Share

MAMA MUDA VS MAS POLISI
MAMA MUDA VS MAS POLISI
Author: Mblee Duos

Bab. 1

"Aiswa," lirihku.

Untuk kesekian kali gadis kecil itu tertidur di situ. Tampak sangat pulas dia tertidur bersandar pada bahu sofa.

Pelan ku berjalan kearahnya. Kulepas sepatuku agar tak menimbulkan suara yang bisa membuatnya terbangun. Kini jarak kami hanya tinggal sejengkal. Kupandangi wajah polos yang tengah terlelap. Tanganku terulur hendak menyentuh pucuk rambut kepalanya.

"Sudah pulang kamu, Aina?" Sebuah suara mengagetkanku. Ibu rupanya.

Reflek kutarik tanganku kembali.

"Iya Bu, biasalah macet."

"Kenapa Aiswa dibiarkan tidur di sini, Bu?" tanyaku lagi. Kutatap wajah teduh wanita yang kini usianya telah memasuki setengah abad itu.

"Tadi Ibu sudah menemaninya tidur dikamarnya. Tapi mungkin dia keluar lagi setelah Ibu kembali ke kamar Ibu."

Kuhela napas panjang. "Aku capek Bu, tolong Ibu bawa Aiswa kembali ke kamar!"

Aku mengurungkan niatku yang tadinya ingin membopong tubuh mungil Aiswa ke kamarnya.

"Tapi, dia berjam-jam menunggumu hingga tertidur di sini, Aina!"

Sepertinya, Ibu sempat membaca gesture tubuhku saat mendekati Aiswa tadi. Dan berharap akulah yang akan membawanya ke kamar.

Sejenak aku tertegun.

"Aku tak pernah menyuruhnya melakukan itu, Bu!"

Ibu menghela napas. Kecewa.

"Tidakkah kamu sedikit saja ada waktu untuknya, Aina? Bagaimanapun dia anakmu !"

Ibu menahan langkahku. Manik matanya menatap lekat ke arahku. Seperti meminta sebuah jawaban. Jawaban yang sebenarnya bagiku terasa begitu sulit untuk ku katakan.

"Huuuuufff!"

Aku membuang napas kasar sekaligus mengalihkan pandanganku dari tatapannya.

Perkataan Ibu barusan membuatku gusar. Entahlah, aku merasa sangat risih setiap Ibu mengingatkan hal ini.

"Anak yang tidak pernah ku inginkan Bu. Ibulah yang menginginkan kehadirannya!" Satu kalimat akhirnya meluncur dari bibirku.

"Astaghfirullah, kenapa kamu selalu berkata seperti itu, Aina?"

"Kenyataannya memang seperti itu Bu. Sudah berulangkali aku berusaha melenyapkannya dari perutku dulu. Karena apa? Karena aku tidak pernah menginginkannya, Bu!" Aku mulai tersulut emosi.

"Apapun yang terjadi padamu dulu, Aiswa tidaklah berdosa, Aina! Harus berapa kali Ibu katakan ini?"

Sekilas kutatap nanar di wajah Ibu. Aku tahu ada kesedihan juga emosi yang dia tahan untuk tidak terluap setiap kali aku memberikan jawaban yang sama untuk hal ini. Namun sebaliknya, aku memilih untuk tak mengacuhkannya. Memilih cepat berlalu dari hadapannya.

Jujur, ada rasa nyeri menusuk hati setelah ucapan yang kulontarkan barusan.

"Sudahlah Bu, sudah sangat larut malam. Aku mau segera tidur. Ibu juga, segeralah istirahat!" kataku dingin.

Aku gegas berjalan menaiki anak tangga menuju kamarku di lantai atas. Tak kupedulikan lagi Ibu yang berdiri mematung menatapku.

💟💟💟

Kulempar tas dan juga map yang sedari tadi kugenggam dengan asal ke atas kasur. Lalu ku hempaskan begitu saja tubuhku di atas ranjang empuk di dalam kamarku.

Rasa lelahku makin bertambah sesak di dada. Ku usap wajah kasar dengan telapak tangan. Kepalaku terasa semakin berputar kala bayangan demi bayangan peristiwa masa lalu melintas di pikiranku.

Masih terekam dengan jelas malam itu. Kala aku berjalan seorang diri dalam perjalanan pulang ke rumah usai mengerjakan tugas bersama di rumah sahabatku, Nita.

Di jalan sepi yang biasanya aman saja kulalui, siapa sangka hari itu menjadi nahas bagiku. Seseorang tiba tiba membekapku dari belakang. Dengan kasar ia menarikku masuk ke mobilnya. Kemudian dengan kasar juga ia melepas pakaianku.

Aku menangis, aku menjerit. Tapi semuanya hanya tenggelam di kesunyian malam. Seakan mendukung aksi bejat lelaki itu. Tak seorangpun datang menolong.

Sakit yang teramat kurasakan ketika dengan brutal kesucianku direnggut paksa. "Biadab", bahkan setelah puas melakukannya, dia membuangku begitu saja di tepian jalan.

Aku begitu lemah saat itu, ditambah rasa perih yang teramat sangat kurasa di daerah selangkangan. Tapi ku terus paksakan menyeret kakiku, berjalan terseok untuk pulang. Hingga akhirnya aku tak kuat lagi berjalan. Tubuhku ambruk persis di pertigaan dekat rumah, dan ditemukan salah satu warga menjelang subuh.

Semua harapanku pupus. Cita citaku menjadi seorang Polwan, yang juga menjadi cita cita almarhum ayahku harus kandas. Aku terpaksa berhenti sekolah di tengah semester 1 kelas 3 SMA.

Tak cukup disitu, tunanganku yang katanya sedia menungguku hingga 5 tahun ke depan langsung meninggalkanku begitu saja saat tahu aku hamil.

Belum lagi cibiran dari orang orang di sekitar padaku juga keluargaku.

"Tuh si Aina anaknya Bu Marni, belum juga lulus sekolah udah hamil aja. Hobi keluyuran malam sih!" Begitulah bisik bisik sekaligus fitnah keji dari mereka.

Aku merasa hancur! Hancur karena seorang pria lakn*t yang sama sekali tidak ku kenal. Dia memperkosaku. Membuatku hamil hingga melahirkan anak tanpa suami, tanpa ayah untuk anakku.

Wajah itu, seringai buas lelaki itu, kini seolah tercetak dengan jelas dipelupuk mataku.

Napasku memburu, tubuhku menggigil hebat, keringat dingin deras bercucuran. Sementara detak jantungku semakin cepat tak berirama. Kututup wajahku dengan dua telapak tanganku.

"Aku tidak sanggup. Aku tidak sanggup!" teriakku meracau. Emosiku semakin kacau karna bayangan lelaki itu tak juga pergi. Bahkan seolah tertawa puas melihatku.

"Aaaaa..., pergi!Pergiiii!" Aku menjerit histeris sejadi jadinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status