pertama yang mengajarkan hati Adnan pada berbagai macam jenis perasaan.Mencintai sang istri membuatnya mengenal rasa cemburu, perasaan takut kehilangan dan keinginan untuk menjadikan Cinta miliknya seorang.Ia ingin menyimpan Cinta untuk dirinya sendiri, membatasi pergerakan
Pada pukul 4 lebih 30 menit dini hari, sosok yang menghebohkan kediaman orang tua Cinta pun berhasil disadarkan. Pria dengan bagian tubuhnya yang top less itu, menundukkan kepala dihadapan ayah dan ibu mertuanya, merasa cukup malu karena telah menggegerkan seisi rumah dengan kesalahpahaman yang dirinya ciptakan.“Ngapain pake dandan ala ninja gitu sih, Nan? Kalau Cinta nggak turun, abis kepala kamu Ayah gebukin pake stik golf.”Tak ada yang dapat Adnan ucapkan selain kata maaf. Siapa pun pasti akan bersikap waspada, melihat tampilan mencurigakan seseorang yang merangsek masuk ke dalam rumahnya. Andai ia berada diposisi yang sama, ia pun akan melakukan hal serupa untuk melindungi keluarganya.Pada sisi kiri sofa yang Adnan gunakan, objek yang menjadi alasan dibalik aksi nekat Adnan tampak bersemangat memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Perempuan itu sama sekali tak terganggu dengan sidang dadakan yang digelar oleh orang tuanya.“Den Adnan, diminum dulu tehnya. Tadi Mbok masukin daun
Benar-benar suatu kebetulan yang tidak disangka-sangka, dimana ketika Dimas melontarkan perkataannya, sosok yang ingin ia ajak bicara pun mendengar seluruh kalimatnya.“Ayah nggak serius kan?” tanya Adnan dengan raut wajah yang tak mampu terjelaskan.“Eh, kamu denger ya? Hehehe.. Ayah cuman latihan acting tadi. Nggak usah dianggep serius, Nan.” Dimas pun menyangkal. Merasa tidak enak hati, ia pun melarikan diri, pergi begitu saja dari hadapan menantunya.Lagi Pula, ia tak mungkin serius melontarkan kalimat yang nantinya akan merugikan sang putri, terutama dirinya sendiri.Meminta Adnan mengembalikan Cinta disaat anak perempuannya itu tengah berbadan dua sama halnya dengan menggali lubang menuju gerbang masuk neraka— singkatnya, mendatangkan cobaan ditengah kehidupannya yang harusnya berjalan damai.Ck! Tolong jangan mempertanyakan rasa sayang Dimas kepada putri tunggalnya.Kalimatnya itu tak berarti jika dirinya tidak mampu menghidupi Cinta dan calon cucu di perut putrinya. Hanya saja
“Mom.. Hiyaa! Aing mabuur!” jerit Cinta tatkala tubuhnya terangkat ke udara sebelum mendarat tepat di atas panggulan bahu Adnan.“Momooon, gue diculik, lontoooong!!” Cinta kembali menjerit, kali ini dengan kedua tangan bergerak tak beraturan, bermaksud meminta bantuan anak tetangga yang sudah lama tak ditemuinya.Simon alias Momon, pemuda itu menatap penculikan sahabatnya dengan rahang terbuka. Ia tidak beranjak satu inci pun, membiarkan Cinta berduel secara mandiri dengan pria yang menculiknya.“Ntar juga dibalikin kalau udah ngerasain ruginya.” Lontar Simon, tak yakin penculikan Cinta akan bertahan lama. Yah, paling lama mungkin sampai nanti malam. Setelahnya, tubuh sahabatnya itu akan dikembalikan, lengkap bersama tas makanan ringan hasil rampokannya.“Simon, Bangke! ini gue beneran diculik!!” teriak Cinta kala Adnan mencoba memasukkan tubuhnya ke dalam mobil.“Tolongin, Nyet!!”Simon mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Terakhir membantu Cinta yang hendak diculik, ia justru i
