“Mas Oppa, Mas..”
“Cinta, Mas dan Oppa kan artinya sama. Pakai saja salah satu.” Ujar Adnan, mencoba membenahi panggilan ganda yang diberikan Cinta untuk Nathan.
“Loh, enggak.. Menurut Cinta tuh harus disebut dua-duanya, Mas Adnan.”
Nathan tertawa kecil. Sejak Cinta membawakan sendiri minuman yang Adnan pesan untuk dirinya, ia sudah mengira jika Cinta pasti akan bergabung ke dalam obrolan mereka— dan benar saja.. Alih-alih kembali ke mejanya, gadis itu justru mendudukkan diri pada lengan single sofa yang Adnan tempati.
Anehnya, sebagai seorang atasan sekaligus anak pemilik perusahaan, Adnan sama sekali tidak terlihat memendam amarah kala mendapati kelancangan bawahannya. Pria itu bersikap biasa saja seolah hal tersebut bukanlah bentuk ketidak-sopanan pekerjanya.
“Ya sudah.. Suka-Suka kamu saja, Cin..” balas Adnan dengan helaan napas yang menjadi pembuka kalimatnya.
“Mas Adnan nggak nanya alasannya?”
“Saya harus tanya?”
“Ung..” Angguk Cinta.
Nathan menyimak interaksi keduanya. Kalau saja boleh jujur, ditengah-tengah sahabat dan sekretarisnya ini, terkadang ada waktu dimana ia merasa dirinya berubah menjadi udara disekitar mereka.
Eksistensinya jelas ada, tapi seperti tidak ada..
“Why kok kamu manggil teman saya double-double begitu?” tanya Adnan, memenuhi permintaan Cinta.
“Soalnya Oppa Kim Nathan kan orang Korea sama orang Semarang. Biar nggak ilang aja jati dirinya dia.”
Uhuk!!
Americano yang belum sepenuhnya lolos dari kerongkongan pun menyembur bersamaan dengan batuk kekagetan Nathan.
“Mas Oppa..” Cinta pun menyodorkan lembaran tisu yang dirinya ambil secara terburu-buru. Ia hendak menyerahkannya ke tangan Nathan, akan tetapi aksinya itu digagalkan oleh Adnan.
“Biar Mas aja yang kasih ke Nathan.”
“Oh, oke-oke.. Nih, Mas..”
Adnan menerimanya lalu menyerahkannya pada Nathan.
“Interesting..” Celetuk Nathan hingga menyadarkan diri Adnan akan perilaku ganjilnya.
Malu akan reaksinya yang tampaknya terlihat berlebihan, Adnan pun berniat mengenyahkan Cinta dari ruangannya. “Cinta, help me ya.. Saya tadi kan nggak makan banyak waktu kita lunch.. Tolong kamu ke resto langganan saya. Pesankan apa saja, Cin, pasti saya makan.”
“Cinta sendiri yang berangkat?”
“Heum.. Kamu minta anter supir kantor aja. Kalau pesan delivery saya nggak yakin pesanannya sesuai dengan selera saya.”
“Oki-Doki, Capt! Duitnya Cinta ambil di dompet ya..” Ucap Cinta lalu berjalan menuju meja kerja Adnan. Gadis itu tampak meraih dompet yang Adnan letakkan di sana dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
“Mas, Cinta pergi dulu ya.. Kalau ada tamu, tolong handle ya, Mas..”
“Iya, Cinta. Kamu hati-hati ya.. Jangan buat supir kantor kecelakaan kayak kita tadi..”
Mulut Cinta kontan maju beberapa centimeter. Gadis itu berdumel dengan kakinya yang melangkah keluar dari ruang kerja Adnan.
Prok-Prok-Prok..
“Bro.. What the hell it this?! You two.. Honestly, interaksi kalian jauh dari kata atasan and his secretary..” tembak Nathan, menyuarakan isi pikirannya.
“Dia punya orang dalam yang bikin gue nggak boleh bersikap kaku.”
“Your Mom, eh?”
Adnan menarik sudut-sudut bibirnya.
