______🖤______
"Tidak Mas Yudha, jangan!"
Gadis berumur 19 tahun itu perlahan t e r b u a i dengan rayuan m a u t lelaki tampan yang datang dari kota untuk traveling ke desa di mana Nyai Asih tinggal. Perkenalan singkat, membuat Nyai Asih terpesona pada lelaki yang bernama Yudha. Meski awalnya menolak ajakan tidak senonoh itu, Nyai Asih bisa apa. Tentu di pikirannya hanya Yudha-lah pemilik hati sepenuhnya.
"Nyai? Nanti jika Mas ke Jawa tengah, Nyai ikut ya."
"Tapi Nyai takut, Mas. Sama sekali Nyai tidak pernah pergi keluar kota, apalagi sudah lewat batas provinsi."
"Kan ada Mas, yang jagain kamu, Nyi!"
Yudha adalah lelaki pertama yang membuat Nyai jatuh cinta. Selain baik, Yudha sangat sopan padanya. Ya, meski sedikit kecewa, Yudha berhasil merenggut k e p e r a w a n a n Nyai. Akan tetapi, kecewa itu berubah ikhlas ketika mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.
"Nyai, betah tinggal disini?"
Kopi yang mengepul dalam cangkir seng bermotif cendol itu, sedikit demi sedikit dikecap oleh Yudha. Sudah langganan, berasa ada yang kurang barang sehari saja tak singgah di gubuk Nyai Asih.
Nyai menanggapi dengan seyum manis. "Saya betah tinggal disini, Mas. Ini tanah kelahiran saya, meski hanya tinggal bersama nenek," ucap Nyai dengan menyuguhkan sepiring ubi rebus, yang dia masak dengan kayu bakar.
"Kalau Mas meminangmu, kamu harus ikut dengan Mas ke Jawa sana, bagaimana?" Yudha membenarkan posisi duduk lesehannya menghadap ke Nyai Asih, hingga lantai kayu rumah panggung itu berderit.
Nyai tersipu malu, dia tak menyangka Yudha sebegitu seriusnya untuk segera meminang. Selama ini tak pernah terbayangkan dia akan mendapatkan lelaki segagah Mas Yudha. Bukan apa, rasanya sudah jenuh hidup di desa dengan rata-rata penduduknya mayoritas petani kelas bawah, dia pikir jodohnya adalah anak juragan empang yang suka semena-mena pada penduduk desa.
"Asalkan Mas Yudha minta izin dulu pada nenek, saya siap untuk ikut kemana saja," ucap Nyai lagi dengan perasaan gembiranya.
Kicau burung, yang sempat hinggap, terdengar mengepak sayap kecilnya, meninggalkan gubuk cilik milik Nyai Asih yang terbuat dari anyaman bambu. Suasana asri tanpa keramaian itu, neneknya bisa mengetahui bahwa cucunya mungkin telah mendapatkan tambatan hatinya.
______
"Wah enak ya, jadi kamu. Bisa dapatin Nyai Asih yang cantik itu. Udah cantik, bohay lagi. Jangan-jangan kalian udah pernah lagi." Bondan menimpali, saat mereka bertiga tengah mandi di sebuah air pancuran.
"Ya, bagi-bagi dong intinya," ucap Erik dengan gelak tawa, kedua teman sepermainan Yudha itu tertawa puas sambil berendam.
"Kalian mau? Ambil aja! Lagian seleraku bukan gadis desa seperti dia, aku cuma memanfaaatkan dia saja."
Ni Erat- neneknya Nyai Asih begitu kecewa dan murka, setelah mendapati ketiga pemuda itu membicarakan cucu perempuannya. Ia tidak menyangka Yudha yang selugu itu mengkhianati cinta cucu perempuannya, bahkan lebih k e j i nya, membuang secara kotor setelah apa yang ia dapatkan sebelum waktunya.
"Keterlaluan kalian, b i a d a p kalian! Kalian menyakiti cucuku. Akan aku temui dia, untuk tak bertemu dengan kalian lagi. Cuih, i b l i s kalian!"
Dengan tergesa Ni Erat menapaki jalan yang sedikit naik, Yudha dan teman-teman tidak terima, mendengarkan kemarahan Ni Erat. Merasa mereka paling benar, dengan berat hati, mata sadar pun tertutup kabut hitam. Ketiganya tega m e n e ng g e l a m kan Ni Erat ke sungai yang airnya mengalir deras. Sudah di pastikan Ni Erat itu pun m a t i, apalagi Yudha lebih dulu mem b e n t u r kan kepalanya pada sebuah batu besar.
Tiga bulan berlalu, Nyai Asih dinyatakan hamil. Dia pun tidak pernah tahu, kemana neneknya pergi. Semua penjuru sudah di cari oleh penduduk desa, nihil, Ni Erat tak juga di temukan.
