Bodoh itu membalas pelukanku dan ciuman ku di dalam ruangan kerjanya beberapa saat kami berpaku terhingga kemudian dia tiba-tiba mendorongku dan membenahi pakaiannya yang berkali-kali kuremas."Menyingkir dariku, Kenapa kau berusaha merayuku?"Mendengar dia berpura-pura sok alim dan tidak bersalah, aku hanya tertawa sinis sambil mengusap bibirku, aku tidak peduli tentang apa yang dia lakukan setelah kami berciuman, yang penting aku sudah dapatkan rekaman mesum tentangnya, maka mudah bagiku melakukan pengeditan lalu mempostingnya. Aku mempertaruhkan banyak hal yang mengorbankan diriku sendiri untuk membalas satu orang yang telah merebut kebahagiaan keluargaku.Entah usahaku akan sepadan dengan hasilnya Aku tidak tahu, tapi yang pasti aku tidak akan berenti berusaha."Kenapa anda menolakku setelah baru saja menciumku?""Aku hanya khilaf," ujarnya."Berarti anda juga tidak bisa membendung nafsu kan?""Salahmu membuka pakaian di hadapanku Aku hampir saja rupa diri, dasar!""Berarti anda
"a-aapaa Mas?""Meski dia sudah menyamarkan CCTV tapi aku tahu persis bawa gestur dan kedatangannya itu adalah perbuatannya. Kenapa dia harus membakar mobil senilai ratusan juta sehingga itu dibebankan kepadaku agar aku bisa mengganti atau kalau tidak maka Putri kita akan masuk penjara, aku harus bagaimana ini naifa!"Mendengar teriakan itu di lantai. Bunda langsung jatuh terduduk dan menangis. Aku sendiri berlutut dan segera minta maaf sementara Ibuku hanya bisa tergugu sambil menutupi tangannya ke wajah."Sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain mengantarkan anak kita ke kantor polisi karena sebagai orang tua kita sudah kewalahan dengan sikapnya! Semakin Aku berusaha memperbaiki keadaan semakin menjadi-jadi pula sikap anaknya itu, naifa!"Dengan tangan gemetar Bunda berusaha meraih ponsel yang ada di lantai itu sementara suara ayah terdengar sangat lantang. Ayah terdengar sangat murka dan mungkin kalau bertemu denganku dia pasti akan membunuhku."Suruh dia diam di rumah kar
*Seperti yang kuduga kehebohan terjadi, baru saja sampai di sekolah aku telah melihat beberapa petugas polisi dan pejabat dari kantor dinas pendidikan menemui kepala sekolah, mereka berkerumun di depan ruang kepsek dan saat beberapa orang melihatku mereka langsung menunjuk ke arahku."Itu alana!" ujar mereka heboh."Alana kemarilah." Guruku segera memanggil dengan wajah tegang dan memintaku untuk mendatangi mereka."Ada apa Pak?" tanyaku dengan ekspresi datar."Kamu harus bicara padamu karenanya, mendekatlah Kakak ruang guru dan kita akan berdiskusi.""Berdiskusi atau menghakimi saya?""Tolonglah, ayo cepat," jawabnya mengarahkan langkahku untuk mengikutinya. Aku tahu apa yang akan terjadi di sana tidak perlu dijelaskan pun kehebohan yang sudah kubuat pasti menjerat diriku dalam masalah yang besar.Ketika aku memasuki ruang guru beberapa orang langsung berdiri dan terlihat kesal. Termasuk lelaki tambun berwajah sangar, kepala sekolahku itu."Kenapa kau menjebakku dan menghancurkan r
Aku tidak mengikuti pelajaran hari ini melainkan aku langsung digelandang ke dinas pendidikan dan dibawa ke pusat rehabilitasi anak yang mengalami permasalahan hukum dan krisis moral.Sebenarnya aku tidak suka diriku berada di tempat itu, aku seolah telah menjatuhkan nama baik dan harga dirikum Tapi demi mencapai tujuan bahwa aku ingin merumitkan hidup ayah dan tante Priska maka akan kulakukan apapun untuk membuat mereka berdua pusing dan akhirnya memilih untuk berpisah. Sebenarnya aku tidak percaya pada diriku sendiri dan kemyataan aku berubah. Mengapa aku yang tadinya adalah anak baik dan berbakti serta selalu fokus pada pendidikan, tiba-tiba menjadi rusak dan rela kehilangan segalanya. Aku terjebak dendam dan masalah demi masalah yang terjadi setiap harinya, mempengaruhi diri ini lalu merusak mentalku.Aku tumbuh menjadi anak yang keras, egois dan mudah tersinggung, mudah panik perhitungan dan sistematis. Aku tidak mau segala sesuatu berjalan tidak sesuai rencana, Aku ingin segala
