Masalah terkait pertemuan yang mundur dengan pihak Jayapura telah terselesaikan sesuai feeling Adnan. Saat mereka kembali ke kantor, jam pun menunjukkan waktu makan siang.
Seperti yang sudah-sudah, pada waktu makan siang berlangsung, Cinta sama sekali tak meninggalkan lantai kantor mereka. Gadis itu justru menjadikan ruang kerja Adnan sebagai sarang ternyamannya.
“Mas, Mas..”
“Apa Cin?” tanya Adnan sembari mengalihkan tatapannya dari layar ponsel.
“Kok Cin dong sih, Mas? yang lengkap dong.”
Tak ingin urusan menjadi panjang hanya karena masalah sepele, Adnan pun menuruti permintaan sekretarisnya yang menguji iman itu.
“Iya, Cinta, kenapa?”
“Piuwit, cinta-cintaan segala. Jadi salting nih aku, Mas..” lontar Cinta, kumat nyentriknya.
Adnan tak mengambil pusing candaan Cinta. Anak itu sudah sering seperti itu. Jika ia tanggapi, Cinta akan semakin menjadi, jadi sudah dibiarkan saja.
“Mas, kawin yuk?”
Prak!
Ponsel ditangan Adnan pun terjatuh dengan sendirinya. Saraf-saraf ditangannya melemah seiring dengan keterkejutan yang menerpanya.
Sejauh-jauhnya kenyentrikan Cinta, ajakan menikah dadakan inilah yang paling jauh.
“KUA di deket rumah Cinta lagi sepi nih, Mas. Kita ramein aja yuk biar mereka punya kerjaan.”
‘Wah, niat baik kamu kok malah jadi nyusahin saya, Cin?!’ dengus Adnan tak bersuara.
“Mau kapan nih, Mas, biar Cinta daftarin. Mereka pasti happy loh ada duit masuk ke khas.”
Sudah tidak bisa didiamkan. Cinta harus segera dihentikan sebelum semakin merajalela.
“Ehem..” Untuk menghentikan Cinta, Adnan pun terlebih dahulu berdehem.
“Mas kan udah punya pacar, Cin. Ajak yang lain aja deh ya..” Ucapnya, menegaskan hubungannya kalau saja Cinta melupakan statusnya yang telah mempunyai seorang kekasih.
“Lah, apa urusannya, Mas? Nggak apa-apa kali, Mas, punya pacar, asal nikahnya tetep sama Cinta.”
“....”
Sudahlah, Adnan menyerah. Memang sudah benar untuk tidak menanggapi kegabutan sekretarisnya. Sudah terlanjur begini, kepalanya malah jadi pusing tujuh keliling.
Ditengah kesunyian yang diciptakan oleh Adnan, pintu ruang kerjanya pun terbuka.
“Sayang, sekre..”
Belum selesai tamu yang ternyata kekasihnya melengkapi kalimatnya, Adnan telah lebih dulu memberikan kode jika gadis yang dicari-cari kekasihnya, kini sedang berselonjor di atas sofa ruang kerjanya.
“Siang Mbak Ara.. Kok nggak hubungin Cinta dulu kalau mau kesini? Tahu gitu kan Cinta sambut didepan..”
Arabela— gadis cantik yang kerap membintangi berbagai judul FTV itu pun menghirup napasnya dalam-dalam. Sudah berulang kali ia meminta Adnan untuk memecat sekretarisnya, tapi kuasa tersebut nyatanya tidak bisa Adnan jalankan mengingat backingan Cinta yang terlalu over power.
“Hi, Cinta. Kamu nggak makan siang?”
“Udah, Mbak sama Mas Adnan. Mbak mau Cinta cariin makan?”
“Boleh, boleh. Tolong ya, Cin. Saya chat ke kamu ya maunya apa.”
“Oke, Mbak, nanti Cinta pesenin.”
Cinta pun keluar dari ruangan Adnan. Ia memang menyukai Adnan, tapi sebagai seorang pejuang cinta, ia menjunjung sportifitas.