"Cepat, katakan apa maumu?"
"Kenapa semenjak nenek hilang, Mas tak lagi berkunjung ke rumah?"
"Untuk apa?" jawabnya ketus, seolah kehadirannya begitu tidak di inginkan.
"Mas, saya hamil anakmu," tutur lembut Nyai dengan sedikit terbata.
"Lantas, aku harus apa?" Pernyataan Yudha yang seperti itu membuat hati Nyai merasa nyeri, tetapi semua itu di kesampingkan demi buah hati yang di kandungannya.
"Mas janji mau menikahi aku? Nenek sudah tidak ada, bawa aku pergi dari sini, Mas!"
"Tidak bisa!!! Asal kau tahu aku sudah punya anak dan istri. Aku tidak mungkin menikahimu!" Suara itu lantang tanpa cacat, membuat sendi-sendi di tubuh Nyai seakan lumpuh begitu saja.
"Lalu, janji Mas yang kemarin, dusta?"
"B o d o h! Gadis kampung yang b o d o h!" umpat lekaki yang amat Nyai cintai, pikirannya terlalu berharap dengan semua yang terbilang cukup manis, justru menendangnya ke sisi jurang.
"Mas tolong, bawa aku ikut Mas! Bukankah kita saling cinta?" Nyai bersujud di kaki Yudha, kecintaannya membuat dia tak ingin kehilangan lelaki yang menjadi ayah dari anak yang di kandungnya.
Plak!!
"Lepas! Aku j i j i k padamu! Kesal, kamu dan nenekmu itu sama menyebalkan, membuat semuanya runyam.
Pergi! Atau kau bernasib sama seperti nenekmu itu," ancam Yudha.
Dua orang temannya menyeringai, Yudha tahu apa yang mereka maksud, me n i k m a t i tubuh Nyai yang b o h a y. Sedangkan Nyai, ia terganga begitu tidak percaya, setelah mengerti maksud dari ucapan Yudha. Dia menyadari bahwa dia juga berada dalam bahaya, sama seperti neneknya yang ternyata Yudha yang mem b u n u h nya.
Mata yang penuh tangisan permohonan, kini berubah menjadi mata penuh kebencian. Apalagi kedua teman Yudha, secara k a s a r merenggut ketidak p e r a w a nan Nyai yang lebih dulu di nikmati Yudha. Dengan paksa mereka meng a n i a y a Nyai hingga akhirnya Nyai m e n i n g g a l. Tubuhnya di s e r e t sampai jauh kearah hutan, hingga menyebabkan banyak l u k a di sekujur tubuhnya.
Ketiganya, membuang m a y a t Nyai di sebuah gua dan meninggalkannya begitu saja tanpa di k u b u r.
________
Tok, tok, tok, tok ... Tok!
Tok, tok, tok, tok ... Tok!
Bunyi kentongan bersahutan. Penduduk desa di gemparkan dengan penemuan sesosok m a y a t yang setengah bagian tubuhnya menjadi teng k o r a k. Salah satu warga menemukannya saat sedang mencari kayu bakar.
Gadis kecil yang sedang bermain sendiri merasa penasaran dengan berita itu. Tanpa takut dia menghampiri seonggok m a y a t yang tinggal separuh bertubuh lengkap itu.
"Dia Nyai Asih! Baru kemarin sore aku berpapasan dengannya di jalan," ucap Marni pada orang-orang dewasa yang sedang berkerumun.
"Marni? Rene'o, ojo nyedak'i nduk!"
**"Marni, kesini. Jangan mendekat!"
Wanita yang memanggil itu adalah Ningsih ibunya. Dia begitu takut anaknya dekat-dekat dengan m a y a t yang di temukan tidak wajar itu, sekalipun Marni-anaknya dekat dengan Nyai Asih.
"Marni? Marni? Temani Nyai, nduk!"
Suara nyaring itu seperti dekat di rasakan oleh Marni, gadis kecil itu beringsut mundur menjauhi m a y a t Nyai, kemudian berniat menghampiri ibunya yang sejak tadi memanggil.
"Ibu? Di sampingmu, Bu?"
Brugh!
Marni pingsan seketika. Entah apa yang Marni lihat ...
_________🖤_________
Bersambung ...
