________π€_______
Musik ghending khas karawitan Jawa mengiringi tarian Marni malam ini. Tepat di malam satu suro ini, hajat bumi di selenggarakan warga desa Ghendingan setiap tahunnya. Sorak-sorai antusias warga membuat suasana panggung bertambah meriah.
Suara tepuk tangan saling bersahutan setelah tarian Marni selesai.
"Rogo siji tetep siji, banjur njaluk rogo sing anyar. Gelap pandeleng lan bathin, arep nggawe kowe m a t i."
**"Raga satu tetap satu, kemudian meminta raga yang baru. Gelap mata dan batin akan membuat mu m a t i." Marni mengucap japa mantra.
Mata menatap lekat pada Angga, tersenyum dari kejauhan. Angga menyambut hangat tatapan Marni, tetapi tidak dengan Marni. Berpoleskan makeup nan anggun, dia begitu ingin menyingkirkan lelaki itu. Seperti ada sesuatu yang menariknya, dia begitu membencinya.
Bergegas Marni pergi ke ruang ganti setelah beberapa kali menyuguhkan tarian tradisional, membuat orang-orang terpana melihatnya.
"Marni!"
"Siapa?"
Seseorang memanggil lembut saat Marni tengah berganti pakaian. Tubuhnya belum tertutup seluruhnya, namun lelaki itu masuk tanpa permisi. Di lihatnya t u b u h Marni, dari belakang begitu mulus, dia tak sabar melihat pemandangan itu, didukung dengan sikap Marni yang diam saja.
"Jangan membelakangiku Marni, jika memang kamu mau," ucap Pak Radhi.
Marni tersenyum di balik wajahnya.
Tangan kasar Pak Radhi menyambut punggung putih Marni. Marni mengeliat, membuat jiwa lelaki tua itu bergelora.
Saat tangan itu menyambut tangan Marni, Marni menoleh, menatap mata Pak Radhi t a j a m tanpa kelopak mata. Mata itu terlihat hidup dan utuh sangat mengerikan membuat Pak Radhi berteriak sekuat-kuatnya.
"Kau raga yang menggantikan anakmu!!!"
Pak Radhi masih di posisinya, terbelalak dengan suara yang hampir habis akibat berteriak.
"A-ampunn, M-marni!"
Cairan hitam keluar dari mulut Marni, perlahan menetes m a s u k ke dalam mulut Pak Radhi, yang tengah bersimpuh sambil menganga, dengan badan yang hampir merosot jatuh ke lantai. Rasa m u a l membuat Pak Radhi m e m u n t a h k a n cairan m e r a h kental.
"Rogo siji tetep siji, banjur njaluk rogo sing anyar. Gelap pandeleng lan bathin, arep nggawe kowe m a t i,"
**"Raga satu tetap satu, kemudian meminta raga yang baru. Gelap mata dan batin akan membuat mu m a t i." Marni mengucap japa mantra dengan cepat.
"Aaaaaaaaa ... !!!"
Teriakan berat, bercampur serak mengema di ruangan itu, Pak Radhi tercekat menghembuskan nafas.
"Jangan salahkan aku, atas kematian mu. Ini ulahmu, menghampiri Marni yang menyimpan dendam."
Marni, m e l e n y a p k a n Pak Radhi tanpa kedua tangannya.
_______
"Ibu, ada acara apa di depan rumah?" Marni menggeser kursi makan untuk sarapan pagi-pagi sekali.
"Mar, ibu kaget. Pak Radhi dhek bengi di temokne ninggal neng nggone acoro mambhengi kae. Wis kat esuk mau ibu wes rono, mengko yo arep rono meneh rewangan, mesakno cah bagus,"
**"Mar, ibu kaget. Pak Radhi semalam di temukan meninggal di tempat acara semalam. Tadi subuh ibu sudah kesana, nanti juga ibu kesana lagi bantu-bantu, kasihan nak baik," ucap Ningsih seraya menyiapkan lauk makan Marni.
"Kowe dhisek sing resik resik omah yo. Ibu ge ndang cepet-cepet,"
**"Kamu dulu yang beres-beres rumah ya. Ibu buru-buru." Ningsih mengecup kepala putrinya, kasih sayang Ningsih tiada duanya, sejak kecil Marni tidak pernah dia bawa ke tempat keramaian, kecuali memang keinginan itu datang dari putrinya sendiri.
