“Adnan, bawa mobilnya pelan-pelan aja, nggak usah ngebut, kasihan cinta nanti takut.”
“Ehey, nggak apa-apa, Tante. Cinta tuh malah suka loh dibawa ngebut. Kalau kebutan-butan ntar jantung Cinta berdebar kayak pas lagi deket-deket Mas Adnan,” ucap Cinta, cengengesan.
Indah pun tertawa. Wanita itu mencolek dagu gadis yang ia harap dapat mengisi kursi menantu di keluarganya. “Waduw-Waduw.. Bisaan banget nih, Cinta. Padahal Adnan yang digombalin, tapi kok Tante yang happy, ya?!”
“He-he-he..”
“Cinta..”
Cinta memalingkan wajahnya menghadap Adnan. Gadis itu tersenyum sembari menjawab, “ya, Sayang?”
Jawaban nyeleneh ala Cinta itu membuat Adnan mengembuskan napas. ‘Sabar,’ batin Adnan. Seperti itulah Cinta. Ia tak perlu mengambil hati kenyelenehan sekretarisnya.
“Ayo.. Jam makan siang sudah terlewat.” Ajak Adnan, sangat baku, berbeda saat dirinya tengah berbincang dengan keluarganya.
Perbedaan sikap itu nyatanya mengusik maminya. Diah pun langsung menegur Adnan, mengatakan jika sikap putranya terlihat sangat menjengkelkan. “ini Cinta loh, Adnan! Anaknya Tante Nirmala, bukan bawahan kamu yang lainnya!” tutup Indah, mengingatkan siapa Cinta di hidup mereka.
Bagi keluarga Adnan, Cinta bukanlah orang luar. Sosoknya telah dikenal sejak gadis itu memakai diapers. Mereka bahkan sempat bertetangga sebelum akhirnya keluarga Cinta pindah ke kawasan lain.
Keluarga Cinta pindah karena mengalami kemerosotan usaha. Untuk mempertahankan showroom yang dibangun secara turun-temurun, ayah Cinta yang menjadi penerus pun terpaksa menjual rumah mewahnya sebagai modal tambahan.
Beruntung keadaan tersebut tak berlangsung lama. Meski tak dapat membeli kembali rumah yang mereka jual, tapi hunian tempat Cinta tinggal sekarang tergolong berada di kawasan yang sama elitnya dengan dulu.
“Kamu tau sendiri kan, gimana Mami sayang banget sama Cinta?”
“Maafin Adnan, Mi.. Adnan kebiasa karena di kantor kita kan nggak boleh beda-bedain karyawan.”
“Ck, alasan!” decak Indah, tak menerima alibi yang putranya kemukakan.
“Cinta, jangan sakit hati ya.. Adnan emang gitu sejak kenal sama pacar barunya..”
Hah! Beginilah deritanya jika cinta tak direstui. Membuat sedikit masalah, kekasihnya pasti dibawa-bawa. Padahal kekasihnya saja tidak sedang bersama mereka.
“Cinta oke aja kok, Tante..” Cinta berjinjit. Gadis itu mendekatkan bibirnya ke telinga Diah seraya berbisik, “malah seksi tau Tan cara ngomongnya Mas Adnan. Cinta berasa lagi ngejar-ngejar Om-Om, hihihi..”
Kalimatnya itu pun meledakkan tawa Diah hingga terpingkal.
“Emang nggak salah Tante milih kamu jadi calon mantu..”
Adnan lagi-lagi memperluas stock sabarnya.
Ia sudah menganggap Cinta seperti adik sendiri. Tak sekali pun ia pernah melihat Cinta sebagai seorang wanita. Setiap pertemuan yang mempertemukan mereka sebelum terjadinya kontrak kerja, ia artikan layaknya jam pengasuhan dadakan.
“Mi, Bagas udah keliatan tuh..”
“Ah, iya, iya.. Cinta, besok kita makan siang bareng lagi ya..”
