Rumah Tengah Hutan

Rumah Tengah Hutan

last updateLast Updated : 2022-07-20
By:  Azka Taslimi Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
8.9
7 ratings. 7 reviews
64Chapters
8.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Jika kalian mengira bahwa dimensi ruang itu hanya satu, maka adalah sebuah kesalahan besar. Dimensi tidak terkira jumlahnya, hanya saja kita tidak atau belum mengenalnya. Tahukah kalian bahwa bangsa Jin itu bisa hidup bahkan sampai dua ribu tahun? Tahukah kalian bahwa satu hari pada hari manusia, itu sama dengan satu tahun dalam waktu Jin? Atau, tahukah kalian bahwa di bawah tanah sana ada sebuah bangsa yang telah membodohi manusia bahwa yang membuat gempa adalah pergerakan lempeng? Merekalah yang menjadikan gempa bumi, dan novel ini akan menguak tabir misteri tersebut.

View More

Chapter 1

Rumah Tengah Hutan

Jika kalian mengira bahwa dimensi ruang itu hanya satu, maka adalah sebuah kesalahan besar. Dimensi tidak terkira jumlahnya, hanya saja kita tidak atau belum mengenalnya. Tahukah kalian bahwa bangsa Jin itu bisa hidup bahkan sampai dua ribu tahun? Tahukah kalian bahwa satu hari pada hari manusia, itu sama dengan satu tahun dalam waktu Jin? Atau, tahukah kalian bahwa di bawah tanah sana ada sebuah bangsa yang telah membodohi manusia bahwa yang membuat gempa adalah pergerakan lempeng? Merekalah yang menjadikan gempa bumi, dan novel ini akan menguak tabir misteri tersebut.

***

“Apakah semua sudah siap?” tanya Misa selaku ketua rombongan kecil itu.

Mereka berkumpul dan berangkat dari rumah Misa, pukul setengah tujuh malam. Mereka menuju sebuah desa yang telah ditetapkan oleh dosen pembimbing. Dika, akan menjadi sopir mobil pribadi ayahnya yang mereka pinjam.

Rombongan itu berjumlah empat mahasiswa. Misa, Dika, Aurel, dan Jimat. Sebenarnya nama Jimat bukanlah nama asli, aslinya Rahmat. Namun karena rambutnya panjang, dan dia suka hal-hal gaib, maka teman-temannya memanggil dia dengan sebutan Jimat, hampir mirip dengan nama aslinya.

“Semua sudah siap!” teriak Dika dari belakang mobil, dia telah selesai menaikkan semua kebutuhan yang akan dibawa.

Brak...

Dika menutup keras pintu belakang mobil, semua kebutuhan telah dimasukkan.

“Ibu, aku berangkat dahulu!” pamit Misa kepada ibunya.

“Aku juga berangkat dulu, Tante!” ujar Aurel menyalami ibunya Misa.

“Oke, aku juga!” Jimat menyusul.

Dika telah duduk di balik kemudi, dia akan menjadi sopir selama semalaman penuh. Beberapa saat kemudian mesin mobil terdengar berteriak nyaring, mobil itu setengah tua namun terawat.

Berangkat dari Jogja menuju Ngawi setidaknya membutuhkan waktu sekitar tiga jam, itu pun jika perjalanan benar-benar lancar.

“Semoga selamat sampai tujuan!” ujar Misa dari kursi depan, ia duduk di samping Dika yang mengemudi.

“Amin!” Aurel menyahuti.

“Amin!” Jimat bersuara.

“Tidak terasa sebentar lagi kita akan wisuda. Tidak terasa empat tahun panjang menjadi mahasiswa.” Dika mengemudikan mobilnya dengan santai, 80km per jam.

“Iya, tidak terasa juga kita semakin tua!” sahut Misa.

Pukul setengah sepuluh mereka sampai di perbatasan Ngawi, beberapa ratus meter di depan sana mereka akan memasuki wilayah Ngawi. Jalanan gelap, sebentar lagi hujan akan turun, lidah api menyambar-nyambar di atas sana, gemuruh meledak-ledak.

“Buka g****e map, Misa!” perintah Dika kepada Misa.

“Siap!” sahut Misa, dia cekatan mengetikkan alamat tujuan yang diberikan oleh dosen pembimbing.

“Nah, pertigaan depan itu belok kanan!” ujar Misa memberikan aba-aba kepada Dika.

