______🖤_____
Aroma bunga melati menguar saat Marni mengguyur tubuhnya dengan air japa mantra yang ia pelajari sejak lama. Sejak ia diikuti oleh sukma Nyai Asih.
Lalu ingatan itu sering muncul dalam fikiran. Bagaimana saat pertama dia begitu takut melihat Nyai Asih yang pucat dan bersimpah d a r a h.
"N-nyai kenapa kau m a t i? Aku tidak punya teman, karena mereka j a h a t padaku," isak Marni dengan polosnya, saat siuman.
"Aku pun sedih. Tapi jika kau takut sendiri, aku akan menemanimu, asal kau mau membantuku."
Rambut panjang tergerai menutupi sebagian senyum yang biasanya tersemat manis. Namun kali ini sedikit menyeramkan bagi Marni. Rambut panjangnya yang tak wajar dan berantakan, membuat Marni kecil sedikit takut. Akan tetapi baginya, lebih menakutkan jika dirinya tak punya teman dan mendapatkan hinaan dari teman-temannya, hanya karena dia tidak tahu siapa ayahnya.
Mereka selalu m e n g h i n a, bahwa Marni adalah anak h a r a m, anak yang tidak di inginkan oleh ayah kandungnya. Maka dia di biarkan hidup berdua dengan ibunya. Hal itu membuat hati Marni sakit, juga takut menghadapi hari-hari.
"Temani aku Nyai, aku takut." Bibir mungil itu berterus terang.
Bangkitlah Nyai dan menyanggul rambutnya rapi seperti sediakala, seperti saat dia masih hidup. Sunduk rambut Marni, dia gunakan untuk mengunci rambutnya yang panjang, sampai menyentuh lantai gubuk panggung Marni.
Dia menyeringai dengan mata yang hitam legam, jarak yang cukup jauh untuk menjangkau Marni yang masih duduk di ambenan kayu, berlapiskan tikar anyam.
Dengan cepat mendekat secara tiba-tiba tepat di hadapan Marni, dengan d a r a h segar keluar dari mulut, yang sedikit terbuka berbau anyir.
Marni terlonjak, kaget.
"Ibu ... !!!"
Marni kembali pingsan.
________
Kamar berukuran luas itu sengaja ia buat dua ruangan. Kamar yang begitu mistis, sedikit redup dan berbau anyir namun terkadang pula wangi semerbak aroma bunga kantil juga melati.
Tidak ada satu orang pun yang boleh membuka kamar itu begitu saja, termasuk Ningsih. Rumah gedong milik kakek-nenek Marni itu diwariskan pada Ningsih-anak semata wayang, kemudian di tempati hampir tujuh tahun terakhir ini bersama Marni.
"Ibu, aku mau tidur sendiri. Aku sudah tidak takut, karena aku sudah punya teman," pinta Marni kecil pada ibunya, sambil menatap Nyai Asih yang sudah duduk di ruangan luas dengan dua tempat tidur itu.
"Dipane 'enek loro. Aku turu ing sandhingmu. Kowe isih cilik, nduk."
**"Ranjangnya ada dua. Ibu tidur denganmu. Kamu 'kan masih kecil."
"Aku mau sendiri, buk." Dengan tanpa persetujuan, Marni menempati kamar itu sendirian. Menutup pintu dengan kasar.
Ibunya sedikit terhenyak, tapi lagi mencoba mengalah.
"Yo wes, nduk. Turu'o kene dewe."
**Ya sudah. Tidurlah sendiri disini."
Marni mendengar ucapan ibunya di luar, dia tersenyum pada Nyai.
_____________
Marni bocah Lima tahun itu tumbuh menjadi gadis dewasa yang pendiam. Pergaulannya hanya antara sanggar tari, kemudian rumahnya.
Semenjak sering pingsan dan mendapati putrinya berkelakuan aneh. Ningsih pergi meninggalkan tanah Sunda, membawa Marni kecil ke tanah Jawa, tanah kelahirannya, tepatnya di sebuah desa yang kental sekali akan tradisi musik gamelan, yaitu desa 'Gendingan' yang berarti alunan musik gamelan.