“Damn! Your bacot ya, Cin! Gue udah straight! Udah hamilin anak orang jug..”“Lo apa?” tanya Cinta saat Simon memotong kalimatnya sendiri dengan sebuah tamparan usai menyadari bahwa mulutnya sudah keceplosan.“Eng.. Enggak.”Cinta menyentak galak. “Nggak mata lo!” Jemari yang telah meninggalkan helaian rambut Simon pun kembali mampir, menjambak rambut sahabat jahanamnya, jauh lebih kuat dari sebelumnya.“Bocah sarap! Ngehamilin anak siapa lo, Sat?!”“Aaak! Mas, help! Bini lo kerasukan, Mas!” teriak Simon, meminta bantuan. Ia memegangi telapak tangan Cinta yang menarik rambutnya, mencoba meminimalisir rasa sakit yang disebabkan oleh jambakan sahabatnya.“Ampun, Cin. Semua bisa dibicarain. Nggak usah pake kekerasan ya..” Mohon Simon, memelas.Ia memang sempat kehilangan arah. Menilai jika arah orientasinya berbelok karena tak kunjung mendamba pada lawan jenis. Namun hanya sebatas itu— ia tidak berpikir akan mendalami ketidak-tertarikannya itu pada sesamanya.“Hem..”Melihat picingan taj
Merasakan keberadaan seseorang yang selalu mengikuti langkah kakinya, Cinta pun berpikir untuk membuktikan dugaannya itu— dengan cara mempermainkan langkahnya.Sebelum berhenti melangkah, Cinta terlebih dahulu menajamkan indera pendengarannya.‘Kena lo!’ pekiknya dalam hati, setelah tebakannya terbukti benar.Tak ingin meloloskan manusia yang menguntitnya, ia pun dengan cepat memutar tubuhnya ke belakang.“He?” kaget Cinta mendayu. Ia lalu bertanya pada si penguntit yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri, Simon. “Ngapain lo ngikutin gue sama Mas Adnan?!”Dengan tampang tak enak dipandang berkat bogem mentah Adnan, Simon yang kacau itu menggerundel, berkata bahwa dirinya juga akan pulang.“Oh.. Yaudah, gih!” lontar Cinta mempersilahkan dengan sebelah lengannya yang terbuka.“Ya kalian duluan lah yang jalan. Gue kan nebeng kalian.”“Lah, apa hubungannya Mon?” tanya Cinta, sepolos anak yang baru dilahirkan ke muka bumi.“Kunci mobilnya kan di laki lo, Cintul. Gue gimana bisa masuk kala
Bak anak raja dari kerajaan paling makmur sejagat raya, Cinta menikmati siang harinya dengan berlayankan para dayang setianya. Dayang-dayang itu tak lain adalah suami, ibu mertua dan anggota termuda di rumah yang dirinya tinggali sekarang.“Tante, aaaakk..”Disaat Nathania bertugas sebagai pengawas isi mulut Cinta, dayang ke 2, Adnan, secara bergantian memijat kaki-kakinya yang masih terbebas dari pembengkakkan. Sedangkan dayang ke 3, dayang paling spesial yang Cinta miliki, memenuhi job desc-nya dengan menggeser layar iPad. Menawarkan serangkaian produk yang siapa tahu saja akan diminati oleh menantu kesayangannya.Ketiganya benar-benar mendedikasikan diri untuk kepuasan sang putri.“yang ini kayaknya bakalan cocok deh kalau dipake buat acara tiga bulanan nanti. Modelnya eye catching. Nggak norak even diamond-nya lumayan gede.” Ucap Diah sembari mengetukkan jari telunjuknya pada barang yang sedang dirinya pilih.Wanita itu melakukan cubitan pada permukaan layar untuk memperbesar tampi