Marni dengan santai mulai melahap masakan ibunya. Melihat di hadapannya Nyai Asih tertawa puas, Marni tersenyum menimpali.
"Kenapa lelaki buaya seperti mereka harus hidup berlama-lama di dunia? Akan lebih baik seperti ini, tidak m a t i sia-sia, bukan? Setidaknya satu orang b e j a t sudah tiada."
Suara tertawa itu kembali menggema di ruangan. Namun setelahnya, sunyi senyap.
__________
Marni yang telah membereskan rumah, di lanjutkan membersihkan diri. Marni keluar rumah, berniat datang ke rumah Angga. Kain kerudung warna merah dia tutupkan ke rambutnya yang lurus. Dia melihat suasana, nampaknya jenazah Pak Radhi telah di makamkan.
"Mas, Angga?" Marni menyapa lelaki yang beberapa hari ini memberi perhatian lebih.
"Eh, dek Marni!" Angga sedikit mengusap sudut matanya, lalu berusaha tersenyum ramah.
"Turut berduka, Mas. Aku minta maaf karena belum bisa untuk bantu-bantu disini," ucap Marni lugu.
"Tidak apa, dek. Ini sudah takdir bapak. Kalau urusan bantu-bantu, Alhamdulillah Bu Ningsing dan tetangga lain sudah cukup.
Dek Marni tak perlu tak enak hati begitu. Mas tahu, dek Marni berbeda. Tak kesini pun tak apa, Mas memaklumi.
Tapi jika sudah terlanjur kesini, duduklah. Mari," ucap Angga sepenuh hati, mempersilahkan masuk.
Sedih masih terasa, namun dia juga tak tega jika mengabaikan Marni.
Meski sedikit bertanya, perihal tempat di mana ayahnya tiada, yaitu di ruang ganti khusus Marni. Sekelebat muncul fikiran buruk pada Marni. Menyangka yang tidak-tidak antara Marni dan ayahnya itu.
Akan tetapi lagi, wajah lugu Marni yang polos, merubah fikiran Angga untuk tak curiga. Bagaimana pun dokter bilang ayahnya itu terkena serangan jantung mendadak.
"Mas, nanti jangan sungkan untuk makan di rumah, karena pasti Mas Angga disini sendiri, kurang berselera jika makan sendiri," ucap Marni dengan sedikit senyum.
"Hm. Bolehkah?"
"Boleh, Mas!"
"Iya. Terimakasih banyak ya, dek." Angga menanggapi baik, tapi lagi hati masih berduka. Kehadiran Marni memang membuatnya senang, tak di pungkiri juga dia masih banyak diam.
"Yang sabar, Mas. Kalau begitu Marni pamit pulang dulu."
Menyadari itu, Angga merasa kasihan. Tak sepenuh hati dia mengistimewakan gadis pujaannya.
"Maaf Dek. Mas belum bisa banyak cerita-cerita."
"Tak apa, Mas," ucap Marni ramah.
Angga mengantar Marni sampai ke pintu. Sebelum berbelok Marni tersenyum, senyum yang paling manis di mata Angga.
Itu nampak luarnya, jika lebih di perhatikan, mata hitam, wajah pucat dan mengeluarkan lendir hitam dari mulutnya. Wajah kedua dari seorang Marni.
Sayangnya, keterpurukan membuat Angga tidak melihat kenyataan pada Marni. Di lihatnya Marni tetaplah Marni gadis cantik yang dia sukai.
"Andai kau tahu, dek. Aku menyukaimu."
Angga membalikkan badan, Ghendingan terdengar di telinganya. Dia menyadari itu. "Astagfirullahal'adzim," lirih Angga.
Suara serak sedikit terdengar begitu dekat. Membuat bulu kuduk meremang. Hawa panas terasa menjalar ke seluruh tubuh.
"Giliramu!!!"
_________π€________
Bersambung ...
