"Hahaha... mampus lu Ndra!" Ledek teman-teman Andra menertawakan kegagalannya.
"Nyalinya gede banget tuh cewek, seorang Revandra Alvarez disiram kopi dong...!" Ujar Ogy teman Andra.
Raut Andra tampak tidak senang, ia dengan cepat meraih kunci mobilnya. "Transferannya nanti gua kirim ke rekening kalian, gue cabut duluan!" Ujar Andra kemudian pergi dengan raut wajah murka. Semua pengunjung pun melihat ke arah lelaki bertinggi badan 182 cm tersebut.
"Si Andra murka banget kayaknya tuh!" Ujar salah seorang teman Andra yang lain.
**
"Wah gila sih Ra, lo nyiram tuh cowok di depan umum loh, gue nggak bisa bayangin mukanya malu banget pasti, mana disudutin sama pengunjung lain pula," celetuk Chika.
"Biar aja, salah sendiri gak bisa ngehargain perempuan!"
"Tapi dia diem aja tuh, tapi kayakanya dia marah cuma ditahan aja," ujar Tara.
"Ah biar aja biar tuh laki bejat mikir! Nggak semua cewek bisa digrepe-grepe seenak jidatnya."
"Tapi, kalo someday elo ketemu dia lagi gimana Ra??"
"Yaelah, nggak bakalan juga kali Tara, terlalu kejauhan lo mikirnya. Udah ah males bahas dia." Lara malas membicarakan laki-laki brengsek tadi.
**
"Dasar cewek sialan! Argh!" Di dalam mobilnya Andra berteriak dan memaki, ia begitu murka sampai-sampai memukul setir kemudinya dengan keras. "Sialan tuh cewek, berani-beraninya dia mempermalukan gua dimuka umum. Lihat! Lu lihat aja, gue Revandra Alvarez pasti bakal kasih itu cewek pelajaran!" Andra menatap dengan penuh rasa dendam dan amarah. "Tunggu aja pembalasan gua. Nggak ada yang bisa lari gitu aja setelah buat masalah sama gua! Dan elu cewek sialan, lu siap-siap aja bakal dapet kejutan dari gua."
**
Esok harinya, Lara yang baru saja memasuki gerbang sekolah seketika lansung dibuat kaget oleh kejutan dari Gilang. Tiba-tiba saja Gilang sang pacar menghampiriny dan berlutut. "Gilang kamuー?"
Gilang terlihat membuka jaketnya, dan ternyata dibalik jaket Gilang ada setangkai bunga mawar merah yang kemudian ia persembahkan kepada Lara. "Bunga cantik untuk pacarku yang paling cantik," ungkap Gilang sambil menyerahkan bunga itu kepada Lara. Dan seperti biasanya, seluruh siswa yang ada disana pun dibuat heboh dan baper melihat pasangan tersebut, maklum saja Gilang adalah mantan ketua osis, sedangkan Lara ada salah satu siswi paling cantik dan populer di SMA Pramudya.
Ciee romantis.
Aduh romeo dan juliet nih ye...
Ayo dong diterima bunganya kak Lara...
Iya terima dong, terima terima!
Duh, kok jadi heboh gini sih? Kan malu jadiny. Karena jadi tontonan siswa lainnya. Lara yang tengah tersipu malu pun menerima setangkai bunga mawar itu dari sang pacar. Semuanya yang melihat pun bersorak termasuk Chika yang ternyata sejak tadi sibuk mengabadikan momen Lara dan Gilang, tak lupa ia juga membagikan story di media sosialnya tentang keromantisan Gilang dan Lara. "Hai hari ini pasangan paling serasi se-SMA lagi uwu banget nih...'" Ucap Chika di depan layar ponselnya.
Saat sedang asyik membagian story, tiba-tiba saja dari arah belakang Chika muncul seseorang yang tengah mengejek Lara, "Ya ampun... please deh, lebay banget sih! Gak si Laron nggak temennya sama-sama lebay!"Chika langsung menoleh. "Oh elo," Chika langsung memasang raut wajah muak. "Ngapain lo sama dayang lo kemari?" ujar Chika pada Cindy dan temannya.