“What the..”Cinta tercengang, begitu juga dengan Adnan. Keduanya kehilangan kata-kata kala tak hanya mendapati Simon seorang diri, melainkan bersama dengan dua buah koper yang pria itu letakkan di kedua sisi tubuhnya.“Gue diusir..” Ucap Simon, pelan, nyaris tidak terdengar andai si kecil tak membeo, menirukan kalimat yang pria itu ucapkan.“HEEEE?!!!”“Om temennya Tante Cinta ya?”Simon dengan sisa-sisa kekuatannya mengangguk.“Kok jelek sih?”Seketika saja pipi-pipi Cinta menggembung dengan ujung bibir saling terekat erat.“Ni bocah siapa sih? Rusuh amat dah! Nggak liat apa, orang lagi sengsara!”Nathania melengos. Gadis cilik itu melompat, menuruni sofa panjang yang ia naiki dengan tujuan mengobservasi tamu tantenya.“Mamiii! Thania diomelin om-om jelek, Maaam!!” teriaknya mengadu, meski belum berhadapan dengan maminya.“You!!”Cinta berlari menghampiri Simon. Perempuan itu menurunkan jari telunjuk yang Simon gunakan untuk menuding keponakan suaminya.“Gila ya, lo! Itu anak cucu k
Andai saja tombol CTRL + Z dapat digunakan untuk membatalkan tindakannya, Simon akan menekannya dan mengembalikan situasi sampai pada titik dimana otaknya berpikir untuk meminta bantuan kepada Cinta.Ya! Dari sana!Ia akan langsung menekan tombol delete ketika ide sesat itu mulai terlintas. Kemudian membuka recycle bin, menghapus kembali data yang telah ia hapus agar hilang permanen dari otak kecilnya.Masalahnya, nasi sudah menjadi bubur sekarang. Ia pun bukan perangkat lunak yang dapat dioperasikan dengan menggunakan rumus-rumus di atas. Ia manusia biasa dan bukan Nabi, Boy!Eh, eh. Bercandya!Ck!Nahas memang. Kebodohannya dalam mengambil tindakan, tidak dapat dibatalkan apalagi dikembalikan seolah semuanya tidak pernah terjadi. Sekali lagi, ia manusia bukan mesin rakitan berteknologi mutakhir.Namun sebagai manusia, situasi seperti sekarang ini tidak akan menumbangkannya. Mengapa tidak? Ia bukanlah alat yang kemutakhirannya dikendalikan oleh makhluk bernyawa. Ia jauh lebih mutakhi
Menurut Cinta, Simon adalah satu-satunya manusia yang banyak tingkah. Dia layak mengantongi label sebagai manusia terbobrok sepanjang masa. Jika ada nominasi pun, pemuda itu akan menang dalam perebutan nominasi ‘Manusia dengan Rasa Syukur Terminim,’ sejagad raya.Ya, dialah pemenangnya untuk urusan persyukuran duniawi.Jangan salah kaprah. Simon menang bukan karena dia pandai bersyukur. Nominasinya kan sudah jelas. Terminim! It means, kadar syukurlah berada di tingkat terbawah dibandingkan dengan peserta lainnya.Kasarnya, Simon itu manusia yang patut untuk segera diambil nyawanya.“Fucek! Nggak pernah ya aku se-emosi ini sama human.”‘Mana adaaaaa!!’ jerit dewi batin Adnan. Hoaks itu. Istrinya every day, every time tidak pernah, tidak emosian.Tolong ampuni istrinya yang lupa diri. Di kamus wanitanya itu, hanya tertulis satu kalimat. Yaitu, Cinta tidak pernah salah. Kalau Cinta salah, maka kembali lagi ke kalimat pertama.“Mas, habis ini kamu harus mandi air kembang tujuh rupa ya. Ta