“Jangan sampai salah baca map, Misa!” Jimat dari belakang memperingatkan. “Nanti masuk sungai lagi!” Dia cengengesan. Yang lain tidak berniat untuk bercanda, lelah juga mengantuk.

“Belok kiri!” Misa sedikit mengantuk.

Lima belas menit pertama menggunakan map biasa-biasa saja. Namun beberapa menit kemudian hal aneh mulai terjadi. Lihatlah! Di depan sana ada sebuah gapura bertuliskan “Pemakaman Umum Desa Srikandi!”.

“Hai, Misa! Kenapa kita malah menuju makam?” Dika bertanya geram.

Jimat dan Aurel membelalakkan mata, kepalanya sedikit mendongak ke depan.

“Aku juga tidak tahu, aku hanya mengikuti map ini!” Misa beralasan menunjukkan mapnya.

“Coba kamu cek lagi!” ujar Dika.

Tapi tiba-tiba...

“Aaaa...” Misa berteriak. Sontak Dika menyalakan lampu dalam mobil.

“Kamu kenapa, Misa?” tanya Dika kebingungan.

“Kenapa?” Jimat mengangkat kepala lebih maju.

“Itu, walpaper aku berganti gambar pocong sendiri!” Misa menunjuk handphonenya yang terjatuh.

Dika tidak percaya, dia mengambil handphone Misa dan menyalakannya.

“Hahahha, kamu malah bercanda, Misa!” Dika tertawa keras. “Ini, mah, gambar Jimat lagi makan! Hahaha” Dika tertawa lagi.

Misa tidak percaya, ia menarik handphone itu dari tangan Dika, menyalakannya dan benar, itu adalah gambar Jimat sedang makan, mulutnya penuh dengan makanan.

“Benar, aku tidak bohong, jelas-jelas itu tadi gambar pocong!” ujar Misa masih tidak percaya dengan poto Jimat.

“Heh, itu tadi gambar Jimat.” Sekali lagi Dika meyakinkan.

“Tega amat kamu, Mis!” Jimat cemberut sebab Misa menyamakan dirinya dengan pocong.

“Ha... ha... hantu...” Tiba-tiba Aurel dari kursi belakang berteriak.

“Mana hantunya?” tanya Jimat antusias, dia tidak lagi cemberut.

Aurel tidak berani membuka mata, ia membenamkan matanya pada pangkuan. “Di sana!” Aurel menunjuk makam dengan tangan kanannya.

“Hahaha,” kali ini Jimat yang tertawa, “itu hansip lagi ronda, Rel!” katanya.

“Bukan, itu hantu!” Aurel tetap tidak berani membuka mata.

“Aurel, itu benar hansip lagi ronda!” ujar Dika dari depan. Misa menahan tawanya.

Barulah beberapa saat kemudian Aurel berani membuka mata, dan dia melihat bahwa itu adalah hansip makam, wajahnya seram.

“Apakah sudah menemukan jalan yang benar, Misa?” tanya Dika.

“Jangan sampai salah lagi!” Jimat mengingatkan.

“Iya, iya. Namanya juga manusia,” gerutu Misa tidak merasa bersalah.

Mobil memutar balik, Dika sedikit kesal dengan Misa.

Dalam perjalanan otak Misa sedikit ngeblank. Dia masih membenarkan apa yang dia lihat, bahwa walpaper handphonenya benar-benar gambar pocong, bukan Jimat. Lagi pula siapa yang mengganti walpaper yang sebelumnya gambar bunga menjadi gambar Jimat? Aneh, batin Misa.

“Mungkin hp mu sudah minta adik, Mis!” Dika memberikan kemungkinan terbaik.

“Belum, lah. Baru saja dua bulan lalu aku ganti hp ini,” Misa mengelak.

“Hp China, tuh!” Jimat berkomentar.

“Memangnya hp kamu apa?” tanya Misa sinis.

“Bercanda kali, Mis. Hp ku Asus, buatan Korea!” sahut Jimat.

“HA? Memangnya ada Asus buatan Korea?” Aurel angkat bicara.

“Sudah, sudah. Gitu saja jadi masalah!” Dika menyuruh mereka berhenti.

Jalanan gelap. Di depan sana tampak sebuah pertigaan yang di tengah-tengahnya ada ban besar. “Belok kanan,” Misa memberikan aba-aba.