“Yeah, but that’s not a reason to be intimate with her, sih, Nan.. Shock gue liatnya.. Gue jadi bertanya-tanya gimana tanggapan Ara ketika ngeliat interaksi kalian berdua..”
“Of course she was angry.. tapi sekali lagi, Cinta punya bekingan orang paling berpengaruh. Figth ke Cinta cuman bikin hubungan kita makin nggak direstuin.”
Nathan pun tergelak. “Sesayang itu ya nyokap lo ke Cinta..”
“She is my Mom’s best friend’s by the way..” jelas Adnan, memberitahu siapa Cinta hingga sosoknya tidak dapat diperlakukan seenaknya meski tingkah gadis itu terbilang sangat semena-mena.
“Hahahaha, poor you Adnan.. Gue turut berduka cita.”
“So.. Ada perlu apa lo nyari gue?”
“Ah.. Gue mau minta tolong buat deketin gue sama your sister.. Nyokap minta gue buat cepet-cepet married biar dia bisa punya cucu, but lo tau lah, Nan.. Gue belom minat ke jenjang yang lebih lanjut.”
“Then?!” tanya Adnan dengan tatap mengintimidasi Nathan.
“Calm down.. Gue nggak bermaksud mau mainin your sister kok.. Gue tau banget kakak lo trauma sama pernikahannya dulu, so, gue mau bikin kesepakatan gitu sama dia. Dia kan udah punya anak, jadi yah, kalau dia say yes, nyokap gue udah dapet satu paket. Mantu and cucu.”
“Tapi kalau gue pikir-pikir lagi, your secretary oke juga buat dijadiin mantunya nyokap gue. She is cheerful and fun, nyokap pasti nggak mikir dua kali buat kasih lampu hijau. Gue juga kayaknya jadi pengen nikah kalau itu sekretaris lo.”
Jari-jari tangan Adnan mengepal mendengarnya. Ia tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya. Disaat dirinya harus bahagia karena Cinta sepertinya juga menaruh minat pada Nathan, mengapa yang terjadi justru berkebalikan dengan keinginan otaknya. Hatinya meradang seolah sesuatu telah terbakar di dalam sana.
“Just try.. Kalau Cintanya mau, why not..” Ujar Adnan, tak selaras dengan perasaannya yang memanas.
“Really? Don’t take back your words!” Peringat Nathan meminta Adnan untuk tidak menarik kembali kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Pria itu menganggap bahwa Adnan telah memberikannya restu untuk mendekati Cinta.
“Yaps, go a head.. Gue ikut happy kalau Cinta bisa move on dari gue..”
Krak!
Terkutuklah mulut Adnan yang berkata dengan mudahnya. Dibalik pintu yang tak Cinta tutup dengan rapatnya, gadis itu mendengarkan setiap kata yang Adnan ucapkan. Ia belum meninggalkan lantai kantor mereka karena rasa penasarannya yang tinggi akan obrolan Adnan dengan temannya. Namun siapa yang akan menyangka, jika rasa penasarannya itu justru mengantarkannya pada patah hati terdalamnya.
Cinta kecewa..
Dengan langkah kaki terseok, gadis itu menyambar tas tangannya. Ia berjalan dengan menyeret kakinya, menekan tombol lift berulang kali seakan tak sabar untuk menunggu terbukanya pintu lift yang berada dihadapannya.
“Cinta.. What’s going on? Kenapa kamu nangis, Nak?”
Ketika pintu lift itu terbuka, sosok yang berada di dalamnya pun terkejut. Papi Adnan bahkan sampai berjengit kala menyaksikan bulir-bulir air mata berjauhan dari mata gadis yang disayangi istrinya.
Beliau pun keluar. Ia memegang bahu-bahu rapuh Cinta seraya bertanya, “Adnan marahin kamu?”
Pertanyaan itu lalu dibalas dengan kepala Cinta yang bergerak ke kanan dan kiri.
“Terus kenapa, Cin? Kamu sakit? Om anter ke rumah sakit ya?”