______🖤_____ Aroma bunga melati menguar saat Marni mengguyur tubuhnya dengan air japa mantra yang ia pelajari sejak lama. Sejak ia diikuti oleh sukma Nyai Asih.Lalu ingatan itu sering muncul dalam fikiran. Bagaimana saat pertama dia begitu takut melihat Nyai Asih yang pucat dan bersimpah d a r a h."N-nyai kenapa kau m a t i? Aku tidak punya teman, karena mereka j a h a t padaku," isak Marni dengan polosnya, saat siuman."Aku pun sedih. Tapi jika kau takut sendiri, aku akan menemanimu, asal kau mau membantuku."Rambut panjang tergerai menutupi sebagian senyum yang biasanya tersemat manis. Namun kali ini sedikit menyeramkan bagi Marni. Rambut panjangnya yang tak wajar dan berantakan, membuat Marni kecil sedikit takut. Akan tetapi baginya, lebih menakutkan jika dirinya tak punya teman dan mendapatkan hinaan dari teman-temannya, hanya karena dia tidak tahu siapa ayahnya.Mereka selalu m e n g h i n a, bahwa Marni adalah anak h a r a m, anak yang tidak di inginkan oleh ayah kandungnya.
____________🖤___________Angga menepis pikiran negatifnya, dan membaringkan tubuh Marni yang lemas dan suhu badannya terasa panas, di jok belakang. Namun, setelah di sandarkan, mata hitam legam itu menatap sangar pada wajah Angga."Astagfirullah," ucap Angga spontan. Membuat Ningsih yang mulai mendekati mobil terkaget."Ono opo, Gus?" **"Ada apa, nak?"Setengah berlari Ningsih segera menghampiri 'Cah Bagus' (lelaki tampan) yang membopong putrinya itu."Mboten, Bu,"** "Tidak, Bu," ucap Angga menoleh pada Bu Ningsing, dengan sekejap wajah itu kembali pucat, wajah Marni yang sedang merintih. Di perhatikannya Bu Ningsing yang mulai menaiki mobil miliknya. Tak ada yang aneh, mungkin hanya halusinasi saja, melihat hal yang mengerikan tadi.Bergegas Angga menyetir mobil. Jarak rumah bidan hanya lima belas menit. Karena kondisi Marni yang begitu lemas, Bu Ningsih memberanikan diri minta tolong pada tetangganya, karena biasanya mereka hanya menggunakan sepeda ontel untuk pergi ke tempat-te
________🖤_______Musik ghending khas karawitan Jawa mengiringi tarian Marni malam ini. Tepat di malam satu suro ini, hajat bumi di selenggarakan warga desa Ghendingan setiap tahunnya. Sorak-sorai antusias warga membuat suasana panggung bertambah meriah.Suara tepuk tangan saling bersahutan setelah tarian Marni selesai."Rogo siji tetep siji, banjur njaluk rogo sing anyar. Gelap pandeleng lan bathin, arep nggawe kowe m a t i."**"Raga satu tetap satu, kemudian meminta raga yang baru. Gelap mata dan batin akan membuat mu m a t i." Marni mengucap japa mantra. Mata menatap lekat pada Angga, tersenyum dari kejauhan. Angga menyambut hangat tatapan Marni, tetapi tidak dengan Marni. Berpoleskan makeup nan anggun, dia begitu ingin menyingkirkan lelaki itu. Seperti ada sesuatu yang menariknya, dia begitu membencinya.Bergegas Marni pergi ke ruang ganti setelah beberapa kali menyuguhkan tarian tradisional, membuat orang-orang terpana melihatnya."Marni!" "Siapa?"Seseorang memanggil lembut sa
__________🖤__________Suara serak sedikit terdengar begitu dekat. Membuat bulu kuduk meremang. Hawa panas terasa menjalar ke seluruh tubuh. "Giliramu!"Angga merasakan itu, namun tak menggubrisnya. Dia memilih untuk segera merapikan kamar ayahnya.Beberapa orang tampak berbincang tentang k e m a t i a n Pak Radhi. Kejadian aneh pun di sangkut-pautkan karena k e m a t i a n n y a terlalu mendadak."Kok bisa ya, Pak Radhi pas sekali meninggal tadi malam, dan kenapa bisa ada di kamar ganti si Marni?" ucap wanita bertubuh gempal itu, sambil mengaduk adonan terigu yang telah di campur sayuran-sayuran."Iya, ya. Apa jangan-jangan! Marni ... " Wanita kerempeng dengan bedak tebal ala biduan kondang menimpali dengan serius.Ningsih paham betul dengan gosip yang mulai merembet membawa nama putrinya. Jelas tidak mungkin jika putrinya penyebab kematian Pak Radhi. Apa untungnya?"Heh, cangkemmu ojo sembarangan. Wong Marni kui balek Karo aku, kok."