Disini, Marni lebih agresif meski tak punya teman yang amat dekat. Karena teman-temannya merasa takut pada Marni, meski dia hanya diam saja. Namun, Marni menjadi murid yang pandai menyerap ilmu tari, dan paling di sukai para penonton. Marni jadi andalan jika seni tari itu di adakan dalam sebuah acara.
Selain cantik dan jago menari, dia juga terbantu dengan sukma Nyai Asih, hingga membuat dirinya lebih percaya diri dan lebih dilirik oleh pandangan orang. Meski kekuatan pemikat itu belum sepenuhnya dia miliki, seiring raga itu menyatu.
Setelah Marni mandi, dia memakai kain jarik penutup tubuhnya, gadis yang genap 20 tahun itu akan segera melakukan ritual penyatuan "Rogo sukmo" yaitu raga Marni dengan arwah Nyai Asih.
Suara lantunan japa mantra, diiringi alunan gending mistis membuat tubuh Marni mengalun, menggerakkan tari meski raganya terasa berat. Semakin berat, semakin dia harus berkonsentrasi menggerakkan jari-jari lentiknya dalam sebuah gerakan, kelamaan rasa perut begitu mual, namun dia tahan demi sempurnanya penyatuan itu.
Hingga ketukan ritme Gendingan itu berakhir laun, kepala semakin berat seperti hendak dia jatuhkan dan, bughk!!! Seperti hantaman keras tubuhnya terdorong hingga rasa m u a l itu tak tertahankan lagi. D a r a h menyembur dari mulut Marni, mata terbalik, senyum mengerikan tersemat perlahan. Dia tertawa terbahak, kemudian mengambil mangkuk bunga kantil dan memakannya, menegak cairan amis dari seekor ayam jantan hitam.
"Balaskan dendamku," ucap Marni dengan raga yang sudah menyatu dengan Nyai Asih. Mereka adalah satu raga.
Rasa dingin menjalar tubuh Marni seketika, membuatnya begitu menggigil. Dia membersihkan diri dengan badan yang gemetar, membersihkan kamarnya dari sisa-sisa percikan d a r a h. Membuang semua jejak mistis bekas ritual malam ini pada plastik sampah besar yang sudah dia siapkan, kemudian segera menghanyutkannya di sungai besar. Tidak ada yang mengetahui semua kegiatannya, di malam Jum'at kliwon ini, termasuk Ningsih-ibunya sendiri.
______________
Paginya, Ningsih menanti putrinya yang tak kunjung keluar kamar. Dia ingin mengetuk pintu kamar putrinya, namun urung. Marni selalu marah jika dia berani mengganggunya. Marni tak suka pintunya di ketuk. Namun biarpun pemarah, dia selalu bangun lebih awal agar Ningsih tak pernah mengetuk pintu untuk membangunkannya.
Dan kali ini, tak biasanya dia bangun terlambat. Ningsih berfikir, apakah Marni sakit? Bahkan sejak kecil menempati rumah ini, Marni tak pernah sedikitpun sakit atau demam.
Dengan sedikit berteriak, Ningsih membangunkan Marni dari ruang makan.
"Ni, Marni? Ma'em sek, nduk!"
**Marni? Sarapan lah dulu!"
Beberapa detik tidak ada balasan dari Marni. Ningsih lalu mengambil piring, berniat untuk sarapan sendiri, tetapi saat tangannya mulai menyiduk nasi. Marni berteriak.
"Ibu ... !"
Ningsih segera berlari ke depan pintu kamar putrinya, dia kembali ragu ketika ingin masuk. Teringat, putrinya itu begitu ketat menjaga kamarnya.
Di dalam hatinya Ningsih sangat penasaran, mengapa demikian di larangnya, padahal dua tahun lalu sempat dia ingin sekedar mengepel lantai, memaksa masuk saat putrinya sedang berlatih tari, tidak ada sesuatu yang mencurigakan di kamarnya. Hanya saja, bunga melati berserakan di tempat tidur salah satunya. Melihat itu Ningsih memaklumi, memang kerap anaknya memetik bunga di halaman depan yang memang di isi banyak tanaman melati.