“Yang benar?” tanya Dika menyelidik.

“Benar,” sahut Misa datar.

Pukul sepuluh malam, keadaan gelap dan sepi. Bahkan saat ini hujan, kaca mobil tertutup rapat.

“Nah, alamat ini menunjukkan rumah di depan itu,” seru Misa ketika melihat sebuah rumah di depan sana, samar-samar beradu dengan derasnya hujan, pandangan kabur.

“Kita akan menginap di rumah tua itu?” tanya Aurel tidak enak.

“Tidak apa-apa, yang penting sebentar lagi kita menjadi sarjana!” ujar Dika. Dia selalu teropsesi dengan hal-hal besar.

“Untunglah dari pada menginap di pemakaman,” ujar Jimat, matanya melirik Misa.

“Ih, kamu nyebelin banget, deh, Jim!” Misa menggerutu.

“Lagian kamu...” Suara Jimat terputus, dari depan sana tampak seseorang berjalan mendekati mobil, tidak menggunakan payung, rambutnya panjang, putih.

“Siapa dia?” tanya Misa entah kepada siapa.

“Kalau aku tahu pasti aku akan menjawab,” sahut Jimat, dia benar-benar menyebalkan malam ini.

Orang tua itu mendekat, dia berjalan dengan tongkat sebagai penopang, jalannya membungkuk. Orang tua itu semakin mendekat.

Tok... tok... tok...

Kaca mobil diketuk tiga kali dari luar. Dika ragu antara membukanya atau tidak. Jika dia membuka kaca, maka akan dipastikan jika air hujan akan masuk ke dalam mobil meski tidak banyak. Namun jika ia tidak membukanya, maka akan tidak sopan dengan orang tua itu.

“Buka aja, Dik!” Misa menyuruh.

Dika akhirnya membuka kaca mobil, hanya setengah.

“Haa..” Tiba-tiba Dika berteriak.

“Ada apa, Dik?” tanya Misa bingung.

“Tidak apa-apa, aku hanya kaget,” sahut Dika, lalu dia kembali menghadap orang di luar mobil. “Ada apa, Pak?” Dika memberanikan diri bertanya.

“Kalian sudah ditunggu di dalam rumah itu!” kata suara dari luar, suaranya serak. Ketika berkata ia memasukkan sebagian kepalanya ke dalam mobil, membuat Dika sedikit menarik kepalanya.

“Terima kasih,” ujar Dika demi sopan santun.

Tanpa menunggu lama orang tua itu segera pergi. Dika menatapnya dari spion mobil. Aneh, orang itu tiba-tiba saja menghilang, tanpa jejak.

“Tadi kamu kenapa, Dik?” tanya Misa lagi.

“Enggak, gak papa. Tadi aku kaget saja, mata orang itu hanya satu!” ujar Dika.

Tiga teman Dika tidak percaya. Aurel berkata, “Tidak, aku melihat matanya dua.”

“Iya, aku juga melihatnya dua,” sahut Misa. “Kalau kamu, Jim?” tanya Misa pada Jimat, ia menoleh ke belakang.

“Dua,” jawab Jimat singkat.

“Berarti aku yang salah lihat!” Dika mengalah, namun dalam hati ia tetap yakin bahwa mata orang tua bungkuk itu hanya satu, satunya lagi kosong.

Dika menginjak gas mobil, memasukkan mobil pada halaman rumah yang luas itu. Tampak dari dalam sinar kemerahan, dan itu adalah lampu minyak tanah. Desa itu belum ada listrik, masih menggunakan minyak tanah sebagai penerang malam.

“Ayo kita turun!” ajak Dika setelah mobil diparkirnya di bawah pohon beringin di tengah-tengah halaman. Tidak ada tempat parkir yang lebih baik dari itu. Mereka berlarian menuju teras rumah, menutupkan tas kecil pada kepala agar terhindar dari hujan. Air hujan muncrat-muncrat ketika mereka menginjaknya.

