Bab 9________🖤__________
"Ibu, saiki nerimo kowe. Sesuk, ndang kawinen cepet-cepet."
**"Ibu, menerimamu sekarang. Besok, kamu boleh menikahinya."
Angga mendengar itu, lega. Namun dia harus bersiap membawa Marni pada Yudha. Tepatnya menyelesaikan urusan antara arwah penasaran itu dengan Yudha.
___
Pagi di sambut bahagia oleh Ningsih. Setelah semalaman dia begitu ketakutan. Namun sekalipun dia tidak menceritakan perihal itu pada orang sekitar. Hanya saja, para tetamu yang turut diikut sertakan untuk menjadi saksi, merasa sedikit kaget dengan kabar pernikahan mendadak ini.
Di dalam kamar, Marni berdandan seadanya dengan kebaya merah yang menyala, sangat kontras dengan kulit putihnya. Pikirannya masih bimbang, masih tak percaya bahwa hari ini dia akan melangsungkan pernikahan, ingin menolak pernikahan itu dengan alasan tidak saling mengenal, tetapi ibunya memaksa.
Sempat melawan ibunya, namun ibunya terlihat tidak takut dan hanya menangis dalam diam, membuat hati kecil Marni teriris. Dia menyadari telah begitu menyakiti hati ibunya. Dia pun bingung yang tidak bisa mengontrol emosinya, antara itu dirinya sendiri atau bukan. Bimbang rasanya. Dia tidak bisa menyimpulkan perasaannya. Hingga dia sulit mendapatkan kepercayaan dirinya sendiri, maka Nyai Asih-lah harapannya.
Marni menatap wajahnya di cermin. Pantulan cermin itu berbicara, gadis cantik dengan sorot mata penuh benci.
"Jika hanya kalung itu penghalangnya, aku tidak apa-apa. Aku tetap disini, membuat rasa percaya dirimu kembali. Menikahlah, dengan mudah aku menyingkirkan suamimu itu."
Bibir merah itu mengatup, kemudian tersenyum anggun. "Lebih baik aku tidak menikah dengannya. Jika aku harus jadi duri di rumah tanggaku sendiri."
Bayangan dirinya dalam cermin itu melotot. "Jika masih butuh aku, jangan pernah lagi kamu melanggar kesepakatan."
Marni mencoba menyeimbangkan antara dirinya dengan Nyai Asih. Matanya terpejam dan terbuka berkali secara bertahap. Dia kembali memoles bibirnya dengan warna merah yang sama.
Marni tertawa renyah saat dia sudah penuh dengan rasa percaya dirinya.
"Lihat, betapa cantiknya aku." Kemudian dia sedikit menyunggingkan senyum. Memaniskan senyum.
"Bahkan lelaki sok pintar itu, tergoda juga." Marni yang dirasuki Nyai Asih tertawa geli membayangkan sang calon suami.
"Marni?" panggil Ningsih.
Marni berdiri dan mengambil selendang merah untuk menutup pucuk kepalanya. Dia bercermin lagi, nyatanya tetaplah cantik. Perlahan pintu dia bukanya, Ningsih yang melihat terpesona dengan kecantikan putrinya itu.
"Masyaallah, ayune,"
**"Masyaallah, cantiknya," batin Ningsing.
"Mugi, pun sakniki tenan temu jodone. Bismillahirrahmanirrahim,"
**"Moga saja benar berjodoh, bismillahirrahmanirrahim," lirihnya lagi.
Ningsih menyambut tangan putrinya, ada rasa haru ketika menyandingkan putrinya kepada seorang lelaki. Apalagi masalah kejiwaan Marni yang seakan menghantui Ningsing. Dia begitu takut, "Bagaimana dengan Angga nantinya, apa dua sanggup menghadapi Marni?" pikirnya.
Setelah Marni sampai semua mata tertakjub. Ningsing menuntun hingga keduduknya. Dipasangkanlah kain merah penutup kepala itu di kedua mempelai. Begitu terpasang, Angga merasa punduknya seperti di beri beban yang berat, hingga membuatnya sesak nafas.
Pak Ustadz yang akan menikahkan mereka, paham dengan apa yang terjadi. Beruntungnya dengan sedikit sisa waktu, sebelum acara diadakan, Angga membujuk Pak Ustadz untuk membantunya menyembuhkan Marni. Perbincangan itu di setujui. Maka, di lihatnya wajah Marni. Terulas sedikit senyum melihat calon suaminya merintih, membuat Pak Ustadz berdzikir untuk melepaskan arwah jahat yang bersarang di tubuh Marni. Lalu Pak Ustadz beristighfar dalam hati dan menyerahkan segelas air untuk Marni.
