Setelah pulang sekolah, Lara dan kedua teman baiknya Chika dan Tara, tampak berjalan menuju ke sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Ketiga sahabat itu memang sudah sejak minggu lalu merencanakan ingin pergi ke kafe yang baru buka beberapa bulan lalu itu. Dengan masih mengenakan seragam dibalut cardigan mereka bertiga langsung memasuki kafe tersebut.
Di depan pintu masuk mereka langsung disambut oleh pelayan kafe."Selamat datang di Ocean Cafe, untuk berapa orang?" Tanya si pelayan.
"Buat tiga orang mbak," jawab Lara dengan lugas.
"Oke"
"Eh iya mbak, tumben banget pake ditanya kayak begini biasanya juga enggak?" Ungkap Lara penasaran.
"Iya soalnya kafe kita hari ini sedang kasih banyak promo makanya pelanggannya tiba-tiba membludak."
"Oh... gitu."
"Yaudah Ra, kita cepetan cari duduk, capek nih dari tadi jalan. Mbak tunjukin mejanya dong," Chika dari raut wajahnya memang sudah menunjukan rasa lelah.
Lara dan kedua temannya itu pun duduk disalah satu meja yang masih kosong.
"Harap ditunggu sebentar pesanannya ya," ujar si pelayan yang baru saja selesai mencatat pesanan Lara dan teman-temannya.
"Iya Mbak," angguk Lara dengan ramah.
Sambil menunggu pesanan, Chika pun mengeluarkan ponselnya, karena seperti biasa dia pasti akan update di media sosial tentang kegiatannya saat ini. Sementara itu, Tara yang ternyata kebelet pipis sejak tadi minta izin ke kamar mandi. "Eh guys, gue ke toilet dulu ya...!"
"Oke," balas Lara. "Betewe Chik, lo lagi mau update status di instastory ya?"
"Enggak tuh, gue cuma lagi kepo aja sama unggahan storynya Cindy sama gengnya yang sok iyeh itu!"
Lara langsung memasang wajah masam mendengar nama itu. "Lo kenapa sih Chik, katanya sebel sama Cindy tapi kepo terus sama dia, aneh!"
"Yakan gue kepoin dia sengaja nyari celah biar bisa gibahin dia," ujar Chika tergelak.
"Pentingnya apa coba gibahin Cindy, terlalu banyak yang nggak gue suka dari dia," tutur Lara yang pada akhirnya ikut mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Lara terlihat mengecek pesan ponselnya.
"Cie... lagi ngecek chat dari Aa Gilang, nunggu di telepon ya?" Chika meledek Lara yang terlihat mulai galau karena sang pacar Gilang belum juga mengabarinya.
"Sok tau deh lo Chik!"
"Alah ngaku aja kali Ra, kelihatan banget lagian muka galau lo itu pasti karena lagi nunggu Gilang telepon iya kan?" Chika terus saja menggoda Lara.
"Terserah Chika Lestari deh!"
"Jiah... pacarnya Gilang ngambek nih ye," goda Chika lagi.
"Aku kembali! Eh belum dateng ya pesenan kita?" Ujar Tara yang baru saja kembali dari toilet.
"Belom, sabarlah duduk aja dulu," ungkap Lara menyuruh Tara agar sabar menunggu.
Tara pun duduk dan langsung mengeluarkan novel dari dalam tasnya. Berbanding terbalik dengan Chika yang anak medsos banget. Teman Lara yang satu itu memang lebih suka membunuh waktunya dengan membaca novel dibanding main medsos berjam-jam, maklum saja Tara kan memang kutu buku. Saat sedang menunggu pesanan, tiba-tiba datang segerombol laki-laki yang cukup dewasa berjumlah empat orang, penampilan mereka kasual namun tampak keren. Mereka berempat duduk di sebelah meja dimana Lara dan kedua temannya duduk. Chika yang dasarnya kepo pun langsung memperhatikan sekelompok laki-laki tersebut. "Gila! Ganteng-ganteng banget," gumam Chika. Lara yang disebelahnya pun dengar dan langsung bertanya. "Siapa ganteng banget?"
