Share

Bab 7

Bab 7

AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA 

________

Pintu di buka paksa oleh Angga. 

"Aaaaaa ... Marni ... Nduk!!!" Ningsih histeris, seketika ambruk di tempat, saat melihat anaknya merayap diatap rumah dengan mata hitamnya.

"Astagfirullahal'adzim, lailahaillallah, Marni!!!" Angga berteriak, tanpa ragu dia menghampiri wanita yang dia yakini, bukanlah Marni.

Marni perlahan merayap turun. Matanya menatap tajam kearah Angga. Marni begitu yakin akan m e l e n y a p k a n n y a malam ini juga. Tidak peduli, ada Ningsih atau orang lain yang tahu. Dia sudah merasa di permainan oleh raga Marni.

"Sekarang giliranmu! Bersiaplah untuk m a t i," ucap Marni dengan suara yang begitu aneh di dengar Angga.

"Bwrruuuh ... !" 

Cairan hitam, b e r b a u a n y i r itu membasahi sebagian wajah Angga sampai ke bajunya. Angga mengusap kasar. Dia takut, tapi nyawa Marni dalam bahaya. Dua tahu Marni tengah kerasukan. Meski begitu dia mencoba menghadapi Marni.

"Siapa kamu? Pergilah, tempatmu bukan di sini. Biarkan Marni tenang bersama ibunya. Jangan ganggu mereka," usir Angga dengan halus.

"Kau yang harus pergi, kau harus m a t i!" ucap Marni dengan sedikit beteriak.

"Apa alasannya? Aku tidak mengenalmu!" tegas Angga.

Marni, lambat laun berubah menjadi sosok wanita yang buruk rupa, dia menyemburkan n a n a h dan d a r a h yang baunya menyengat. Wanita itu begeser selangkah demi selangkah mendekati Angga. Dilihatnya Angga membaca doa-doa, Marni semakin tertawa, namun juga sedikit merasakan kegerahan.

"Kamu tidak mengenalku, tapi Yudha telah membuatku seperti ini."

Angga berfikir sejenak mendengar nama itu. "Yudha?" 

Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam perutnya, dengan sekali sobekan menggunakan kuku tajamnya, seorang bayi keluar dari dalam perut. 

"Oa ... Oa ...!!!" 

Tangisan bayi itu pilu, menggema di seluruh ruangan yang seolah tak berventilasi, pengap. 

Di letakkannya bayi itu ke lantai dengan satu tangan. Tubuh Marni mengapung setinggi orang dewasa. Dia menangis di atas sana, bersamaan dengan tangis bayinya yang menggema. Ibu dan anak sama pilunya. Rasa sakit hati mereka Takkan bisa tergantikan oleh apapun, kecuali dengan Yudha.

Angga terus menyaksikan kejadian demi kejadian malam ini dengan rasa iba. Dia prihatin atas derita wanita yang merasuki Marni. Tetapi dia juga menyayangkan, tak seharusnya Marni bersekutu dengan roh jahat yang begitu merugikan dirinya, karena raganya ikut terancam. 

Dengan banyaknya doa terucap terus-menerus di bibir Angga, sedikitnya membuat wanita itu mulai tak nyaman berada di tubuh Marni. Namun Marni seolah tak mau menunda lagi. Bayi mungil yang menagis itu membalikkan badan seperti berusaha merangkak.

Angga terpejam beberapa saat ketika melihat wajah si bayi, yang tengah menatapnya nanar. Wajah itu tak lebih seperti seorang monster. 

 Tiba-tiba dengan cepat bayi itu merangkak

 dan menggigit tangan Angga.

"Akhhh ... !" Spontan Angga membanting bayi itu ke dinding. Marni pun marah, dia melayang, menghampiri Angga tepat dihadapan dengan wajahnya. Dia tak terima anaknya di buang seowrti itu.

 Dari dekat Angga bisa melihat, betapa mengerikan wanita itu dengan wajahnya yang buruk. Tangan itu langsung m e n c e k i k sekuat tenaga, membuat Angga tersungkur hingga ke ujung tembok.

Tak mau begitu saja menyerah, Angga terus merafalkan doa dan surat surat yang dia hafal. Ketika itu cekikan melemas, Angga ganti mendorong tubuh itu hingga tersungkur di atas kasur Marni.

"Jangan sakiti Marni, tolong lepaskan dia. Jangan kau siksa dia," pinta Angga.

"Apa pedulimu, kau dan Yudha adalah lelaki yang sama. Berdarah seorang penipu. Biar aku yang lindungi Marni, dari orang macam kamu."

"Selesaikan urusanmu dengan Yudha. Jangan libatkan Marni dan aku. Kami tidak salah. Jika kau bebaskan Marni, aku akan menyuruh Yudha untuk menemui mu."

Ghendingan lambat laun terdengar lagi dan ruangan seolah tiba-tiba meredup. Di atas kasur wanita itu berdiri samar dalam kegelapan. Marni si gadis cantik muncul disana dengan gaun tari yang indah muncul bersamaan dengan cahaya ruangan yang semakin terang.

Angga melihat seisi ruangan berubah menjadi ruangan yang begitu nyaman di tinggali. Kasur dengan kelambu berwarna merah membentang. Semerbak wewangian bunga-bunga membuat nyaman penciuman.

