Adnan merasa tak tenang. Dia dalam lift yang membawa-nya turun, kakinya terus saja bergerak mengelilingi kotak lift.
Sampai pada lobby perusahaan keluarganya, Adnan pun bergegas untuk keluar. Pria itu lalu memacu kuda-kuda kakinya.
“Selamat siang, Pak Adnan..” Sapa beberapa karyawan setiap kali mereka berpapasan dengan Adnan.
“Ya, ya.. Sorry saya buru-buru..” Ucap Adnan, meminta pengertian jika saja tanggapannya terdengar dingin ditelinga para karyawannya.
Ketika indera penglihatannya menangkap Cinta yang hendak menaiki sebuah mobil, Adnan pun berteriak disela-sela langkah kakinya. “Cintaaa... Ciiiin!!”
“Cin.. Tunggu Mas, Cintaa!!”
Nahas, Cinta mengabaikan panggilan Adnan. Meski gadis itu sempat ditahan oleh pihak keamanan yang berjaga di depan pintu lobby, nyatanya Cinta tetap menutup pintu mobilnya dan berlalu pergi seolah Adnan tak pernah memanggil namanya.
“Pak, kenapa sekretaris saya dibiarkan pergi?”
“Bu Cinta bilang ada emergency, Pak Adnan.”
“Ya?”
“Kata Bu Cinta, Ayahnya ketahuan selingkuh dengan janda sebelah. Bu Cinta buru-buru, Pak, makanya nggak bisa nunggu Bapak.”
“Se-Selingkuh?!” beo Adnan, tergagap.
“Betul, Pak.. Kasihan ya, Pak. Mata Bu Cinta sampai bengkak tadi saya lihat.”
Adnan menyugar rambutnya ke belakang. Tak lupa ia menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih sebelum memutar tubuhnya.
“Ayahnya Cinta ada affair? Nggak mungkin.” Gumam Adnan, sanksi akan alasan yang Cinta berikan agar dirinya diloloskan.
“Anak itu!” Adnan menggeleng-gelengkan kepalanya, gemas. Dari banyaknya hal yang dapat dijadikan alasan, mengapa Cinta sampai terpikirkan untuk menggunakan sang ayah.
“Cintanya mana, Nan? Nggak ke kejar?” tanya papi Adnan, bertepatan dengan Adnan yang membuka pintu ruang kerjanya.
“Kabur, Pi..”
“Wah! Abis kamu kalau dia ngelapor ke Mami..”
Ya sudah lah, Adnan pasrah saja. Dengan begitu ia akan tahu alasan mengapa Cinta sampai menangis.
30 menit pun berlalu. Disaat ketiganya tengah asyik membicarakan sesuatu, ponsel pribadi Adnan tiba-tiba saja berdering.
“Mami?" tanya Papi Adnan, sangat tepat sasaran.
Andan mengiyakan dengan gerakan kepala.
“Cepet angkat!! Udah ngadu kali itu calon mantunya.” Titah sang papi. Ia tampak serius memperhatikan Adnan dari tempat duduknya.
“Ahaha.. Saya jadi ikutan tegang, Om.” Oceh Nathan. Keseruan mereka dalam membicarakan perkembangan bisnis masing-masing keluarga kini berganti menjadi sebuah ketegangan.
“Om tiap hari tegang terus, Kim.. Pokoknya kalau udah urusan Adnan, Cinta sama Maminya, muter-muter kepala Om.”
“Padahal Adnan have a girlfriends ya, Om?”
Adnan melirik papinya. Ia menunggu jawaban apa yang akan papinya berikan kepada sahabatnya. Namun setelah sekian lama dirinya menunggu, papinya hanya diam, tak membalas.
Maka dari itu, Adnan pun memilih untuk segera menerima panggilan dari sang mami.
“Halo, Mi.. Ad..” belum selesai salam dan kalimat tanya Adnan terucap, diseberang sana maminya sudah berteriak nyaring. Perempuan itu mempertanyakan perihal Cinta yang secara mendadak ingin resign dari perusahaan mereka.