"Minumlah, nduk!"
Mata itu mendelik rasa tak suka, tetapi akhirnya di sambar juga minuman pemberian Pak Ustadz. Setelah itu Marni langsung merasakan gerah yang berlebih, ingin meluapkan amarahnya.
"Nak, istighfar!" Pak Ustadz menyuruh keduanya beristighfar.
Angga menarik nafas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan. Mulutnya beristighfar, di lakukan berulang-ulang, dia menyadari ini perbuatan arwah jahat itu. Kemudian di minumnya juga air sisa di gelas Marni. Tampak keringat bercucuran di dahi Marni.
Tak lama Marni menoleh kebelakang, "Bu?" menggenggam tangan ibunya. "Bu, aku njaluk pangapura njeh, Bu. Kulo sering ngawe loro atimu, Bu."
**"Bu, aku minta maaf. Aku terlalu sering membuat sakit hati, ibu."
Marni besujud di pangkuan Ningsih. Angga menyadari itu, yakin bahwa ini adalah Marni yang sesungguhnya. Ningsih, membangunkan putrinya, dan mengusap lembut air mata yang membasahi riasan pengantin itu.
"Nduk, culno dhe'e. Dhe'e ora pernah sayang kowe. Neng kene enek seng luweh tulus sayang mbi kowe. Ojo gowo dhe'e rene meneh."
**"Nak, lepaskan dia. Dia tak pernah sayang padamu. Disini ada kita yang tulus menyayanyimu. Jangan bawa dia kesini lagi."
Tatapan mata teduh, dan selalu tertunduk itu adalah sifat asli Marni. Dia begitu malu di hadapan orang banyak, terlebih bersampingan dengan lelaki yang di sukainya, calon suaminya kini. Rasa tak percaya, dirinya akan benar-benar menikah detik ini juga.
"Alhamdulillah, jika semua sudah membaik. Mari kita langsungkan saja ijab qabul nya segera."
Dengan gema syahadat kedua mempelai, di saksikan tokoh-tokoh desa Ghendingan, ijab qabul keduanya di lancarkan, tanpa ada halangan.
_______
"Katanya kamu pingsan ya, ji? Sebenarnya kamu liat sesuatu pas kita ronda tempo hari itu. Semenjak itu, kamu nggak pernah ronda lagi," ucap Dani sambil menyusun kayu bakar, apinya besar membuat kayu lebih cepat terbakar. Ada beberapa singkong yang di bawa oleh Wandi, siap di panggang di bara api yang sudah jadi.
Malam ini, Aji, Dani dan Wandi kembali berkumpul setelah hampir mendekati dua bulan Aji tidak pernah datang ronda malam lagi. Untungnya Dani dan Wandi selalu di temani Pak RT Suroyo, agar selalu aktif ronda menurut jadwal yang sudah di bagikan.
"Mungkin, trauma berat ya. Sampai-sampai enggak' berani keluar." Pak RT Suroyo menimpali sambil membolak-balik singkong, yang tak kunjung masak.
"Pak RT, lebih baik ini di majan dulu kuenya," Wandi menyuguhkan beberapa potong kue bolu dan gorengan bakwan yang sedikit agak lembek karena sudah dingin.
"Dari mana, Wan?"
"Ini dari Bu Ningsih, selamatan pernikahan. Istriku tadi bantu-bantu disana."
"Iya ya, Pak, kok bisa mendadak begitu ya? Setahuku, den Angga itu kerja ke kota dan jarang di rumah. Maksudnya, jarang kelihatan berinteraksi sama si Marni itu. Lah kok, tiba-tiba denger kabar kawin," seloroh Dani dengan penasaran.
Aji yang menguping diantara mereka pun kaget, tetapi hanya bisa terdiam, dia yakin percaya atau tidak, yang menyambut kepulangannya saat malam itu adalah Marni dengan suara yang menyeramkan, makanya dia kaget dan langsung jatuh pingsan.
"Apa jangan-jangan dia wanita jadi-jadian. Hih, demit. Menyesal aku telah mengintip dia saat berganti baju," batin Aji.
Bersambung ...