"Bu ... "
Teriakkan itu makin merintih memanggilnya. Ningsih segera masuk melihat keadaan putrinya. Tanpa peduli lagi jika putrinya itu marah.
"Kenapa, nduk?" Hati khawatir, tangan Ningsih meraba tubuh Marni yang sedang demam tinggi.
"Ya, Allah. Apa kat bengi kowe meriang, nduk? Lha kok, ora kondo. Ayo, gek ndang mari, neng bidan sisan, ya!"
**Ya, Allah. Apa dari semalam kau sakit? Kenapa tidak bilang. Ayo, biar cepat sembuh, kita ke bidan dulu, ya!"
Ningsih segera membawa Marni ke bidan terdekat. Dia memanggil Angga, anak Pak Radhi untuk membantunya membawa Marni ke bidan, Angga menyetujui.
Ningsih tahu, Angga sebenarnya tertarik pada Marni. Dan Ningsih tahu, Angga pemuda yang baik, maka Ningsih sangat setuju jika seandainya Angga berniat meminang putrinya.
Marni di bopong Angga ke dalam mobil. Tiba-tiba musik Gendingan mengalun samar, bulu kuduk Angga meremang, karena tidak ada tetangga yang sedang memutar lagu Jawa, hajatan pun tidak ada, apalagi hari masih pagi, sedang ramai-ramainya orang beraktifitas di rumah atau lalu lalang petani yang akan pergi ke sawah dan ladang mereka. Tetapi ghendingan itu terasa jelas terdengar.
Angga menepis pikiran negatifnya, segera membaringkan tubuh Marni yang lemas yang suhu badannya terasa panas, di jok belakang. Namun, setelah di sandarkan, mata hitam legam itu menatap sangar pada wajah Angga.
_________🖤________
Bersambung ...
____________🖤___________Angga menepis pikiran negatifnya, dan membaringkan tubuh Marni yang lemas dan suhu badannya terasa panas, di jok belakang. Namun, setelah di sandarkan, mata hitam legam itu menatap sangar pada wajah Angga."Astagfirullah," ucap Angga spontan. Membuat Ningsih yang mulai mendekati mobil terkaget."Ono opo, Gus?" **"Ada apa, nak?"Setengah berlari Ningsih segera menghampiri 'Cah Bagus' (lelaki tampan) yang membopong putrinya itu."Mboten, Bu,"** "Tidak, Bu," ucap Angga menoleh pada Bu Ningsing, dengan sekejap wajah itu kembali pucat, wajah Marni yang sedang merintih. Di perhatikannya Bu Ningsing yang mulai menaiki mobil miliknya. Tak ada yang aneh, mungkin hanya halusinasi saja, melihat hal yang mengerikan tadi.Bergegas Angga menyetir mobil. Jarak rumah bidan hanya lima belas menit. Karena kondisi Marni yang begitu lemas, Bu Ningsih memberanikan diri minta tolong pada tetangganya, karena biasanya mereka hanya menggunakan sepeda ontel untuk pergi ke tempat-te
________🖤_______Musik ghending khas karawitan Jawa mengiringi tarian Marni malam ini. Tepat di malam satu suro ini, hajat bumi di selenggarakan warga desa Ghendingan setiap tahunnya. Sorak-sorai antusias warga membuat suasana panggung bertambah meriah.Suara tepuk tangan saling bersahutan setelah tarian Marni selesai."Rogo siji tetep siji, banjur njaluk rogo sing anyar. Gelap pandeleng lan bathin, arep nggawe kowe m a t i."