‘Kamu apain calon mantu Mami, Adnan?! Kenapa dia nangis isek-isekkan terus bilang nggak mau lagi kerja sama kamu?!’
“Mi, nggak mungkin. Kita fine aja tadi. Adnan juga nggak tau kenapa dia nangis. Adnan berani sumpah kalau Adnan nggak ngapa-ngapain Cinta.”
‘Kalau nggak diapa-apain kenapa dia minta RESIGN, ADNAN?!’ tekan sang mami, ngegas.
“I don’t know.. Adnan cuman suruh dia beli makanan. Just it, Mi..”
‘Tau lah! Nggak usah pulang ke rumah Mami kamu! Hidup aja sana di apartemen pacar kamu yang pemain FTV itu! Emang kamu pikir Mami nggak tau siapa yang beli itu unit, Hah?!’
“....”
‘Mami kecewa, Nan.. Kalau kamu emang nggak mau nikah sama Cinta, at least jangan nyakitin hati anak temen Mami. Kamu bisa omongin baik-baik.”
“Mam..”
‘Stop!! Talk to my hand ya, Adnan!’
Bagaimana caranya? Tangan maminya kan ada di rumah.
‘Mulai detik ini Mami usir kamu.. Silahkan nikah sama Anabel, Cerybel, Bel-Bel itu! Kita putus hubungan, bye!’’
“Ya Tuhan.. Mami..” desah Adnan. Sayangnya, sambungan telepon telah dimatikan sepihak oleh maminya.
“How, How? Apa kata Mami kamu, Nan?”
“Mami ngusir Adnan, Pi.” Jawab Adnan, lirih. Pria itu terlihat sangat putus asa sekarang.
Ia sungguh tak menyangka jika maminya tega memutuskan hubungan ibu dan anaknya hanya dikarenakan seorang gadis yang notabenenya merupakan orang luar.
“MATEK, kamu!” Seru sang papi.
“Sebenernya si Cinta kamu apain sih, Nan? Dia ngadu apa ke Mami mu?”
Adnan mengacak rambutnya, frustasi. “Nggak tau, Pi. Mami cuman bilang kalau Cinta minta resign.” Jelas Adnan sesuai dengan apa yang dirinya dengar.
Baru kali ini ia tak dapat membela diri sepanjang dirinya berargumen dengan maminya. Andai maminya menjelaskan alasan dibalik resign-nya Cinta, ia mungkin bisa membersihkan nama nama baik yang maminya curigai.
“Mami nuduh Adnan nyakitin Cinta..” Adnan menghela napasnya. “Masalahnya Adnan nggak ngerasa ngelakuin itu, Pi. Tanya Nathan. Iya kan, Tan?”
“Nan, maybe.. Just maybe, okay? Mungkin Cinta denger obrolan kita tentang dia. Timing kita ngebahas dia sama Om yang masuk ngabarin kalau dia nangis almost deketan, Nan..” tutur Nathan menyampaikan asumsinya. Jika dipikir-pikir kembali, obrolan mereka lah satu-satunya perihal yang dapat menyakiti hati sekretaris pria itu.
“Ah, ya, ya! Bisa jadi itu, Nan.. Waktu Papi masuk ke sini, pintu ruangan kamu nggak 100% nutup loh.”
“Astaga,” hela Adnan, mendesah.
“Kamu samperin ke rumahnya sana.. Coba ngomong baik-baik sama Cintanya. Mamimu nggak gampang, Nan, kalau urusannya nyangkut Cinta.”
“Adnan harus apa, Pi?”
“Be gentle.. Minta maaf ke Cintanya. Kamu nggak akan tau jodoh kamu siapa sebelum ijab qobul selesai kamu ucapin, Nan. Terlalu keras nolak Cinta bisa jadi bumerang buat kamu. Nggak selamanya loh Cinta mau mertahanin rasa sukanya ke kamu..”
“... yang namanya perasaan itu berubah-ubah, Adnan. Hari ini mungkin Cinta suka kamu, tapi hari-hari berikutnya siapa yang bisa jamin? Who knows kan kalau dia sukanya pindah ke Kim..”