Di kamusnya, untuk menjadi pelakor Adnan, ia harus fair. Ketika Adnan bersama kekasihnya, ia akan mengendurkan serangannya. Injak gasnya nanti lagi saja saat kekasih atasannya sudah pulang.
“Buset.. Gede banget ya.. Kalah gue!” Gumam Cinta didepan pintu ruang kerja Adnan yang tertutup. Gadis itu memegang gunung kembarnya untuk membandingkan ukuran miliknya dengan kekasih Adnan.
“Asli nggak sih itu? Ah, gue jadi pengen implan biar Mas Adnan kepincut.” Monolognya, supaya mendekati tipe gadis ideal Adnan.
Cinta yang terlalu menghayati pikiran nyentriknya pun tak sadar jika kedua tangannya bergerak meremas mandiri gunung kembarnya. Hal itu membuat seseorang yang melihatnya menjerit, shock.
“Astaga Cinta! Kamu ngapain, Sayang?”
“Gedein tetek, eh!!” Sadar dengan kengabrutan mulutnya, tangannya lalu berpindah, melakukan bekapan.
“Nggak Tante, Nggak!” Ia berdada-dada, terserang kepanikan atas ulah tak berotaknya.
“Huwaaa Tante.. Kenapa punya Cinta mungil, nggak kayak punya Mbak Ara, hiks!”
Mami Adnan yang mendengar itu pun terpelongo. Ia kini tahu mengapa anak sahabatnya sampai bertingkah yang tidak-tidak.
“Artis FTV itu ada disini, Cin?”
“Hu’um,” jawab Cinta disertai anggukkan. Mulutnya yang suka sekali asal ceplos itu mengerucut. “Cinta rata, Tante, huwaaaaa!!!”
“Aigoo!! Jangan nangis, Cinta. Gede kalau nggak asli buat apa loh.” Hibur Mami Adnan— Diah.
“Emangnya punya Mbak Ara nggak Asli Tante?”
Diah menggaruk pelipisnya. “Ka-Kayaknya sih.. Tante kan nggak pernah megang, Cin.” Ungkapnya yang rupanya hanya berasumsi belaka.
Melihat Cinta yang kembali akan menangis, Dia pun menepuk-nepuk bahu anak sahabatnya. “Stop-Stop. Kita makan aja yuk? Cinta belom makan kan?”
“Udah, tapinya Cinta laper lagi abis nangis.”
“Ha-Ha.. Kebetulan kalau gitu. Tante ajakin Adnan dulu. Om sama Tante mau keluar makan, kita bareng-bareng aja.”
“Kan ada Mbak Ara, Tan?”
“Biar Tante suruh pulang. Salah sendiri datengnya tiba-tiba. Bentar ya..”
Disaat Diah mengagetkan Adnan yang tengah memadu kasih, Cinta yang tak beranjak dari posisinya menelengkan kepala. “Bukannya Tante juga dateng nggak pake permisi ya?” Cicit gadis itu tak habis pikir.
Adnan mungkin berhasil mempertahankan hubungannya dengan Arabela. Sayangnya keberhasilan anak itu tak didukung oleh restu orang tuanya. Dua tahun ia berusaha, lampu hijau masih juga tak dinyalakan.
Alasan tersebutlah yang membuat Adnan tak dapat mengamini permintaan sang kekasih untuk memecat Cinta. Dibandingkan sang kekasih yang sempurna dimatanya, maminya justru lebih condong pada anak sahabatnya yang serba kekurangan.
Contohnya seperti sekarang.. Disaat seharusnya Arabela lah yang menempati kursi restoran disebelahnya, posisi tersebut tergantikan oleh Cinta yang notabenenya hanyalah bawahannya di kantor.
Kekasihnya?
Tentu saja diusir pulang secara halus.
“Cinta, aaaakk.. Udang tigernya enak loh..”
“Mami ini.. Cinta biar milih yang dia suka dong, Mi. Masa dipaksa nurutin maunya Mami terus sih.”