"Itu cowok-cowok yang baru duduk di sebelah meja kita," bisik Chika lalu menyuruh Lara menoleh kesebelahnya. Lara pun segera menoleh dan memperhatikan para pemuda yang dibilang tampan oleh Chika. "Ah gitu doang, gantengan juga Gilang, " ucap Lara yang kemudian kembali fokus menatap layar ponselnya.
"Gilang emang ganteng, tapi kalo dibanding yang ini, jelas gantengan yang inilah... apalagi yang pake jaket motif army itu, sumpah ganteng banget!"
"Eh guys, ganteng bet ya yang pake jaket motif army?" tutur Tara yang tak disangka juga ikut terpana.
"Tuhkan bener Ra, Tara aja bilang dia ganteng. Gantengan yang ini dibanding Gilang iyakan Tar?"
Tara mengangguk "Tapi mereka kayaknya anak kuliahan nggak sih?"
"Auk deh," balas Lara cuek menanggapi ucapan Tara.
"Yaelah Ra, gausah sewot gitu kali jawabnya cuma gara-gara kita bilang gantengan mas-mas itu dibanding Gilang," sahut Chika bisik-bisik takut kedengaran oleh laki-laki disebelah meja mereka.
"Siapa yang marah?"
"Permisi ini pesanannya." Akhirnya pesanan ketiga siswi SMA Pramudya itu datang. Namun, saat menerima pesanan, ternyata menu untuk Lara tidak sesuai dengan yang ia pesan. "Yah mbak terus gimana dong ini?"
"Yaudah kalau gitu saya ganti aja ya kak," ucap si pelayan yang kemudian mengambil kembali menu tersebut untuk ditukar dengan yang sesuai pesanan Lara.
"Makasih mbak."
"Gue minum dan makan duluan ya Ra," ujar Chika yang sudah lapar.
Lara mengangguk dan menyuruh kedua temannya itu makan duluan saja.
"Eh guys sini deh," Tara tiba-tiba berbisik meminta Lara dan Chika merapat.
"Kenapa sih Tar?" kata Lara kepo.
"Eh gue perhatiin, dari tadi cowok jaket army itu kok ngelihatin lo mulu ya Ra?".
"Ah ngarang aja lo!"
"Ih beneran Lara, dia dari tadi ngelirik ke arah lo mulu."
Penasaran, Chika pun langsung melirik kesebelah. "Eh bener tau Ra, tuh cowok senyum-senyum cool gitu ngelirik elo. Jangan-jangan dia suka sama lo lagi."
"Hih kalian tuh sotoy banget deh! Udah ah, nanti malah tuh cowok beneran merhatiin kita yang dari tadi bisik-bisik gaje, mau lo pada?" Ungkap Lara, "Udah jangan ngomongin orang yang nggak dikenal."
Meski melarang kedua temannya, ternyata Lara juga ada sedikit penasaran dengan perkataan kedua temannya itu. Akhirnya ia pun melirik dengan ekor matanya, dan dirinya pun langsung dibuat kaget karena ia melihat lewat ekor matanya jika, sorot mata laki-laki itu mengarah padanya, alhasil Lara pun langsung menghindarinya. Ih apaan sih? Kok dia ngelihatin gue gitu banget? Ucap batin Lara karena shock.
"Woy! Ndra, ngapain lo ngelirik kesebelah mulu!" Ujar salah seorang teman dari laki-laki berjaket army. Lelaki berjaket army itu bernama Andra.
"Nggak apa-apa cuma teratarik aja," ujar lelaki berjaket army diikuti seringai di bibirnya.
"Alah bilang aja lu suka sama tuh cewek iya kan Ndra!"
Andra hanya tersenyum simpul.
"Tuh cewek cakep tapi kayaknya agak jutek ya?" celetuk salah seorang teman Andra.
"Jutek? Cewek mana berani jutekin gua?" Seloroh Andra dengan tampangnya yang super santai.
"Anjir... emang dah Andra don juan kita nggak ada matinya broh...," pungkas sahabat Andra yang lain.
"Lo pada mau taruhan?" Andra menantang teman-temannya bertaruh. Andra bertaruh jika dirinya mampu mengajak gadis itu jalan bersama hari ini juga, teman-teman Andra harus memberikan dua puluh juta untuk Andra. Tapi sebaliknya, jika Andra gagal maka dia yang harus membayar mereka.