“Amin, Om..”
Selorohan Nathan yang mengaminkan kalimat papi Adnan membuat anak dan ayah itu memalingkan wajah mereka. Keduanya menatap Nathan dengan pandangan yang sulit diartikan.
“Jangan ditikung lah, Kim. Tante kamu maunya cuman Cinta loh yang jadi mantunya. Kalau nggak Cinta, temen kamu ini bisa-bisa jadi perjaka tua sampai ajal menjemput.”
Nathan pun tergelak sejadinya. Pria keturunan Korea itu merasa terhibur dengan kunjungannya ke kantor Adnan.
“Pake mobil Papi sana, Nan. Ntar biar Papi minta jemput Bagas pulangnya.”
Adnan mau tak mau beranjak. Pria itu meminta maaf pada Nathan. “Next gue yang ke apart lo, Tan.. Kita lanjut di sana kalau masalah gue sama Cinta udah clear..”
“Whenever you come, the doors are always open, Bro..”
“Hus-Hus! Kim biar nemenin Papi ngobrol..” Usir sang papi, satu gerakan dengan maminya yang juga mengusirnya.
*
*
Setidaknya membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sampai di kediaman orang tua Cinta. Rumah dua lantai yang tampak asri itu terlihat begitu sepi, seolah penghuninya tidak ada ditempat.
Tak mematikan mesin mobil, Adnan pun turun dari tunggangannya, berjalan menuju pos penjaga rumah Cinta.
“Selamat Sore.. Lho, Mas Adnan..” Sapa satpam yang tidak asing lagi dengan sosok Adnan. Selain dikarenakan Adnan yang beberapa kali ikut menghadiri acara keluarga, pria itu juga kerap mengantarkan anak majikannya pulang.
“Cintanya ada, Pak? Saya ada perlu dengan Cinta.”
“Mbak Cinta, Mas?! Ya nggak ada to, Mas. Sekarang kan belom waktunya pulang kerja. Mobil sama Pak Dadang aja belom ada tuh disana.” Satpam itu menunjuk lokasi dimana biasanya mobil pribadi Cinta terparkir.
“Kalau Ibu dan Bapak, ada, Pak?”
“Nggak ada di rumah juga, Mas. Tadi sih bilangnya mau ke Bandung. Pulangnya baru nanti malem setahu saya.”
“Cinta nggak ikut mereka, Pak?” tanya Adnan seiring dengan harapannya yang berdoa semoga Cinta pergi bersama kedua orang tuanya.
“Lah, ya enggak, Mas.. Kan saya udah bilang kalau Mbak Cintanya belom pulang kerja. Mas Adnan emangnya nggak papasan di kantor?”
Adnan menggaruk kepalanya, tampak sekali jika dirinya gugup.
“Sepertinya saya yang nyarinya nggak bener, Pak. Ya sudah, kalau begitu saya pamit ya, Pak..”
“Mas Adnan kok aneh..” Mata penjaga rumah Cinta memicing. “Anak majikan saya nggak mungkin ilang diculik orang kan?”
Duar!!