“Papi kalau iri suapin aja tuh si Adnan..” Ucap Diah membalas ucapan Samuel Wiyoko— suaminya.
“Males, mending Papi nyuapin cucu cantiknya Papi aja deh.. Iya kan, Sayang?”
Nathania, si kecil yang tahun ini berusia 7 tahun itu membuka mulutnya, menerima suapan dari opanya.
Dengan mulut penuh makanan, Nathania berceloteh. “Om Adnan kok nggak makan? Sariawan ya?”
“Habisin dulu makanannya Nath.. Ntar keselek loh.” Tegur Grace yang tak lain merupakan kakak perempuan Adnan, sekaligus ibu dari si kecil Nathania.
“Makan, Nan! Jangan nyontohin yang nggak-nggak ke anak Mbak. Makanan tuh dimakan, bukan diliatin doang!” timpal perempuan itu sembari menatap sang adik.
“Biasa, Grace.. Gagal makan siang sama Ayang, makanya kayak orang nggak selera gitu.” Papar Diah, memberitahu kemungkinan tak berseleranya sang putra.
Grace berdecih. Janda satu anak yang ditinggal selingkuh oleh mantan suaminya itu meletakkan sendok dan garpunya ke atas piring. “Belum putus juga?” tanya Grace, sarkastik.
Adnan menghela napasnya, pelan. “Adnan nggak ada rencana putus, Mbak. Kami baik-baik aja. Nggak ada hal yang bikin kami harus putus.”
“Lah, terus Cinta mau kamu kemanain?”
Uhuk!
Tidak hanya Adnan, Cinta pun terbatuk mendengar pertanyaan yang Grace layangkan. Keduanya saling tatap hingga berakhir dengan penampakan Cinta yang menunjukkan cengiran.
“Hehehe.. Jadi mau ngeramein KUA deket rumah cinta, Mas?”
“Adnan, bawa mobilnya pelan-pelan aja, nggak usah ngebut, kasihan cinta nanti takut.” “Ehey, nggak apa-apa, Tante. Cinta tuh malah suka loh dibawa ngebut. Kalau kebutan-butan ntar jantung Cinta berdebar kayak pas lagi deket-deket Mas Adnan,” ucap Cinta, cengengesan.Indah pun tertawa. Wanita itu mencolek dagu gadis yang ia harap dapat mengisi kursi menantu di keluarganya. “Waduw-Waduw.. Bisaan banget nih, Cinta. Padahal Adnan yang digombalin, tapi kok Tante yang happy, ya?!”“He-he-he..” “Cinta..”Cinta memalingkan wajahnya menghadap Adnan. Gadis itu tersenyum sembari menjawab, “ya, Sayang?”Jawaban nyeleneh ala Cinta itu membuat Adnan mengembuskan napas. ‘Sabar,’ batin Adnan. Seperti itulah Cinta. Ia tak perlu mengambil hati kenyelenehan sekretarisnya.“Ayo.. Jam makan siang sudah terlewat.” Ajak Adnan, sangat baku, berbeda saat dirinya tengah berbincang dengan keluarganya. Perbedaan sikap itu nyatanya mengusik maminya. Diah pun langsung menegur Adnan, mengatakan jika sikap putran
“Ya Ampun, Mami kan udah bilang, bawa mobilnya tuh pelan-pelan.. Belom juga ada satu jam kita pisah, ketemunya malah di kantor polisi!” “Coba kamu jadi anak tuh nurut apa kata Mami, Nan.. Dijamin hidup kamu bener, nggak kena azab kayak begini!”“Udah tua loh kamu itu!”Adnan harus rela mendengar caci-maki maminya. Perempuan itu tidak tahu saja jika yang gadis yang disukainya lah yang menyebabkan anak laki-lakinya digelandang menuju polres setempat.“Mami, enough ya.. Diliatin Pal Polnya tuh, Mam..” Ucap papi Adnan, mencoba menenangkan sang istri yang uring-uringan. “Bela aja terus, Pi.. Adnan ini mending nggak usah balik Indo kalau kerjaannya bikin kesel Mami aja..”Adnan mengerjapkan kelopak matanya. Padahal ia pulang ke tanah air sudah lama sekali, itu pun karena desakkan sang mami yang tak mengizinkannya menetap di Singapura.“Cinta, Sayang.. Kamu baik-baik aja kan? Nggak ada luka apa lecet kan, Sayang?!” Cinta mengangguk, “nggak ada, Tante.. Jantung Cinta doang aja yang rasany