Bisa gawat jika istrinya mengetahui keadaan Cinta yang tidak baik-baik saja. Selain Adnan yang akan terkena amarah sang istri, ia sebagai orang yang juga mengetahui hal ini pun juga akan terkena dampaknya.
“Cinta nggak apa-apa kok, Om. Cinta mau beliin Mas Adnan makan dulu ya.. Mari Om Papi..” Cinta berjalan cepat memasuki lift.
“Cin..” Seru papi Adnan, yang sayangnya kalah dengan pintu lift, yang kemudian telah tertutup menelan tubuh calon menantu idaman istrinya.
“Sebenarnya ada apa sih? Baru kali ini saya liat Cinta nangis..”
Untuk membunuh tanda tanya dalam benaknya, papi Adnan pun bergegas menyambangi sang putra di dalam ruang kerjanya.
“Nan.. Ah, Halo Kim.. Long time no see.. Gimana kabarnya?”
“Hai, Om.. Kabar baik, Om.. Om sama Tante gimana? Still mesra kan ya?”
Papi Adnan terkekeh. “Iya dong, harus itu..”
“Dari Korea apa Semarang kamu?”
“Kalau ini saya dari Semarang, Om. Kebetulan minggu lalu sampai di Indo..”
“Mampir-mampirlah ke rumah.. Tante pasti happy liat Oppa-Oppa Korea dateng ke Indo..” Perkataan papi Adnan itu pun mengundang tawa renyah dari Nathan.
“God! Hampir Papi lupa..” Pekik Papi Adnan, menepuk keningnya.
“Kenapa Pi? Masalah kerjaan?”
“No, no, no!! Itu nanti aja, ada yang lebih penting dari kerjaan.” Seru papi Adnan. Wajahnya berubah menjadi panik ketika menanyakan mengapa Cinta turun dengan air mata membasahi wajahnya.
“Cinta nangis?” Kaget Adnan yang otomatis bangkit dari kursinya.
“Loh, kamu nggak tau? Papi kira dia nangis karena kamu marahin, Nan.. Tapi kalau dipikir-pikir, dia mana pernah nangis. Kamu marahin juga kamunya malah yang kena mental.”
“Papi ketemu Cintanya kapan? Di lantai bawah?”
“Lah, nggak dong, Nan.. Di lantai ini Papi ketemunya. Susulin, Nan.. Kalau meleng gara-gara nangis, terus ketabrak mobil, kamu loh nanti yang dimakamin Mamimu..”
Seketika Adnan berlari keluar tanpa sepatah kata. Ada kemungkinan Cinta mendengar perbincangannya dengan Nathan mengenai gadis itu dan itu membuat Adnan menjadi tak enak hati.
“Ada apa sih, Tan?”
Nathan mengedikkan bahunya. “Saya juga kurang tahu, Om. Tadi masih baik-baik saja kok.”
“Duh, ada-ada aja! Bisa habis dia dimaki-maki Maminya.. Calon mantu kesayangan Tante itu si Cinta..”
Wah, kalau begini, jalannya untuk menjadikan Cinta sebagai menantu mamanya akan terjal. Lawannya saja ibu-ibu yang rela mengubur anaknya sendiri.