"Oke deal!" Akhirnya teman-teman Andra sepakat bertaruh.
Andra yang suka tantangan pun langsung beraksi, dan kebetulan Lara saat itu tengah bangkit untuk memcuci tangan. Andra yang sudah siap dengan amunisinya, tiba-tiba bangkit dari duduknya sambil membawa segelas kopi. Dia dengan sengaja menabrakan diri pada Lara hingga kopinya tumpah dibaju Andra yang harganya mahal. Lara yang dibuat seolah salah pun jadi merasa tidak enak, ia pun langsung minta maaf. "Ya ampun, maaf ya mas maaf..."
Andra tersenyum miring. Andra tiba-tiba langsung merangkul pinggang Lara dan berbisik. "Temenin aku jalan hari ini, maka aku anggap kesalahan kamu lunas." Mendengar hal itu Lara langsung tersinggung dan naik pitam, ia merasa dirinya telah dihina. Dirinya yang kesal pun langsung menyambar kopi di tangan Andra, dan menyiramkan semua isi cangkir kopi itu kebaju Andra. "Eh Mas! Denger ya, nggak semua perempuan itu kayak diotak situ! Masnya pikir saya perempuan apaan!" Semua pengujung pun dibuat kaget dan menyaksikan Lara yang tengah memaki Andra.
Hampir semua pengunjung yang lihat tentu saja membela Lara dan menyalahkan serta memaki Andra.
Dasar cowok otak mesum.
Gila ya tuh cowok!
Semua pengunjung yang ada di kafe terlihat saling berbisik menghina perangai Andra saat itu juga.
Sementara Lara yang sudah terlanjur marah pun langsung mengajak teman-temannya pergi dari kafe. "Chika, Tara yuk, kita bayar terus pulang! Males gue lihat cowok sok ganteng yang otaknya kayak comberan!" ujar Lara sambil menatap jijik pada Andra yang kini terdiam tanpa ekspresi. Setelah mengambil tasnya Lara dan teman-temannya pun pergi meninggalkan kafe.
Andra mengepalkan tangannya kuat-kuat, wajahnya datar, namun sorot matanya memperlihatakan kemarahan. Andra merasa harga dirinya telah diinjak-injak dan dipermalukan di depan umum.
"Hahaha... mampus lu Ndra!" Ledek teman-teman Andra menertawakan kegagalannya. "Nyalinya gede banget tuh cewek, seorang Revandra Alvarez disiram kopi dong...!" Ujar Ogy teman Andra. Raut Andra tampak tidak senang, ia dengan cepat meraih kunci mobilnya. "Transferannya nanti gua kirim ke rekening kalian, gue cabut duluan!" Ujar Andra kemudian pergi dengan raut wajah murka. Semua pengunjung pun melihat ke arah lelaki bertinggi badan 182 cm tersebut. "Si Andra murka banget kayaknya tuh!" Ujar salah seorang teman Andra yang lain. ** "Wah gila sih Ra, lo nyiram tuh cowok di depan umum loh, gue nggak bisa bayangin mukanya malu banget pasti, mana disudutin sama pengunjung lain pula," celetuk Chika. "Biar aja, salah sendiri gak bisa ngehargain perempuan!" "Tapi dia diem aja tuh, tapi kayakanya dia marah cuma ditahan aja," ujar Tara. "Ah biar aja biar tuh laki bejat mikir! Nggak semua cewek bisa digrepe-grepe seenak jidatny
"Finallykelar juga kita belajar!" Ungkap Chika sambil membunyikan jari-jarinya. "Elah, dari tadi perasaan lo cuma bikin tok tok samaupdate storymulu deh pake bilang kelar belajar," sahut Tara. "Ye... biarin, yang penting kan gue ikut belajar juga. Walau dikit." "Heuh... dasar lu fansnya Cindy!" "Idih najong, elu aja sono jadi anak buah Cindy si ratu abal-abal." "Aduh...! Kalianpleasejangan berisik dulu deh, gue mau telepon Gilang nih!" Lara yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya ternyata tengah mencoba menghubungi sang pacar yang sejak tadi belum mengangkat panggilannya. "Ih Gilang kemana sih? Kok dari tadi gue telepon nggak diangkat-angkat!" "Lagi dijalan kali Ra...," kata Tara mencoba berpositifthinking. "Iya kali ya?" Sudah berkali-kali Lara mencoba terus menghubungi Gilang, namun tetap saja tak diangkat. Chika pun memberi saran kepada Lara untuk