Bagaimana caranya agar Cinta mengerti bahwa hubungan mereka tidak dapat berkembang menjadi sebuah romansa?!— Hal rumit itu lah yang terus Adnan pikirkan sejak ia memasuki ruang kerjanya.Adnan tak memikirkan mobil mahalnya yang harus memasuki tempat reparasi. Ia merasa bahwa kejadian naas itu terjadi akibat kesalahannya yang rupanya masih belum sigap menghadapi sikap ajaib sekretarisnya.“Cinta.. Bagaimana cara untuk menghentikan kamu..” monolog Adnan sembari mengetuk-ngetukkan punggung ruas jari tengahnya pada meja kerjanya.Bibir pria itu terlipat ke dalam dengan wajah yang kental akan ekspresi berpikir dalam.“Hah!” hembus Adnan melalui kedua lubang hidungnya.Sungguh, kasih sayang yang cinta berikan untuknya sangatlah memberatkan. Dengan menolak Cinta bukan berarti dirinya ingin menyakiti hati gadis itu.Tidak— bukan seperti itu maksud Adnan.Ia menolak karena ia memang tak memiliki perasaan lebih terhadap anak sahabat ibunya. Selain itu, ia juga harus menjaga hati kekasihnya seka
“Mas Oppa, Mas..”“Cinta, Mas dan Oppa kan artinya sama. Pakai saja salah satu.” Ujar Adnan, mencoba membenahi panggilan ganda yang diberikan Cinta untuk Nathan.“Loh, enggak.. Menurut Cinta tuh harus disebut dua-duanya, Mas Adnan.”Nathan tertawa kecil. Sejak Cinta membawakan sendiri minuman yang Adnan pesan untuk dirinya, ia sudah mengira jika Cinta pasti akan bergabung ke dalam obrolan mereka— dan benar saja.. Alih-alih kembali ke mejanya, gadis itu justru mendudukkan diri pada lengan single sofa yang Adnan tempati.Anehnya, sebagai seorang atasan sekaligus anak pemilik perusahaan, Adnan sama sekali tidak terlihat memendam amarah kala mendapati kelancangan bawahannya. Pria itu bersikap biasa saja seolah hal tersebut bukanlah bentuk ketidak-sopanan pekerjanya.“Ya sudah.. Suka-Suka kamu saja, Cin..” balas Adnan dengan helaan napas yang menjadi pembuka kalimatnya.“Mas Adnan nggak nanya alasannya?”“Saya harus tanya?”“Ung..” Angguk Cinta.Nathan menyimak interaksi keduanya. Kalau sa
Adnan merasa tak tenang. Dia dalam lift yang membawa-nya turun, kakinya terus saja bergerak mengelilingi kotak lift.Sampai pada lobby perusahaan keluarganya, Adnan pun bergegas untuk keluar. Pria itu lalu memacu kuda-kuda kakinya.“Selamat siang, Pak Adnan..” Sapa beberapa karyawan setiap kali mereka berpapasan dengan Adnan.“Ya, ya.. Sorry saya buru-buru..” Ucap Adnan, meminta pengertian jika saja tanggapannya terdengar dingin ditelinga para karyawannya.Ketika indera penglihatannya menangkap Cinta yang hendak menaiki sebuah mobil, Adnan pun berteriak disela-sela langkah kakinya. “Cintaaa... Ciiiin!!”“Cin.. Tunggu Mas, Cintaa!!”Nahas, Cinta mengabaikan panggilan Adnan. Meski gadis itu sempat ditahan oleh pihak keamanan yang berjaga di depan pintu lobby, nyatanya Cinta tetap menutup pintu mobilnya dan berlalu pergi seolah Adnan tak pernah memanggil namanya.“Pak, kenapa sekretaris saya dibiarkan pergi?”“Bu Cinta bilang ada emergency, Pak Adnan.”“Ya?”“Kata Bu Cinta, Ayahnya ketahu