“Iya, Tante. Natha juga mau maem sama Tante Cinta lagi.”
“Cip, Cip! Besok Tante Cinta bawain cimol ya buat kita ngemil.”
“Aaaa, maauuu...” pekik Nathania, tampak begitu antusias.
Antara Cinta dan Nathania memang sangatlah dekat. Mungkin karena Cinta termasuk pribadi yang humble, sehingga anak kecil pun senang bermain dengannya.
Indah dan Grace bercipa-cipiki sebelum ketiganya berpisah, sedang Nathania melambaikan tangan, berdada kepada Cinta sebagai salam perpisahan mereka.
“Mas..”
“Ya, Cin?”
“Kok diem? Mas nggak ngambil mobil?” tanya Cinta.
Adnan tertegun. Sekretarisnya memang agak lain. Gadis itu tak seperti sekretaris kebanyakan. Bisa dikatakan, disini, ialah yang tampak seperti pekerja.
“Heum, Mas ambil dulu. Kamu jangan kemana-mana.”
Cinta menyodorkan ibu jarinya, tanda bahwa dia mengerti akan perintah Adnan.
DI DALAM MOBIL yang Adnan kemudikan, Cinta yang merasa bosan pun merubah posisi duduknya.
“Mas.. Mas Adnan..” Panggilnya, mendayu, meminta perhatian dari atasannya yang kini sedang mengontrol roda kemudi.
“Cinta mau tanya sesuatu boleh nggak?”
“Tergantung dengan apa yang akan kamu tanyakan Cinta.”
“Aih, kok gitu sih, Mas?” protes Cinta, mencebik.
“Saya sedang fokus sekarang. Kalau kamu tanya yang aneh-aneh, kemungkinan besar kita bisa kecelakaan dan membahayakan pengendara lain.” Aku Adnan, jujur sekali.
Cinta pun mengerucutkan bibir. Telunjuk gadis itu terulur, menusuk-nusuk lengan kiri Adnan yang berbalutkan tuxedo hitam.
“Nggak aneh kok, cuman agak ke ranah pribadi.. Boleh ya?” Rayu Cinta, memelas.
Tak tega mendengar nada lemah Cinta, Adnan pun mengalah. Pria itu memberikan izinnya dengan syarat Cinta tak boleh menanyakan sesuatu yang menyebabkan keduanya ke dalam masalah.
“Yeeee!! Makasih Mas.. Cinta mulai ya..”
Dibalik roda kemudi, Adnan mempersiapkan mental. Ia tidak tahu hal pribadi apa yang akan Cinta sasar— hanya saja, ia perlu untuk mempersiapkan diri mengingat uniknya sekretarisnya.
“Ehem.. Jawab yang jujur ya..”
Cinta mengepalkan tangannya lalu mengantarkan kepalannya ke depan bibir Adnan, seakan menganggap jika tangannya itu adalah sebuah microphone.
“Pertama, apa sih yang bikin Mas suka sama Mbak Ara?”
Diam-diam Adnan merasa lega. Ternyata Cinta tidak sedang kumat, begitulah pikir pemuda yang hampir melewati masa expirednya itu.
“Karena dimata saya dia sangat cantik,” tutu Adnan, bangga dengan kecantikan kekasihnya.
“Alah, basi! Mana ada cewek yang nggak cantik Mas Adnan! Mas Adnan nggak asik nih!”
Adnan pun terkekeh. “Kan kamu suruh saya jujur, Cin. Saya sudah jujur loh..”
“Hih!! Old people emang nggak kreatif!” dumel Cinta.
“Next..” Adnan meminta Cinta untuk menggulir pada pertanyaan selanjutnya. Jika tidak salah dengar, Cinta tadi menyebutkan adanya indikasi kalau pertanyaan yang akan dia ajukan tak hanya satu buah saja.
“Apa iihh! Belom, belom! Kasih jawaban lagi, ya kali, cuman itu doang yang bikin Mas Adnan klepek-klepek sampe nentang keluarga!”