**"Raga satu tetap satu, kemudian meminta raga yang baru. Gelap mata dan batin akan membuat mu m a t i." Marni mengucap japa mantra. Mata menatap lekat pada Angga, tersenyum dari kejauhan. Angga menyambut hangat tatapan Marni, tetapi tidak dengan Marni. Berpoleskan makeup nan anggun, dia begitu ingin menyingkirkan lelaki itu. Seperti ada sesuatu yang menariknya, dia begitu membencinya.Bergegas Marni pergi ke ruang ganti setelah beberapa kali menyuguhkan tarian tradisional, membuat orang-orang terpana melihatnya."Marni!" "Siapa?"Seseorang memanggil lembut sa
__________🖤__________Suara serak sedikit terdengar begitu dekat. Membuat bulu kuduk meremang. Hawa panas terasa menjalar ke seluruh tubuh. "Giliramu!"Angga merasakan itu, namun tak menggubrisnya. Dia memilih untuk segera merapikan kamar ayahnya.Beberapa orang tampak berbincang tentang k e m a t i a n Pak Radhi. Kejadian aneh pun di sangkut-pautkan karena k e m a t i a n n y a terlalu mendadak."Kok bisa ya, Pak Radhi pas sekali meninggal tadi malam, dan kenapa bisa ada di kamar ganti si Marni?" ucap wanita bertubuh gempal itu, sambil mengaduk adonan terigu yang telah di campur sayuran-sayuran."Iya, ya. Apa jangan-jangan! Marni ... " Wanita kerempeng dengan bedak tebal ala biduan kondang menimpali dengan serius.Ningsih paham betul dengan gosip yang mulai merembet membawa nama putrinya. Jelas tidak mungkin jika putrinya penyebab kematian Pak Radhi. Apa untungnya?"Heh, cangkemmu ojo sembarangan. Wong Marni kui balek Karo aku, kok."**"Heh, mulutmu itu jangan sembarangan. Marni it
Bab 6 AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ___________🖤__________"Dek Marni!""Eh, Mas angga. Ada apa?" Senyum ramah tersemat di wajah ayu Marni."Ini, Mas bawakan kue, buat kamu." Sekotak kue rasa pisang keju Angga berikan pada Marni yang tengah mengurusi tanamannya. "Wah, terimakasih Mas pisang kejunya," tebak Marni."Tahu, ini pisang keju?" Angga balik bertanya."Tahu dong Mas, kemarin-kemarin Mas juga kan, yang ngasih ini, titip ke ibu."Angga tersenyum. "Hm, iya. Kalau kamu bosan. Nanti biar Mas carikan yang varian baru.""Enggak' Mas. Justru aku mau bilang, jangan repot-repot belikan kue. Oh iya, aku bekalkan nasi dan lauk, ya Mas. Kebetulan aku sudah masak," ucap Marni antusias. Mata tetap bisa berseri, wajah bisa tersenyum. Tetapi tetaplah, Marni merasakan ada yang menarik dari diri Angga. Hingga terus saja Marni terasa ingin segera m e n c e k i k n y a. Tapi waktu seolah tidak mengizinkan. "Masyaallah, baik sekali kamu dek. Mas selalu merepotkanmu dan ibumu. Banyak-banyak
Bab 7AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA ________Pintu di buka paksa oleh Angga. "Aaaaaa ... Marni ... Nduk!!!" Ningsih histeris, seketika ambruk di tempat, saat melihat anaknya merayap diatap rumah dengan mata hitamnya."Astagfirullahal'adzim, lailahaillallah, Marni!!!" Angga berteriak, tanpa ragu dia menghampiri wanita yang dia yakini, bukanlah Marni.Marni perlahan merayap turun. Matanya menatap tajam kearah Angga. Marni begitu yakin akan m e l e n y a p k a n n y a malam ini juga. Tidak peduli, ada Ningsih atau orang lain yang tahu. Dia sudah merasa di permainan oleh raga Marni."Sekarang giliranmu! Bersiaplah untuk m a t i," ucap Marni dengan suara yang begitu aneh di dengar Angga."Bwrruuuh ... !" Cairan hitam, b e r b a u a n y i r itu membasahi sebagian wajah Angga sampai ke bajunya. Angga mengusap kasar. Dia takut, tapi nyawa Marni dalam bahaya. Dua tahu Marni tengah kerasukan. Meski begitu dia mencoba menghadapi Marni."Siapa kamu? Pergilah, tempatmu bukan di sini. Biarkan M