Akhirnya Lara pulang dengan naik ojol, tapi memang dasar mungkin hari ini adalah hari sial untuk Lara. Di pertengahan jalan, motor ojol yang ditumpanginnya tiba-tiba malah pecah ban, alhasil Lara tak bisa diantar sampai rumahnya."Aduh Neng maafin saya ya, kalo gitu neng gausah bayar deh," katadriverojol itu dengan wajah sedih. Sepertinya ia berharap sekali mendapatorder-andari Lara namun apa daya malah terkena musibah."Emang hari ini angkut berapa penumpang Pak?""Hari ini lagi sepi neng, saya seharian dapat lima penumpang aja, itu pun kalo ditambah sama orderan dari eneng, tapi ya mungkin emang bukan rejeki saya."Lara sebenarnya kesal karena gara-gara pecah ban dirinya jadi telat pulang, tapi dilain sisi ia merasa iba setelah mendengar ceritadrivertersebut. "Yaudah Pak nggak apa-apa. Ini buat bapak." Lara memberikan selembar uang 20 ribu rupiah untuk pengendara ojol tersebut."Loh N
Pagi harinya, Lara yang sudah berseragam rapi baru saja turun dari kamar sambil menggendong tas dan menentengtote bagyang berisi buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya."Pagi semua," sapa Lara yang langsung ikut bergabung dan duduk dimeja makan bersama keluarganya yang lain. "Loh, Kak Dafa udah ikut sarapan aja, bukannya semalem belum pulang ya?" Dafa adalah kakak laki-laki Lara. Kebetulan sang kakak adalah salah satu mahasiswa yang memang cukup aktif menjadi panitia kegiatan di kampusnya, sehingga seringkali pulang larut malam bahkan tak pulang."Tadi Kakak pulang subuh, tidur dulu dua jam terus bangun buat sarapan, soalnya habis ini masih harus balik lagi ke kampus.""Ya Ampun Kak, sibuk banget. Emang kalau udah jadi mahasiswa pasti bakal sesibuk itu ya?" Lara jadi penasaran dengan kehidupan seorang mahasiswa. Terlebih Lara yang kini sudah menginjak 12 SMA sebentar lagi juga akan masuk universitas, ia penasaran akankah dirin
Setelah mengantar Sandra ke sekolahnya, akhirnya Dafa tiba juga di depan gerbang sekolah Lara. "Makasih ya Kak udah anterin aku.""Iya sama-sama, udah sana masuk!" Ujar Dafa sambil mengusap-usap kepala adik perempuannya"Ih... jangan digituin, nanti berantakan tau rambut aku.""Jiah... mau ketemu siapa sih, sampe berantakan dikit aja nggak mau.""Ada deh, rahasia! Udah ah entar keburu si Chika dateng pasti bakal heboh minta salamin ke Kak Dafa.""Ya biarin aja itu kan fans Kakak.""Idih, pede gila." Lara pun membuka pintu dan keluar dari mobil. "Bye Kak..." Ucap Lara berpamitan dari luar kaca mobil.Dafa pun membalas dengan lambaian tangannya dari dalam mobil lalu pergi.Tak lama berselang, Chika dan Tara datang menghampiri Lara yang masih mengamati mobil kakaknya pergi."Woi!" sontak Lara pun kaget dibuatnya oleh kedua temannya itu."Eh kalian tuh, kebiasaan deh ngagetin gue!" Kesal Lara."Hehe...&nb
Akhirnya jam menunjukan pukul delapan malam, yang mana itu tandanya jam bimbingan belajar Lara sudah usai. Setelah beberapa saat ngobrol dengan teman-teman satu tempat bimbingan degannya untuk membahas pelajaran, ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Dan sepertinya hari ini Lara harus pulang naik ojekonlinelagi, karena dirinya tidak bisa minta jemput Gilang, dikarenakan hari ini Gilang tengah mengantar kakaknya ke luar kota. Lara juga tidak bisa minta jemput kakaknya Dafa karena kebetulan Dafa juga tengah ada rapat kepanitiaan di kampus.Tidak mau mengulur waktu, Lara yang ingin cepat-cepat sampai rumah pun segera mengeluarkan ponselnya untuk membuka aplikasi ojekonline. Tapi sungguh sial, saat dirinya hendak ingin memesan ojekonlineponsel Lara malah justru habis baterai. "Eh, eh! Jangan mati dulu dong plis, hape... hape...! Yah... Mati lagi!" Lara mengguncang-gunca