Wah, Aji? 🙄
Bab 10AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA__________🖤_________Aji mendengarkan diantara mereka pun kaget, tetapi hanya bisa terdiam. Dia yakin, percaya atau tidak, yang menyambut kepulangannya saat malam itu adalah Marni, dengan suara yang menyeramkan. Makanya dia kaget dan langsung jatuh pingsan. "Apa jangan-jangan dia wanita jadi-jadian. Hih, demit. Menyesal aku telah mengintip dia saat berganti baju," batin Aji."Katanya sih, mereka tidak pacaran. Tapi Den Angga memang jauh hari ingin melamar Marni, dan baru terlaksana sekarang." Pak RT Suroyo menjelaskan. Singkong di tangannya terasa panas hingga membuat ucapannya sedikit gagap.Semua terlihat manggut-manggut, tapi fikiran mereka berbeda-beda. "Sayang, ya. Coba kawin saja sama aku," ucap Dani cengengesan. "Lha, istrimu? Apa mau, di poligami?" timpal Pak RT Suroyo tertawa."Gayamu, Dan. Giliran sudah berhadapan sama istrinya langsung, melempem, kayak kerupuk kesiram kuah." Wandi membalas dengan gelak tawa, menambah suasana pos ron
Bab 11AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA________🖤_______"Ji, apa itu?" Keduanya beringsut mundur, rerimbunan itu begerak-gerak seperti ada sesuatu di dalamnya.Wusshh ...Angin sedikit lebih kencang, membuat keadaan jadi lebih mencekam dirasakan keduanya. Begitu serius, merasakan takut tidak karuan, Aji melangkah maju dan memastikan meraba dengan ranting kayu yang panjang. Ternyata, "Meong!!!" Seekor kucing berbulu hiris, bejalan santai bak model fasion week Citayam.Keduanya menghela nafas lega, setelah keringat membanjiri wajahnya, paniknya melebihi bertemu mantan, ternyata kena prank seekor kucing."Tak kira apaan tadi, s i a l a n!" gerutu Wandi.Mereka lalu duduk di bangku dekat sungai, terlihat pemandangan air yang mengalir tenang. Sayangnya malam ini sinar bulan tak begitu terang, cukup mengurangi keindahan sungai yang berukuran besar ini. Jika gelap seperti ini, suasana curam, mirip di kuburan. Bahkan suara airnya, seperti memberi kesan mistis."Makanya, Wan. Jangan berhalusin
Bab 12________🖤_______"Mas!!!" teriak Marni histeris sambil melepas pelukan lelaki itu."Dek Marni, tolong!!! Akhhh ... "Wandi terseret ke dalam air, di lihatnya samar kain merah membelit dikaki, perlahan naik ke tubuhnya dengan cepat.Wandi meronta sekuat tenaga, disela itu dia melihat sosok Marni berubah menjadi pucat bagai m a y a t, lemas tak berdaya dengan mata tertutup."Apa dia juga m a t i tenggelam?" batinnya. Ingin berusaha menolong, tapi tubuhnya kini terkunci, kain itu melilit sampai ke kepala menutup semua bagian tubuh Wandi tanpa ampun, membuat wandi merasakan sesak.Di balik usaha Wandi, Marni tertawa puas. Suaranya nyaring, tapi menyedihkan. Wandi menyadari itu, ternyata Marni bukanlah Marni. Dia jelmaan demit, seperti yang di katakan Aji. Dalam hati dia menyesal telah tepancing pada nafsunya, yang berakibat fatal."Nikmati, nikmati kematian mu, Wandi. Aku paling benci lelaki hidung belang sepertimu." Di c e k i k nya Wandi dalam keadaan meronta di dalam air. Teta
Bab 13AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA___________🖤__________"Innalilahi wa innailaihi rojiun, Wandi tenggelam?" ucap Angga ikut prihatin, tak menyangka dengan usia seseorang yang tiba-tiba di jemput, tak pandang usia dan waktu. Padahal belum lama ini, almarhum sempat menyapa dirinya, yang akan berangkat kerja. Kadang juga bertemu, saat sholat subuh di masjid."Betul, Mas. Dia tenggelam, tapi ... " Pak RT tengah tak enak hati meneruskan perkataannya, beberapa kali membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman."Tapi, kenapa Pak?" Dilihatnya Pak RT, dengan gelagatnya menghawatirkan. Sedari tadi terlihat tak nyaman, sepertinya dia merasa tidak enak untuk berkata jujur. "Lantas masalah apa, sampai membuat dia gelisah?" batin Angga."Kenapa, Pak?" tanya Angga lagi."Dia ... Dia ditenggelamkan oleh Marni," ucap Pak RT, ragu-ragu."Apa?!!" Angga begitu terkejut. Ya, setelah melihat reaksi di sekelilingnya, hanya dirinya yang terkejut. Yang lain mungkin sudah tahu masalahnya apa, te