Angga mengira ini sudah berakhir, tetapi gadis cantik itu terkesan lebih menarik hatinya. Marni menari dan menarik perhatian. Ghendingan itu bersuara nyaring seperti tepat berada di sebuah pertunjukan. Gadis itu perlahan mendekat, cantik wajah dan harum tubuhnya membuat Angga terpana. 

"Mas, maafkan aku," ucap Marni berbisik syahdu di telinga Angga. Tangan mulus Marni membelai bahu dan dada bidang Angga. Perlahan naik ke pipi, kemudian bibir mereka sedikit lagi hampir menyatu. 

"Rogo siji tetep siji, banjur njaluk rogo sing anyar. Gelap pandeleng lan bathin, arep nggawe kowe m a t i."

**"Raga satu tetap satu, kemudian meminta raga yang baru. Gelap mata dan batin akan membuat mu m a t i." Marni mengucap japa mantra. 

Angga langsung tersadar, dan hampir daha terlena. "Astagfirullahal'adzim," ucapnya begetar. Matanya terbuka lebar, menyadari dirinya hampir salah langkah.

Dilepasnya tubuh Marni menjauh dengan kasar.

"Mas, apa yang kau lakukan?" protes Marni.

Marni berwajah sedih, seolah dia Marni yang sesungguhnya. Akan tetapi Angga tidak mau terjerumus lagi. Dia mengeluarkan tasbih dari dalam saku bajunya, lekas mengalungkan tasbih itu pada Marni. 

Tubuh Marni lunglai seketika, wujud itu keluar dari tubuh Marni lalu muncul di atap.

"Ingatlah, aku dan Marni satu raga. Kesepakatan telah di buat sebelum sampai aku bertemu Yudha, Marni tidak akan pernah sembuh. Dia bergantung padaku."

Wanita itu pergi setelah memporak porandakan rumah Marni.

"Alhamdulillahirabbil'alamin!" Angga mengucap syukur. Dilihatnya, Bu Ningsing dan Marni tergeletak.

Angga membangunkan Bu Ningsih perlahan. Tak lama Bu Ningsih tersadar dan kembali histeris mengingat putrinya terkulai lemas. Di peluknya Marni, diusapnya seluruh wajah pucat putrinya.

"Masyaallah, Marni ... !" teriak Ningsing sambil menangis. Ningsing bingung putrinya masih hidup atau sudah m a t i, melihat wajah putrinya yang begitu pucat pasi.

"Bu," ucap Angga mengisyaratkan Ningsih, untuk membopong putrinya. Ningsih menurut, lalu mengekor ke tempat Marni di baringkan. 

Angga membaringkan Marni di sebuah ambenan kayu dekat dapur. Lekas dia beranjak mengambilkan air hangat untuk mengompres Marni. Ningsih dengan tubuh yang masih gemetaran, duduk di samping putrinya dan mulai mengompres.

Angga datang kembali setelah membuatkan tiga cangkir teh. 

"Bu, diombhe dhisek."

**"Bu, di minum dulu." Angga mendekatkan cangkir itu pada Ningsih.

Di benaknya masih tidak percaya, hal ini akan terjadi. Mungkin esok bisa terjadi lagi, bagaimana cara menghentikan arwah penasaran itu.

"Yo, Gus," **"Ya, nak," Ningsih menyesapnya sekali, sedari tadi dia bertanya-tanya dengan kekacauan ini. Tetapi mulut ini tidak tega untuk bertanya, saking takutnya.

"Sebenere ono opo tho, Gus?"

**"Sebenarnya ada apa, nak?" tanya Ningsih gemetar.

"Ibu, lha kok mboten ngertos? Lha kok isoh, Marni koconan ambek arwah penasaran?"

**"Ibu tidak tahu? Kenapa Ningsih bisa berteman dekat dengan arwah penasaran itu?"

Ningsih terkejut.

"Ibu, ora ngerti. Gus," 

**"ibu tidak tahu, nak," jawabnya.

Perihal ini Ningsih sebagai ibunya, merasa tidak menyangka jika putri semata wayangnya besekutu dengan arwah penasaran. Ningsih baru menyadari sekarang, bahwa sifat anaknya selama ini adalah hasutan s e t a n.

"Kayak'e arwah sing bersemayam ing awak'e Marni niki sampun sue. Dhe'e sak uga wektu iso bali maleh."

**"Sepertinya, arwah yang bersemayam di tubuh Marni sudah lama bersarang. Dia sewaktu-waktu kembali kapan saja."

Ningsih bergidik ngeri, dia bingung bagaimana cara mengobati putrinya. Dia membayangkan kejadian saat dirinya melihat putrinya yang tengah meratap di atap, itu mengerikan.

"Bu," sapaan Angga membuat Ningsih terlonjak dari lamunan. Dia langsung fokus melihat Angga yang seperti akan membicarakan sesuatu.

Dalam hati, Angga siap lahir batin untuk melamar Marni malam itu juga. Apalagi melihat kondisinya yang seperti ini, membuat Angga tak tega meninggalkannya sendiri hanya bersama ibunya, sedangkan jika dia terlalu sering kesini, maka bagaimana tanggapan orang yang melihat.

"Bismillahirrahmanirrahim, Bu, izinkan aku mela

mar anakmu-Marni," ucap Angga tanpa ragu sedikitpun, membuat Ningsih tercengang.

šŸšŸšŸ

Apakah Marni bisa menikah???

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status