Boleh kah daku meminta review man teman? Jangan lupa kasih bintang untuk cerita ini yak. Oh iya. Selain on going cerita ini, Qey juga ada cerita baru yang judulnya Ketika Keyla Jadi Istri Kedua loh. Jangan lupa mampir yak semua
‘Maaf, pemilik nomor yang Anda hubungi sedang tidak mood berbicara dengan Anda. Silahkan hubungi lagi tahun depan..’Klik!Dibalik roda kemudinya, Adnan pun terperanjat. Ia bahkan belum sempat melayangkan salam sapaan, tapi pemilik nomor yang ia hubungi sudah lebih dulu memblokade akses komunikasi mereka.Tahu jika Cinta akan mengulangi hal yang sama, Adnan pun memilih mengirimkan pesan singkat melalui aplikasi perpesanan.Cinta, kamu dimana? Bisa kita bertemu? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan kamu.Satu detik setelah pesannya terbaca, kedua mata pria itu pun membola. Ia tak lagi menemukan foto Cinta pada profil kolom chat mereka. Singkatnya, kontaknya telah dimasukkan ke dalam daftar hitam atau ramai dikenal dengan block.“Lalu saya harus bagaimana?” gumam Adnan, bermonolog. Hubungan dengan maminya sedang dipertaruhkan, sedangkan Cinta yang memegang kunci dari hubungan mereka justru menghilang.Ponsel Adnan berdering. Tanpa melihat ID penelepon, Adnan yang mengira jik
Susah payah Adnan mengejar dan menangkap tubuh Cinta. Setelah bermain kejar-kejaran mengelilingi tenda restoran, Adnan akhirnya dapat memboyong Cinta ke dalam mobilnya.Andai saja gadis itu tak kehilangan energi, mereka mungkin akan bermain sampai matahari menyinari kota Jakarta.“Kamu terlalu unik sampai-sampai saya nggak kuat ngadepinnya, Cinta.”“Babi, go away.. Gue naksirnya udahan aja.. Capek..” Racau Cinta, pelan, sembari memiringkan tubuhnya.Adnan mengulum bibirnya. Ia lalu membalas racauan yang Cinta udarakan dengan, “ya.. Lebih banget begitu, Cinta. Jangan sakit lagi gara-gara saya. Saya yakin di luar sana akan ada laki-laki yang jauh lebih pantas menerima cinta kamu.” Adnan membelai puncak kepala Cinta. Namun ia segera menarik tangannya cepat.Pekerjaan rumah Adnan tak selesai hanya pada ditemukannya Cinta. Tertangkapnya gadis yang kabur itu menjadi titik awal pekerjaan besar Adnan.Cinta yang tak sadarkan diri tidak memungkinkan untuk diantarkan pulang ke kediaman orang tua
Hangat!Cinta merasakan kehangatan seolah guling yang ia dekap dalam tidurnya berbeda dengan malam-malam sebelumnya.Guling itu terasa seperti suhu tubuh manusia, terlebih telinganya juga menangkap adanya detak beraturan yang tampaknya berasal dari jantung seseorang.‘Wait, jantung?!’Sadar akan adanya keganjilan pada gulingnya, mata yang tertutup pun terbuka dengan lebarnya.Cinta termangu dalam keadaan shock berat.“Shit!” Cinta mengumpat tertahan kala menyadari jika dirinya kini tidak sedang berada di kamarnya.“What, What..” Pekik Cinta panik dengan tubuh terdorong ke belakang. Bersamaan dengan hal itu, Cinta pun mengetahui jika saat ini dirinya tengah tertidur di dalam pelukan seseorang.Kedua mata Cinta pun terbelalak hebat. Ia menyusupkan kedua tangannya pada sela-sela tubuh keduanya, lalu membekap mulutnya kuat-kuat.“Te-telanjang..” gagap Cinta usai mengetahui penampilan pria yang memeluknya.Jangan tanya mengapa Cinta bisa mengetahui jenis kelamin manusia jahanam yang melaku