__________π€__________Suara serak sedikit terdengar begitu dekat. Membuat bulu kuduk meremang. Hawa panas terasa menjalar ke seluruh tubuh. "Giliramu!"Angga merasakan itu, namun tak menggubrisnya. Dia memilih untuk segera merapikan kamar ayahnya.Beberapa orang tampak berbincang tentang k e m a t i a n Pak Radhi. Kejadian aneh pun di sangkut-pautkan karena k e m a t i a n n y a terlalu mendadak."Kok bisa ya, Pak Radhi pas sekali meninggal tadi malam, dan kenapa bisa ada di kamar ganti si Marni?" ucap wanita bertubuh gempal itu, sambil mengaduk adonan terigu yang telah di campur sayuran-sayuran."Iya, ya. Apa jangan-jangan! Marni ... " Wanita kerempeng dengan bedak tebal ala biduan kondang menimpali dengan serius.Ningsih paham betul dengan gosip yang mulai merembet membawa nama putrinya. Jelas tidak mungkin jika putrinya penyebab kematian Pak Radhi. Apa untungnya?"Heh, cangkemmu ojo sembarangan. Wong Marni kui balek Karo aku, kok."**"Heh, mulutmu itu jangan sembarangan. Marni it
Bab 6 AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ___________π€__________"Dek Marni!""Eh, Mas angga. Ada apa?" Senyum ramah tersemat di wajah ayu Marni."Ini, Mas bawakan kue, buat kamu." Sekotak kue rasa pisang keju Angga berikan pada Marni yang tengah mengurusi tanamannya. "Wah, terimakasih Mas pisang kejunya," tebak Marni."Tahu, ini pisang keju?" Angga balik bertanya."Tahu dong Mas, kemarin-kemarin Mas juga kan, yang ngasih ini, titip ke ibu."Angga tersenyum. "Hm, iya. Kalau kamu bosan. Nanti biar Mas carikan yang varian baru.""Enggak' Mas. Justru aku mau bilang, jangan repot-repot belikan kue. Oh iya, aku bekalkan nasi dan lauk, ya Mas. Kebetulan aku sudah masak," ucap Marni antusias. Mata tetap bisa berseri, wajah bisa tersenyum. Tetapi tetaplah, Marni merasakan ada yang menarik dari diri Angga. Hingga terus saja Marni terasa ingin segera m e n c e k i k n y a. Tapi waktu seolah tidak mengizinkan. "Masyaallah, baik sekali kamu dek. Mas selalu merepotkanmu dan ibumu. Banyak-banyak
Bab 7AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ________Pintu di buka paksa oleh Angga. "Aaaaaa ... Marni ... Nduk!!!" Ningsih histeris, seketika ambruk di tempat, saat melihat anaknya merayap diatap rumah dengan mata hitamnya."Astagfirullahal'adzim, lailahaillallah, Marni!!!" Angga berteriak, tanpa ragu dia menghampiri wanita yang dia yakini, bukanlah Marni.Marni perlahan merayap turun. Matanya menatap tajam kearah Angga. Marni begitu yakin akan m e l e n y a p k a n n y a malam ini juga. Tidak peduli, ada Ningsih atau orang lain yang tahu. Dia sudah merasa di permainan oleh raga Marni."Sekarang giliranmu! Bersiaplah untuk m a t i," ucap Marni dengan suara yang begitu aneh di dengar Angga."Bwrruuuh ... !" Cairan hitam, b e r b a u a n y i r itu membasahi sebagian wajah Angga sampai ke bajunya. Angga mengusap kasar. Dia takut, tapi nyawa Marni dalam bahaya. Dua tahu Marni tengah kerasukan. Meski begitu dia mencoba menghadapi Marni."Siapa kamu? Pergilah, tempatmu bukan di sini. Biarkan M