Di balik pintu mengintiplah seorang perempuan tua, mengawasi dengan mata waspada dan tidak suka.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Amira Banjar
ceritanya malah campur' g karuan..
2024-11-01 00:55:32
0
user avatar
Zain losta masta
openingnya bikin gua tertarik.. cek juga novel saya ya kak, mohon pendapat dan sarannya dari kakak....
2022-12-25 08:45:10
1
user avatar
Zhu Phi
Rumah Kosong di Dusun Angker sudah update lagi ya. Kali ini sampai tamat. Ikuti terus perjalanan Clara.
2022-12-05 00:14:11
1
user avatar
Rizky Amalia Sahara
Cerita tentang keempat mahasiswa nya masih gantung.. sudah selesai atau masih bersambung ya.. malah ganti beda cerita..
2022-10-01 12:08:14
1
user avatar
Hendro Nugroho Widianto
lanjutkan thor. cerita nya bagus thor. semangat untuk lanjut ya thor
2022-03-25 15:32:05
3
user avatar
Snack Video
Semoga banyak yang suka cerita kali ini. Amien..
2022-03-07 10:56:23
1
user avatar
Azkia Muhamad Shrine
membuat negara didalam negara.
2022-12-11 10:11:46
0
64 Chapters
Rumah Tengah Hutan
Jika kalian mengira bahwa dimensi ruang itu hanya satu, maka adalah sebuah kesalahan besar. Dimensi tidak terkira jumlahnya, hanya saja kita tidak atau belum mengenalnya. Tahukah kalian bahwa bangsa Jin itu bisa hidup bahkan sampai dua ribu tahun? Tahukah kalian bahwa satu hari pada hari manusia, itu sama dengan satu tahun dalam waktu Jin? Atau, tahukah kalian bahwa di bawah tanah sana ada sebuah bangsa yang telah membodohi manusia bahwa yang membuat gempa adalah pergerakan lempeng? Merekalah yang menjadikan gempa bumi, dan novel ini akan menguak tabir misteri tersebut.***“Apakah semua sudah siap?” tanya Misa selaku ketua rombongan kecil itu.Mereka berkumpul dan berangkat dari rumah Misa, pukul setengah tujuh malam. Mereka menuju sebuah desa yang telah ditetapkan oleh dosen pembimbing. Dika, akan menjadi sopir mobil pribadi ayahnya yang mereka pinjam.Rombongan itu berjumlah empat mahasiswa. Misa, Dika, Aurel, dan Jimat. Sebenarnya nama Jim
last updateLast Updated : 2022-02-11
Read more
Malam Penuh Misteri
“Jadi, apakah kami boleh menginap di sini, Kek?” tanya Dika pada seseorang yang rambutnya memutih, dia selalu tersenyum ramah kepada siapa saja.“Silakan, kami selalu terbuka untuk para pendatang, khususnya yang akan membawa kebaikan pada desa kami,” kata kakek dengan nada tuanya, suara serak, di jari-jari tangan kanannya terselip rokok lintingan panjang, asap tebal mengepul ketika ia mengeluarkannya.“Terima kasih,” kata Aurel ikut bahagia.Meskipun sederhana, sepi, dan sepertinya angker, tapi rumah itu telah menyambut mereka dengan ramah. Kecuali sang nenek yang sedari tadi belum mengeluarkan senyumnya, ia berkata datar tanpa senyum. “Itu ada dua kamar kosong, kalian bisa menggunakannya!”Jimat tidak sengaja menyahut, “Satu kamar untuk dua orang?”Buru-buru Misa menyumpal mulut Jimat, “Terima kasih, semoga kami betah,” Misa berkata.“Jika kalian tidak betah bisa
last updateLast Updated : 2022-02-12
Read more
Rana Anak Nakal
“Hai, kenapa malam-malam malah bikin orang kaget, sih?” gerutu Misa yang mengintip dari lubang pintu dan mendapati Dika di sana.Dika membuka paksa pintu kamar, dia terlihat buru-buru. Pintu kamar itu memang tidak dikunci, memang tidak ada kuncinya. Jadi, mudah saja bagi Dika untuk masuk.“Aku boleh tidur di sini, gak?” tanya Dika ketakutan.“Eh, kamarmu sendiri kenapa?” tanya Misa penasaran.“Aku takut. Aku tadi melihat hantu di jendala kamar, aku takut,” jawab Dika segera mendudukkan diri di atas dipan, di samping Aurel.  Misa dan Aurel tidak bisa mengelak bahwa Dika melihat hantu, pasalnya mereka berdua juga sudah merasakan hal yang demikian beberapa saat lalu. Syukurlah, ternyata hantu yang dilihat Aurel hanya orang-orangan sawah dan hansip yang tengah berjaga.“Boleh, tapi di bawah,” ujar Misa. “Lalu bagaimana dengan Jimat?” tanya Misa.“Dia baik-
