Share

Tak Semudah Membalik Telapak Tangan

"Uda ... makan dulu. Aku sudah siapkan makan siang di meja."

Datuk Sinai tetap saja bergeming mendengar ujaran Fatma. Lelaki yang rambutnya sudah ditumbuhi uban, setia menatap keluar jendela. Pandangan lelaki tersebut berlabuh pada hamparan sawah-sawah menguning yang siap disabit. Fatma menganjur napas pelan dan panjang. Pelan-pelan perempuan itu mendekat, lalu duduk di sebelah sang suami.

"Tunda dulu kemarahan Uda pada Farida. Lihatlah tubuhnya, kering kerontang seperti padi yang mati dimakan tikus sawah. Melihatnya saja, aku tak tega, Uda ...," lirih Fatma dengan suara tertahan.

Terdengar embusan pelan dari bibir Datuk Sinai. Lelaki itu menjalin kesepuluh jemarinya di atas paha.

"Aku tak marah padanya. Aku marah pada diriku sendiri. Tak bisa menjaga anakku sendiri. Melihat Farida, terasa jantungku ditusuk belati berkarat. Dulu, susah payah kuberi makan, kusediakan semua keperluannya. Dia bak bunga mawar nan merekah. Tapi, kini ...."

Datuk Sinai tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Ma
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status