Adnan sudah pernah memasuki kamar Cinta. Sebelum keduanya menikah pun, ia sempat beberapa kali masuk untuk membangunkan istrinya. Namun setiap kali memasuki area pribadi istrinya itu, hatinya selalu dibuat berbunga melihat bukti betapa dalamnya rasa cinta yang dimiliki sang istri untuk dirinya.“Katanya mau mandi?” tanya Cinta, mendekati Adnan yang kini tengah memandangi bingkai foto yang ia tanam pada dinding-dinding kamarnya.“ini waktu Mas pertama kali diangkat jadi CEO ya?”“Eum, kan ada note-nya dibawah.” Jawab Cinta sembari menunjuk akrilik bertuliskan momen yang menjelaskan kapan tepatnya potret Adnan diambil.“Selain ini masih ada lagi nggak, Yang?”“Di lemari kecil yang di atas meja itu.. Disana isinya album foto Mas Adnan.”Adnan pun terperangah. “Sebanyak itu, Yang?”“Ya kan memori HP-ku nggak muat buat nampung semua foto kamu, Mas.”Cinta memang segila itu jika menyangkut Adnan. Kamera ponselnya selalu standby untuk mengabadikan wajah pria yang dirinya cintai. Tak hanya Ad
Adnan menghela napas kala menemukan sang istri terlelap dengan mata terpejamnya. Sejak ia mendengar bahwa istri cantiknya memiliki teman berbeda jenis kelamin, tak tahu apa sebabnya, tapi rasa yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan saat menjalin hubungan dengan Arabela, muncul, menelusup ke dalam hatinya dan membentuk sebuah kekhawatiran.“Sayang, dia cuman temen kamu kan?” tanya Adnan, serupa bisikan karena tak ingin mengusik Cinta dari tidur lelapnya.Jari-jarinya yang bebas memainkan juntaian rambut sang istri, membentuk spiral dengan sebisa mungkin tak melakukan tarikan yang nantinya dapat membangunkan wanita itu.Cinta mungkin bukan wanita pertama di dalam hidupnya, namun, wanita itu merupakan pembelajaran pertama yang mengajarkan hati Adnan pada berbagai macam jenis perasaan.Mencintai sang istri membuatnya mengenal rasa cemburu, perasaan takut kehilangan dan keinginan untuk menjadikan Cinta miliknya seorang.Ia ingin menyimpan Cinta untuk dirinya sendiri, membatasi pergerakan
Pada pukul 4 lebih 30 menit dini hari, sosok yang menghebohkan kediaman orang tua Cinta pun berhasil disadarkan. Pria dengan bagian tubuhnya yang top less itu, menundukkan kepala dihadapan ayah dan ibu mertuanya, merasa cukup malu karena telah menggegerkan seisi rumah dengan kesalahpahaman yang dirinya ciptakan.“Ngapain pake dandan ala ninja gitu sih, Nan? Kalau Cinta nggak turun, abis kepala kamu Ayah gebukin pake stik golf.”Tak ada yang dapat Adnan ucapkan selain kata maaf. Siapa pun pasti akan bersikap waspada, melihat tampilan mencurigakan seseorang yang merangsek masuk ke dalam rumahnya. Andai ia berada diposisi yang sama, ia pun akan melakukan hal serupa untuk melindungi keluarganya.Pada sisi kiri sofa yang Adnan gunakan, objek yang menjadi alasan dibalik aksi nekat Adnan tampak bersemangat memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Perempuan itu sama sekali tak terganggu dengan sidang dadakan yang digelar oleh orang tuanya.“Den Adnan, diminum dulu tehnya. Tadi Mbok masukin daun
