Bagaimana caranya agar Cinta mengerti bahwa hubungan mereka tidak dapat berkembang menjadi sebuah romansa?! Pemikiran itulah yang terus mendiami otak Adnan sejak dirinya menduduki kursi kerja di ruang kantornya.
Adnan tak memikirkan mobil mahalnya yang harus memasuki tempat reparasi. Ia merasa bahwa kejadian nahas itu terjadi akibat kesalahannya yang rupanya masih belum sigap menghadapi sikap ajaib sekretarisnya.
“Cinta, bagaimana cara untuk menghentikan kamu?” monolog Adnan sembari mengetuk-ngetukkan punggung ruas jari tengah pada meja kerjanya.
Bibir pria itu terlipat ke dalam dengan wajah yang kental akan ekspresi berpikir keras.
“Hah!” hembus Adnan melalui kedua lubang hidungnya.
Sungguh, kasih sayang yang Cinta berikan untuknya sangatlah memberatkan. Dengan menolak Cinta bukan berarti dirinya ingin menyakiti hati gadis itu.
Tidak! Penolakan itu tak bermaksud demikian.
Adnan menolak karena ia memang tak lebih terhadap anak sahabat ibunya. Selain itu, ia juga harus menjaga hati kekasihnya sekalipun hubungan mereka ditentang dari berbagai arah. Adnan masih ingin mengusahakan hubungannya bersama sang kekasih hati agar mendapatkan doa restu keluarganya.
Walau sulit sulit, Adnan akan terus mencoba. Ia menjanjikan hal itu kepada Arabela dan pantang untuknya mengkhianati janji yang telah ia terlontar dari mulutnya.
“Cinta, Cinta.” Racau Adna, menggelengkan kepala.
“Yuhuuuu!! Cinta is comin Mas Adnan.”
Tak pelak Adnan pun tersentak. Tanpa sadar pria itu bahkan mendorong kursi kerjanya ke belakang.
“Cin-Cinta? Kok kamu bisa denger saya manggil kamu?” tanya Adnan yang terkaget-kaget dengan kehadiran sekretaris ajaibnya.
Cinta pun menyengir. “Iya dong. Kita kan sehati.” Jawabannya pun membuat jantung Adnan seperti tertembak oleh peluru tak kasat mata.
“Cinta, serius sedikit ya. Saya mau jantungan loh rasanya..”
“Aih!” Cinta melambaikan tangan tepat diwajahnya. “Nggak apa-apa.. Nanti Cinta obatin jantungnya biar sehat seperti sedia kala Mas.”
“Ehem..” Adnan berdehem. Pria itu membenarkan posisi duduk dan kancing kemejanya yang tidak bermasalah. “Why Cinta? Ada apa kok masuk ruangan saya?” tanya Adnan kembali demi untuk mengalihkan topik pembicaraan.
“Oh, itu. Di depan ada temen Mas Adnan. Tapi..”
“Ya?” Adnan menaikkan sebelah alisnya, menunggu kelanjutan kalimat Cinta yang tampaknya sengaja dijeda.
“Kalau dilihat dari mukanya, Cinta nggak yakin deh kalau itu temennya Mas Adnan.”
Eh! Mana bisa seperti itu! Memangnya kategori memilah teman hanya berdasarkan raut wajah kah?!— Sekretarisnya memang benar-benar unik kan?! Sampai memilih teman saja dia mempunyai standar uniknya tersendiri.
“Memang mukanya dia gimana, Cin?”
“Eum, ganteng sih, Mas. Kalau menurut Cinta, ya, agak gantengan dia dikit lah daripada Mas Adnan.”
Plak!!
Jika tadi senapan yang menembaknya, maka kali ini Adnan seperti tengah merasakan tamparan tak kasat mata yang dilayangkan jari-jari lentik Cinta pada pipinya.
‘Kok begitu? Kalau kamu suka bukannya harusnya saya jadi yang paling ganteng dimata kamu ya?! Wah, sukanya kamu kayaknya cuman tipu-tipu aja nih, Cin!’ dumel Adnan dalam hatinya.
Pria itu tak sadar saja jika dumelannya dapat diartikan sebagai sebuah kecemburuan terhadap gadis yang tak diingininya.
“Owh, begitu. Nam-Namanya.. Kamu tanya nama tamu yang ngaku sebagai teman saya kan?”