**"Heh, mulutmu itu jangan sembarangan. Marni it
Bab 6 AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ___________🖤__________"Dek Marni!""Eh, Mas angga. Ada apa?" Senyum ramah tersemat di wajah ayu Marni."Ini, Mas bawakan kue, buat kamu." Sekotak kue rasa pisang keju Angga berikan pada Marni yang tengah mengurusi tanamannya. "Wah, terimakasih Mas pisang kejunya," tebak Marni."Tahu, ini pisang keju?" Angga balik bertanya."Tahu dong Mas, kemarin-kemarin Mas juga kan, yang ngasih ini, titip ke ibu."Angga tersenyum. "Hm, iya. Kalau kamu bosan. Nanti biar Mas carikan yang varian baru.""Enggak' Mas. Justru aku mau bilang, jangan repot-repot belikan kue. Oh iya, aku bekalkan nasi dan lauk, ya Mas. Kebetulan aku sudah masak," ucap Marni antusias. Mata tetap bisa berseri, wajah bisa tersenyum. Tetapi tetaplah, Marni merasakan ada yang menarik dari diri Angga. Hingga terus saja Marni terasa ingin segera m e n c e k i k n y a. Tapi waktu seolah tidak mengizinkan. "Masyaallah, baik sekali kamu dek. Mas selalu merepotkanmu dan ibumu. Banyak-banyak
Bab 7AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ________Pintu di buka paksa oleh Angga. "Aaaaaa ... Marni ... Nduk!!!" Ningsih histeris, seketika ambruk di tempat, saat melihat anaknya merayap diatap rumah dengan mata hitamnya."Astagfirullahal'adzim, lailahaillallah, Marni!!!" Angga berteriak, tanpa ragu dia menghampiri wanita yang dia yakini, bukanlah Marni.Marni perlahan merayap turun. Matanya menatap tajam kearah Angga. Marni begitu yakin akan m e l e n y a p k a n n y a malam ini juga. Tidak peduli, ada Ningsih atau orang lain yang tahu. Dia sudah merasa di permainan oleh raga Marni."Sekarang giliranmu! Bersiaplah untuk m a t i," ucap Marni dengan suara yang begitu aneh di dengar Angga."Bwrruuuh ... !" Cairan hitam, b e r b a u a n y i r itu membasahi sebagian wajah Angga sampai ke bajunya. Angga mengusap kasar. Dia takut, tapi nyawa Marni dalam bahaya. Dua tahu Marni tengah kerasukan. Meski begitu dia mencoba menghadapi Marni."Siapa kamu? Pergilah, tempatmu bukan di sini. Biarkan M
Bab 8AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA___________&"Bismillahirrahmanirrahim. Bu, izinkan aku melamar anakmu-Marni," ucap Angga tanpa ragu sedikitpun, membuat Ningsih tercengang.Akhirnya yang Ningsih harapkan benar terjadi. Memimpikan putrinya di pinang lekaki baik, pintar, dan shaleh. Tetapi, dia ragu setelah mengetahui tabiat asli putrinya. Dia merasa putrinya tak pantas di sandingkan dengan Angga."Nanging, ngopo cah bagus gelem nglamar Marni? Sliramu pun ngerti dewe tho, Marni ki jane ora pantes nyanding kowe."**"T-tapi, kenapa nak baik, ingin melamar Marni? Bukankah kamu tahu sendiri, Marni tidak layak untukmu." Air mata di sudut mata diusap kasar dengan kain jarik yang menutupi kedua kaki Marni."Bu, arwah sing ono neng awak'e Marni kui dendaman. Ora reti dhe'e ora bakal puas yen tujuane pun kelaksono. Iso ae, malah gae loro awak'e Marni.Aku yakin, yen Marni iso di bimbing, lan dhe'e diawasi wae. Mugi selamat."**"Bu, arwah yang ada di tubuh Marni, pendendam. Dia mungkin tidak
Bab 9________🖤__________"Ibu, saiki nerimo kowe. Sesuk, ndang kawinen cepet-cepet."**"Ibu, menerimamu sekarang. Besok, kamu boleh menikahinya." Angga mendengar itu, lega. Namun dia harus bersiap membawa Marni pada Yudha. Tepatnya menyelesaikan urusan antara arwah penasaran itu dengan Yudha.___Pagi di sambut bahagia oleh Ningsih. Setelah semalaman dia begitu ketakutan. Namun sekalipun dia tidak menceritakan perihal itu pada orang sekitar. Hanya saja, para tetamu yang turut diikut sertakan untuk menjadi saksi, merasa sedikit kaget dengan kabar pernikahan mendadak ini.Di dalam kamar, Marni berdandan seadanya dengan kebaya merah yang menyala, sangat kontras dengan kulit putihnya. Pikirannya masih bimbang, masih tak percaya bahwa hari ini dia akan melangsungkan pernikahan, ingin menolak pernikahan itu dengan alasan tidak saling mengenal, tetapi ibunya memaksa. Sempat melawan ibunya, namun ibunya terlihat tidak takut dan hanya menangis dalam diam, membuat hati kecil Marni teriris. D