Benar-benar suatu kebetulan yang tidak disangka-sangka, dimana ketika Dimas melontarkan perkataannya, sosok yang ingin ia ajak bicara pun mendengar seluruh kalimatnya.“Ayah nggak serius kan?” tanya Adnan dengan raut wajah yang tak mampu terjelaskan.“Eh, kamu denger ya? Hehehe.. Ayah cuman latihan acting tadi. Nggak usah dianggep serius, Nan.” Dimas pun menyangkal. Merasa tidak enak hati, ia pun melarikan diri, pergi begitu saja dari hadapan menantunya.Lagi Pula, ia tak mungkin serius melontarkan kalimat yang nantinya akan merugikan sang putri, terutama dirinya sendiri.Meminta Adnan mengembalikan Cinta disaat anak perempuannya itu tengah berbadan dua sama halnya dengan menggali lubang menuju gerbang masuk neraka— singkatnya, mendatangkan cobaan ditengah kehidupannya yang harusnya berjalan damai.Ck! Tolong jangan mempertanyakan rasa sayang Dimas kepada putri tunggalnya.Kalimatnya itu tak berarti jika dirinya tidak mampu menghidupi Cinta dan calon cucu di perut putrinya. Hanya saja
“Mom.. Hiyaa! Aing mabuur!” jerit Cinta tatkala tubuhnya terangkat ke udara sebelum mendarat tepat di atas panggulan bahu Adnan.“Momooon, gue diculik, lontoooong!!” Cinta kembali menjerit, kali ini dengan kedua tangan bergerak tak beraturan, bermaksud meminta bantuan anak tetangga yang sudah lama tak ditemuinya.Simon alias Momon, pemuda itu menatap penculikan sahabatnya dengan rahang terbuka. Ia tidak beranjak satu inci pun, membiarkan Cinta berduel secara mandiri dengan pria yang menculiknya.“Ntar juga dibalikin kalau udah ngerasain ruginya.” Lontar Simon, tak yakin penculikan Cinta akan bertahan lama. Yah, paling lama mungkin sampai nanti malam. Setelahnya, tubuh sahabatnya itu akan dikembalikan, lengkap bersama tas makanan ringan hasil rampokannya.“Simon, Bangke! ini gue beneran diculik!!” teriak Cinta kala Adnan mencoba memasukkan tubuhnya ke dalam mobil.“Tolongin, Nyet!!”Simon mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Terakhir membantu Cinta yang hendak diculik, ia justru i
“Damn! Your bacot ya, Cin! Gue udah straight! Udah hamilin anak orang jug..”“Lo apa?” tanya Cinta saat Simon memotong kalimatnya sendiri dengan sebuah tamparan usai menyadari bahwa mulutnya sudah keceplosan.“Eng.. Enggak.”Cinta menyentak galak. “Nggak mata lo!” Jemari yang telah meninggalkan helaian rambut Simon pun kembali mampir, menjambak rambut sahabat jahanamnya, jauh lebih kuat dari sebelumnya.“Bocah sarap! Ngehamilin anak siapa lo, Sat?!”“Aaak! Mas, help! Bini lo kerasukan, Mas!” teriak Simon, meminta bantuan. Ia memegangi telapak tangan Cinta yang menarik rambutnya, mencoba meminimalisir rasa sakit yang disebabkan oleh jambakan sahabatnya.“Ampun, Cin. Semua bisa dibicarain. Nggak usah pake kekerasan ya..” Mohon Simon, memelas.Ia memang sempat kehilangan arah. Menilai jika arah orientasinya berbelok karena tak kunjung mendamba pada lawan jenis. Namun hanya sebatas itu— ia tidak berpikir akan mendalami ketidak-tertarikannya itu pada sesamanya.“Hem..”Melihat picingan taj
Merasakan keberadaan seseorang yang selalu mengikuti langkah kakinya, Cinta pun berpikir untuk membuktikan dugaannya itu— dengan cara mempermainkan langkahnya.Sebelum berhenti melangkah, Cinta terlebih dahulu menajamkan indera pendengarannya.‘Kena lo!’ pekiknya dalam hati, setelah tebakannya terbukti benar.Tak ingin meloloskan manusia yang menguntitnya, ia pun dengan cepat memutar tubuhnya ke belakang.“He?” kaget Cinta mendayu. Ia lalu bertanya pada si penguntit yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri, Simon. “Ngapain lo ngikutin gue sama Mas Adnan?!”Dengan tampang tak enak dipandang berkat bogem mentah Adnan, Simon yang kacau itu menggerundel, berkata bahwa dirinya juga akan pulang.“Oh.. Yaudah, gih!” lontar Cinta mempersilahkan dengan sebelah lengannya yang terbuka.“Ya kalian duluan lah yang jalan. Gue kan nebeng kalian.”“Lah, apa hubungannya Mon?” tanya Cinta, sepolos anak yang baru dilahirkan ke muka bumi.“Kunci mobilnya kan di laki lo, Cintul. Gue gimana bisa masuk kala