Lelaki itu menurunkan tubuh Lara yang dibopongnya ke atas lantai yang beralaskan permadani usang. Lara yang begitu ketakutan pun terus menangis, tubuhnya meringsek kebelakang menjauhi laki-laki yang ada dihadapannya itu. "Tolong, tolong jangan sakitin saya, saya mohon," Lirih gadis belia itu dengan suaranya yang bergetar.Lelaki itu tertawa geli, "Nyakitin? Lu tenang aja, sakitnya sebentar doang kok cantik, habis itu lu bakal tau rasanya surga dunia." Pria tersebut menyetuh pipi Lara, spontan Lara pun menghalau dan semakin meringsek mundur. Rasa takut yang ditandai dengan keringat dingin yang bercucuran di dahi Lara membuatnya semakin panik. Ekor matanya bergerak ke sekelilingnya guna mencari celah untuk Lara agar bisa kabur atau setidaknya menghentikan laki-laki gila yang ada di hadapannya ini. Mata Lara akhirnya tertuju pada bingkai usang yang ada di dekatnya. Diambilnya bingkai tersebut, lalu ia lemparkan ke arah laki-laki bermasker hitam itu hingga mengenai pelipisnya. Al
"Kita cari Lara kemana Yah?" tanya Dafa yang sibuk menyetir mobil mengelilingi jalan sambil celingak-celinguk memandang keluar kaca mobil mencari dimana keberadaan adiknya saat ini."Ayah juga nggak tau Daf harus cari kemana, tapi kita tetep harus cari adik kamu. Jujur, perasaan ayah nggak enak kali ini.""Ayah harus tetep berpikiran positif ya." Tiba-tiba ponsel Dafa berdering, ia pun langsung mengangkatnya denganearphone wireless."Ya Halo, kenapa Chika?".."Oh kamu mau bantu cari Lara juga, yaudah kalau gitu kamu cari nanti kalau ada info kamu tolong langsung telfon kakak!"...."Oke, makasih ya Chik!""Itu temen Lara, ada infokah soal Lara?" Tanya Rizal pada putra sulungnya yang habis menerima telepon, berharap ada kabar tentang putrinya."Belum Yah, tapi tadi Chika bilang dia mau bantu cari Lara."Rizal menghela napas. "Semoga Lara baik-baik saja," ungkap Rizal penuh harap. Bagaimana pun sebagai
Lara begitu sedih dan hamcur, tak hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi. "Gue gagal, gue udah gagal jadi anak, gue udah ngecewain Bunda!" Lara melihat ke arah cermin memandangi dirinya yang tampak menyedihkan. Bahkan kata menyedihkan mungkin belum cukup untuk menggambarkan atas betapa nista nestapa yang ia alami saat ini. "Ini semua gara-gara lo dasar cowok brengsek! Biadab!" Maki Lara kemudian dengan marah melempari cermin itu dengan berbagi botol parfumnya.***Hani yang kini masih duduk diatas ranjang untuk menenangkan diri seolah masih syok dan tak percaya mengetahui kenyataan yang terjadi pada putrinya. Bayi cantik yang ia lahirkan dan ia besarkan dan ia jaga dengan penuh cinta dan kasih sayang, nyatanya malah harus mengalami tragedi menyedihkan itu. "Apa yang harus aku lakuin sekarang? Apa aku harus terus menyembunyikannya. Tapi bagaimanapun hal ini tidak bisa terus disembunyikan." Sejatinya Lar
Lara pun pulang ke rumah, dengan tubuh kelelahan mata agak sembab ia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Lara sempat berpikir apa mungkin salah satu temannya atau gurunya menghubungi sang bunda terkait dirinya tidak masuk hari ini? Tapi siapa peduli saat ini Lara hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri. Setelah melepas sepatu dan cuci tangan Lara langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.Namun saat dirinya ingin masuk kamar ia malah justru dikagetkan dengan penampakan sang Bunda yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasang wajah serius."Huh? Kok ada Bunda ya apa jangan-jangan Bunda udah tau kalau hari ini aku nggak masuk," ucapnya dalam hati. "Bu- bunda ngapain di depan kamar Lara?"Hani tak menjawab pertanyaan Lara, ia langsung meminta Lara masuk ke kamar bersama dengan dirinya."Ada apa sih Bun? Kok kayaknya muka Bunda serius banget."