Adnan merasa tak tenang. Dia dalam lift yang membawa-nya turun, kakinya terus saja bergerak mengelilingi kotak lift.Sampai pada lobby perusahaan keluarganya, Adnan pun bergegas untuk keluar. Pria itu lalu memacu kuda-kuda kakinya.“Selamat siang, Pak Adnan..” Sapa beberapa karyawan setiap kali mereka berpapasan dengan Adnan.“Ya, ya.. Sorry saya buru-buru..” Ucap Adnan, meminta pengertian jika saja tanggapannya terdengar dingin ditelinga para karyawannya.Ketika indera penglihatannya menangkap Cinta yang hendak menaiki sebuah mobil, Adnan pun berteriak disela-sela langkah kakinya. “Cintaaa... Ciiiin!!”“Cin.. Tunggu Mas, Cintaa!!”Nahas, Cinta mengabaikan panggilan Adnan. Meski gadis itu sempat ditahan oleh pihak keamanan yang berjaga di depan pintu lobby, nyatanya Cinta tetap menutup pintu mobilnya dan berlalu pergi seolah Adnan tak pernah memanggil namanya.“Pak, kenapa sekretaris saya dibiarkan pergi?”“Bu Cinta bilang ada emergency, Pak Adnan.”“Ya?”“Kata Bu Cinta, Ayahnya ketahu
‘Maaf, pemilik nomor yang Anda hubungi sedang tidak mood berbicara dengan Anda. Silahkan hubungi lagi tahun depan..’Klik!Dibalik roda kemudinya, Adnan pun terperanjat. Ia bahkan belum sempat melayangkan salam sapaan, tapi pemilik nomor yang ia hubungi sudah lebih dulu memblokade akses komunikasi mereka.Tahu jika Cinta akan mengulangi hal yang sama, Adnan pun memilih mengirimkan pesan singkat melalui aplikasi perpesanan.Cinta, kamu dimana? Bisa kita bertemu? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan kamu.Satu detik setelah pesannya terbaca, kedua mata pria itu pun membola. Ia tak lagi menemukan foto Cinta pada profil kolom chat mereka. Singkatnya, kontaknya telah dimasukkan ke dalam daftar hitam atau ramai dikenal dengan block.“Lalu saya harus bagaimana?” gumam Adnan, bermonolog. Hubungan dengan maminya sedang dipertaruhkan, sedangkan Cinta yang memegang kunci dari hubungan mereka justru menghilang.Ponsel Adnan berdering. Tanpa melihat ID penelepon, Adnan yang mengira jik
Susah payah Adnan mengejar dan menangkap tubuh Cinta. Setelah bermain kejar-kejaran mengelilingi tenda restoran, Adnan akhirnya dapat memboyong Cinta ke dalam mobilnya.Andai saja gadis itu tak kehilangan energi, mereka mungkin akan bermain sampai matahari menyinari kota Jakarta.“Kamu terlalu unik sampai-sampai saya nggak kuat ngadepinnya, Cinta.”“Babi, go away.. Gue naksirnya udahan aja.. Capek..” Racau Cinta, pelan, sembari memiringkan tubuhnya.Adnan mengulum bibirnya. Ia lalu membalas racauan yang Cinta udarakan dengan, “ya.. Lebih banget begitu, Cinta. Jangan sakit lagi gara-gara saya. Saya yakin di luar sana akan ada laki-laki yang jauh lebih pantas menerima cinta kamu.” Adnan membelai puncak kepala Cinta. Namun ia segera menarik tangannya cepat.Pekerjaan rumah Adnan tak selesai hanya pada ditemukannya Cinta. Tertangkapnya gadis yang kabur itu menjadi titik awal pekerjaan besar Adnan.Cinta yang tak sadarkan diri tidak memungkinkan untuk diantarkan pulang ke kediaman orang tua