Bak anak raja dari kerajaan paling makmur sejagat raya, Cinta menikmati siang harinya dengan berlayankan para dayang setianya. Dayang-dayang itu tak lain adalah suami, ibu mertua dan anggota termuda di rumah yang dirinya tinggali sekarang.“Tante, aaaakk..”Disaat Nathania bertugas sebagai pengawas isi mulut Cinta, dayang ke 2, Adnan, secara bergantian memijat kaki-kakinya yang masih terbebas dari pembengkakkan. Sedangkan dayang ke 3, dayang paling spesial yang Cinta miliki, memenuhi job desc-nya dengan menggeser layar iPad. Menawarkan serangkaian produk yang siapa tahu saja akan diminati oleh menantu kesayangannya.Ketiganya benar-benar mendedikasikan diri untuk kepuasan sang putri.“yang ini kayaknya bakalan cocok deh kalau dipake buat acara tiga bulanan nanti. Modelnya eye catching. Nggak norak even diamond-nya lumayan gede.” Ucap Diah sembari mengetukkan jari telunjuknya pada barang yang sedang dirinya pilih.Wanita itu melakukan cubitan pada permukaan layar untuk memperbesar tampi
“O-iya loh. Mirip.” Samuel tak hentinya memandangi album foto berisikan potret bayi mungil yang tak lain adalah menantu perempuannya. Ia lalu menggeser pandangan, memindai kembali rupa cucu hasil pernikahan putranya dengan wanita itu. “Nggak ada bedanya sama sekali. Plek-ketiplek kayak yang Cinta bilang.” Plak! Gemas dengan keheranan suaminya, Diah pun melayangkan pukulan pada pundak pria paruh baya itu. “Apa sih, Pi? Masa baru percaya sekarang. Kita loh punya fotonya Cinta dari segala usia.” Tutur ibu kandung Adnan itu, memarahi Samuel yang baru bisa mempercayai penuturan mereka. Sudah dibilang Amora itu cetakannya Cinta. Tidak ada satupun bagian dari Cinta yang terlewat dalam proses terbentuknya rupa cucunya. “ini kali ya, yang dibilang kita punya 7 kembaran.” Diah melengos sedangkan Dimas, besannya— pria itu mengedikkan bahu. ‘Suka-Suka lo aja-lah, Sam.’ lontar Dimas, membatin. “Ckckckck! Niar banget loh sampe bawain foto bayi aku. Orang tuh nengok lahiran bawa makanan
Amora Anindya Wiyoko— nama itu Adnan ciptakan dengan mengingat sang istri dalam setiap pertimbangannya. Amora, suku pertama ini Adnan ambil dari kata amor yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, akan merujuk pada nama wanita yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putrinya. Sedangkan untuk Anindya, Adnan mengambilnya dari bahasa Sansekerta yang berartikan cantik. Paras ayu Cinta pasti akan menurun pada sang putri. Adnan berharap putrinya kelak dapat tumbuh rupawan seperti halnya istri yang ia kasihi. “Astaga.. Cinta banget mukanya. Padahal anak cewek loh.” Dan, yah! Harapan Adnan terkabul. Gen istrinya bekerja lebih banyak, membuat Adnan kini mempunyai miniatur wanita yang sangat dirinya cintai. “Bangun-bangun pingsan ini anaknya.” Mendengar celotehan ibu mertuanya, Adnan pun tak dapat menahan kekehannya. Semoga saja istrinya tidak berulah setelah sadar. “Aneh banget ya? Anak cewek loh. Kok malah lebih mirip mamanya daripada papanya.” Ucap Dimas, ikut heran sama se