“Kim..”
“Kimberly?”
“Aish, cowok Mas Adnan! Kan Cinta tadi bilang kalau dia lebih ganteng dari Mas!” protes Cinta karena tampaknya Adnan tidak mendengarkan laporannya.
“Ah, iya, iya.. Kim siapa dong?”
“Wait..”
Cinta membelai dagunya naik turun. “Kim..” gumamnya seraya mengingat kembali siapa tamu yang mencari atasannya.
“Kim.. Kim Nat..”
“Kim Nathan?!”
“Nah! Iya!” pekik Cinta, membenarkan. Gadis itu lantas mendekati kursi kerja Adnan dengan langkah cepatnya. “Mas Adnan, Mas!! Dia Oppa-Oppa Korea ya?” selidik Cinta, antusias.
“Masih muda dia, Cin. Masa kamu panggil Opa..”
Gemas dengan tanggapan Adnan yang ndeso, Cinta pun mencubit lengan pria itu. “OPPA Mas, bukan Opa! Beda keleus. Oppa tuh buat sebutan orang Korea!!” Perjelas Cinta agar Adnan mengerti maksud dari perkataannya.
“Iya, dia keturunan Korea tapi Mamanya orang Semarang.”
“Widih! Bisa nih buat cuci mata kalau Cinta bosen ngeliat Mas Adnan.”
Adnan membelalakkan matanya. Pernyataan Cinta saat ini begitu kontras dengan ungkapan rasa cinta yang setiap harinya selalu gadis itu gaungkan ditelinganya.
“Kamu udah nggak suka sama saya?”
“Masih kok, Mas. Mas nomor satu di hati Cinta. Tapi ya.. Gimana ya..”
Adnan mencondongkan punggungnya ke depan. “Gimana apanya, Cin?”
“Berhubung Mas Adnan lagi mendua sama Mbak Ara, bolehlah Cinta yang nunggu putusnya, nyari kasih sayang ke orang lain dulu.”
“Oalah, Mbak Cinta jomblo toh? Annyeong, Nan..”
Suara seorang laki-laki yang berdiri pada ambang pintu ruang kerja Adnan pun menyentak keduanya.
Cinta kontan terburu-buru untuk memutar tubuh. “Statusnya jomblo, Oppa. Tapi hatinya nyangkut ke pacar orang, hehehe..” Aku Cinta, terlewat jujur.
Adnan yang berada dibelakang tubuh Cinta tak kuasa untuk menepuk keningnya. “Hai, Bro. Masuk-masuk. Nggak usah didengerin sekretaris gue. Anaknya agak unik emang.”
Nathan terbahak. “She is cute..” Puji pria itu dengan senyum ramahnya.
“Kalau Mbaknya mau mendua hati, saya kosong kok. Kebetulan saya pulang ke Indonesia untuk cari pasangan orang sini.”
“Cinca?” balas Cinta, sumringah. Gadis itu menggunakan bahasa Korea yang dirinya dengar dari drama.
“Ne.”
“Ya Ampun, Mas Oppa. Cinta free sampe janur kuning melambai di depan rumah Mas Adnan. Yuk lah kita try. Siapa tau pas Mas Adnan beneran nikah, Cinta patah hatinya kan nggak usah nggak lama-lama jadinya.”
“Cinta...” panggil Adnan, lemah-lembut.
“What up’s, Mas Adnan? Mas Adnan cembokur? Panas kah hatinya? Mau telepon Mbak Ara buat minta putus?”
Adnan menggeleng. “Tolong telepon pantry dari meja kamu ya. Minta buatin americano dingin.”
“Yah, Mas Adnan nggak asik!!” dengus Cinta, menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.
“Mas Oppa, bentar ya. Ntar kita sambung lagi PDKT-nya.” Ucap Cinta, mengerlingkan satu matanya hingga membuat Nathan terpingkal.
Setelah pintu ruang kerja Adnan ditutup dengan bantingan yang tak keras, Nathan pun membuka kembali mulutnya. “Gila. Your secretary. She is very nice. Kalau diliat-liat, interaksi kalian nggak kayak bawahan sama atasan.”
“Dia gadis yang nyokap pengen jadiin mantu.”
“Really?”