Bab 8AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA___________&"Bismillahirrahmanirrahim. Bu, izinkan aku melamar anakmu-Marni," ucap Angga tanpa ragu sedikitpun, membuat Ningsih tercengang.Akhirnya yang Ningsih harapkan benar terjadi. Memimpikan putrinya di pinang lekaki baik, pintar, dan shaleh. Tetapi, dia ragu setelah mengetahui tabiat asli putrinya. Dia merasa putrinya tak pantas di sandingkan dengan Angga."Nanging, ngopo cah bagus gelem nglamar Marni? Sliramu pun ngerti dewe tho, Marni ki jane ora pantes nyanding kowe."**"T-tapi, kenapa nak baik, ingin melamar Marni? Bukankah kamu tahu sendiri, Marni tidak layak untukmu." Air mata di sudut mata diusap kasar dengan kain jarik yang menutupi kedua kaki Marni."Bu, arwah sing ono neng awak'e Marni kui dendaman. Ora reti dhe'e ora bakal puas yen tujuane pun kelaksono. Iso ae, malah gae loro awak'e Marni.Aku yakin, yen Marni iso di bimbing, lan dhe'e diawasi wae. Mugi selamat."**"Bu, arwah yang ada di tubuh Marni, pendendam. Dia mungkin tidak
Bab 9________π€__________"Ibu, saiki nerimo kowe. Sesuk, ndang kawinen cepet-cepet."**"Ibu, menerimamu sekarang. Besok, kamu boleh menikahinya." Angga mendengar itu, lega. Namun dia harus bersiap membawa Marni pada Yudha. Tepatnya menyelesaikan urusan antara arwah penasaran itu dengan Yudha.___Pagi di sambut bahagia oleh Ningsih. Setelah semalaman dia begitu ketakutan. Namun sekalipun dia tidak menceritakan perihal itu pada orang sekitar. Hanya saja, para tetamu yang turut diikut sertakan untuk menjadi saksi, merasa sedikit kaget dengan kabar pernikahan mendadak ini.Di dalam kamar, Marni berdandan seadanya dengan kebaya merah yang menyala, sangat kontras dengan kulit putihnya. Pikirannya masih bimbang, masih tak percaya bahwa hari ini dia akan melangsungkan pernikahan, ingin menolak pernikahan itu dengan alasan tidak saling mengenal, tetapi ibunya memaksa. Sempat melawan ibunya, namun ibunya terlihat tidak takut dan hanya menangis dalam diam, membuat hati kecil Marni teriris. D
Bab 10AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA__________π€_________Aji mendengarkan diantara mereka pun kaget, tetapi hanya bisa terdiam. Dia yakin, percaya atau tidak, yang menyambut kepulangannya saat malam itu adalah Marni, dengan suara yang menyeramkan. Makanya dia kaget dan langsung jatuh pingsan. "Apa jangan-jangan dia wanita jadi-jadian. Hih, demit. Menyesal aku telah mengintip dia saat berganti baju," batin Aji."Katanya sih, mereka tidak pacaran. Tapi Den Angga memang jauh hari ingin melamar Marni, dan baru terlaksana sekarang." Pak RT Suroyo menjelaskan. Singkong di tangannya terasa panas hingga membuat ucapannya sedikit gagap.Semua terlihat manggut-manggut, tapi fikiran mereka berbeda-beda. "Sayang, ya. Coba kawin saja sama aku," ucap Dani cengengesan. "Lha, istrimu? Apa mau, di poligami?" timpal Pak RT Suroyo tertawa."Gayamu, Dan. Giliran sudah berhadapan sama istrinya langsung, melempem, kayak kerupuk kesiram kuah." Wandi membalas dengan gelak tawa, menambah suasana pos ron
Bab 11AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA________π€_______"Ji, apa itu?" Keduanya beringsut mundur, rerimbunan itu begerak-gerak seperti ada sesuatu di dalamnya.Wusshh ...Angin sedikit lebih kencang, membuat keadaan jadi lebih mencekam dirasakan keduanya. Begitu serius, merasakan takut tidak karuan, Aji melangkah maju dan memastikan meraba dengan ranting kayu yang panjang. Ternyata, "Meong!!!" Seekor kucing berbulu hiris, bejalan santai bak model fasion week Citayam.Keduanya menghela nafas lega, setelah keringat membanjiri wajahnya, paniknya melebihi bertemu mantan, ternyata kena prank seekor kucing."Tak kira apaan tadi, s i a l a n!" gerutu Wandi.Mereka lalu duduk di bangku dekat sungai, terlihat pemandangan air yang mengalir tenang. Sayangnya malam ini sinar bulan tak begitu terang, cukup mengurangi keindahan sungai yang berukuran besar ini. Jika gelap seperti ini, suasana curam, mirip di kuburan. Bahkan suara airnya, seperti memberi kesan mistis."Makanya, Wan. Jangan berhalusin