“Pi, Pi! Jangan lupa sama kesepakatan kita tadi ya.” Ucap Cinta setengah berteriak dengan kepala yang melongok melewati kaca mobil Adnan. “Bye-Bye, Papi. Ketemu lagi abis sarapan ya. Love you, muaaach!” Suaranya terdengar ceria, lengkap bersama lambaian tangan untuk berpamitan kepada papi mertuanya.“Ya Tuhan, Mami. Kamu tuh sebenernya ngedapetin mantu apa malaikat maut sih? Tiap hari loh Papi berasa mau tutup usianya.” celoteh Samuel setelah mobil putranya kembali melaju, meninggalkan dirinya yang enggan ikut sarapan bubur bersama keduanya.Menantu mereka memang selalu ada saja gebrakannya. Iya juga heran kenapa bisa begitu. Cinta seakan tak bisa hidup anteng, menikmati kehidupannya dengan duduk manis tanpa membuat huru-hara.“Ck! Gimana caranya ngusir Nathan?” monolog Samuel, kebingungan.Kalau saja Nathan bukan suami putrinya, pengusiran itu akan sangat mudah untuk dilakukan. Masalahnya, Nathan sekarang bukan lagi orang luar di keluarga mereka. Statusnya setara dengan Cinta— sama-sa
“Sayang..” Cinta memalingkan wajah, menatap Adnan yang kini menghampiri dirinya. “Sarapannya Mas bawa kesini ya?” tawar Adnan agar istrinya tak melewatkan sang istri tak melewatkan makan paginya. Setelah mengetahui jika perempuan yang tertawa bersama Adnan ternyata mempunyai seorang suami, Cinta yang kepalang malu pun memutuskan untuk kabur ke ruang keluarga. Ia kehilangan muka karena terhasut oleh sepotong video yang diberikan Nathan kepadanya. “Nggak laper. Mas aja yang sarapan.” Mendengar jawaban sang istri, Adnan yang berjarak beberapa centi dari Cinta, ikut mendudukkan dirinya pada kursi yang sama dengan istrinya. “Kok gitu, Mami? Dedek dari semalem nggak dikasih maem loh. Dia pasti laper.” Semalam setelah memarahi Adnan, Cinta memilih mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak menampakkan batang hidungnya meski Adnan memohon agar sang istri menyudahi kemarahannya. Ada satu hal yang lebih mengejutkan untuk Adnan. Dibandingkan kemarahan tiba-tiba sang istri tadi malam, kabar m
Ya Tuhan, beginikah penampakan perempuan ketika hamil besar?!— Cinta merasa dirinya sangatlah seksi. Dari seluruh penampilannya, penampilan kali ini benar-benar spektakuler. Perutnya yang membesar dengan lubang pusar menonjol membuatnya merasakan perasaan bangga sebagai seorang wanita. “Seksoy bet gue. Aaaak! Kek gitar Spanyol. Menonjol dimana-mana.” Adnan hanya bisa menganga. Istrinya ini sedang kerasukan setan apa ya? Sejak keluar dari kamar mandi, wanita itu hanya mematut dirinya di cermin sembari berlenggok memamerkan kesintalan tubuh hamilnya.Adnan sih bukannya tidak suka. Suami mana yang tidak suka dengan tingkah seduktif istrinya. Hanya saja, pagi ini ia memiliki rapat yang keberadaannya tak bisa untuk dibatalkan dan istri cantiknya tahu akan hal itu.“Mas, Mas!” Seru Cinta, memutar tubuhnya menghadap Adnan. “Liat Mas, tete aku. Tumpeh-tumpeh.”“Sa-Sayang..” Ucap Adnan, terbata.“Anjrot muncrat!”Seketika saja kepala Adnan dilanda pening yang begitu hebat.Tak kuat melihat a
“Dasar pengkhianat!!” “Awh, ampun, Yang. Mas salah. Mas ngaku, Sayang.” Adnan mengaduh sembari menghindari pukulan yang Cinta layangkan secara membabi buta pada bagian atas tubuhnya. Cinta yang tak mudah luluh meski Adnan telah meminta maaf pun, menarik daun telinga pria itu.Alhasil, Adnan pun terbawa oleh jeweran sang istri. “Kamu kan yang ngasih tau barang-barang inceran aku ke Oppa?” Belum berakhir kekagetannya atas kunjungan tiba-tiba Nathan, Cinta pun kembali dikagetkan saat membuka satu per satu hadiah yang ditinggalkan pria itu untuknya. “Gimana bisa dia tau to do list-nya aku, Heh?!” sentak Cinta dengan tangan yang lagi-lagi menyerang dada Adnan. “Kan Mas udah ngaku, Yang. Mas yang kasih daftarnya.”“Bener-bener ya kamu, Mas. Apa coba! Kamu jatoh miskin apa gimana kok ngehibahin tanggung jawab belanjain aku ke dia?” “Enggak, Sayang. Mas bukannya miskin. Mas cuman kelewat pinter buat manfaatin momen.” balas Adnan lalu menyengir. Sangat disayangkan jika ia harus melewatk
