__________🖤__________
Suara serak sedikit terdengar begitu dekat. Membuat bulu kuduk meremang. Hawa panas terasa menjalar ke seluruh tubuh.
"Giliramu!"
Angga merasakan itu, namun tak menggubrisnya. Dia memilih untuk segera merapikan kamar ayahnya.
Beberapa orang tampak berbincang tentang k e m a t i a n Pak Radhi. Kejadian aneh pun di sangkut-pautkan karena k e m a t i a n n y a terlalu mendadak.
"Kok bisa ya, Pak Radhi pas sekali meninggal tadi malam, dan kenapa bisa ada di kamar ganti si Marni?" ucap wanita bertubuh gempal itu, sambil mengaduk adonan terigu yang telah di campur sayuran-sayuran.
"Iya, ya. Apa jangan-jangan! Marni ... " Wanita kerempeng dengan bedak tebal ala biduan kondang menimpali dengan serius.
Ningsih paham betul dengan gosip yang mulai merembet membawa nama putrinya. Jelas tidak mungkin jika putrinya penyebab kematian Pak Radhi. Apa untungnya?
"Heh, cangkemmu ojo sembarangan. Wong Marni kui balek Karo aku, kok."
**"Heh, mulutmu itu jangan sembarangan. Marni itu pulang bareng sama aku, kok." Ningsih sedikit tak terima putrinya di gosipkan.
"Enggak usah nyolot juga dong, Bu. Saya kan, cuma berargumen," kilahnya.
"Berargumen, e n d a s m u!!! Nek ngloroni atiku karo anakku, iku dadi fitnah. Nem!"
**"Berargumen, k e p a l a m u!!! Jika itu membuat sakit hati aku dan anakku, nanti jadinya fitnah. Nem!"
Rinem mendelik karena teguran Ningsih. Padahal dia baru saja sekedar menduga-duga.
"Sudah, kami minta maaf, Bu Ningsing, Lagian Marni itu kan pendiem, mana mungkin juga."
"Meminta maaf, tapi ujung-ujungnya mengejek juga," batin Ningsing.
Angga sekilas mendengar keributan itu. Tetapi benar juga, Marni itu lembut, tak mungkin Marni m e m b u n u h ayahnya. Bagaimana caranya? Tidak ada bukti k e k e r a s a n di tubuh Pak Radhi.
"Ibu-ibu, sudahlah jangan di ungkit lagi. Ini sudah takdir bapak saya. Minta do'anya saja, moga husnul khotimah."
"Aamiin ... " jawab mereka bersamaan.
Malamnya setelah acara tahlilan yang pertama selesai. Suasana dirumah-rumah mendadak sepi.
Bapak-bapak yang mendapatkan giliran ronda berkumpul di pos dengan sedikit takut. Pasalnya rumor k e m a t i a n Pak Radhi masih terus di bicarakan para warga.
"Menurutku wajar saja kok, jika Pak Radhi di temukan meninggal, di ruang ganti si Marni itu. Bukannya Pak Radhi itu salah satu pimpinan penyelenggaraan hajat bumi semalam.
Mungkin, dia kesana hanya sekedar mengecek keadaan, tapi ternyata malah keburu ajal menjemput."
Teman-teman Aji nampak manggut-manggut, mendengar penjelasan itu.
"Tapi, istriku menceritakan kejadian yang aneh-aneh, jadi sampe sekarang bulu kudukku merinding. Di tambah lagi rasanya malam ini seperti berbeda," eluh Wandi.
Salah satu diantara mereka tertawa. "Eh, Wandi. Istrimu pasti kebanyakan baca novel gratis di grup f* itu, yakin deh ceritanya enggak' tamat. Jadi istrimu menyimpulkan sendiri ending ceritanya."
"Hm. Rupanya gitu," jawab Aji terkekeh.
Tiba-tiba angin berhembus, menambah kesan mistis malam itu, sunyi sepi. Samar terdengar ghendingan mengalun dan wangi bunga kantil bersemilir.
"Ji, kok, hawanya begini ya?" Wandi celingak-celinguk sambil terus memegangi tengkuk.
"Hawanya dingin, kan?" Dani menambahi.
Blukkh!
Ketiganya kemudian di kejutkan benda jatuh tepat diatas atap pos ronda. Wandi dan Dani sontak meloncat mendekati Aji.
"Itu apa ya, Ji. Bulu kudukku merinding, ini!"
"Ayok kita cek!" ajak Aji pada kedua temannya.
Keduanya beringsut mundur, wangi bunga kantil semakin terasa di indera penciuman. Aji pun turun dan keluar dari pos untuk memastikan. Dia melihat ke atap, tapi tidak ada apapun. Hanya saja, ghendingan itu makin terdengar. Rasanya mustahil jika warga yang memutar lagu itu.