Cinta ingin mengorek informasi lebih dalam. Kalau hanya cantik saja, pesonanya sebagai gadis cantik juga tidak kaleng-kaleng. Ia bahkan selalu menjadi most wanted setiap kali bersekolah— itulah mengapa saat cintanya bertepuk sebelah tangan, harga dirinya sangat-sangat menolak untuk percaya.
“Oke, Oke.. Tolong duduk yang tenang, Cinta. Tangan kamu menghalangi pandangan saya.”
Cinta menurunkan tangannya, membenarkan letak microphon abal-abalnya sesuai perintah Adnan.
“As person, Arabela menawan. Dia mandiri..”
“Aduh, Mas Adnan!!” Sekali lagi Cinta mengudarakan protesnya. “Kalau mandiri sih Cinta juga mandiri, Mas. Tiap hari loh Cinta mandinya sendiri!”
Adnan tidak tahu apakah ia harus menangis atau tertawa mendengar dumelan sekretarisnya. Siapa pun pasti tahu bukan ‘itu,’ yang dirinya maksud dengan kata mandiri.
“Udah deh, kita ganti aja sistem jawabnya.. Jawaban Mas jelek, nggak memuaskan rasa ingin tahunya Cinta!”
Cinta lantas menjelaskan jika Adnan hanya perlu menjawab dengan ‘ya’, atau ‘tidak,’ dari setiap pertanyaan yang gadis itu ajukan.
“Paham kan, Mas?”
“Ya, Mas paham, Cinta.”
Cinta bertepuk tangan sekali.
Pak!
“Okay, here we go! Bener atau nggak Mas suka sama Mbak Ara karena teteknya super gede?!”
Cyyyiiiiittttt!!!!
“Ya Ampun, Mami kan udah bilang, bawa mobilnya tuh pelan-pelan.. Belom juga ada satu jam kita pisah, ketemunya malah di kantor polisi!” “Coba kamu jadi anak tuh nurut apa kata Mami, Nan.. Dijamin hidup kamu bener, nggak kena azab kayak begini!”“Udah tua loh kamu itu!”Adnan harus rela mendengar caci-maki maminya. Perempuan itu tidak tahu saja jika yang gadis yang disukainya lah yang menyebabkan anak laki-lakinya digelandang menuju polres setempat.“Mami, enough ya.. Diliatin Pal Polnya tuh, Mam..” Ucap papi Adnan, mencoba menenangkan sang istri yang uring-uringan. “Bela aja terus, Pi.. Adnan ini mending nggak usah balik Indo kalau kerjaannya bikin kesel Mami aja..”Adnan mengerjapkan kelopak matanya. Padahal ia pulang ke tanah air sudah lama sekali, itu pun karena desakkan sang mami yang tak mengizinkannya menetap di Singapura.“Cinta, Sayang.. Kamu baik-baik aja kan? Nggak ada luka apa lecet kan, Sayang?!” Cinta mengangguk, “nggak ada, Tante.. Jantung Cinta doang aja yang rasany
Bagaimana caranya agar Cinta mengerti bahwa hubungan mereka tidak dapat berkembang menjadi sebuah romansa?!— Hal rumit itu lah yang terus Adnan pikirkan sejak ia memasuki ruang kerjanya.Adnan tak memikirkan mobil mahalnya yang harus memasuki tempat reparasi. Ia merasa bahwa kejadian naas itu terjadi akibat kesalahannya yang rupanya masih belum sigap menghadapi sikap ajaib sekretarisnya.“Cinta.. Bagaimana cara untuk menghentikan kamu..” monolog Adnan sembari mengetuk-ngetukkan punggung ruas jari tengahnya pada meja kerjanya.Bibir pria itu terlipat ke dalam dengan wajah yang kental akan ekspresi berpikir dalam.“Hah!” hembus Adnan melalui kedua lubang hidungnya.Sungguh, kasih sayang yang cinta berikan untuknya sangatlah memberatkan. Dengan menolak Cinta bukan berarti dirinya ingin menyakiti hati gadis itu.Tidak— bukan seperti itu maksud Adnan.Ia menolak karena ia memang tak memiliki perasaan lebih terhadap anak sahabat ibunya. Selain itu, ia juga harus menjaga hati kekasihnya seka