Bak tersambar petir di siang bolong, kesadaran Adnan pun serasa dibangkitkan. ‘Kenapa saya harus menjelaskan sedetail ini? Kenapa nggak saya jodohkan saja mereka berdua biar hubungan saya dan Araya aman.’
“Lo tertarik?”
“Siapa yang nggak suka sama gadis seimut itu. Even bukan gue, cowok-cowok diluar sana pasti banyak yang ngantri.”
Entah mengapa, Adnan merasa terganggu mendengarnya.
“Mas Oppa, Mas..”“Cinta, Mas dan Oppa kan artinya sama. Pakai saja salah satu.” Ujar Adnan, mencoba membenahi panggilan ganda yang diberikan Cinta untuk Nathan.“Loh, enggak.. Menurut Cinta tuh harus disebut dua-duanya, Mas Adnan.”Nathan tertawa kecil. Sejak Cinta membawakan sendiri minuman yang Adnan pesan untuk dirinya, ia sudah mengira jika Cinta pasti akan bergabung ke dalam obrolan mereka— dan benar saja.. Alih-alih kembali ke mejanya, gadis itu justru mendudukkan diri pada lengan single sofa yang Adnan tempati.Anehnya, sebagai seorang atasan sekaligus anak pemilik perusahaan, Adnan sama sekali tidak terlihat memendam amarah kala mendapati kelancangan bawahannya. Pria itu bersikap biasa saja seolah hal tersebut bukanlah bentuk ketidak-sopanan pekerjanya.“Ya sudah.. Suka-Suka kamu saja, Cin..” balas Adnan dengan helaan napas yang menjadi pembuka kalimatnya.“Mas Adnan nggak nanya alasannya?”“Saya harus tanya?”“Ung..” Angguk Cinta.Nathan menyimak interaksi keduanya. Kalau sa
Adnan merasa tak tenang. Dia dalam lift yang membawa-nya turun, kakinya terus saja bergerak mengelilingi kotak lift.Sampai pada lobby perusahaan keluarganya, Adnan pun bergegas untuk keluar. Pria itu lalu memacu kuda-kuda kakinya.“Selamat siang, Pak Adnan..” Sapa beberapa karyawan setiap kali mereka berpapasan dengan Adnan.“Ya, ya.. Sorry saya buru-buru..” Ucap Adnan, meminta pengertian jika saja tanggapannya terdengar dingin ditelinga para karyawannya.Ketika indera penglihatannya menangkap Cinta yang hendak menaiki sebuah mobil, Adnan pun berteriak disela-sela langkah kakinya. “Cintaaa... Ciiiin!!”“Cin.. Tunggu Mas, Cintaa!!”Nahas, Cinta mengabaikan panggilan Adnan. Meski gadis itu sempat ditahan oleh pihak keamanan yang berjaga di depan pintu lobby, nyatanya Cinta tetap menutup pintu mobilnya dan berlalu pergi seolah Adnan tak pernah memanggil namanya.“Pak, kenapa sekretaris saya dibiarkan pergi?”“Bu Cinta bilang ada emergency, Pak Adnan.”“Ya?”“Kata Bu Cinta, Ayahnya ketahu
‘Maaf, pemilik nomor yang Anda hubungi sedang tidak mood berbicara dengan Anda. Silahkan hubungi lagi tahun depan..’Klik!Dibalik roda kemudinya, Adnan pun terperanjat. Ia bahkan belum sempat melayangkan salam sapaan, tapi pemilik nomor yang ia hubungi sudah lebih dulu memblokade akses komunikasi mereka.Tahu jika Cinta akan mengulangi hal yang sama, Adnan pun memilih mengirimkan pesan singkat melalui aplikasi perpesanan.Cinta, kamu dimana? Bisa kita bertemu? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan kamu.Satu detik setelah pesannya terbaca, kedua mata pria itu pun membola. Ia tak lagi menemukan foto Cinta pada profil kolom chat mereka. Singkatnya, kontaknya telah dimasukkan ke dalam daftar hitam atau ramai dikenal dengan block.“Lalu saya harus bagaimana?” gumam Adnan, bermonolog. Hubungan dengan maminya sedang dipertaruhkan, sedangkan Cinta yang memegang kunci dari hubungan mereka justru menghilang.Ponsel Adnan berdering. Tanpa melihat ID penelepon, Adnan yang mengira jik