Aji beranjak kembali ke pos ronda, tapi lampu tiba-tiba padam, biasanya jika lampu padam orang-orang ramai bersuara, ini tidak, tetaplah sepi sunyi.
"Ji, kemarilah," ucap Dani.
Aji melihat senter yang menyala. Senter itu milik Dani. Segera Aji mencoba mendekat karena jaraknya memang tidak seberapa. Namun dari sebelah kiri seperti ada bayangan seorang wanita menari. Bulu kuduk meremang, sosok itu terlihat menari, namun Aji enggan menyapa. Dia meyakini itu adalah sebuah halusinasi. Dengan mata utuh tanpa kelopak, mulut menganga membuat b e l a t u n g itu berjatuhan.
"Setaannn ... !" Aji terbirit meninggalkan teman-temannya yang masih di pos ronda.
Sambil berlari, Aji berusaha menghidupkan baterai di gawainya. Jalanan begitu gelap seolah rumah-rumah yang sedari tadi dia lintasi terasa tak berpenghuni.
Baru saja berhasil menggidupkan baterai, Aji tersandung sesuatu, hingga membuatnya terjatuh. Panik, keringat mulai membanjiri keningnya. Hal tak terduga terjadi begitu menguras tenaga, antara percaya dan tidak, tapi nyatanya ini sungguh terjadi.
Aji terduduk, menerangi sesuatu yang telah membuatnya terjatuh.
"Aaa ... aaaa!!!" teriaknya histeris.
Aji begitu panik saat melihat Pak Radhi dengan muka yang sangat m e n y e r a m k a n, terbaring di tengah jalan.
"Astagfirullah, astagfirullah! Pocong ...," pekik Aji.
Rasanya dia lemas dan tak bertenaga, namun ketakutannya membuat dia berusaha tetap lari. Dalam pikirannya masih bertanya-tanya, apakah dia berada di alam lain?
"Astagfirullah, jangan ganggu, mit-demitt!!!" ucap Aji agak tertahan, ketika kaget melihat sosok itu kembali ada di hadapannya.
Gelak tawa itu semakin membuat bulu kuduk berdiri, rasanya merembet merasakan ingin kencing. Namun dalam hati, Aji terus membaca surat sebisanya dan seingatnya. Justru disaat genting seperti ini, dia begitu sulit mengingat surat yang biasanya hafal.
Tiba-tiba sosok itu mendekat.
"Groooakh ... !"
Pandangan Aji seketika gelap. Namun tak lama, samar terdengar suara Dani dan Wandi memanggil.
"Ji, bangun! Kenapa tidur disini?" Dani dan Wandi membopong tubuh Aji masuk ke pos ronda, mereka melihat Aji tiduran di tengah jalan, setelah beberapa menit di panggil tak kunjung datang.
"Ji-Aji?" teriak Wandi.
Terlonjak Aji bagun. Dia meraba tubuhnya yang ternyata masih utuh. Dia melihat sekeliling, ternyata dia beserta teman-temannya masih berada di pos ronda. Suasana masih gelap dan sunyi, pertanda listrik belum menyala.
Gelagapan Aji mengajak Dani dan Wandi pulang. Rumah mereka tidak terlalu jauh, hingga mereka cepat sampai.
Aji segera berjalan menuju rumahnya dan masuk. Namun anehnya di dalam rumahnya begitu terang. Istrinya membukakan pintu dan menutupnya kembali.
"Dek, bukannya mati lampu. Kapan hidupnya?" tanya Aji dengan begitu lemasnya, karena kejadian tadi.
"Mati lampu? Enggak mati lampu kok, Mas. Dari tadi aku aja masih nonton TV."
Degh.
Istri Aji membuka sedikit tirai rumah, menengok keadaan di luar kemudian menutupnya kembali.
"Tuh lihat, Mas! Terang-benderang kok dari tadi. Mas menghalu kali."
Aji cemas, bukannya dari tadi memang mati lampu. Berjalan pulang kerumah saja dia menggunakan baterai. Bagaimana bisa istrinya mengatakan tidak mati lampu.
"Mas, ayo. Lebih baik kita tidur. Hkhrammm ... "
Suara serak itu membuat Aji ingin berteriak.
_________🖤_________
Bersambung...