“Mas Oppa, Mas..”“Cinta, Mas dan Oppa kan artinya sama. Pakai saja salah satu.” Ujar Adnan, mencoba membenahi panggilan ganda yang diberikan Cinta untuk Nathan.“Loh, enggak.. Menurut Cinta tuh harus disebut dua-duanya, Mas Adnan.”Nathan tertawa kecil. Sejak Cinta membawakan sendiri minuman yang Adnan pesan untuk dirinya, ia sudah mengira jika Cinta pasti akan bergabung ke dalam obrolan mereka— dan benar saja.. Alih-alih kembali ke mejanya, gadis itu justru mendudukkan diri pada lengan single sofa yang Adnan tempati.Anehnya, sebagai seorang atasan sekaligus anak pemilik perusahaan, Adnan sama sekali tidak terlihat memendam amarah kala mendapati kelancangan bawahannya. Pria itu bersikap biasa saja seolah hal tersebut bukanlah bentuk ketidak-sopanan pekerjanya.“Ya sudah.. Suka-Suka kamu saja, Cin..” balas Adnan dengan helaan napas yang menjadi pembuka kalimatnya.“Mas Adnan nggak nanya alasannya?”“Saya harus tanya?”“Ung..” Angguk Cinta.Nathan menyimak interaksi keduanya. Kalau sa
Adnan merasa tak tenang. Dia dalam lift yang membawa-nya turun, kakinya terus saja bergerak mengelilingi kotak lift.Sampai pada lobby perusahaan keluarganya, Adnan pun bergegas untuk keluar. Pria itu lalu memacu kuda-kuda kakinya.“Selamat siang, Pak Adnan..” Sapa beberapa karyawan setiap kali mereka berpapasan dengan Adnan.“Ya, ya.. Sorry saya buru-buru..” Ucap Adnan, meminta pengertian jika saja tanggapannya terdengar dingin ditelinga para karyawannya.Ketika indera penglihatannya menangkap Cinta yang hendak menaiki sebuah mobil, Adnan pun berteriak disela-sela langkah kakinya. “Cintaaa... Ciiiin!!”“Cin.. Tunggu Mas, Cintaa!!”Nahas, Cinta mengabaikan panggilan Adnan. Meski gadis itu sempat ditahan oleh pihak keamanan yang berjaga di depan pintu lobby, nyatanya Cinta tetap menutup pintu mobilnya dan berlalu pergi seolah Adnan tak pernah memanggil namanya.“Pak, kenapa sekretaris saya dibiarkan pergi?”“Bu Cinta bilang ada emergency, Pak Adnan.”“Ya?”“Kata Bu Cinta, Ayahnya ketahu
‘Maaf, pemilik nomor yang Anda hubungi sedang tidak mood berbicara dengan Anda. Silahkan hubungi lagi tahun depan..’Klik!Dibalik roda kemudinya, Adnan pun terperanjat. Ia bahkan belum sempat melayangkan salam sapaan, tapi pemilik nomor yang ia hubungi sudah lebih dulu memblokade akses komunikasi mereka.Tahu jika Cinta akan mengulangi hal yang sama, Adnan pun memilih mengirimkan pesan singkat melalui aplikasi perpesanan.Cinta, kamu dimana? Bisa kita bertemu? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan kamu.Satu detik setelah pesannya terbaca, kedua mata pria itu pun membola. Ia tak lagi menemukan foto Cinta pada profil kolom chat mereka. Singkatnya, kontaknya telah dimasukkan ke dalam daftar hitam atau ramai dikenal dengan block.“Lalu saya harus bagaimana?” gumam Adnan, bermonolog. Hubungan dengan maminya sedang dipertaruhkan, sedangkan Cinta yang memegang kunci dari hubungan mereka justru menghilang.Ponsel Adnan berdering. Tanpa melihat ID penelepon, Adnan yang mengira jik
