Share

[6] Ketika Menantu Idaman Menangis

“Mas Oppa, Mas..”

“Cinta, Mas dan Oppa kan artinya sama. Pakai saja salah satu.” Ujar Adnan, mencoba membenahi panggilan ganda yang diberikan Cinta untuk Nathan.

“Loh, enggak.. Menurut Cinta tuh harus disebut dua-duanya, Mas Adnan.”

Nathan tertawa kecil. Sejak Cinta membawakan sendiri minuman yang Adnan pesan untuk dirinya, ia sudah mengira jika Cinta pasti akan bergabung ke dalam obrolan mereka— dan benar saja.. Alih-alih kembali ke mejanya, gadis itu justru mendudukkan diri pada lengan single sofa yang Adnan tempati.

Anehnya, sebagai seorang atasan sekaligus anak pemilik perusahaan, Adnan sama sekali tidak terlihat memendam amarah kala mendapati kelancangan bawahannya. Pria itu bersikap biasa saja seolah hal tersebut bukanlah bentuk ketidak-sopanan pekerjanya.

“Ya sudah.. Suka-Suka kamu saja, Cin..” balas Adnan dengan helaan napas yang menjadi pembuka kalimatnya.

“Mas Adnan nggak nanya alasannya?”

“Saya harus tanya?”

Ung..” Angguk Cinta.

Nathan menyimak interaksi keduanya. Kalau saja boleh jujur, ditengah-tengah sahabat dan sekretarisnya ini, terkadang ada waktu dimana ia merasa dirinya berubah menjadi udara disekitar mereka.

Eksistensinya jelas ada, tapi seperti tidak ada..

Why kok kamu manggil teman saya double-double begitu?” tanya Adnan, memenuhi permintaan Cinta.

“Soalnya Oppa Kim Nathan kan orang Korea sama orang Semarang. Biar nggak ilang aja jati dirinya dia.”

Uhuk!!

Americano yang belum sepenuhnya lolos dari kerongkongan pun menyembur bersamaan dengan batuk kekagetan Nathan.

“Mas Oppa..” Cinta pun menyodorkan lembaran tisu yang dirinya ambil secara terburu-buru. Ia hendak menyerahkannya ke tangan Nathan, akan tetapi aksinya itu digagalkan oleh Adnan.

“Biar Mas aja yang kasih ke Nathan.”

“Oh, oke-oke.. Nih, Mas..”

Adnan menerimanya lalu menyerahkannya pada Nathan.

Interesting..” Celetuk Nathan hingga menyadarkan diri Adnan akan perilaku ganjilnya.

Malu akan reaksinya yang tampaknya terlihat berlebihan, Adnan pun berniat mengenyahkan Cinta dari ruangannya. “Cinta, help me ya.. Saya tadi kan nggak makan banyak waktu kita lunch.. Tolong kamu ke resto langganan saya. Pesankan apa saja, Cin, pasti saya makan.”

“Cinta sendiri yang berangkat?”

Heum.. Kamu minta anter supir kantor aja. Kalau pesan delivery saya nggak yakin pesanannya sesuai dengan selera saya.”

“Oki-Doki, Capt! Duitnya Cinta ambil di dompet ya..” Ucap Cinta lalu berjalan menuju meja kerja Adnan. Gadis itu tampak meraih dompet yang Adnan letakkan di sana dan mengeluarkan beberapa lembar uang.

“Mas, Cinta pergi dulu ya.. Kalau ada tamu, tolong handle ya, Mas..”

“Iya, Cinta. Kamu hati-hati ya.. Jangan buat supir kantor kecelakaan kayak kita tadi..”

Mulut Cinta kontan maju beberapa centimeter. Gadis itu berdumel dengan kakinya yang melangkah keluar dari ruang kerja Adnan.

Prok-Prok-Prok..

Bro.. What the hell it this?! You two.. Honestly, interaksi kalian jauh dari kata atasan and his secretary..” tembak Nathan, menyuarakan isi pikirannya.

“Dia punya orang dalam yang bikin gue nggak boleh bersikap kaku.”

Your Mom, eh?”

Adnan menarik sudut-sudut bibirnya.

Yeah, but that’s not a reason to be intimate with her, sih, Nan.. Shock gue liatnya.. Gue jadi bertanya-tanya gimana tanggapan Ara ketika ngeliat interaksi kalian berdua..”

Of course she was angry.. tapi sekali lagi, Cinta punya bekingan orang paling berpengaruh. Figth ke Cinta cuman bikin hubungan kita makin nggak direstuin.”

Nathan pun tergelak. “Sesayang itu ya nyokap lo ke Cinta..”

She is my Mom’s best friend’s by the way..” jelas Adnan, memberitahu siapa Cinta hingga sosoknya tidak dapat diperlakukan seenaknya meski tingkah gadis itu terbilang sangat semena-mena.

“Hahahaha, poor you Adnan.. Gue turut berduka cita.”

So.. Ada perlu apa lo nyari gue?”

“Ah.. Gue mau minta tolong buat deketin gue sama your sister.. Nyokap minta gue buat cepet-cepet married biar dia bisa punya cucu, but lo tau lah, Nan.. Gue belom minat ke jenjang yang lebih lanjut.”

“Then?!” tanya Adnan dengan tatap mengintimidasi Nathan.

Calm down.. Gue nggak bermaksud mau mainin your sister kok.. Gue tau banget kakak lo trauma sama pernikahannya dulu, so, gue mau bikin kesepakatan gitu sama dia. Dia kan udah punya anak, jadi yah, kalau dia say yes, nyokap gue udah dapet satu paket. Mantu and cucu.”