Hangat!Cinta merasakan kehangatan seolah guling yang ia dekap dalam tidurnya berbeda dengan malam-malam sebelumnya.Guling itu terasa seperti suhu tubuh manusia, terlebih telinganya juga menangkap adanya detak beraturan yang tampaknya berasal dari jantung seseorang.‘Wait, jantung?!’Sadar akan adanya keganjilan pada gulingnya, mata yang tertutup pun terbuka dengan lebarnya.Cinta termangu dalam keadaan shock berat.“Shit!” Cinta mengumpat tertahan kala menyadari jika dirinya kini tidak sedang berada di kamarnya.“What, What..” Pekik Cinta panik dengan tubuh terdorong ke belakang. Bersamaan dengan hal itu, Cinta pun mengetahui jika saat ini dirinya tengah tertidur di dalam pelukan seseorang.Kedua mata Cinta pun terbelalak hebat. Ia menyusupkan kedua tangannya pada sela-sela tubuh keduanya, lalu membekap mulutnya kuat-kuat.“Te-telanjang..” gagap Cinta usai mengetahui penampilan pria yang memeluknya.Jangan tanya mengapa Cinta bisa mengetahui jenis kelamin manusia jahanam yang melaku
Berselang beberapa detik dari kepergian Cinta, Adnan pun mengekor keluar. Pria itu berjalan cukup santai meski tahu kehebohan seperti apa yang nantinya akan menimpanya.“Mbak, tolong sisir untuk rapiin rambut Mbak Cinta..” pinta Adnan pada pelayan yang baru saja menyuguhkan jamuan untuk kedua orang tua Cinta.Ia memposisikan diri dibelakang tubuh Cinta, melayangkan tangan kanannya pada puncak kepala sang adik. “Rambut kamu acak-acakan, Cin. Sini saya rapihin.” Ucapnya membuat orang-orang yang melihat keduanya terhenyak ditempat.Keadaan tersebut tak berlangsung lama. Setelah mampu menguasai dirinya, ibunda Cinta pun mengirimkan sinar laser dari sorot matanya yang tajam.“Cinta.. Bisa kamu jelasin kenapa kamu ngilang, terus tiba-tiba malemnya nginep di rumah Tante Diah?”“An-Anu..” Cinta membelitkan jari tangannya, tampak kentara jika dirinya sedang gugup.Setelah mendapatkan informasi terkait keberadaan sang putri, baik Nirmala atau pun Dimas, keduanya berniat membawa pulang Cinta. Nam
Hari pun berganti usai Cinta berhasil diboyong pulang oleh kedua orang tuanya. Anehnya, pada hari itu Adnan merasakan perasaan takut yang datang secara tiba-tiba. Ia merasa jika pulangnya Cinta akan mempersulit langkahnya dalam mengembangkan hubungan mereka.Benar saja! Ketika pada keesokkan hari saat ia hendak menjemput Cinta untuk berangkat bekerja bersama, kabar tentang resign-nya Cinta kembali menyeruak masuk ke dalam gendang telinganya.“Tapi sebagai atasan Cinta, saya belum menyetujui permintaan resign tersebut, Om.”“Ya kamu kan tinggal bilang setuju aja, Nan.”Adnan dengan lembut mengembuskan napasnya.“Bukan maksud saya untuk mempersulit pengunduran diri sepihak Cinta..” Adnan menekan kata ‘sepihak,’ meski dengan raut wajah yang terlihat begitu tenang.Ia lalu menjelaskan jika pengunduran diri seorang pekerja normalnya melalui beberapa tahapan formal, termasuk adanya surat resmi yang ditujukan kepadanya selaku atasan Cinta atau melalui pihak HRD perusahaan.“.. dan yang terpe
Huft!Rupanya menganggur ditengah belitan masalah itu rasanya sangat tidak nyaman. Ia jadi tidak mempunyai kesibukan disaat isi kepalanya sedang ramai-ramainya.Mungkin ini lah alasan mengapa beberapa perusahaan menerbitkan adanya larangan berpacaran untuk karyawannya, khususnya pada karyawan didalam satu divisi yang sama—jawabannya pasti agar tidak terjadi penurunan kualitas kerja karena adanya masalah pribadi karyawannya.Seperti dirinya..“Hee?! Gue sama Mas Adnan kan nggak pacaran tapinya! Goblok lo, Cin!!” Makinya mandiri lalu membenturkan keningnya pada permukaan ranjang.Ranjangnya yang empuk pun membuat kepalanya memantul. Alhasil, Cinta mengerang karena merasakan sakit pada batang lehernya.“Cuman mikirin dia aja leher gue kecengkak! Wah, bawa sial nih Mas Adnan!”Cinta kemudian merubah posisi tidurnya, yang semula tengkurap menjadi telentang. Ia mengangkat telapak tangannya. Merekahkan kelima jarinya sembari mengintip langit-langit kamar.“Tapi kalau boleh jujur, gue sebener