Bab 13 ___________🖤__________ "Innalilahi wa innailaihi rojiun, Wandi tenggelam?" ucap Angga ikut prihatin, tak menyangka dengan usia seseorang yang tiba-tiba di jemput, tak pandang usia dan waktu. Padahal belum lama ini, almarhum sempat menyapa dirinya, yang akan berangkat kerja. Kadang juga bertemu, saat sholat subuh di masjid. "Betul, Mas. Dia tenggelam, tapi ... " Pak RT tengah tak enak hati meneruskan perkataannya, beberapa kali membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman. "Tapi, kenapa Pak?" Dilihatnya Pak RT, dengan gelagatnya menghawatirkan. Sedari tadi terlihat tak nyaman, sepertinya dia merasa tidak enak untuk berkata jujur. "Lantas masalah apa, sampai membuat dia gelisah?" batin Angga. "Kenapa, Pak?" tanya Angga lagi. "Dia ... Dia ditenggelamkan oleh Marni," ucap Pak RT, ragu-ragu. "Apa?!!" Angga begitu terkejut. Ya, setelah melihat reaksi di sekelilingnya, hanya dirinya yang terkejut. Yang lain mungkin sudah tahu masalahnya apa, termasuk Ningsih. Angga
Bab 13___________🖤__________"Innalilahi wa innailaihi rojiun, Wandi tenggelam?" ucap Angga ikut prihatin, tak menyangka dengan usia seseorang yang tiba-tiba di jemput, tak pandang usia dan waktu. Padahal belum lama ini, almarhum sempat menyapa dirinya, yang akan berangkat kerja. Kadang juga bertemu, saat sholat subuh di masjid."Betul, Mas. Dia tenggelam, tapi ... " Pak RT tengah tak enak hati meneruskan perkataannya, beberapa kali membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman."Tapi, kenapa Pak?" Dilihatnya Pak RT, dengan gelagatnya menghawatirkan. Sedari tadi terlihat tak nyaman, sepertinya dia merasa tidak enak untuk berkata jujur. "Lantas masalah apa, sampai membuat dia gelisah?" batin Angga."Kenapa, Pak?" tanya Angga lagi."Dia ... Dia ditenggelamkan oleh Marni," ucap Pak RT, ragu-ragu."Apa?!!" Angga begitu terkejut. Ya, setelah melihat reaksi di sekelilingnya, hanya dirinya yang terkejut. Yang lain mungkin sudah tahu masalahnya apa, termasuk Ningsih. Angga menoleh
Bab 14AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA"Ayo b a k a r saja!!! Dia juga yang menyebabkan Pak Radhi kehilangan nyawa," ucap seseorang yang mengompori keadaan menjadi lebih parah. Dia, ternyata dukun di wilayah ini. Dia juga yang mengobati Aji ketika sakit, setelah di ganggu arwah Nyai Asih. Dia Mbah Manto, di sebut orang tetua, semenjak dirinya tenar menjadi ahli pengusir roh tak kasat mata, bertahun-tahun lalu. Mungkin usianya saat ini sama dengan buyut Marni yang sudah meninggal, hanya saja dia lebih beruntung, masih di beri kekuatan di usianya yang sekarang.Mendengar penuturan itu, Angga begitu terkejut. Bagaimana tidak, rumor itu yang hanya sekedar gosip malah terdengar lagi ditelinganya. Jika benar, lalu siapa saksinya? Dia begitu sangat ingin tahu, jangan hanya sembarangan menuduh. Dan jika benar lagi, maka dia yakin, Marni tengah dirasuki arwah penasaran itu."Ayo, tunggu apa lagi!!! Sebelum dia berubah menjadi s e t a n dan memangsa korban lainnya." Mbah Manto menyungging senyu
Bab 15____________🖤__________***"Mas, aku nggak terima! Kenapa tubuhku penuh dengan luka bakar?! Apa yang terjadi Mas?" amuk Marni pada Angga.Dipegangnya wajah, kepala, hingga tangan dan kakinya yang penuh perban. Rasanya pun perih juga panas, terasa gerah ingin membuka semuanya. Perlahan, dengan isak tangis dia mencoba membuka selotip yang merekatkan diperban tersebut."Aaa ... !!! Sakit Mas!!!" pekik Marni saat membuka perban di kakinya."Sabar Dek, ini ujian buat kita. Aku janji, akan temani kamu sampai sembuh." Angga berusaha memegang tangan istrinya yang terus memberontak."Aku, akan balas dendam, Mas." Wussh!!!Angin kencang seperti menerpa keseluruh ruangan. Seolah pertanda buruk kian menanti, mendengar penuturan Marni yang sangat buruk didengar."Istighfar, kamu Dek!!!" Telunjuk itu, berhasil membuat Marni tercegang. Angga bahkan hampir saja kelepasan menampar Marni."Jaga ucapanmu, Dek. Jika masih mau, aku lindungi!!!" tegas Angga. "Lagian siapa yang menyuruhmu seperti