‘Maaf, pemilik nomor yang Anda hubungi sedang tidak mood berbicara dengan Anda. Silahkan hubungi lagi tahun depan..’Klik!Dibalik roda kemudinya, Adnan pun terperanjat. Ia bahkan belum sempat melayangkan salam sapaan, tapi pemilik nomor yang ia hubungi sudah lebih dulu memblokade akses komunikasi mereka.Tahu jika Cinta akan mengulangi hal yang sama, Adnan pun memilih mengirimkan pesan singkat melalui aplikasi perpesanan.Cinta, kamu dimana? Bisa kita bertemu? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan kamu.Satu detik setelah pesannya terbaca, kedua mata pria itu pun membola. Ia tak lagi menemukan foto Cinta pada profil kolom chat mereka. Singkatnya, kontaknya telah dimasukkan ke dalam daftar hitam atau ramai dikenal dengan block.“Lalu saya harus bagaimana?” gumam Adnan, bermonolog. Hubungan dengan maminya sedang dipertaruhkan, sedangkan Cinta yang memegang kunci dari hubungan mereka justru menghilang.Ponsel Adnan berdering. Tanpa melihat ID penelepon, Adnan yang mengira jik
Susah payah Adnan mengejar dan menangkap tubuh Cinta. Setelah bermain kejar-kejaran mengelilingi tenda restoran, Adnan akhirnya dapat memboyong Cinta ke dalam mobilnya.Andai saja gadis itu tak kehilangan energi, mereka mungkin akan bermain sampai matahari menyinari kota Jakarta.“Kamu terlalu unik sampai-sampai saya nggak kuat ngadepinnya, Cinta.”“Babi, go away.. Gue naksirnya udahan aja.. Capek..” Racau Cinta, pelan, sembari memiringkan tubuhnya.Adnan mengulum bibirnya. Ia lalu membalas racauan yang Cinta udarakan dengan, “ya.. Lebih banget begitu, Cinta. Jangan sakit lagi gara-gara saya. Saya yakin di luar sana akan ada laki-laki yang jauh lebih pantas menerima cinta kamu.” Adnan membelai puncak kepala Cinta. Namun ia segera menarik tangannya cepat.Pekerjaan rumah Adnan tak selesai hanya pada ditemukannya Cinta. Tertangkapnya gadis yang kabur itu menjadi titik awal pekerjaan besar Adnan.Cinta yang tak sadarkan diri tidak memungkinkan untuk diantarkan pulang ke kediaman orang tua
Hangat!Cinta merasakan kehangatan seolah guling yang ia dekap dalam tidurnya berbeda dengan malam-malam sebelumnya.Guling itu terasa seperti suhu tubuh manusia, terlebih telinganya juga menangkap adanya detak beraturan yang tampaknya berasal dari jantung seseorang.‘Wait, jantung?!’Sadar akan adanya keganjilan pada gulingnya, mata yang tertutup pun terbuka dengan lebarnya.Cinta termangu dalam keadaan shock berat.“Shit!” Cinta mengumpat tertahan kala menyadari jika dirinya kini tidak sedang berada di kamarnya.“What, What..” Pekik Cinta panik dengan tubuh terdorong ke belakang. Bersamaan dengan hal itu, Cinta pun mengetahui jika saat ini dirinya tengah tertidur di dalam pelukan seseorang.Kedua mata Cinta pun terbelalak hebat. Ia menyusupkan kedua tangannya pada sela-sela tubuh keduanya, lalu membekap mulutnya kuat-kuat.“Te-telanjang..” gagap Cinta usai mengetahui penampilan pria yang memeluknya.Jangan tanya mengapa Cinta bisa mengetahui jenis kelamin manusia jahanam yang melaku