Susah payah Adnan mengejar dan menangkap tubuh Cinta. Setelah bermain kejar-kejaran mengelilingi tenda restoran, Adnan akhirnya dapat memboyong Cinta ke dalam mobilnya.Andai saja gadis itu tak kehilangan energi, mereka mungkin akan bermain sampai matahari menyinari kota Jakarta.“Kamu terlalu unik sampai-sampai saya nggak kuat ngadepinnya, Cinta.”“Babi, go away.. Gue naksirnya udahan aja.. Capek..” Racau Cinta, pelan, sembari memiringkan tubuhnya.Adnan mengulum bibirnya. Ia lalu membalas racauan yang Cinta udarakan dengan, “ya.. Lebih banget begitu, Cinta. Jangan sakit lagi gara-gara saya. Saya yakin di luar sana akan ada laki-laki yang jauh lebih pantas menerima cinta kamu.” Adnan membelai puncak kepala Cinta. Namun ia segera menarik tangannya cepat.Pekerjaan rumah Adnan tak selesai hanya pada ditemukannya Cinta. Tertangkapnya gadis yang kabur itu menjadi titik awal pekerjaan besar Adnan.Cinta yang tak sadarkan diri tidak memungkinkan untuk diantarkan pulang ke kediaman orang tua
Hangat!Cinta merasakan kehangatan seolah guling yang ia dekap dalam tidurnya berbeda dengan malam-malam sebelumnya.Guling itu terasa seperti suhu tubuh manusia, terlebih telinganya juga menangkap adanya detak beraturan yang tampaknya berasal dari jantung seseorang.‘Wait, jantung?!’Sadar akan adanya keganjilan pada gulingnya, mata yang tertutup pun terbuka dengan lebarnya.Cinta termangu dalam keadaan shock berat.“Shit!” Cinta mengumpat tertahan kala menyadari jika dirinya kini tidak sedang berada di kamarnya.“What, What..” Pekik Cinta panik dengan tubuh terdorong ke belakang. Bersamaan dengan hal itu, Cinta pun mengetahui jika saat ini dirinya tengah tertidur di dalam pelukan seseorang.Kedua mata Cinta pun terbelalak hebat. Ia menyusupkan kedua tangannya pada sela-sela tubuh keduanya, lalu membekap mulutnya kuat-kuat.“Te-telanjang..” gagap Cinta usai mengetahui penampilan pria yang memeluknya.Jangan tanya mengapa Cinta bisa mengetahui jenis kelamin manusia jahanam yang melaku
Berselang beberapa detik dari kepergian Cinta, Adnan pun mengekor keluar. Pria itu berjalan cukup santai meski tahu kehebohan seperti apa yang nantinya akan menimpanya.“Mbak, tolong sisir untuk rapiin rambut Mbak Cinta..” pinta Adnan pada pelayan yang baru saja menyuguhkan jamuan untuk kedua orang tua Cinta.Ia memposisikan diri dibelakang tubuh Cinta, melayangkan tangan kanannya pada puncak kepala sang adik. “Rambut kamu acak-acakan, Cin. Sini saya rapihin.” Ucapnya membuat orang-orang yang melihat keduanya terhenyak ditempat.Keadaan tersebut tak berlangsung lama. Setelah mampu menguasai dirinya, ibunda Cinta pun mengirimkan sinar laser dari sorot matanya yang tajam.“Cinta.. Bisa kamu jelasin kenapa kamu ngilang, terus tiba-tiba malemnya nginep di rumah Tante Diah?”“An-Anu..” Cinta membelitkan jari tangannya, tampak kentara jika dirinya sedang gugup.Setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan sang putri, baik Nirmala atau pun Dimas, keduanya berniat membawa pulang Cinta. Nam
Hari pun berganti usai Cinta berhasil diboyong pulang oleh kedua orang tuanya. Anehnya, pada hari itu Adnan merasakan perasaan takut yang datang secara tiba-tiba. Ia merasa jika pulangnya Cinta akan mempersulit langkahnya dalam mengembangkan hubungan mereka.Benar saja! Ketika pada keesokkan hari saat ia hendak menjemput Cinta untuk berangkat bekerja bersama, kabar tentang resign-nya Cinta kembali menyeruak masuk ke dalam gendang telinganya.“Tapi sebagai atasan Cinta, saya belum menyetujui permintaan resign tersebut, Om.”“Ya kamu kan tinggal bilang setuju aja, Nan.”Adnan dengan lembut mengembuskan napasnya.“Bukan maksud saya untuk mempersulit pengunduran diri sepihak Cinta..” Adnan menekan kata ‘sepihak,’ meski dengan raut wajah yang terlihat begitu tenang.Ia lalu menjelaskan jika pengunduran diri seorang pekerja normalnya melalui beberapa tahapan formal, termasuk adanya surat resmi yang ditujukan kepadanya selaku atasan Cinta atau melalui pihak HRD perusahaan.“.. dan yang terpe