[Kamu dimana?[Saya merindukan kamu, Cinta]“Allahuakbar!”Ponsel ditangan Cinta terjatuh.“Nggak, nggak!! Nggak mungkin chatnya kayak gitu! Mata gue pasti katarak!”Tak yakin dengan isi pesan yang Adnan kirimkan, Cinta pun meraih kembali ponselnya. Untuk kedua kalinya, Cinta membaca pesan itu, kali ini dengan kelopak mata yang ia buka lebar-lebar.“Allahuakbar-Allahuakbar!! Setan mana yang udah nyabotase HP-nya Mas Adnan, Lord?! Beraninya dia nge-PHP-in Hambamu ini!” pekik Cinta, marah-marah.Ting..Suara notifikasi yang menandakan adanya pesan masuk membuat Cinta menatap horor layar ponselnya.Cinta, please..Saya sedang membutuhkan kehadiran kamu sekarang..Duar!!“Kamera.. Kameranya ada disebelah mana sih? Gue mau lambai tangan aja deh!! Nggak like gue kalau prank-nya begini! Please lah! Hati udah potek, jangan dijahilin dong!”Tampaknya hantu yang menyabotase ponsel Adnan belum merasa puas. Layar ponsel yang semula menampakkan ruang obrolan, kini berubah menjadi panggilan masuk d
“Hiyyaaaa!! Ya udah kawinnya sama aku aja, Oppaaaa!”“HEEEEEE!!”Tempelengan lembut tak ayal mendarat dikepala Cinta. Pelakunya adalah Adnan yang tak lagi bisa menahan kekesalannya kepada sang istri.Disaat tubuh istrinya oleng ke samping, pria itu dengan cepat menarik lengan sang istri lalu memerangkap tubuhnya ke dalam pelukkan.“Mas! Kamu noyor kepala aku?”“Mas nggak mau minta maaf, abis kamunya yang mulai duluan.” Tutur Adnan, kali ini tak akan merendahkan diri demi melindungi dirinya dari amukan istri cantiknya.Sekali-kali wanita bar-bar yang ia nikahi harus tahu kapan tepatnya wanita itu boleh bercanda dan dengan candaan seperti apa yang boleh dia lontarkan sehingga tidak mengusik batas kesabarannya.“Aku sampe..” Cinta menelengkan kepalanya. “Wiiiing!” lalu mendorong kepalanya untuk me-reka ulang adegan.Situasi yang semula tegang pun mencair dengan sangat cepat. Dua bintang utama yang belum lama ini masih berdebat tentang sebuah pernikahan, kini berusaha keras untuk tak mene
Gentleman— tak ada lagi kata yang dapat mendeskripsikan betapa memukaunya seorang Nathan didalam benak Cinta.Pria itu begitu cepat bergerak seolah dirinya tengah berlomba dengan waktu. Dia benar-benar menepati ucapannya. Memboyong ibu kandungnya datang melamar disaat hari bahkan belum berganti.“Sat-set banget ya, Mas. Nggak nyesel deh aku pernah ngefans.”“Nakal.” Pungkas Adnan, mencubit gemas pipi kiri sang istri.Jujur saja, jika mengikuti kata hati, ia cemburu. Ia tidak suka Cinta memuja pria lain meski pemujaan itu tak lagi dilakukan oleh istrinya. Namun untuk kali ini saja, ia akan memendam kecemburuannya. Menurutnya, sahabatnya memang layak dipuja.“Dia itu kayak Mas, Yang. Kalau udah serius ya nggak pake lama.”“Idih! Iyain aja deh.”“Eh, kok gitu? Kan Mas langsung ngelamar kamu juga, Yang.”“After many drama ya, Mas. Kamu nggak amnesia kan, kalau pernah mau ngasih aku ke Oppa?”Pertanyaan itu membuat Adnan meringis.“Kalau mantan kamu nggak ketahuan selengki, sekarang mungkin