Bab 6 AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ___________🖤__________"Dek Marni!""Eh, Mas angga. Ada apa?" Senyum ramah tersemat di wajah ayu Marni."Ini, Mas bawakan kue, buat kamu." Sekotak kue rasa pisang keju Angga berikan pada Marni yang tengah mengurusi tanamannya. "Wah, terimakasih Mas pisang kejunya," tebak Marni."Tahu, ini pisang keju?" Angga balik bertanya."Tahu dong Mas, kemarin-kemarin Mas juga kan, yang ngasih ini, titip ke ibu."Angga tersenyum. "Hm, iya. Kalau kamu bosan. Nanti biar Mas carikan yang varian baru.""Enggak' Mas. Justru aku mau bilang, jangan repot-repot belikan kue. Oh iya, aku bekalkan nasi dan lauk, ya Mas. Kebetulan aku sudah masak," ucap Marni antusias. Mata tetap bisa berseri, wajah bisa tersenyum. Tetapi tetaplah, Marni merasakan ada yang menarik dari diri Angga. Hingga terus saja Marni terasa ingin segera m e n c e k i k n y a. Tapi waktu seolah tidak mengizinkan. "Masyaallah, baik sekali kamu dek. Mas selalu merepotkanmu dan ibumu. Banyak-banyak
Bab 7AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ________Pintu di buka paksa oleh Angga. "Aaaaaa ... Marni ... Nduk!!!" Ningsih histeris, seketika ambruk di tempat, saat melihat anaknya merayap diatap rumah dengan mata hitamnya."Astagfirullahal'adzim, lailahaillallah, Marni!!!" Angga berteriak, tanpa ragu dia menghampiri wanita yang dia yakini, bukanlah Marni.Marni perlahan merayap turun. Matanya menatap tajam kearah Angga. Marni begitu yakin akan m e l e n y a p k a n n y a malam ini juga. Tidak peduli, ada Ningsih atau orang lain yang tahu. Dia sudah merasa di permainan oleh raga Marni."Sekarang giliranmu! Bersiaplah untuk m a t i," ucap Marni dengan suara yang begitu aneh di dengar Angga."Bwrruuuh ... !" Cairan hitam, b e r b a u a n y i r itu membasahi sebagian wajah Angga sampai ke bajunya. Angga mengusap kasar. Dia takut, tapi nyawa Marni dalam bahaya. Dua tahu Marni tengah kerasukan. Meski begitu dia mencoba menghadapi Marni."Siapa kamu? Pergilah, tempatmu bukan di sini. Biarkan M
Bab 8AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA___________&"Bismillahirrahmanirrahim. Bu, izinkan aku melamar anakmu-Marni," ucap Angga tanpa ragu sedikitpun, membuat Ningsih tercengang.Akhirnya yang Ningsih harapkan benar terjadi. Memimpikan putrinya di pinang lekaki baik, pintar, dan shaleh. Tetapi, dia ragu setelah mengetahui tabiat asli putrinya. Dia merasa putrinya tak pantas di sandingkan dengan Angga."Nanging, ngopo cah bagus gelem nglamar Marni? Sliramu pun ngerti dewe tho, Marni ki jane ora pantes nyanding kowe."**"T-tapi, kenapa nak baik, ingin melamar Marni? Bukankah kamu tahu sendiri, Marni tidak layak untukmu." Air mata di sudut mata diusap kasar dengan kain jarik yang menutupi kedua kaki Marni."Bu, arwah sing ono neng awak'e Marni kui dendaman. Ora reti dhe'e ora bakal puas yen tujuane pun kelaksono. Iso ae, malah gae loro awak'e Marni.Aku yakin, yen Marni iso di bimbing, lan dhe'e diawasi wae. Mugi selamat."**"Bu, arwah yang ada di tubuh Marni, pendendam. Dia mungkin tidak
Bab 9________🖤__________"Ibu, saiki nerimo kowe. Sesuk, ndang kawinen cepet-cepet."**"Ibu, menerimamu sekarang. Besok, kamu boleh menikahinya." Angga mendengar itu, lega. Namun dia harus bersiap membawa Marni pada Yudha. Tepatnya menyelesaikan urusan antara arwah penasaran itu dengan Yudha.___Pagi di sambut bahagia oleh Ningsih. Setelah semalaman dia begitu ketakutan. Namun sekalipun dia tidak menceritakan perihal itu pada orang sekitar. Hanya saja, para tetamu yang turut diikut sertakan untuk menjadi saksi, merasa sedikit kaget dengan kabar pernikahan mendadak ini.Di dalam kamar, Marni berdandan seadanya dengan kebaya merah yang menyala, sangat kontras dengan kulit putihnya. Pikirannya masih bimbang, masih tak percaya bahwa hari ini dia akan melangsungkan pernikahan, ingin menolak pernikahan itu dengan alasan tidak saling mengenal, tetapi ibunya memaksa. Sempat melawan ibunya, namun ibunya terlihat tidak takut dan hanya menangis dalam diam, membuat hati kecil Marni teriris. D