Huft!Rupanya menganggur ditengah belitan masalah itu rasanya sangat tidak nyaman. Ia jadi tidak mempunyai kesibukan disaat isi kepalanya sedang ramai-ramainya.Mungkin ini lah alasan mengapa beberapa perusahaan menerbitkan adanya larangan berpacaran untuk karyawannya, khususnya pada karyawan didalam satu divisi yang sama—jawabannya pasti agar tidak terjadi penurunan kualitas kerja karena adanya masalah pribadi karyawannya.Seperti dirinya..“Hee?! Gue sama Mas Adnan kan nggak pacaran tapinya! Goblok lo, Cin!!” Makinya mandiri lalu membenturkan keningnya pada permukaan ranjang.Ranjangnya yang empuk pun membuat kepalanya memantul. Alhasil, Cinta mengerang karena merasakan sakit pada batang lehernya.“Cuman mikirin dia aja leher gue kecengkak! Wah, bawa sial nih Mas Adnan!”Cinta kemudian merubah posisi tidurnya, yang semula tengkurap menjadi telentang. Ia mengangkat telapak tangannya. Merekahkan kelima jarinya sembari mengintip langit-langit kamar.“Tapi kalau boleh jujur, gue sebener
Amora Anindya Wiyoko— nama itu Adnan ciptakan dengan mengingat sang istri dalam setiap pertimbangannya. Amora, suku pertama ini Adnan ambil dari kata amor yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, akan merujuk pada nama wanita yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putrinya. Sedangkan untuk Anindya, Adnan mengambilnya dari bahasa Sansekerta yang berartikan cantik. Paras ayu Cinta pasti akan menurun pada sang putri. Adnan berharap putrinya kelak dapat tumbuh rupawan seperti halnya istri yang ia kasihi. “Astaga.. Cinta banget mukanya. Padahal anak cewek loh.” Dan, yah! Harapan Adnan terkabul. Gen istrinya bekerja lebih banyak, membuat Adnan kini mempunyai miniatur wanita yang sangat dirinya cintai. “Bangun-bangun pingsan ini anaknya.” Mendengar celotehan ibu mertuanya, Adnan pun tak dapat menahan kekehannya. Semoga saja istrinya tidak berulah setelah sadar. “Aneh banget ya? Anak cewek loh. Kok malah lebih mirip mamanya daripada papanya.” Ucap Dimas, ikut heran sama se
“Simon gimana, Mas? Ada bales?” Adnan menggenggam erat telapak tangan Cinta. “Sayang.. Nggak usah mikirin Simon dulu ya.” Ia lalu meminta agar sang istri fokus pada persalinannya saja. Bagaimanapun juga, ketidakhadiran istrinya dalam pernikahan pria itu berada diluar kendali manusia. Absennya Cinta disebabkan oleh perihal yang tidak dapat diganggu gugat oleh seorang makhluk. Sungguh, ini benar-benar diluar kuasa mereka. “Iya, Cin. Bunda juga udah minta maaf ke maminya Simon. Kamu tenang aja. Simon pasti ngerti.” Ucap Nirmala, membelai kepala putrinya. Dini hari menjelang subuh, sahabatnya menelepon, mengabarkan jika Cinta mengalami kontraksi hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit ibu dan anak di daerah Kemang, dalam perjalanannya menyusul sang putri, ia mendapatkan kabar bila Cinta sudah mengalami pecah ketuban. Saat itulah, ditengah kepanikannya, ia menghubungi mami Simon. “Sakit, Mas.” “Sabar ya, Sayang. Kamu.. Kamu mau operasi aja?” tanya Adnan, semakin tak tega melihat sang i