last updateLast Updated : 2022-02-14
Read more
Kucing Hitam
“Gorengannya berapaan, Bu?” tanya Misa pada ibu-ibu penjaga warung.“Seribuan!” jawab ibu tanpa memandang Misa, tangannya lamban menyiapkan kopi entah untuk siapa.“Wow, murah sekali, Mis,” ujar Aurel.“Menurutku sama saja,” sahut Misa sembari memasukkan beberapa gorengan ke dalam plastik putih. Sepagi ini gorengan sudah siap, dan masih hangat.“Sudah, bu, jadinya berapa?” tanya Misa.Ibu tidak mendengar, lalu Aurel mengulanginya lagi, “Berapa totalnya, Bu?” Dengan nada yang lebih keras. Sama saja, ibu penjaga warung itu tidak mendengar panggilan Aurel.Anehnya, ibu itu malah nyelonong pergi ke dapur, tanpa melihat Misa atau pun Aurel, mereka berdua kebingungan sendiri. “Hai, Bu!” Auerel setengah berteriak kembali memanggil.“Hus, sudah, Rel. Mungkin dia ke kamar mandi sebentar,” ujar Misa.Akhirnya mereka menunggu sembari duduk-dudu
last updateLast Updated : 2022-02-18
Read more
Ketukan Dari Jendela
Pukul satu siang akhirnya mereka sampai di rumah kakek tua. Mereka disambut dengan hidangan sederhana dan nenek marah-marah. “Dari mana saja kalian lama sekali?” “Maaf, Nek, kami dari pasar dan tadi di tengah hutan mobil kami bannya nancap di tanah.” Dika menjelaskan. “Sekarang kalian makanlah apa adanya!” perintah kakek dengan perhatian penuh. “Baik, Kek!” Jimat menyambut paling semangat. Misa bersungut-sungut melihat tingkah Jimat, masih tersisa marah di dalam hatinya. “Sudah, Mis. Marahnya dilanjut nanti saja, sekarang makan dulu,” bujuk Aurel dengan suara lirih, hampir berbisik di telinga kanannya. “Iya.” Mereka makan siang bersama, nenek dan kakek pergi ke belakang. Sebenarnya perut mereka belum terlalu lapar kembali. Hanya saja karena tadi di dalam hutan hampir satu jam, maka mereka merasakan sebuah kegabutan yang luar biasa. “Ini baru masakan organik.” Jimat berkomentar dengan mulut penuh makanan. Mereka makan de
last updateLast Updated : 2022-02-19
Read more
Memulai Misi dan Sebuah Firasat
“Jangan! Jangan bunuh aku! Jangan bunuh aku!” teriak Jimat dari balik selimut.Tubuhnya basah dengan keringat dingin, lehernya dicekik oleh tangan dingin dari belakang. Selimut telah hilang jatuh ke bawah, angin bertiup kencang membuka jendela kayu. Jimat berharap teman-temannya akan segera datang membantunya. Namun tangan dingin itu sekarang mengeratkan cekikan pada lehernya, sehingga dia tidak bisa berteriak sama sekali. Napasnya tidak beraturan, hidungnya disumpal oleh beberapa jari dari belakang. Tangan dingin semakin mengeratkan cekikan, Jimat mati-matian mempertahankan hidup dan berusaha bernapas.“Jangan, jangan bunuh aku! Aku mohon!” Jimat mengeluarkan suara seraknya, hampir tidak ada yang mendengar.Tiba-tiba pintu dibuka dari luar, Misa datang membawa lampu putih ditangannya.“Pergi kau! Ini bukan waktunya untuk bermain-main!” ujar Misa. Sekejap, angin berhenti, terdengar suara hujan yang damai, jendela menutu
last updateLast Updated : 2022-02-22
Read more
Hantu Dalam Cermin Dan Ngasinan