Di jalan Lara terus kepikiran tentang kenyataan jika dirinya saat ini tengah mengandung. Sungguh hal tak pernah terpikirkan oleh Lara setidaknya dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengandung di umurnya yang masih tijuh belas tahun."Udah sampe Dek," ucap driver taksi online, namun sepertinya Lara yang masih melamun tak mendengarnya. "Dek, dek udah sampe sekolah.""Eh iya udah sampe, sorry ya Pak saya nggak tau.""Iya Dek nggak apa-apa."Lara pun akhirnya turun dari taksi online tersebut. Ia melihat gerbang sekolah yang membentang di hadapannya, baginya kini memasuki gerbang sekolah terasa mengerikan sekali ribuan pertanyaan menghantui isi kepala Lara. Gimana kalau orang-orang disekolah tau gue hamil? Gimana kalo gue terpaksa dikeluarin dari sekolah karna hamil? Gimana kalo gue nggak bisa lulus karena hamil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh membuatnya
Setibanya di rumah Lara langsung pergi ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam. Gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan hatinya yang berdetak kencang. Lara mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya tadi dari dalam tasnya. Takut! Hal itu yang dirasakan oleh Lara, namun ia tetap harus melakukannya. Dengan tekat yang kuat ia pun bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa saat selesai melakukan test dengan urinnya, Lara masih belum berani untuk melihat hasilnya. Dirinya belum siap jika hasilnya benar-benar positif kalau dirinya hamil. Ya Tuhan aku takut, apa aku bisa kuat nerima kenyataan kalau beneran aku hamil. Sadar tidak bisa terus terkurung dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, Lara pada akhirnya memberanikan diri untuk mengetahui hasilnya. Ia mengangkat alat kehamilan tersebut ke hadapan matanya, perlahan Lara membuka matanya. "Du- dua garis?" Seketika tubuhnya lemas dan Lara pun jatuh terkulai diatas lantai sambil ma
Di sekolah Lara terlihat tengah berada di kantin bersama kedua sahabatnya Chika da Tara. Ia terlihat tengah menyantap semangkuk bakso dengan lahapnya, saking lahapnya sampai-sampai kedua temannya itu dibuat menelan ludah. "Lara, lo kelaperan ya?" Ujar Chika yang bahkan sampai merasa sudah merasa kenyang duluan dengan hanya melihat Lara makan."Iya Ra, lo tumben banget deh makan selahap itu, biasanya lo kan yang paling lama makannya diantara kita bertiga," imbuh Tara.Lara kemudian menelan makanan dimulutnya, "Masa sih?""Lah lo emang nggak ngerasa?"Lara hanya menggeleng sambil terus melanjutkan makannya. Lara sepertinya memang tidak sadar kalau akhir-akhir ini nafsu makannya sangat tinggi.Setelah beberapa saat mereka bertiga pun selesai menghabiskan makan siang mereka, dengan Lara yang tanpa sadar hari ini makan dua porsi bakso."Gila lo Ra, hari ini lo mukbang keknya ya?" Ledek Chika mengetahui Lara makan bakso sampai dua mangkuk. Lara pu