“Simon gimana, Mas? Ada bales?” Adnan menggenggam erat telapak tangan Cinta. “Sayang.. Nggak usah mikirin Simon dulu ya.” Ia lalu meminta agar sang istri fokus pada persalinannya saja. Bagaimanapun juga, ketidakhadiran istrinya dalam pernikahan pria itu berada diluar kendali manusia. Absennya Cinta disebabkan oleh perihal yang tidak dapat diganggu gugat oleh seorang makhluk. Sungguh, ini benar-benar diluar kuasa mereka. “Iya, Cin. Bunda juga udah minta maaf ke maminya Simon. Kamu tenang aja. Simon pasti ngerti.” Ucap Nirmala, membelai kepala putrinya. Dini hari menjelang subuh, sahabatnya menelepon, mengabarkan jika Cinta mengalami kontraksi hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit ibu dan anak di daerah Kemang, dalam perjalanannya menyusul sang putri, ia mendapatkan kabar bila Cinta sudah mengalami pecah ketuban. Saat itulah, ditengah kepanikannya, ia menghubungi mami Simon. “Sakit, Mas.” “Sabar ya, Sayang. Kamu.. Kamu mau operasi aja?” tanya Adnan, semakin tak tega melihat sang i
“Bun, shopping yuk.” Ajak Cinta, tiba-tiba.Mendengar itu, Nirmala pun menghentikan aktivitas menyulam yang sedang ia kerjakan. Ia menatap sang putri, lalu bertanya, “mau belanja apa?” Saat putri dan menantunya berkunjung bersama suaminya, ibunda Cinta itu tengah mengisi waktu luangnya dengan menciptakan sebuah karya yang nantinya akan ia jadikan sebagai hadiah kelahiran cucu pertamanya.“Emang kalau shopping harus udah ada yang mau dibeli dulu ya?”“Ya, iya dong. Kocak ini anak. Kalau nggak ada yang mau dibeli, ngapain kamu ngajakin Bunda belanja?”“Astaga, Bun. Konsep dari mana itu? Nggak mesti ya! yang penting pergi aja dulu. Ntar juga pasti ada yang pengen dibeli.”Nirmala pun berdecak dan decakkannya itu membuat Cinta kembali berkata-kata.“Please, Bun. Jangan pelit-pelit banget sama diri sendiri. Suami Bunda loh banyak duit. Matanya dimanjain. Kalau nemu barang bagus, bungkus. Shopping diluar kebutuhan nggak akan bikin Bunda miskin kok.”Nirmala menggelengkan kepala, tak habis p
Keributan yang disebabkan oleh Cinta di dalam showroom milik sang ayah dapat teratasi dengan cepat setelah Dimas mendatangkan relasinya bersama datangnya satu unit motor bebek keluaran terbaru ke hadapan si ibu hamil. “Kalau ini dijamin Ibunya bisa naikin.” Seloroh Dimas, menepuk bagian kepala motor yang didatangkannya.Tahu bahwa ayahnya kesal, Cinta pun meringis. “Hehe..” Ia menunjukkan deretan gigi putihnya. Memasang ekspresi bersalah yang dibalut dengan cengiran manisnya. Ia kan hanya ingin berbuat baik. Berhubung ayahnya mempunyai bisnis jual-beli kendaraan, situasi itu hendak ia manfaatkan agar dirinya tak perlu keluar uang.“Moge yang tadi keren loh padahal. Ibu beneran nggak mau?” tanya Cinta untuk memastikan apakah si ibu benar-benar tidak berminat dengan motor yang ia pilihkan.Sedikit ngeyel nggak ngaruh kan? Toh keluarga ayahnya tidak akan jatuh miskin hanya karena menghibahkan sebuah motor.“Nggak, Non. Bahaya. Selain saya nggak bisa naikinnya, di lingkungan saya pasti r
Kata siapa menjadi istri pria kaya akan menghindarkan kita dari berbagai masalah? Siapa yang bilang, hah?!Sebagai istri pria keyong-reyong yang nantinya akan mewarisi kerajaan bisnis papi mertuanya, Cinta dengan sungguh menolak keras statement menyesatkan kaum materialistis itu.Para wanita yang memiliki pemikiran sesempit itu, Cinta yakin mereka hanya hidup di dalam angan-angan indah belaka. Mereka jelas merupakan kaum-kaum pengkhayal yang tak melibatkan unsur kelogisan ke dalam cara berpikirnya.Mana ada kaya sama dengan bebas masalah. Tidak seperti itu, Suketi! Karena yang namanya masalah pasti tidak memandang kasta. Akan tiba masanya dia datang tanpa membawa surat undangan. Seperti sekarang contohnya.“Hiks, itu orangnya mati nggak, Pak?” Cinta bertanya dengan tangis sesenggukannya.Secara tidak sengaja ia terlibat dengan kecelakaan ketika hendak menyusul Adnan. Sejak meninggalkan kediaman orang tua suaminya, ia tidak pernah menyusun planning untuk menabrak pengendara lain di jal