Berselang beberapa detik dari kepergian Cinta, Adnan pun mengekor keluar. Pria itu berjalan cukup santai meski tahu kehebohan seperti apa yang nantinya akan menimpanya.“Mbak, tolong sisir untuk rapiin rambut Mbak Cinta..” pinta Adnan pada pelayan yang baru saja menyuguhkan jamuan untuk kedua orang tua Cinta.Ia memposisikan diri dibelakang tubuh Cinta, melayangkan tangan kanannya pada puncak kepala sang adik. “Rambut kamu acak-acakan, Cin. Sini saya rapihin.” Ucapnya membuat orang-orang yang melihat keduanya terhenyak ditempat.Keadaan tersebut tak berlangsung lama. Setelah mampu menguasai dirinya, ibunda Cinta pun mengirimkan sinar laser dari sorot matanya yang tajam.“Cinta.. Bisa kamu jelasin kenapa kamu ngilang, terus tiba-tiba malemnya nginep di rumah Tante Diah?”“An-Anu..” Cinta membelitkan jari tangannya, tampak kentara jika dirinya sedang gugup.Setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan sang putri, baik Nirmala atau pun Dimas, keduanya berniat membawa pulang Cinta. Nam
Hari pun berganti usai Cinta berhasil diboyong pulang oleh kedua orang tuanya. Anehnya, pada hari itu Adnan merasakan perasaan takut yang datang secara tiba-tiba. Ia merasa jika pulangnya Cinta akan mempersulit langkahnya dalam mengembangkan hubungan mereka.Benar saja! Ketika pada keesokkan hari saat ia hendak menjemput Cinta untuk berangkat bekerja bersama, kabar tentang resign-nya Cinta kembali menyeruak masuk ke dalam gendang telinganya.“Tapi sebagai atasan Cinta, saya belum menyetujui permintaan resign tersebut, Om.”“Ya kamu kan tinggal bilang setuju aja, Nan.”Adnan dengan lembut mengembuskan napasnya.“Bukan maksud saya untuk mempersulit pengunduran diri sepihak Cinta..” Adnan menekan kata ‘sepihak,’ meski dengan raut wajah yang terlihat begitu tenang.Ia lalu menjelaskan jika pengunduran diri seorang pekerja normalnya melalui beberapa tahapan formal, termasuk adanya surat resmi yang ditujukan kepadanya selaku atasan Cinta atau melalui pihak HRD perusahaan.“.. dan yang terpe
Huft!Rupanya menganggur ditengah belitan masalah itu rasanya sangat tidak nyaman. Ia jadi tidak mempunyai kesibukan disaat isi kepalanya sedang ramai-ramainya.Mungkin ini lah alasan mengapa beberapa perusahaan menerbitkan adanya larangan berpacaran untuk karyawannya, khususnya pada karyawan didalam satu divisi yang sama—jawabannya pasti agar tidak terjadi penurunan kualitas kerja karena adanya masalah pribadi karyawannya.Seperti dirinya..“Hee?! Gue sama Mas Adnan kan nggak pacaran tapinya! Goblok lo, Cin!!” Makinya mandiri lalu membenturkan keningnya pada permukaan ranjang.Ranjangnya yang empuk pun membuat kepalanya memantul. Alhasil, Cinta mengerang karena merasakan sakit pada batang lehernya.“Cuman mikirin dia aja leher gue kecengkak! Wah, bawa sial nih Mas Adnan!”Cinta kemudian merubah posisi tidurnya, yang semula tengkurap menjadi telentang. Ia mengangkat telapak tangannya. Merekahkan kelima jarinya sembari mengintip langit-langit kamar.“Tapi kalau boleh jujur, gue sebener
[Kamu dimana?[Saya merindukan kamu, Cinta]“Allahuakbar!”Ponsel ditangan Cinta terjatuh.“Nggak, nggak!! Nggak mungkin chatnya kayak gitu! Mata gue pasti katarak!”Tak yakin dengan isi pesan yang Adnan kirimkan, Cinta pun meraih kembali ponselnya. Untuk kedua kalinya, Cinta membaca pesan itu, kali ini dengan kelopak mata yang ia buka lebar-lebar.“Allahuakbar-Allahuakbar!! Setan mana yang udah nyabotase HP-nya Mas Adnan, Lord?! Beraninya dia nge-PHP-in Hambamu ini!” pekik Cinta, marah-marah.Ting..Suara notifikasi yang menandakan adanya pesan masuk membuat Cinta menatap horor layar ponselnya.Cinta, please..Saya sedang membutuhkan kehadiran kamu sekarang..Duar!!“Kamera.. Kameranya ada disebelah mana sih? Gue mau lambai tangan aja deh!! Nggak like gue kalau prank-nya begini! Please lah! Hati udah potek, jangan dijahilin dong!”Tampaknya hantu yang menyabotase ponsel Adnan belum merasa puas. Layar ponsel yang semula menampakkan ruang obrolan, kini berubah menjadi panggilan masuk d