"Lara!" Bunda mengetuk dan memanggil Lara dari luar kamarnya. Mendengar sang ibu datang, Lara yang menangis pun segera mengusap air matanya dan membukakan pintu sang ibu."Eh Bunda, kenapa?"Bunda memperhatikan Lara sejenak lalu bertanya, "kamu baik-baik aja kan sayang? Soalnya tadi Bunda lihat muka kamu tiba-tiba pucet terus pergi ke kamar.""Lara baik-baik aja kok Bun," jawab Lara yang tidak ingin sang ibu mengkhawatirkannya.Tapi sayang, sepertinya sang ibu tidak yakin dengan perkataan putrinya itu. Ia justru terlihat memicingkan matanya sambil memperhatikan mata Lara yang nampak sembab. "Kamu habis nangis ya?""Eh- Um— ini aku enggak nangis kok, cuma habis lihat trailer drama yang sedih banget aja makanya nangis deh, hehe...""Yakin kamu?" Bunda meraba kening dan leher Lara memastikan kalau putrinya itu tidak demam atau sejenisnya."Yakin kok Bund, percaya deh sama Lara."Hani menghela napas, sejujurnya ia tidak perca
Lara kembali ke rumah dengan keadaan lesu. Ia berjalan menuju ke kamarnya dan tak lama sang bunda muncul lalu menghampirinya. "Loh Kak, kok kamu udah pulang?"Lara melihat ke arah bundanya dan tersenyum kecil. "Lara tiba-tiba masuk angin Bund, makanya Lara pulang.""Tuhkan, kamu sih Bunda bilangin tadi sarapan dulu malah ngeyel, gini kan jadinya. Nggak nurut sih dikasih tau sama orang tua," omel Bunda ikuti rasa cemas."Maaf Bun, yaudah kalo gitu Lara istirahat di kamar dulu ya.""Yaudah, nanti Bunda bawain makanan ke kamar kamu ya."**Selang beberapa saat akhirnya Bunda pun datang ke kamar Lara sambil membawakannya semangkuk bubur.Tok Tok!Lara beranjak lalu membukakan pintu."Nak ini Bunda buatin bubur, kamu makan ya...," pinta sang Bunda pada putrinya itu.Melihat bubur tersebut entah kenapa Lara jadi merasa sangat lapar. Bunda pun meletakan nampan makanan itu diatas nakas, dan meminta Lara agar segera memaka
Waktu terus berjalan, hari-hari pun dilewati Lara pasca dirinya putus dengan Gilang tiga minggu lalu. Sejauh ini berjalan cukup baik, Lara menjalani kehidupan di sekolah dengan normal dan dihabiskan dengan banyak ke perpustakaan dibanding ngobrol bersama sahabatnya. Bahkan saat jam istirahatpun Lara lebih sering ke perpustakaan dibanding kantin. Hingga lama kelamaan kedua sahabatnya Chika dan Tara merasa Lara agak berubah, dia tidak seceria dulu dan lebih sendiri. Akhirnya mereka berdua pun berencana mengajak Lara nongkrong di kafe sepulang sekolah.KRING...! Jam belajar pun usai, guru pengajar pun keluar kelas diikuti murid-murid yang keluar kelas silih berganti. Lara yang masih terlihat membereskan tasnya pun dihampiri oleh Chika. "Ra!""Eh iya kenapa Chik, belom balik lo?" Tanya Lara sambil terus membereskan buku-bukunya ke dalam tas."Um, kita nongki dulu yuk ke kafe biasa sebelum balik? Tara punya voucher potongan harga loh kan lumayan."Sayangnya La
Percakapan Gilang dan Lara berakhir dengan akhir yang tidak baik bagi Gilang, laki-laki itu sungguh masih menyimpan rasa cinta dan harapan untuk bisa kembali dengan Lara, tapi semuanya sudah terlambat, hubungan Lara dan Gilang pada akhirnya harus kandas. Ketika kesedihan menyelimuti Gilang, hal berbeda justru dirasa oleh Cindy yang diam-diam ternyata menguntit percakapan Lara dan Gilang. Cindy yang ditemani sabahatnya Inez tampak senang sekali melihat Gilang yang telah putus dari Lara. Bahkan tak segan ia menampilkan senyum penuh kemenangan."Cin, jadi Gilang beneran udah putus sama Lara?" Tanya Inez yang juga agak belum percaya semua ini."Ya lo bisa lihat sendiri kan?" Cindy terkekeh senang. "Akhirnya, tanpa harus capek-capek cari cara misahin Gilang dari si cewek munafik itu, mereka putus juga.""Tapi Cin, lihat deh tuh... Kayaknya yang sedih banget malah si Gilang." Inez merujuk ekspresi Gilang yang dilihatnya dari jauh."Apaan sih! Lihat aja nanti pa