Bab 12________π€_______"Mas!!!" teriak Marni histeris sambil melepas pelukan lelaki itu."Dek Marni, tolong!!! Akhhh ... "Wandi terseret ke dalam air, di lihatnya samar kain merah membelit dikaki, perlahan naik ke tubuhnya dengan cepat.Wandi meronta sekuat tenaga, disela itu dia melihat sosok Marni berubah menjadi pucat bagai m a y a t, lemas tak berdaya dengan mata tertutup."Apa dia juga m a t i tenggelam?" batinnya. Ingin berusaha menolong, tapi tubuhnya kini terkunci, kain itu melilit sampai ke kepala menutup semua bagian tubuh Wandi tanpa ampun, membuat wandi merasakan sesak.Di balik usaha Wandi, Marni tertawa puas. Suaranya nyaring, tapi menyedihkan. Wandi menyadari itu, ternyata Marni bukanlah Marni. Dia jelmaan demit, seperti yang di katakan Aji. Dalam hati dia menyesal telah tepancing pada nafsunya, yang berakibat fatal."Nikmati, nikmati kematian mu, Wandi. Aku paling benci lelaki hidung belang sepertimu." Di c e k i k nya Wandi dalam keadaan meronta di dalam air. Teta
Bab 20 TAMAT________π€_______"Aku akan melenyapkan Yudha, ingat itu! Ragamu yang akan aku gunakan. Jadi patuhlah!" Sukma itu perlahan pergi meninggalkan raga Marni yang tak berdaya."Mas lihat, Mbak Marni pingsan!""Masha Allah." Segera Angga melepas ikatan yang ada di tubuh Marni. "Ya Allah, Sayang ... Maafkan Mas, ya," ucap lirih Angga sambil membopong Marni ke dalam kamar. "Tidurkan dikamar ini Mas!" Vio membukakan pintu kamar yang telah dia siapkan untuk kedatangan Angga beserta keluarga."Ya Allah, nduk. Piye Iki, kowe kok urung mari mari,"**"Ya Allah, nak. Bagaimana ini, kenapa kamu belum sembuh juga," ucap lirih Ningsih dengan memijit-mijit lengan putrinya setelah dibaringkan."Sabar, Bu." Angga menjawab dengan nada lesu. Dia begitu lelah."Mbak Marni kenapa Mas? Aku mau tahu!""Dia kerasukan," jawab Angga melamun."Sudah kuduga kalau itu kerasukan. Tetapi kenapa? Mas Angga seperti sudah paham betul, apa Mbak Marni sering seperti ini?"Angga hanya mengangguk dan bertatap se
Bab 19___________π€________Vio melihat Bi Sumi sedang berjalan ke arahnya dengan tergopoh-gopoh. Sepertinya tamu yang di tunggu sudah datang."Ada apa, Bi? Mas Angga sudah datang?"Bi Sumi berhenti tepat di hadapan Vio dengan mengerem kasar langkangnya. Napasnya dia atur sebelum berbicara, membuat Vio menggeleng dengan tingkah Bi Sumi yang sedikit konyol dan gerusa-gerusu."Makanya Bi, jalan tuh, pelan dong!" Vio berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Bi Sumi sebelum dia berbicara apapun, karena dia tengah berusaha mengumpulkan kata untuk bicara. Akan tetapi Vio terburu pergi meninggalkannya dan memilih melihat sendiri siapa yang datang.Belum sampai ke pintu utama, perempuan berbaju sexy itu bangkit dari duduknya diruang tv."Hay lady!" Bola mata Vio memutar, jengah melihat tamu yang dia kira istimewa itu.Perlahan Reysa melangkah mendekati Vio."Jangan begitu dong, Sayang. Judes banget sih!" Bibir tipis milik Reysa tersenyum licik pada Vio, kemudian jari lentiknya menjawil dagu V