“Mas, you sure kita makan disini?”Cinta mengamati lantai basement tempat dimana Adnan memarkirkan mobilnya. “.. ini Mall loh, Mas. Tempat rame,” timpal Cinta, mengingatkan Adnan jika tempat yang laki-laki itu pilih memiliki resiko tinggi akan munculnya gosip tak sedap tentang keduanya.“Kamu punya referensi lain?”“Nggak sih.. yang pengen makan kan bukan aku. Tapi ini aku lagi nggak pake setelan kerja. Mas beneran yakin kita nyari makannya disini?”“Kamu takut dinyinyirin sama netizen ya?”“Mana ada!”Sejak kapan ia takut dengan jari-jari orang tidak dikenal. Disaat akun media sosialnya penuh dengan hujatan pun, ia justru membalas cacian-cacian fans kekasih atasannya menggunakan emot cium. Lagipula ia memang mengincar atasannya kok. Hehehe...“Its okay, Cin. Kalau pun ada gosip tentang kita, saya tinggal membenarkan saja.”“Loh, loh, loh! Nggak bahaya tah? Ntar dimarahin pacarnya loh.”Adnan memalingkan wajahnya, menatap Cinta dengan senyum merekah di wajah tampannya. “Pacar saya sek
“Hiyyaaaa!! Ya udah kawinnya sama aku aja, Oppaaaa!”“HEEEEEE!!”Tempelengan lembut tak ayal mendarat dikepala Cinta. Pelakunya adalah Adnan yang tak lagi bisa menahan kekesalannya kepada sang istri.Disaat tubuh istrinya oleng ke samping, pria itu dengan cepat menarik lengan sang istri lalu memerangkap tubuhnya ke dalam pelukkan.“Mas! Kamu noyor kepala aku?”“Mas nggak mau minta maaf, abis kamunya yang mulai duluan.” Tutur Adnan, kali ini tak akan merendahkan diri demi melindungi dirinya dari amukan istri cantiknya.Sekali-kali wanita bar-bar yang ia nikahi harus tahu kapan tepatnya wanita itu boleh bercanda dan dengan candaan seperti apa yang boleh dia lontarkan sehingga tidak mengusik batas kesabarannya.“Aku sampe..” Cinta menelengkan kepalanya. “Wiiiing!” lalu mendorong kepalanya untuk me-reka ulang adegan.Situasi yang semula tegang pun mencair dengan sangat cepat. Dua bintang utama yang belum lama ini masih berdebat tentang sebuah pernikahan, kini berusaha keras untuk tak mene
Gentleman— tak ada lagi kata yang dapat mendeskripsikan betapa memukaunya seorang Nathan didalam benak Cinta.Pria itu begitu cepat bergerak seolah dirinya tengah berlomba dengan waktu. Dia benar-benar menepati ucapannya. Memboyong ibu kandungnya datang melamar disaat hari bahkan belum berganti.“Sat-set banget ya, Mas. Nggak nyesel deh aku pernah ngefans.”“Nakal.” Pungkas Adnan, mencubit gemas pipi kiri sang istri.Jujur saja, jika mengikuti kata hati, ia cemburu. Ia tidak suka Cinta memuja pria lain meski pemujaan itu tak lagi dilakukan oleh istrinya. Namun untuk kali ini saja, ia akan memendam kecemburuannya. Menurutnya, sahabatnya memang layak dipuja.“Dia itu kayak Mas, Yang. Kalau udah serius ya nggak pake lama.”“Idih! Iyain aja deh.”“Eh, kok gitu? Kan Mas langsung ngelamar kamu juga, Yang.”“After many drama ya, Mas. Kamu nggak amnesia kan, kalau pernah mau ngasih aku ke Oppa?”Pertanyaan itu membuat Adnan meringis.“Kalau mantan kamu nggak ketahuan selengki, sekarang mungkin