“Mas, minggir! Aku harus nyelametin masa depannya Thania.” “Sayang, Nathan nggak seperti yang kamu bayangin. Kamu salah paham, Yang.” “Heh! Mana ada salah paham. Jelas-jelas dia bilang sendiri kalau.. Heump-eump-ump..” Kalimat Cinta menjadi tak jelas sebab Adnan yang membekap mulut wanita itu. “Aaah!” Desah Cinta keras usai menyingkirkan tangan Adnan. Cinta melebarkan kelopak mata, memelototi Adnan sebelum kemudian melayangkan tamparan pada dada suaminya. “Mau jadi duda kamu?!” sentaknya, mengomel karena Adnan seolah ingin membunuhnya. Adnan menggelengkan kepala. “Bumil, sabar. Nggak boleh emosian. Tarik napas, Sayang. Buang pelan-pelan.” Ujar Adnan seraya membelai punggung wanita kesayangannya.Dalam satu hari, entah sudah berapa kali istrinya menarik urat. Wanita hamil yang satu ini terlalu mudah meledak. Sumbu amarahnya sangat pendek. Disulut sedikit saja, langsung duar! Bumi pun bergoyang bersama seluruh penghuninya. “Coba dicerna lagi kalimatnya Nathan, Yang.”Belum sempat
“Hiyyaaaa!! Ya udah kawinnya sama aku aja, Oppaaaa!”“HEEEEEE!!”Tempelengan lembut tak ayal mendarat dikepala Cinta. Pelakunya adalah Adnan yang tak lagi bisa menahan kekesalannya kepada sang istri.Disaat tubuh istrinya oleng ke samping, pria itu dengan cepat menarik lengan sang istri lalu memerangkap tubuhnya ke dalam pelukkan.“Mas! Kamu noyor kepala aku?”“Mas nggak mau minta maaf, abis kamunya yang mulai duluan.” Tutur Adnan, kali ini tak akan merendahkan diri demi melindungi dirinya dari amukan istri cantiknya.Sekali-kali wanita bar-bar yang ia nikahi harus tahu kapan tepatnya wanita itu boleh bercanda dan dengan candaan seperti apa yang boleh dia lontarkan sehingga tidak mengusik batas kesabarannya.“Aku sampe..” Cinta menelengkan kepalanya. “Wiiiing!” lalu mendorong kepalanya untuk me-reka ulang adegan.Situasi yang semula tegang pun mencair dengan sangat cepat. Dua bintang utama yang belum lama ini masih berdebat tentang sebuah pernikahan, kini berusaha keras untuk tak mene
Gentleman— tak ada lagi kata yang dapat mendeskripsikan betapa memukaunya seorang Nathan didalam benak Cinta.Pria itu begitu cepat bergerak seolah dirinya tengah berlomba dengan waktu. Dia benar-benar menepati ucapannya. Memboyong ibu kandungnya datang melamar disaat hari bahkan belum berganti.“Sat-set banget ya, Mas. Nggak nyesel deh aku pernah ngefans.”“Nakal.” Pungkas Adnan, mencubit gemas pipi kiri sang istri.Jujur saja, jika mengikuti kata hati, ia cemburu. Ia tidak suka Cinta memuja pria lain meski pemujaan itu tak lagi dilakukan oleh istrinya. Namun untuk kali ini saja, ia akan memendam kecemburuannya. Menurutnya, sahabatnya memang layak dipuja.“Dia itu kayak Mas, Yang. Kalau udah serius ya nggak pake lama.”“Idih! Iyain aja deh.”“Eh, kok gitu? Kan Mas langsung ngelamar kamu juga, Yang.”“After many drama ya, Mas. Kamu nggak amnesia kan, kalau pernah mau ngasih aku ke Oppa?”Pertanyaan itu membuat Adnan meringis.“Kalau mantan kamu nggak ketahuan selengki, sekarang mungkin