“Aku harap kita bisa memulai misi ini dengan kekompakan, agar cepat selesai dan mendapatkan hasil sesuai dengan harapan!” ujar Misa kepada teman-temannya di halaman rumah.Mereka membawa masing-masing tas punggung berisi segala peralatan dan kebutuhan. Pertama yang akan mereka lakukan adalah meninjau tempat peribadatan warga. Tidak bisa dipungkiri bahwa agama adalah hal pokok yang menandai peradaban suatu bangsa, termasuk juga kepercayaan. Namun sejak pertama kali menginjakkan kaki di desa tersebut, mereka tidak melihat tempat ibadah sama sekali. Tidak ada masjid, tidak ada gereja, tidak ada tempat ibadah lain. Apakah desa itu tidak mengenal agama?“Iya, benar apa yang kamu katakan, Mis!” sahut Aurel. “Kita adalah sebuah tim yang harus menjaga kekompakan,” lanjutnya.Rencananya mereka akan mendatangi ketua RT untuk mencari keterangan singkat darinya. Misa memimpin perjalanan. Mereka sudah menanyakan rumah pak RT dari kakek, da
last updateLast Updated : 2022-02-25
Read more
Bau Bangkai
Keringat dingin mengucur dari pelipis Dika. Wajahnya pucat, kakinya masih merasakan sentuhan hantu yang dimaksudkannya.“Ada apa, Dik?” tanya Misa pelan, ia mendekati Dika yang berada di kursi seberang meja.“Hantu!” Dika menunjuk bawah meja dengan kedipan matanya.“Mana?” tanya Misa belum mengerti dengan isyarat Dika.“Di bawah meja,” sahut Dika cepat.Misa menurunkan pandangan, hampir saja dia memukul Dika karena tingkahnya.“Itu kucing, bagaimana, sih?” Misa sedikit geram dan marah.“Ha? Kucing? Jelas-jelas itu hantu!” Dika mengelak.Misa memaksa Dika menurunkan pandangannya dan melihat bawah meja. “Hantu...” terika Dika lagi setelah melihat bawah meja.“Astaghfirullah...” Misa berucap dan geleng-geleng kepala. Pak RT tertawa pelan melihat tingkah Dika.Benar, Dika memang melihat hantu di bawah meja itu, hantu yang t
last updateLast Updated : 2022-02-26
Read more
Jaga Diri Baik-Baik!
“Kenapa, sih, Dik?” tanya Aurel sepulangnya mereka dari rumah pak RT. Mereka berdua duduk-duduk santai di teras rumah, semilir angin menemani pada teriknya matahari.“Entahlah, Rel. Aku pikir aku baik-baik saja, tidak ada yang salah denganku. Tapi entah kenapa, orang-orang sepertinya menganggapku tidak waras.” Mata Dika memandang langit di kejauhan, sinar matahari lamat-lamat menerobos sela dedaunan.“Aku tidak menyalahkanmu, Dik. Tapi, aku juga tidak bisa membenarkanmu. Aku rasa kamu terlalu terbawa suasana tadi malam.” Aurel berusaha mengingatkan Dika dengan cara halus.“Terima kasih. Semoga kita baik-baik saja.” Harapan Dika.Mereka makan siang, memakan masakan yang disajikan oleh nenek. Ternyata nenek tidak seburuk yang dia bayangkan, dia baik hati, hanya saja sedikit cuek dengan keadaan yang terjadi. Rasa cueknya lebih mengarah pada rasa takut, bukan sebuah benci.Dika teringat kata-kata nenek ke
last updateLast Updated : 2022-03-01
Read more
Kuburan China
“Misa, kamu tidak apa-apa?” Aurel cepat membantu Misa.Misa tidak bisa berkata apa-apa, dia masih shok. Sebuah dahan pohon jati patah dan jatuh begitu saja. Dia benar-benar kaget dan tidak akan menyangka. Untunglah beberapa saat sebelum pohon jatuh nenek datang. Entah dari mana atau akan ke mana dia, datangnya benar-benar dalam waktu yang tepat. Nenek mendorong tubuh Misa sehingga terhindar dari runtuhan dahan jati.“Kenapa kalian ke sini?” tanya nenek dengan suara tuanya, serak-serak basah namun cukup jelas.Jimat menjawab, “Kami tengah melakukan penelitian, Nek!”Nenek geleng-geleng kepala. “Begitu pentingkah ijasah bagi kalian sehingga mempertaruhkan nyawa?” Nenek tidak menduga.Misa menjawab, “Semua ini adalah tugas, Nek!”Setelah itu nenek pergi begitu saja meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan terjawab. Dika sekarang mengerti maksud bisikan yang berkata kepada dir
last updateLast Updated : 2022-03-01
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status