“Yang..” rengek Adnan.Persetan dengan citranya dihadapan keluarga. Nasib dan akal sehatnya sekarang sedang dipertaruhkan. Ia bisa gila jika Cinta benar-benar menginginkan perceraian.“Eung?”“Tarik kata-kata kamu, Yang. Tarr-riiik!” pinta Adnan sembari mengguncang tubuh Cinta.Ia tahu istrinya memang mempunyai cara berpikir yang unik. Namun ini sungguh terlalu! Mana ada sih manusia yang meminta cerai hanya untuk mendapatkan lamaran ulang?Cuma Cinta saja kan? Iya kan?!“Ayo, Yang. Tarik! Bilang kalau kamu cuman bercanda, Yang.”Cinta mendongak, menatap Adnan. “Mas, ini ngidamnya anak kamu loh.” Ujarnya dengan tangan membelai si buah hati.Beberapa kali Cinta mengerjap, membuat bulu matanya bergerak naik-turun.“Masa ngidam anak kita udah lewat, Sayang. Please jangan gunain dia buat kepentingan pribadi Maminya.”“Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah.” Pekik Cinta bernada. “Sungguh kejam fitnahanmu, Kisanak. Kenapa engkau begitu teg..”Adnan menghentikan ucapan ngelantur sang istri dengan melet
Tidak ada yang salah dengan apa yang Cinta lakukan. Meski terkesan mencampuri urusan pribadi orang lain, tapi Cinta melakukannya untuk kebaikan orang-orang yang dirinya kasihi. Tanpa campur tangannya, hubungan Grace dan Nathan akan diam ditempat. Mereka akan berdiam seolah menerima takdir, lalu hidup dalam penyesalan karena hidup didalam kepengecutan. Sungguh, Cinta tidak ingin itu terjadi. Menurutnya, yang keduanya butuhkan hanyalah sebuah keberanian. Keberanian untuk mencoba. Keberanian untuk menepikan ketakutan. Dan keberanian untuk bersikap jujur pada diri sendiri. Hal ini Cinta tujukan kepada Grace, kakak iparnya. Cinta mungkin tak tahu seberat apa peperangan batin yang dirasakan Grace. Ia tidak berada diposisi yang sama dengan kakak iparnya. Akan tetapi, melihat wanita itu terus membentengi diri dengan mekanisme yang menurutnya salah, sebagai adik ipar, Cinta ingin Grace mengalir saja seperti air. Toh apa yang ditakutkan oleh wanita itu belum tentu terjadi. Jika pun k
Grace tak dapat menahan helaan napasnya sesaat setelah adik dan iparnya berlalu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan si pembuat onar.Pembuat onar itu— sebut saja dia NATHAN. Tak perlu menggunakan inisial segala. Namanya pun harus ditulis kapital agar semua orang tahu bahwa pria yang katanya pernah menjadi idaman kaum hawa ditempat mengenyam pendidikan itu, tak ubahnya manusia alay ketika menghadapi sesuatu yang tak sejalan dengan keinginannya.“You!” erang Grace melihat cengiran lebar, terbentuk pada wajah tampan Nathan.Demi Nathan yang katanya berulah karena dirinya, Grace bahkan rela meninggalkan putri semata wayangnya.Nathania memang terlelap, tapi anak itu bisa saja terbangun. Dia pasti akan menangis karena tidak menemukan dirinya.“Hai, Grace.. Welcome home, Sayang.”“Gundulmu!” maki Grace keras. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala Nathan. Entah apa yang bersarang di dalam kepala pria itu. Bisa-bisanya pria sibuk seperti dirinya menggalau hanya karena seorang janda.“W
“God!” erang Cinta sesaat setelah dirinya meninggalkan bilik kamar mandi.Sumpah demi suaminya yang tampan, ia lebih baik mendatangi konser Oppa-Oppa kesayangannya dibanding masuk ke dalam kelab malam. Entah apa yang para pengunjung sukai dari hingar-bingar menyakitkan mata dan telinga ini— sungguh, Cinta sendiri juga bingung dengan selera masokis manusia-manusia yang menurutnya aneh itu.“Nih kebanyakan yang dateng kesini human-human kebanyakan energi kali! Kalau gue sih mending molor ya tengah malem gini! Hiiih!” Racau Cinta, berjalan keluar untuk menghampiri Adnan yang ia tinggalkan.“Sayang, kenapa?” tanya Adnan, heran saat melihat sang istri yang terus saja bergidik sembari menutup kedua lubang telinganya.“Bising banget! Budek aku lama-lama!”Adnan terkekeh renyah. Ia belai puncak kepala sang istri. “Habis ini kita bawa pulang aja si Nathannya, Yang.” Tuturnya dengan mempertahankan belaian pada kepala istri cantiknya.Untuk golongan anak rumahan seperti Cinta, kelab malam pastil