Bab 10AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA__________🖤_________Aji mendengarkan diantara mereka pun kaget, tetapi hanya bisa terdiam. Dia yakin, percaya atau tidak, yang menyambut kepulangannya saat malam itu adalah Marni, dengan suara yang menyeramkan. Makanya dia kaget dan langsung jatuh pingsan. "Apa jangan-jangan dia wanita jadi-jadian. Hih, demit. Menyesal aku telah mengintip dia saat berganti baju," batin Aji."Katanya sih, mereka tidak pacaran. Tapi Den Angga memang jauh hari ingin melamar Marni, dan baru terlaksana sekarang." Pak RT Suroyo menjelaskan. Singkong di tangannya terasa panas hingga membuat ucapannya sedikit gagap.Semua terlihat manggut-manggut, tapi fikiran mereka berbeda-beda. "Sayang, ya. Coba kawin saja sama aku," ucap Dani cengengesan. "Lha, istrimu? Apa mau, di poligami?" timpal Pak RT Suroyo tertawa."Gayamu, Dan. Giliran sudah berhadapan sama istrinya langsung, melempem, kayak kerupuk kesiram kuah." Wandi membalas dengan gelak tawa, menambah suasana pos ron
Bab 11AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA________🖤_______"Ji, apa itu?" Keduanya beringsut mundur, rerimbunan itu begerak-gerak seperti ada sesuatu di dalamnya.Wusshh ...Angin sedikit lebih kencang, membuat keadaan jadi lebih mencekam dirasakan keduanya. Begitu serius, merasakan takut tidak karuan, Aji melangkah maju dan memastikan meraba dengan ranting kayu yang panjang. Ternyata, "Meong!!!" Seekor kucing berbulu hiris, bejalan santai bak model fasion week Citayam.Keduanya menghela nafas lega, setelah keringat membanjiri wajahnya, paniknya melebihi bertemu mantan, ternyata kena prank seekor kucing."Tak kira apaan tadi, s i a l a n!" gerutu Wandi.Mereka lalu duduk di bangku dekat sungai, terlihat pemandangan air yang mengalir tenang. Sayangnya malam ini sinar bulan tak begitu terang, cukup mengurangi keindahan sungai yang berukuran besar ini. Jika gelap seperti ini, suasana curam, mirip di kuburan. Bahkan suara airnya, seperti memberi kesan mistis."Makanya, Wan. Jangan berhalusin
Bab 12________🖤_______"Mas!!!" teriak Marni histeris sambil melepas pelukan lelaki itu."Dek Marni, tolong!!! Akhhh ... "Wandi terseret ke dalam air, di lihatnya samar kain merah membelit dikaki, perlahan naik ke tubuhnya dengan cepat.Wandi meronta sekuat tenaga, disela itu dia melihat sosok Marni berubah menjadi pucat bagai m a y a t, lemas tak berdaya dengan mata tertutup."Apa dia juga m a t i tenggelam?" batinnya. Ingin berusaha menolong, tapi tubuhnya kini terkunci, kain itu melilit sampai ke kepala menutup semua bagian tubuh Wandi tanpa ampun, membuat wandi merasakan sesak.Di balik usaha Wandi, Marni tertawa puas. Suaranya nyaring, tapi menyedihkan. Wandi menyadari itu, ternyata Marni bukanlah Marni. Dia jelmaan demit, seperti yang di katakan Aji. Dalam hati dia menyesal telah tepancing pada nafsunya, yang berakibat fatal."Nikmati, nikmati kematian mu, Wandi. Aku paling benci lelaki hidung belang sepertimu." Di c e k i k nya Wandi dalam keadaan meronta di dalam air. Teta
Bab 13AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA___________🖤__________"Innalilahi wa innailaihi rojiun, Wandi tenggelam?" ucap Angga ikut prihatin, tak menyangka dengan usia seseorang yang tiba-tiba di jemput, tak pandang usia dan waktu. Padahal belum lama ini, almarhum sempat menyapa dirinya, yang akan berangkat kerja. Kadang juga bertemu, saat sholat subuh di masjid."Betul, Mas. Dia tenggelam, tapi ... " Pak RT tengah tak enak hati meneruskan perkataannya, beberapa kali membenarkan posisi duduknya karena merasa tak nyaman."Tapi, kenapa Pak?" Dilihatnya Pak RT, dengan gelagatnya menghawatirkan. Sedari tadi terlihat tak nyaman, sepertinya dia merasa tidak enak untuk berkata jujur. "Lantas masalah apa, sampai membuat dia gelisah?" batin Angga."Kenapa, Pak?" tanya Angga lagi."Dia ... Dia ditenggelamkan oleh Marni," ucap Pak RT, ragu-ragu."Apa?!!" Angga begitu terkejut. Ya, setelah melihat reaksi di sekelilingnya, hanya dirinya yang terkejut. Yang lain mungkin sudah tahu masalahnya apa, te