“Bun, shopping yuk.” Ajak Cinta, tiba-tiba.Mendengar itu, Nirmala pun menghentikan aktivitas menyulam yang sedang ia kerjakan. Ia menatap sang putri, lalu bertanya, “mau belanja apa?” Saat putri dan menantunya berkunjung bersama suaminya, ibunda Cinta itu tengah mengisi waktu luangnya dengan menciptakan sebuah karya yang nantinya akan ia jadikan sebagai hadiah kelahiran cucu pertamanya.“Emang kalau shopping harus udah ada yang mau dibeli dulu ya?”“Ya, iya dong. Kocak ini anak. Kalau nggak ada yang mau dibeli, ngapain kamu ngajakin Bunda belanja?”“Astaga, Bun. Konsep dari mana itu? Nggak mesti ya! yang penting pergi aja dulu. Ntar juga pasti ada yang pengen dibeli.”Nirmala pun berdecak dan decakkannya itu membuat Cinta kembali berkata-kata.“Please, Bun. Jangan pelit-pelit banget sama diri sendiri. Suami Bunda loh banyak duit. Matanya dimanjain. Kalau nemu barang bagus, bungkus. Shopping diluar kebutuhan nggak akan bikin Bunda miskin kok.”Nirmala menggelengkan kepala, tak habis p
Keributan yang disebabkan oleh Cinta di dalam showroom milik sang ayah dapat teratasi dengan cepat setelah Dimas mendatangkan relasinya bersama datangnya satu unit motor bebek keluaran terbaru ke hadapan si ibu hamil. “Kalau ini dijamin Ibunya bisa naikin.” Seloroh Dimas, menepuk bagian kepala motor yang didatangkannya.Tahu bahwa ayahnya kesal, Cinta pun meringis. “Hehe..” Ia menunjukkan deretan gigi putihnya. Memasang ekspresi bersalah yang dibalut dengan cengiran manisnya. Ia kan hanya ingin berbuat baik. Berhubung ayahnya mempunyai bisnis jual-beli kendaraan, situasi itu hendak ia manfaatkan agar dirinya tak perlu keluar uang.“Moge yang tadi keren loh padahal. Ibu beneran nggak mau?” tanya Cinta untuk memastikan apakah si ibu benar-benar tidak berminat dengan motor yang ia pilihkan.Sedikit ngeyel nggak ngaruh kan? Toh keluarga ayahnya tidak akan jatuh miskin hanya karena menghibahkan sebuah motor.“Nggak, Non. Bahaya. Selain saya nggak bisa naikinnya, di lingkungan saya pasti r
Kata siapa menjadi istri pria kaya akan menghindarkan kita dari berbagai masalah? Siapa yang bilang, hah?!Sebagai istri pria keyong-reyong yang nantinya akan mewarisi kerajaan bisnis papi mertuanya, Cinta dengan sungguh menolak keras statement menyesatkan kaum materialistis itu.Para wanita yang memiliki pemikiran sesempit itu, Cinta yakin mereka hanya hidup di dalam angan-angan indah belaka. Mereka jelas merupakan kaum-kaum pengkhayal yang tak melibatkan unsur kelogisan ke dalam cara berpikirnya.Mana ada kaya sama dengan bebas masalah. Tidak seperti itu, Suketi! Karena yang namanya masalah pasti tidak memandang kasta. Akan tiba masanya dia datang tanpa membawa surat undangan. Seperti sekarang contohnya.“Hiks, itu orangnya mati nggak, Pak?” Cinta bertanya dengan tangis sesenggukannya.Secara tidak sengaja ia terlibat dengan kecelakaan ketika hendak menyusul Adnan. Sejak meninggalkan kediaman orang tua suaminya, ia tidak pernah menyusun planning untuk menabrak pengendara lain di jal
“Engh.” Cinta mengerang. Wanita itu menengadahkan kepala, menarik napas dalam-dalam untuk ia hembuskan lagi keluar. “Mau kemana, Sayang?!” Dibelakang meja kerjanya, Adnan memperhatikan pergerakan sang istri. Sedari tadi ia melihat Cinta yang bergerak gelisah seolah tak mau duduk tenang di atas ranjang mereka. Selama masa kehamilan akhir Cinta, Adnan telah memindahkan meja dari ruang kerjanya ke dalam kamar. Maminya yang sangat khawatir dengan menantu perempuannya, meminta Adnan untuk tak berada jauh dari sisi sang istri. Sebentar lagi, meja yang ia gunakan ini juga akan diturunkan ke kamar baru mereka di lantai satu. “Ke bawah.” “Loh, ngapain?” “Feelingku bilang, bentar lagi orang Korea itu balik.” Plak! Adnan memukul kening— ini toh yang membuat istrinya tak tenang sedari tadi. “Mereka nggak akan pulang, Sayang. Kan tadi Mbak Grace telepon, bilang kalau bakalan nginep sana.” “Pulang, Mas. Mas nggak percaya sama feelingnya aku?” Adnan mau tak mau bangkit dari kursinya.