Siang itu tidak ada balasan, terlebih persetujuan yang terlontar dari mulut Nathan. Pembicaraan terkait hubungan mereka pun berakhir mengambang. Terhenti begitu saja tanpa adanya bait penyelesaian.Dihadapan Nathania pun, keduanya bersikap seolah tak pernah terlibat dalam sebuah ketegangan. Mereka berinteraksi normal layaknya sepasang kekasih pada umumnya— dengan saling mencurahkan perhatian, khususnya untuk si kecil ‘Thania.’Namun apa yang tampak siang itu, sungguh berbeda dengan apa yang Nathan perlihatkan dihadapan sahabatnya.“Wae geurae?” bentak Nathan dengan tangan mencengkram kerah kemeja Adnan.Sial sekali bagi Adnan. Ditengah malam yang seharusnya dapat ia gunakan untuk memeluk erat tubuh sang istri, ia justru harus sibuk mengurusi tingkah polah pelaku peneroran nomor pribadinya.“Sayang.” Adnan meneleng, memalingkan wajahnya ke arah Cinta yang sibuk merekam kegilaan sahabat karibnya.“Waeeee?” sentak Nathan sembari mengguncang tubuh Adnan.Adnan meringis. Ingin sekali rasany
“Hye?” pekik Nathan, tersentak. Pria setengah Korea itu kembali bersuara setelah berhasil menguasai keterkejutan yang dialaminya. “I mean, apa maksud kamu, Grace?” tuntutnya, kali ini dengan intonasi yang lembut.Grace sendiri tampak tak dapat mengendalikan kecemasan pada raut wajahnya. Perempuan itu ingin membuka mulut, tapi tak ada satu pun kalimat yang akhirnya keluar dari bibirnya.“Grace?”“...” Sayangnya, panggilan Nathan tak membuahkan hasil. Grace— wanita itu tetap setia dengan kebungkamannya.“Karena kamu nggak ngejawab, aku anggap kamu nggak pernah ngomong kayak tadi. Or, kita bisa bahas ini dilain waktu when nggak ada Thania yang nungguin kita.” Ucapnya lalu berjalan melewati Grace.Menyadari tak adanya pergerakan dari wanita yang menjalin kesepakatan dengannya, Nathan pun menghentikan langkah kakinya. Sahabat Adnan itu kemudian memutar tubuhnya. Berkata, “We have to hurry. Apa kamu ingin membuat Thania marah karena kita yang terlalu lama?” Meski bersama pengasuhnya, pembica
Melihat keadaan Adnan, Nathan yang semula ingin meminta pendapat, mengurungkan niatnya. Pemuda yang saat ini tengah menjalin kerjasama asmara dengan kakak sahabatnya itu, memutuskan berpamit dengan meninggalkan sebuah pesan yang ia tinggalkan untuk sahabatnya.Jangan sampai menyesal kalau sampai gantian Cinta yang marah ke kamu— begitulah isi pesan yang ditinggalkan oleh Nathan. Pria itu memperingati Adnan supaya tidak melanjutkan ngambeknya mengingat aksi kekanakannya bisa saja menjadi boomerang yang menyerang dirinya sendiri.“Kalau aku translate kata-katanya Oppa..” belum sempurna Cinta mengucapkan kalimatnya, Adnan pun sudah bergegas mengosongkan kursi kerjanya.Pria yang menikahi Cinta setelah menjadi korban perselingkuhan itu, berjongkok tepat dibawah kaki-kaki istrinya. Telapak kakinya berjinjit untuk menyamakan tinggi tubuhnya dengan sepasang paha sang istri yang lututnya sedang terlipat. “Mas salah, Sayang. Jangan bales dendam ya?”Insting Adnan mengatakan jika otak pintar san