"Loh emang kenapa? Nggak suka lo, emang ini sekolah nenek moyang lo!" ucap Cindy.
"Dih, sewot! Iri ya lihat kebahagiaan Lara sama Gilang? Ka-si-han hahaha."
"Eh lo tuh blagu banget sih!" Sahut Inez teman Cindy.
"Suka-suka gue mau belagu apa enggak, iri aja lu pada."
"Makin gatau diri ya lo, yang ada temen lo si Laron yang udah rebut Gilang dari gue!"
"Ngerebut? Nggak salah lo Cin bilang gitu? Nggak punya kaca ya, mau gue beliin di pasar loak? Udah ah, pusing deh gue ngomong sama manusia iri dengki kayak Cindy, mending gue ngalah dan pergi daripada ketularan dengki! Minggir!" Chika akhirnya menerobos pergi melewati Cindy dan Inez.
"Tuh Cin, lihat deh temennya si Laron makin belagu aja," ucap Inez.
"Tenang aja Nez, cepat atau lambat gue bakal permaluin dan kasih pelajaran tuh Laron sama temennya, tunggu aja waktunya."
**
Gilang dan Lara berjalan bergandengan tangan di sepanjang koridor menuju ke kelas mereka, kebetulan kelas Lara dan Gilang jaraknya dekat. "Lang, aku malu kalo jalan kamu pegangin gini terus."
"Ngapain malu? Kan kamu pacar aku, lagian mereka tuh shiper kita tau," ucap Gilang dengan nada guyon.
Sebelum masuk kelas masing-masing, Gilang pun mengantar Lara ke kelasnya. "Duh Gilang, padahal nggak perlu sampe nganter ke kelas aku segala loh."
"Nggak apa-apa, aku seneng kok anter kamu."
"Yaudah kalo gitu aku masuk kelas dulu, bye," kata Lara.
"Iya."
"Iya... terus?" Lara bingung kenapa Gilang masih belum juga beranjak pergi. Tiba-tiba Gilang malah mengangkat tangan dan mengarahkan punggung tangannya ke depan wajah Lara dan berkata, "Salim dulu kali sama calon suami," ucap Gilang.
"Ih kamu apaan deh malu tau." Tapi meski agak malu, Lara malah tetap saja salim.
"Ehem! Bagus ya... udah bunyi bel masuk kelas masih aja pacaran hayo...?" Gilang dan Lara dibuat kaget dengan kemunculan Bu Nilam.
"Eh Ibu, maaf ya bu..." Lara terlihat malu karena ketahuan gurunya tengah berduaan dengan Gilang, belum lagi teman-teman dari dalam kelasnya malah ikut meledekinya.
"Maaf ya bu, biasa... namanya juga anak muda," ucap Gilang santai.
"Kamu itu Gilang bisa aja jawabnya, ini kan udah masuk KBM ya kamu harusnya ke kelas kamu, bukan malah masih disini. Lagipula, meski kamu udah lengser beberapa bulan lalu dari jabatan ketua osis, kamu kan tetap harus kasih contoh yang baik buat temen-temen dan junior kamu Gilang."
"Iー Iya bu, Maaf... yaudah ini saya mau ke kelas tapi..."
"Tapi apa lagi Gilang?" Tanya Bu Nilam mulai jengkel.
"Salim dululah Bu." Gilang minta salim.
"Yaudah kalo gitu permisi Bu."
Bu Nilam hanya menggeleng heran. "Huh, anak muda jaman sekarang. Loh Lara, kamu juga kenapa masih belum duduk?" tegur Bu Nilam melihat Lara yang masih saja memandangi Gilang yang sudah pergi.
"I- iya Bu, ini saya baru mau duduk."