Bab 8AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA___________&"Bismillahirrahmanirrahim. Bu, izinkan aku melamar anakmu-Marni," ucap Angga tanpa ragu sedikitpun, membuat Ningsih tercengang.Akhirnya yang Ningsih harapkan benar terjadi. Memimpikan putrinya di pinang lekaki baik, pintar, dan shaleh. Tetapi, dia ragu setelah mengetahui tabiat asli putrinya. Dia merasa putrinya tak pantas di sandingkan dengan Angga."Nanging, ngopo cah bagus gelem nglamar Marni? Sliramu pun ngerti dewe tho, Marni ki jane ora pantes nyanding kowe."**"T-tapi, kenapa nak baik, ingin melamar Marni? Bukankah kamu tahu sendiri, Marni tidak layak untukmu." Air mata di sudut mata diusap kasar dengan kain jarik yang menutupi kedua kaki Marni."Bu, arwah sing ono neng awak'e Marni kui dendaman. Ora reti dhe'e ora bakal puas yen tujuane pun kelaksono. Iso ae, malah gae loro awak'e Marni.Aku yakin, yen Marni iso di bimbing, lan dhe'e diawasi wae. Mugi selamat."**"Bu, arwah yang ada di tubuh Marni, pendendam. Dia mungkin tidak
Bab 9________🖤__________"Ibu, saiki nerimo kowe. Sesuk, ndang kawinen cepet-cepet."**"Ibu, menerimamu sekarang. Besok, kamu boleh menikahinya." Angga mendengar itu, lega. Namun dia harus bersiap membawa Marni pada Yudha. Tepatnya menyelesaikan urusan antara arwah penasaran itu dengan Yudha.___Pagi di sambut bahagia oleh Ningsih. Setelah semalaman dia begitu ketakutan. Namun sekalipun dia tidak menceritakan perihal itu pada orang sekitar. Hanya saja, para tetamu yang turut diikut sertakan untuk menjadi saksi, merasa sedikit kaget dengan kabar pernikahan mendadak ini.Di dalam kamar, Marni berdandan seadanya dengan kebaya merah yang menyala, sangat kontras dengan kulit putihnya. Pikirannya masih bimbang, masih tak percaya bahwa hari ini dia akan melangsungkan pernikahan, ingin menolak pernikahan itu dengan alasan tidak saling mengenal, tetapi ibunya memaksa. Sempat melawan ibunya, namun ibunya terlihat tidak takut dan hanya menangis dalam diam, membuat hati kecil Marni teriris. D
Bab 10AKIBAT MENGHAMILI KEMBANG DESA__________🖤_________Aji mendengarkan diantara mereka pun kaget, tetapi hanya bisa terdiam. Dia yakin, percaya atau tidak, yang menyambut kepulangannya saat malam itu adalah Marni, dengan suara yang menyeramkan. Makanya dia kaget dan langsung jatuh pingsan. "Apa jangan-jangan dia wanita jadi-jadian. Hih, demit. Menyesal aku telah mengintip dia saat berganti baju," batin Aji."Katanya sih, mereka tidak pacaran. Tapi Den Angga memang jauh hari ingin melamar Marni, dan baru terlaksana sekarang." Pak RT Suroyo menjelaskan. Singkong di tangannya terasa panas hingga membuat ucapannya sedikit gagap.Semua terlihat manggut-manggut, tapi fikiran mereka berbeda-beda. "Sayang, ya. Coba kawin saja sama aku," ucap Dani cengengesan. "Lha, istrimu? Apa mau, di poligami?" timpal Pak RT Suroyo tertawa."Gayamu, Dan. Giliran sudah berhadapan sama istrinya langsung, melempem, kayak kerupuk kesiram kuah." Wandi membalas dengan gelak tawa, menambah suasana pos ron