“Yang..” rengek Adnan.Persetan dengan citranya dihadapan keluarga. Nasib dan akal sehatnya sekarang sedang dipertaruhkan. Ia bisa gila jika Cinta benar-benar menginginkan perceraian.“Eung?”“Tarik kata-kata kamu, Yang. Tarr-riiik!” pinta Adnan sembari mengguncang tubuh Cinta.Ia tahu istrinya memang mempunyai cara berpikir yang unik. Namun ini sungguh terlalu! Mana ada sih manusia yang meminta cerai hanya untuk mendapatkan lamaran ulang?Cuma Cinta saja kan? Iya kan?!“Ayo, Yang. Tarik! Bilang kalau kamu cuman bercanda, Yang.”Cinta mendongak, menatap Adnan. “Mas, ini ngidamnya anak kamu loh.” Ujarnya dengan tangan membelai si buah hati.Beberapa kali Cinta mengerjap, membuat bulu matanya bergerak naik-turun.“Masa ngidam anak kita udah lewat, Sayang. Please jangan gunain dia buat kepentingan pribadi Maminya.”“Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah.” Pekik Cinta bernada. “Sungguh kejam fitnahanmu, Kisanak. Kenapa engkau begitu teg..”Adnan menghentikan ucapan ngelantur sang istri dengan melet
Tidak ada yang salah dengan apa yang Cinta lakukan. Meski terkesan mencampuri urusan pribadi orang lain, tapi Cinta melakukannya untuk kebaikan orang-orang yang dirinya kasihi. Tanpa campur tangannya, hubungan Grace dan Nathan akan diam ditempat. Mereka akan berdiam seolah menerima takdir, lalu hidup dalam penyesalan karena hidup didalam kepengecutan. Sungguh, Cinta tidak ingin itu terjadi. Menurutnya, yang keduanya butuhkan hanyalah sebuah keberanian. Keberanian untuk mencoba. Keberanian untuk menepikan ketakutan. Dan keberanian untuk bersikap jujur pada diri sendiri. Hal ini Cinta tujukan kepada Grace, kakak iparnya. Cinta mungkin tak tahu seberat apa peperangan batin yang dirasakan Grace. Ia tidak berada diposisi yang sama dengan kakak iparnya. Akan tetapi, melihat wanita itu terus membentengi diri dengan mekanisme yang menurutnya salah, sebagai adik ipar, Cinta ingin Grace mengalir saja seperti air. Toh apa yang ditakutkan oleh wanita itu belum tentu terjadi. Jika pun k
Grace tak dapat menahan helaan napasnya sesaat setelah adik dan iparnya berlalu pergi meninggalkan dirinya bersama dengan si pembuat onar.Pembuat onar itu— sebut saja dia NATHAN. Tak perlu menggunakan inisial segala. Namanya pun harus ditulis kapital agar semua orang tahu bahwa pria yang katanya pernah menjadi idaman kaum hawa ditempat mengenyam pendidikan itu, tak ubahnya manusia alay ketika menghadapi sesuatu yang tak sejalan dengan keinginannya.“You!” erang Grace melihat cengiran lebar, terbentuk pada wajah tampan Nathan.Demi Nathan yang katanya berulah karena dirinya, Grace bahkan rela meninggalkan putri semata wayangnya.Nathania memang terlelap, tapi anak itu bisa saja terbangun. Dia pasti akan menangis karena tidak menemukan dirinya.“Hai, Grace.. Welcome home, Sayang.”“Gundulmu!” maki Grace keras. Rasanya ia ingin sekali memukul kepala Nathan. Entah apa yang bersarang di dalam kepala pria itu. Bisa-bisanya pria sibuk seperti dirinya menggalau hanya karena seorang janda.“W
“God!” erang Cinta sesaat setelah dirinya meninggalkan bilik kamar mandi.Sumpah demi suaminya yang tampan, ia lebih baik mendatangi konser Oppa-Oppa kesayangannya dibanding masuk ke dalam kelab malam. Entah apa yang para pengunjung sukai dari hingar-bingar menyakitkan mata dan telinga ini— sungguh, Cinta sendiri juga bingung dengan selera masokis manusia-manusia yang menurutnya aneh itu.“Nih kebanyakan yang dateng kesini human-human kebanyakan energi kali! Kalau gue sih mending molor ya tengah malem gini! Hiiih!” Racau Cinta, berjalan keluar untuk menghampiri Adnan yang ia tinggalkan.“Sayang, kenapa?” tanya Adnan, heran saat melihat sang istri yang terus saja bergidik sembari menutup kedua lubang telinganya.“Bising banget! Budek aku lama-lama!”Adnan terkekeh renyah. Ia belai puncak kepala sang istri. “Habis ini kita bawa pulang aja si Nathannya, Yang.” Tuturnya dengan mempertahankan belaian pada kepala istri cantiknya.Untuk golongan anak rumahan seperti Cinta, kelab malam pastil