**
Di kampus Andra yang baru saja datang ke kantin tempat biasa dirinya nongkrong, langsung ditagih oleh teman-temannya perihal uang yang ia janjikan kemarin.
"Wih... don juan kita udah dateng nih...! Mana janji lu bro..."
Andra yang baru saja tiba langsung duduk dan mengeluarkan sebungkus rokok yang akan dinyalakannya. "Lu tenang aja duit nggak masalah buat guaー"
"Tapi disiram kopi sama anak SMA masalah kanー," seloroh salah satu teman Andra yang bernama Boby. Tak kuasa teman-teman Andra yang lain pun jadi ikut menertawakan Andra dan meledeknya. "Seorang Andra disiram kopi njir! Nyali tuh cewek ngalahin begal depok ye?" Pungkas Ogy.
"Emang temen-temen bangsat ya lu pada!" Maki Andra yang kemudian menyalakan sebatang rokok dan beranjak dari duduknya.
"Eh lu mau kemana lagi bos?!" pungkas Ogy.
"Gua cabut duluan, males denger mulut lu yang pada racun, mending mabok sono lu pada!" Seloroh Andra sembari melempar segepok uang cash ke atas meja dihadapan teman-temannya.
"Nah yang gini nih, yang gue demen sama lu bang ganteng. Tapi sebenarnya lu mau cabut kemana sih Ndra, lu bukannya harusnya bimbingan sama pak Johan yak?" Tanya Boby
"Selow aja, tuh dosen bau tanah tinggal gue tebar duit juga diem. Dah ya gua cabut duluan!" Andra pun pergi tanpa bilang mau kemana.
**
Jam sekolah usai, Lara hari ini berencana belajar materi persiapan ujian dirumah Tara. Dengan diantar oleh Gilang menggunakan motor ninja berwarna hitam miliknya, akhirnya Gilang sampai di depan rumah Tara.
"Oh iya kamu nanti pulang jam berapa Ra?" Tanya Gilang pada Lara yang tengah membuka helm.
"Nggak tau Lang, tapi nanti aku telepon kamu kok kalo udah kelar."
"Bener ya telepon aku."
"Iya... pacar posesif," gurau Lara yang kemudian menyerahkan helmnya pada Gilang.
"Kamu tuh diperhatiin malah ngatain posesif, emang mau kalo aku jadi cuek?"
"Idih ngambek kok ngambek sih," goda Lara pada sang pacar.
Tiba-tiba Gilang meraih kedua tangan Lara lalu berkata, "Aku tuh sayang banget sama kamu Lara." Tentu saja Lara agak terkejut dan langsung tersanjung senang rasanya. "Iya Gilang aku tau kok, aku juga sayang banget sama kamu."
"Yaudah, kalo gitu semangat belajarnya ya, see you...," Ucap Gilang yang sudah siap tancap gas.
Lara melambaikan tangannya. "Bye Gilang..." ia masih sempet senyum-senyum memandangi pacarnya yang baru saja pergi mengendarai motor. Melihat Gilang dari jauh saja Lara sesumringah itu.