Bab 18________π€_______"Yudha, tolong aku!"'Degh, suara itu ... 'Yudha sangat mengenali suara itu. Seketika dia langsung menoleh ke sumber suara."Ratih?!" ucapnya sedikit tercekat, bertahun-tahun tak bertemu rasanya ini mustahil. 'Kenapa Ratih bisa berada di tempat seperti ini?'"Ratih?!" Yudha mendekat, tapi Ratih seolah menjauh, padahal tubuh Ratih terikat di sebuah pohon besar dengan luka-luka lebam."Yudha, tolong!" pekiknya lagi, namun semakin berlari, Ratih semakin sulit di raih."Jangan hampiri siapapun, jika kau mau selamat!" Suara nenek itu terdengar di telinga Yudha, tapi wujudnya tak ada. Aneh. Itu aneh. Hanya remang sekelebat bayangan tubuh bungkuk sang nenek yang menjauh. Begitu membuat bulu kuduk Yudha meremang.Akan tetapi, ia kembali melihat ke arah sana, jika tak menolongnya, bagaimana dengan Ratih? Dia sangat butuh bantuannya. Siapa yang tahu, mungkin setelah dia berhasil menyelamatkan Ratih, tentunya Ratih bisa memaafkan kesalahannya di masa lalu. Dia akan kemb
Bab 17... ____________ ..."Baiklah sayang aku pulang dulu, nanti Vio marah jika aku pulang terlambat!" Lelaki itu memakai pakaiannya kembali setelah mandi, jika tak mandi bisa-bisa Vio curiga, bahwa dia baru saja melakukan p e r g u l a t a n panasnya bersama Reysa. "Hah ... Putrimu lagi. Aku bosan mendengarnya. Padahal kita bisa lakukan lagi beberapa kali," rengek wanita itu sambil menyibakkan selimut dan mulai menutupi tubuh p o l o s n y a."Maaf ya, kita lakukan lain kali, malam ini, cukup." Dia mencium kening wanita itu lalu ke bibir, perlahan pergi dan menutup pintu."Hihhh ... kesal aku pada bocah, s i a l a n itu," ucapnya marah dan melempar selimut yang menutupi tubuhnya. Dia beranjak ke kamar mandi."Lihat saja, nanti setelah aku resmi jadi istri Yudha, perempuan itu harus bisa tersingkir," gerutu Reysa kesal.___________Deru mesin mobil berhenti, Vio melihat dari atas balkon kamarnya, bahwa Papanya telah pulang. Dia melihat jam di ponselnya, pukul 21.00 WIB. Ternyata Pa
Bab 16__________π€_________Sampai di rumah Marni turun dari mobil dengan menutupi seluruh wajahnya dengan kerudung. Banyak orang menatap Marni dengan sinis, dia menyadari itu tanpa harus melihat mereka. Namun tak sepatah katapun dari mereka yang berani berbicara, mungkin takut. Semua itu membuat Marni tak nyaman, dia merasa enggan untuk tinggal di rumah itu lagi. Dengan alasan trauma, Marni meminta pindah rumah. Apalagi tatapan sinis dari warga membuat Angga dan Ningsih tak tega atas kesembuhan mental Marni. Untuk itu mereka tetaplah pulang untuk membereskan barang, dan Angga berniat membawa Marni pergi ke luar daerah."Dek, bagaimana jika kita pergi ke kota, kita tinggal sementara di rumah om-nya Mas." Angga mendekati Marni yang sedang duduk di tepi ranjang. Marni menunduk, melihat baju gamis pemberian suaminya kemarin. Dia melihat pantulan cermin di hadapannya, dia begitu tertutup dengan baju yang dia kenakan."Mas, masih punya keluarga?" tanyanya sambil menoleh pada suaminya."M
Bab 15____________π€__________***"Mas, aku nggak terima! Kenapa tubuhku penuh dengan luka bakar?! Apa yang terjadi Mas?" amuk Marni pada Angga.Dipegangnya wajah, kepala, hingga tangan dan kakinya yang penuh perban. Rasanya pun perih juga panas, terasa gerah ingin membuka semuanya. Perlahan, dengan isak tangis dia mencoba membuka selotip yang merekatkan diperban tersebut."Aaa ... !!! Sakit Mas!!!" pekik Marni saat membuka perban di kakinya."Sabar Dek, ini ujian buat kita. Aku janji, akan temani kamu sampai sembuh." Angga berusaha memegang tangan istrinya yang terus memberontak."Aku, akan balas dendam, Mas." Wussh!!!Angin kencang seperti menerpa keseluruh ruangan. Seolah pertanda buruk kian menanti, mendengar penuturan Marni yang sangat buruk didengar."Istighfar, kamu Dek!!!" Telunjuk itu, berhasil membuat Marni tercegang. Angga bahkan hampir saja kelepasan menampar Marni."Jaga ucapanmu, Dek. Jika masih mau, aku lindungi!!!" tegas Angga. "Lagian siapa yang menyuruhmu seperti