“Tapi kalau gue pikir-pikir lagi, your secretary oke juga buat dijadiin mantunya nyokap gue. She is cheerful and fun, nyokap pasti nggak mikir dua kali buat kasih lampu hijau. Gue juga kayaknya jadi pengen nikah kalau itu sekretaris lo.”

Jari-jari tangan Adnan mengepal mendengarnya. Ia tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya. Disaat dirinya harus bahagia karena Cinta sepertinya juga menaruh minat pada Nathan, mengapa yang terjadi justru berkebalikan dengan keinginan otaknya. Hatinya meradang seolah sesuatu telah terbakar di dalam sana.

Just try.. Kalau Cintanya mau, why not..” Ujar Adnan, tak selaras dengan perasaannya yang memanas.

“Really? Don’t take back your words!” Peringat Nathan meminta Adnan untuk tidak menarik kembali kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Pria itu menganggap bahwa Adnan telah memberikannya restu untuk mendekati Cinta.

“Yaps, go a head.. Gue ikut happy kalau Cinta bisa move on dari gue..”

Krak!

Terkutuklah mulut Adnan yang berkata dengan mudahnya. Dibalik pintu yang tak Cinta tutup dengan rapatnya, gadis itu mendengarkan setiap kata yang Adnan ucapkan. Ia belum meninggalkan lantai kantor mereka karena rasa penasarannya yang tinggi akan obrolan Adnan dengan temannya. Namun siapa yang akan menyangka, jika rasa penasarannya itu justru mengantarkannya pada patah hati terdalamnya.

Cinta kecewa..

Dengan langkah kaki terseok, gadis itu menyambar tas tangannya. Ia berjalan dengan menyeret kakinya, menekan tombol lift berulang kali seakan tak sabar untuk menunggu terbukanya pintu lift yang berada dihadapannya.

“Cinta.. What’s going on? Kenapa kamu nangis, Nak?”

Ketika pintu lift itu terbuka, sosok yang berada di dalamnya pun terkejut. Papi Adnan bahkan sampai berjengit kala menyaksikan bulir-bulir air mata berjauhan dari mata gadis yang disayangi istrinya.

Beliau pun keluar. Ia memegang bahu-bahu rapuh Cinta seraya bertanya, “Adnan marahin kamu?”

Pertanyaan itu lalu dibalas dengan kepala Cinta yang bergerak ke kanan dan kiri.

“Terus kenapa, Cin? Kamu sakit? Om anter ke rumah sakit ya?”

Bisa gawat jika istrinya mengetahui keadaan Cinta yang tidak baik-baik saja. Selain Adnan yang akan terkena amarah sang istri, ia sebagai orang yang juga mengetahui hal ini pun juga akan terkena dampaknya.

“Cinta nggak apa-apa kok, Om. Cinta mau beliin Mas Adnan makan dulu ya.. Mari Om Papi..” Cinta berjalan cepat memasuki lift.

“Cin..” Seru papi Adnan, yang sayangnya kalah dengan pintu lift, yang kemudian telah tertutup menelan tubuh calon menantu idaman istrinya.

“Sebenarnya ada apa sih? Baru kali ini saya liat Cinta nangis..”

Untuk membunuh tanda tanya dalam benaknya, papi Adnan pun bergegas menyambangi sang putra di dalam ruang kerjanya.

“Nan.. Ah, Halo Kim.. Long time no see.. Gimana kabarnya?”

“Hai, Om.. Kabar baik, Om.. Om sama Tante gimana? Still mesra kan ya?”

Papi Adnan terkekeh. “Iya dong, harus itu..”

“Dari Korea apa Semarang kamu?”

“Kalau ini saya dari Semarang, Om. Kebetulan minggu lalu sampai di Indo..”

“Mampir-mampirlah ke rumah.. Tante pasti happy liat Oppa-Oppa Korea dateng ke Indo..” Perkataan papi Adnan itu pun mengundang tawa renyah dari Nathan.

God! Hampir Papi lupa..” Pekik Papi Adnan, menepuk keningnya.

“Kenapa Pi? Masalah kerjaan?”

No, no, no!! Itu nanti aja, ada yang lebih penting dari kerjaan.” Seru papi Adnan. Wajahnya berubah menjadi panik ketika menanyakan mengapa Cinta turun dengan air mata membasahi wajahnya.

“Cinta nangis?” Kaget Adnan yang otomatis bangkit dari kursinya.

“Loh, kamu nggak tau? Papi kira dia nangis karena kamu marahin, Nan.. Tapi kalau dipikir-pikir, dia mana pernah nangis. Kamu marahin juga kamunya malah yang kena mental.”

“Papi ketemu Cintanya kapan? Di lantai bawah?”

“Lah, nggak dong, Nan.. Di lantai ini Papi ketemunya. Susulin, Nan.. Kalau meleng gara-gara nangis, terus ketabrak mobil, kamu loh nanti yang dimakamin Mamimu..”

Seketika Adnan berlari keluar tanpa sepatah kata. Ada kemungkinan Cinta mendengar perbincangannya dengan Nathan mengenai gadis itu dan itu membuat Adnan menjadi tak enak hati.

“Ada apa sih, Tan?”

Nathan mengedikkan bahunya. “Saya juga kurang tahu, Om. Tadi masih baik-baik saja kok.”

“Duh, ada-ada aja! Bisa habis dia dimaki-maki Maminya.. Calon mantu kesayangan Tante itu si Cinta..”

Wah, kalau begini, jalannya untuk menjadikan Cinta sebagai menantu mamanya akan terjal. Lawannya saja ibu-ibu yang rela mengubur anaknya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status