Betapa sakitnya hatiku membaca SMS ayah, betapa dia tega menuliskan kata-kata bahwa dia berlepas diri kepada kami dan mulai hari ini aku tidak boleh memanggilnya Ayah lagi. Tiba-tiba kebencianku semakin menjadi-jadi saja dan aku jadi ingin meludah ke wajahnya.Jujur hal itu sangat menyedihkan dan telah meremukkan perasaan dan harapanku, tapi aku tidak punya lagi air mata untuk menangis. Aku hanya tertawa sambil memperlihatkan ponsel itu kepada Bunda. Air mata Bunda juga jatuh membaca pesan yang dituliskan ayah. Dengan bibir gemetar Bunda seperti tidak kuasa membaca kalimat demi kalimat yang dilontarkan ayah lewat layar datar itu."Apakah Ayahmu memutuskan hubungan dengan kita?""Itu jelas sudah tertulis Bunda, kita tidak perlu mengharapkan apapun lagi darinya.""Lalu bagaimana kita akan hidup?""Emangnya selama ini Bunda tidak pernah hidup mandiri dan harus bergantung kepada orang lain? Apakah di masa muda bunda tidak pernah bekerja. Mengapa Bunda sama sekali tidak menunjukkan keteg
Seketika lemas tungkai kaki ini mendengarkan kejujuran yang Bunda katakan. Aku sangat syok, aku takut dan ngeri kalau ternyata salah satu dari mereka mati. Bunda akan digelandang ke kantor polisi lalu aku akan hidup dalam kesendirian dan ketakutan. Bahkan kalau pun ibuku dipenjara, aku tetap akan mendapat teror yang tiada hentinya. "Racun itu akan bekerja dalam sepuluh menit, dia akan memicu serangan jantung mendadak sehingga Frans atau Rindi akan mati mendadak. Dokter tidak akan curiga kalau itu racun kecuali mereka otopsi.""Dan bagaimana kalau memang itu diotopsi?""Maka kau harus berkemas dan pergi lindungi dirimu jauh jauh dari Bunda. Bunda minta maaf, tidak bisa membantumu melawan takdir dan menghadapi orang-orang yang sudah jahat padamu. Bunda sadar Bunda adalah ibu yang tidak berguna, lemah, selalu berlindung dibalik punggung anak. Sekarang Bunda akan membayarnya.""Tapi bukan begitu...."aku langsung menangis dan memeluk ibuku tidak ada kesedihan yang lebih mendalam daripada
Sampai di rumah Tante Rindi, aku berdiri dari lokasi parkir yang jaraknya sekitar 10 meter, kudengarkan kidung tangisan dan jeritan tante Riandi yang terus memanggil nama suaminya. Mungkin dia tidak bisa lagi kehilangan terlebih kepergian suaminya adalah hal yang sangat mendadak.Baru pagi tadi mereka mengunjungi kami di rumah dan tiba-tiba saja om Frans sudah meninggal karena serangan jantung. Ini aku menimbang Apakah aku harus masuk atau tidak harus ke aku memberikan ucapan bela sungkawa atau menikmati saja pembalasan dendam ibuku kepada keluarga itu.Baru saja ingin pergi tiba-tiba aku berpapasan dengan ayah, kami saling menatap dan tak lama Ayah memberi isyarat agar aku mendekat padanya. Sebenarnya aku kesel dan tidak mau bicara banyak tapi karena kebetulan orang lain juga melihat keberadaanku mau tidak mau aku pun dekat dan masuk ke rumah utama."Kenapa kau hanya berdiri saja di ujung jalan, orang-orang akan mencurigaimu dengan gelagat seperti itu.""Aku tidak ingin kehadiranku m
Bunda menutup pintu dengan tangan gemetar meski dia berusaha bersikap bengis di hadapan tante Rindi dan sepupunya tetap saja Ibuku merasa gemetar dan sadar betul kalau perbuatannya adalah perbuatan yang salah. Aku melihat tarikan nafasnya yang berat dan bagaimana cara dia memandangku sekarang. Ada kekhawatiran yang sulit dijelaskan, di mana bunda terus bersikap gelisah tapi pura-pura baik baik saja."Aku mulai merasa khawatir kalau sebentar lagi ....""Sudah Jangan teruskan ucapanmu... Aku tahu apa yang ingin kau katakan jadi jangan menambah kekhawatiran dalam diriku.""Bagaimana tidak khawatir kalau situasinya seperti ini!""Sudah, pergi tidur, aku juga akan tidur dan berprinsip menjalani hidup sesuai dengan alurnya. Jika suatu hari aku ditangkap maka itu sudah nasib diri ini, kemudian kau harus menerima kenyataan bahwa kau juga akan hidup sendiri.""Kenapa Bunda memberiku kesulitan yang begitu besar?""Karena kau juga memberikan masalah demi masalah yang tidak ada habisnya! Berulan