Siang itu tidak ada balasan, terlebih persetujuan yang terlontar dari mulut Nathan. Pembicaraan terkait hubungan mereka pun berakhir mengambang. Terhenti begitu saja tanpa adanya bait penyelesaian.Dihadapan Nathania pun, keduanya bersikap seolah tak pernah terlibat dalam sebuah ketegangan. Mereka berinteraksi normal layaknya sepasang kekasih pada umumnya— dengan saling mencurahkan perhatian, khususnya untuk si kecil ‘Thania.’Namun apa yang tampak siang itu, sungguh berbeda dengan apa yang Nathan perlihatkan dihadapan sahabatnya.“Wae geurae?” bentak Nathan dengan tangan mencengkram kerah kemeja Adnan.Sial sekali bagi Adnan. Ditengah malam yang seharusnya dapat ia gunakan untuk memeluk erat tubuh sang istri, ia justru harus sibuk mengurusi tingkah polah pelaku peneroran nomor pribadinya.“Sayang.” Adnan meneleng, memalingkan wajahnya ke arah Cinta yang sibuk merekam kegilaan sahabat karibnya.“Waeeee?” sentak Nathan sembari mengguncang tubuh Adnan.Adnan meringis. Ingin sekali rasany
“Hye?” pekik Nathan, tersentak. Pria setengah Korea itu kembali bersuara setelah berhasil menguasai keterkejutan yang dialaminya. “I mean, apa maksud kamu, Grace?” tuntutnya, kali ini dengan intonasi yang lembut.Grace sendiri tampak tak dapat mengendalikan kecemasan pada raut wajahnya. Perempuan itu ingin membuka mulut, tapi tak ada satu pun kalimat yang akhirnya keluar dari bibirnya.“Grace?”“...” Sayangnya, panggilan Nathan tak membuahkan hasil. Grace— wanita itu tetap setia dengan kebungkamannya.“Karena kamu nggak ngejawab, aku anggap kamu nggak pernah ngomong kayak tadi. Or, kita bisa bahas ini dilain waktu when nggak ada Thania yang nungguin kita.” Ucapnya lalu berjalan melewati Grace.Menyadari tak adanya pergerakan dari wanita yang menjalin kesepakatan dengannya, Nathan pun menghentikan langkah kakinya. Sahabat Adnan itu kemudian memutar tubuhnya. Berkata, “We have to hurry. Apa kamu ingin membuat Thania marah karena kita yang terlalu lama?” Meski bersama pengasuhnya, pembica
Melihat keadaan Adnan, Nathan yang semula ingin meminta pendapat, mengurungkan niatnya. Pemuda yang saat ini tengah menjalin kerjasama asmara dengan kakak sahabatnya itu, memutuskan berpamit dengan meninggalkan sebuah pesan yang ia tinggalkan untuk sahabatnya.Jangan sampai menyesal kalau sampai gantian Cinta yang marah ke kamu— begitulah isi pesan yang ditinggalkan oleh Nathan. Pria itu memperingati Adnan supaya tidak melanjutkan ngambeknya mengingat aksi kekanakannya bisa saja menjadi boomerang yang menyerang dirinya sendiri.“Kalau aku translate kata-katanya Oppa..” belum sempurna Cinta mengucapkan kalimatnya, Adnan pun sudah bergegas mengosongkan kursi kerjanya.Pria yang menikahi Cinta setelah menjadi korban perselingkuhan itu, berjongkok tepat dibawah kaki-kaki istrinya. Telapak kakinya berjinjit untuk menyamakan tinggi tubuhnya dengan sepasang paha sang istri yang lututnya sedang terlipat. “Mas salah, Sayang. Jangan bales dendam ya?”Insting Adnan mengatakan jika otak pintar san