Bab 14AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA"Ayo b a k a r saja!!! Dia juga yang menyebabkan Pak Radhi kehilangan nyawa," ucap seseorang yang mengompori keadaan menjadi lebih parah. Dia, ternyata dukun di wilayah ini. Dia juga yang mengobati Aji ketika sakit, setelah di ganggu arwah Nyai Asih. Dia Mbah Manto, di sebut orang tetua, semenjak dirinya tenar menjadi ahli pengusir roh tak kasat mata, bertahun-tahun lalu. Mungkin usianya saat ini sama dengan buyut Marni yang sudah meninggal, hanya saja dia lebih beruntung, masih di beri kekuatan di usianya yang sekarang.Mendengar penuturan itu, Angga begitu terkejut. Bagaimana tidak, rumor itu yang hanya sekedar gosip malah terdengar lagi ditelinganya. Jika benar, lalu siapa saksinya? Dia begitu sangat ingin tahu, jangan hanya sembarangan menuduh. Dan jika benar lagi, maka dia yakin, Marni tengah dirasuki arwah penasaran itu."Ayo, tunggu apa lagi!!! Sebelum dia berubah menjadi s e t a n dan memangsa korban lainnya." Mbah Manto menyungging senyu
Bab 13___________π€__________"Innalilahi wa innailaihi rojiun, Wandi tenggelam?" ucap Angga ikut prihatin, tak menyangka dengan usia seseorang yang tiba-tiba di jemput, tak pandang usia dan waktu. Padahal belum lama ini, almarhum sempat menyapa dirinya, yang akan berangkat kerja. Kadang juga bertemu, saat sholat subuh di masjid."Betul, Mas. Dia tenggelam, tapi ... " Pak RT tengah tak enak hati meneruskan perkataannya, beberapa kali membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman."Tapi, kenapa Pak?" Dilihatnya Pak RT, dengan gelagatnya menghawatirkan. Sedari tadi terlihat tak nyaman, sepertinya dia merasa tidak enak untuk berkata jujur. "Lantas masalah apa, sampai membuat dia gelisah?" batin Angga."Kenapa, Pak?" tanya Angga lagi."Dia ... Dia ditenggelamkan oleh Marni," ucap Pak RT, ragu-ragu."Apa?!!" Angga begitu terkejut. Ya, setelah melihat reaksi di sekelilingnya, hanya dirinya yang terkejut. Yang lain mungkin sudah tahu masalahnya apa, termasuk Ningsih. Angga menoleh
Bab 13 ___________π€__________ "Innalilahi wa innailaihi rojiun, Wandi tenggelam?" ucap Angga ikut prihatin, tak menyangka dengan usia seseorang yang tiba-tiba di jemput, tak pandang usia dan waktu. Padahal belum lama ini, almarhum sempat menyapa dirinya, yang akan berangkat kerja. Kadang juga bertemu, saat sholat subuh di masjid. "Betul, Mas. Dia tenggelam, tapi ... " Pak RT tengah tak enak hati meneruskan perkataannya, beberapa kali membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman. "Tapi, kenapa Pak?" Dilihatnya Pak RT, dengan gelagatnya menghawatirkan. Sedari tadi terlihat tak nyaman, sepertinya dia merasa tidak enak untuk berkata jujur. "Lantas masalah apa, sampai membuat dia gelisah?" batin Angga. "Kenapa, Pak?" tanya Angga lagi. "Dia ... Dia ditenggelamkan oleh Marni," ucap Pak RT, ragu-ragu. "Apa?!!" Angga begitu terkejut. Ya, setelah melihat reaksi di sekelilingnya, hanya dirinya yang terkejut. Yang lain mungkin sudah tahu masalahnya apa, termasuk Ningsih. Angga