“Engh.” Cinta mengerang. Wanita itu menengadahkan kepala, menarik napas dalam-dalam untuk ia hembuskan lagi keluar. “Mau kemana, Sayang?!” Dibelakang meja kerjanya, Adnan memperhatikan pergerakan sang istri. Sedari tadi ia melihat Cinta yang bergerak gelisah seolah tak mau duduk tenang di atas ranjang mereka. Selama masa kehamilan akhir Cinta, Adnan telah memindahkan meja dari ruang kerjanya ke dalam kamar. Maminya yang sangat khawatir dengan menantu perempuannya, meminta Adnan untuk tak berada jauh dari sisi sang istri. Sebentar lagi, meja yang ia gunakan ini juga akan diturunkan ke kamar baru mereka di lantai satu. “Ke bawah.” “Loh, ngapain?” “Feelingku bilang, bentar lagi orang Korea itu balik.” Plak! Adnan memukul kening— ini toh yang membuat istrinya tak tenang sedari tadi. “Mereka nggak akan pulang, Sayang. Kan tadi Mbak Grace telepon, bilang kalau bakalan nginep sana.” “Pulang, Mas. Mas nggak percaya sama feelingnya aku?” Adnan mau tak mau bangkit dari kursinya.
Samuel— ayah mertua Cinta, pria paruh baya itu hanya bisa menunduk lesu sembari mendengarkan omelan istrinya. Ia juga tidak tahu kalau putri dan menantunya yang lain tidak akan pulang ke rumah malam ini. “Lagian Papi ngapain pake janji-janji ke Cinta? Ngambek kan anaknya.” Sungguh terlalu! Jika sebelumnya ia dihadapkan pada kebingungan untuk mengusir Nathan, sekarang perasaan itu kembali ia rasakan setelah sempat merasakan kelegaan. Sebelumnya ia sangat gembira mendengar kabar bahwa Nathan tak akan pulang. Pria berdarah campuran Korea-Indonesia itu memboyong anak dan cucunya pulang ke rumah maminya. Memang setelah anak-anak mereka menikah, besannya itu memutuskan untuk pindah meninggalkan kota kelahirannya. Semarang dirasa cukup jauh meski dapat ditempuh secara singkat menggunakan pesawat. Setidaknya dengan begitu, besannya berharap jika Nathan dan keluarga kecilnya dapat lebih sering berkunjung menjenguknya. “Kayaknya Nathan tuh punya kekuatan deh, Mi. Masa iya dia tiba-tiba
“Kok bisa?! Kamu tau dari mana?” “Anaknya, Mbak. Dia di rumah sekarang.” “Jadi Simon pulang bawa kabar kalau dia sakit parah?!” tanya Nirmala yang anehnya justru dibalas dengan gelengan oleh mami Simon. “Loh, ah! Terus kamu tau kalau dia sakit dari mana?” “Itu— Dia bilang, dia setuju buat nikahin Louise. Gila kan?! Anakku pasti sakit parah. Kalau enggak, nggak mungkin dia tiba-tiba mau tanggung jawab.” “...” Fix! Gelar ibu durhaka abad ini pastilah dimenangkan oleh mami Simon. Wanita itu memiliki kriteria unik yang tidak dimiliki oleh para nominator lain, yaitu pemikiran yang secara tidak langsung menjadikan kata-katanya sebagai doa untuk memendekkan umur putranya. “Kok kamu diem aja sih, Mbak? Aku lagi panik loh ini.” Sama seperti bundanya yang langsung terdiam, Cinta yang diam-diam menguping pun ikut kehilangan kata-kata. Ia jadi kasihan pada Simon. Kalau saja Simon melihat kedurhakaan maminya, Cinta jamin sahabatnya itu pasti akan tantrum dua hari dua malam. “Ekstrim ju