Susah payah Adnan mengejar dan menangkap tubuh Cinta. Setelah bermain kejar-kejaran mengelilingi tenda restoran, Adnan akhirnya dapat memboyong Cinta ke dalam mobilnya.Andai saja gadis itu tak kehilangan energi, mereka mungkin akan bermain sampai matahari menyinari kota Jakarta.“Kamu terlalu unik sampai-sampai saya nggak kuat ngadepinnya, Cinta.”“Babi, go away.. Gue naksirnya udahan aja.. Capek..” Racau Cinta, pelan, sembari memiringkan tubuhnya.Adnan mengulum bibirnya. Ia lalu membalas racauan yang Cinta udarakan dengan, “ya.. Lebih banget begitu, Cinta. Jangan sakit lagi gara-gara saya. Saya yakin di luar sana akan ada laki-laki yang jauh lebih pantas menerima cinta kamu.” Adnan membelai puncak kepala Cinta. Namun ia segera menarik tangannya cepat.Pekerjaan rumah Adnan tak selesai hanya pada ditemukannya Cinta. Tertangkapnya gadis yang kabur itu menjadi titik awal pekerjaan besar Adnan.Cinta yang tak sadarkan diri tidak memungkinkan untuk diantarkan pulang ke kediaman orang tua
Hangat!Cinta merasakan kehangatan seolah guling yang ia dekap dalam tidurnya berbeda dengan malam-malam sebelumnya.Guling itu terasa seperti suhu tubuh manusia, terlebih telinganya juga menangkap adanya detak beraturan yang tampaknya berasal dari jantung seseorang.‘Wait, jantung?!’Sadar akan adanya keganjilan pada gulingnya, mata yang tertutup pun terbuka dengan lebarnya.Cinta termangu dalam keadaan shock berat.“Shit!” Cinta mengumpat tertahan kala menyadari jika dirinya kini tidak sedang berada di kamarnya.“What, What..” Pekik Cinta panik dengan tubuh terdorong ke belakang. Bersamaan dengan hal itu, Cinta pun mengetahui jika saat ini dirinya tengah tertidur di dalam pelukan seseorang.Kedua mata Cinta pun terbelalak hebat. Ia menyusupkan kedua tangannya pada sela-sela tubuh keduanya, lalu membekap mulutnya kuat-kuat.“Te-telanjang..” gagap Cinta usai mengetahui penampilan pria yang memeluknya.Jangan tanya mengapa Cinta bisa mengetahui jenis kelamin manusia jahanam yang melaku
Berselang beberapa detik dari kepergian Cinta, Adnan pun mengekor keluar. Pria itu berjalan cukup santai meski tahu kehebohan seperti apa yang nantinya akan menimpanya.“Mbak, tolong sisir untuk rapiin rambut Mbak Cinta..” pinta Adnan pada pelayan yang baru saja menyuguhkan jamuan untuk kedua orang tua Cinta.Ia memposisikan diri dibelakang tubuh Cinta, melayangkan tangan kanannya pada puncak kepala sang adik. “Rambut kamu acak-acakan, Cin. Sini saya rapihin.” Ucapnya membuat orang-orang yang melihat keduanya terhenyak ditempat.Keadaan tersebut tak berlangsung lama. Setelah mampu menguasai dirinya, ibunda Cinta pun mengirimkan sinar laser dari sorot matanya yang tajam.“Cinta.. Bisa kamu jelasin kenapa kamu ngilang, terus tiba-tiba malemnya nginep di rumah Tante Diah?”“An-Anu..” Cinta membelitkan jari tangannya, tampak kentara jika dirinya sedang gugup.Setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan sang putri, baik Nirmala atau pun Dimas, keduanya berniat membawa pulang Cinta. Nam