Samuel— ayah mertua Cinta, pria paruh baya itu hanya bisa menunduk lesu sembari mendengarkan omelan istrinya. Ia juga tidak tahu kalau putri dan menantunya yang lain tidak akan pulang ke rumah malam ini. “Lagian Papi ngapain pake janji-janji ke Cinta? Ngambek kan anaknya.” Sungguh terlalu! Jika sebelumnya ia dihadapkan pada kebingungan untuk mengusir Nathan, sekarang perasaan itu kembali ia rasakan setelah sempat merasakan kelegaan. Sebelumnya ia sangat gembira mendengar kabar bahwa Nathan tak akan pulang. Pria berdarah campuran Korea-Indonesia itu memboyong anak dan cucunya pulang ke rumah maminya. Memang setelah anak-anak mereka menikah, besannya itu memutuskan untuk pindah meninggalkan kota kelahirannya. Semarang dirasa cukup jauh meski dapat ditempuh secara singkat menggunakan pesawat. Setidaknya dengan begitu, besannya berharap jika Nathan dan keluarga kecilnya dapat lebih sering berkunjung menjenguknya. “Kayaknya Nathan tuh punya kekuatan deh, Mi. Masa iya dia tiba-tiba
“Kok bisa?! Kamu tau dari mana?” “Anaknya, Mbak. Dia di rumah sekarang.” “Jadi Simon pulang bawa kabar kalau dia sakit parah?!” tanya Nirmala yang anehnya justru dibalas dengan gelengan oleh mami Simon. “Loh, ah! Terus kamu tau kalau dia sakit dari mana?” “Itu— Dia bilang, dia setuju buat nikahin Louise. Gila kan?! Anakku pasti sakit parah. Kalau enggak, nggak mungkin dia tiba-tiba mau tanggung jawab.” “...” Fix! Gelar ibu durhaka abad ini pastilah dimenangkan oleh mami Simon. Wanita itu memiliki kriteria unik yang tidak dimiliki oleh para nominator lain, yaitu pemikiran yang secara tidak langsung menjadikan kata-katanya sebagai doa untuk memendekkan umur putranya. “Kok kamu diem aja sih, Mbak? Aku lagi panik loh ini.” Sama seperti bundanya yang langsung terdiam, Cinta yang diam-diam menguping pun ikut kehilangan kata-kata. Ia jadi kasihan pada Simon. Kalau saja Simon melihat kedurhakaan maminya, Cinta jamin sahabatnya itu pasti akan tantrum dua hari dua malam. “Ekstrim ju
Tidak! Dari sekian banyak ide sesat sang istri, mengapa harus kawin kontrak yang terlintas dikepala cantik wanita itu? Anehnya lagi, Simon justru menganggap ide sesat sahabatnya sebagai langkah jitu untuk menyelesaikan masalah. Tampaknya, Simon mengira jika Cinta benar-benar memikirkan dirinya. Padahal mana mungkin Cinta berbuat sebaik apa yang dipikirkan otak dungunya. Simon seharusnya belajar dari pengalaman. Istrinya kan suka sekali menyengsarakan orang. Berbaik sangka pada Cinta hanya akan mendatangkan malapetaka. Setidaknya itu berlaku untuk orang lain, selain keluarga mereka. Khususnya orang-orang yang mengganggu kedamaian hidupnya. Seperti Simon contohnya. “Sayang, masalah Simon. Mas pikir kamu udah kelewatan deh ngasih sarannya.” Adnan hanya takut jika di kemudian hari akan datang masanya sang istri harus mempertanggung jawabkan usulannya. Dilihat dari segi manapun, Simon sepertinya memang enggan menikahi korbannya. Jika pernikahan kontrak itu diakhiri oleh Simon, nama