"Finallykelar juga kita belajar!" Ungkap Chika sambil membunyikan jari-jarinya. "Elah, dari tadi perasaan lo cuma bikin tok tok samaupdate storymulu deh pake bilang kelar belajar," sahut Tara. "Ye... biarin, yang penting kan gue ikut belajar juga. Walau dikit." "Heuh... dasar lu fansnya Cindy!" "Idih najong, elu aja sono jadi anak buah Cindy si ratu abal-abal." "Aduh...! Kalianpleasejangan berisik dulu deh, gue mau telepon Gilang nih!" Lara yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya ternyata tengah mencoba menghubungi sang pacar yang sejak tadi belum mengangkat panggilannya. "Ih Gilang kemana sih? Kok dari tadi gue telepon nggak diangkat-angkat!" "Lagi dijalan kali Ra...," kata Tara mencoba berpositifthinking. "Iya kali ya?" Sudah berkali-kali Lara mencoba terus menghubungi Gilang, namun tetap saja tak diangkat. Chika pun memberi saran kepada Lara untuk
Akhirnya Lara pulang dengan naik ojol, tapi memang dasar mungkin hari ini adalah hari sial untuk Lara. Di pertengahan jalan, motor ojol yang ditumpanginnya tiba-tiba malah pecah ban, alhasil Lara tak bisa diantar sampai rumahnya."Aduh Neng maafin saya ya, kalo gitu neng gausah bayar deh," katadriverojol itu dengan wajah sedih. Sepertinya ia berharap sekali mendapatorder-andari Lara namun apa daya malah terkena musibah."Emang hari ini angkut berapa penumpang Pak?""Hari ini lagi sepi neng, saya seharian dapat lima penumpang aja, itu pun kalo ditambah sama orderan dari eneng, tapi ya mungkin emang bukan rejeki saya."Lara sebenarnya kesal karena gara-gara pecah ban dirinya jadi telat pulang, tapi dilain sisi ia merasa iba setelah mendengar ceritadrivertersebut. "Yaudah Pak nggak apa-apa. Ini buat bapak." Lara memberikan selembar uang 20 ribu rupiah untuk pengendara ojol tersebut."Loh N
Pagi harinya, Lara yang sudah berseragam rapi baru saja turun dari kamar sambil menggendong tas dan menentengtote bagyang berisi buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolahnya."Pagi semua," sapa Lara yang langsung ikut bergabung dan duduk dimeja makan bersama keluarganya yang lain. "Loh, Kak Dafa udah ikut sarapan aja, bukannya semalem belum pulang ya?" Dafa adalah kakak laki-laki Lara. Kebetulan sang kakak adalah salah satu mahasiswa yang memang cukup aktif menjadi panitia kegiatan di kampusnya, sehingga seringkali pulang larut malam bahkan tak pulang."Tadi Kakak pulang subuh, tidur dulu dua jam terus bangun buat sarapan, soalnya habis ini masih harus balik lagi ke kampus.""Ya Ampun Kak, sibuk banget. Emang kalau udah jadi mahasiswa pasti bakal sesibuk itu ya?" Lara jadi penasaran dengan kehidupan seorang mahasiswa. Terlebih Lara yang kini sudah menginjak 12 SMA sebentar lagi juga akan masuk universitas, ia penasaran akankah dirin
Setelah mengantar Sandra ke sekolahnya, akhirnya Dafa tiba juga di depan gerbang sekolah Lara. "Makasih ya Kak udah anterin aku.""Iya sama-sama, udah sana masuk!" Ujar Dafa sambil mengusap-usap kepala adik perempuannya"Ih... jangan digituin, nanti berantakan tau rambut aku.""Jiah... mau ketemu siapa sih, sampe berantakan dikit aja nggak mau.""Ada deh, rahasia! Udah ah entar keburu si Chika dateng pasti bakal heboh minta salamin ke Kak Dafa.""Ya biarin aja itu kan fans Kakak.""Idih, pede gila." Lara pun membuka pintu dan keluar dari mobil. "Bye Kak..." Ucap Lara berpamitan dari luar kaca mobil.Dafa pun membalas dengan lambaian tangannya dari dalam mobil lalu pergi.Tak lama berselang, Chika dan Tara datang menghampiri Lara yang masih mengamati mobil kakaknya pergi."Woi!" sontak Lara pun kaget dibuatnya oleh kedua temannya itu."Eh kalian tuh, kebiasaan deh ngagetin gue!" Kesal Lara."Hehe...&nb
Akhirnya jam menunjukan pukul delapan malam, yang mana itu tandanya jam bimbingan belajar Lara sudah usai. Setelah beberapa saat ngobrol dengan teman-teman satu tempat bimbingan degannya untuk membahas pelajaran, ia pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Dan sepertinya hari ini Lara harus pulang naik ojekonlinelagi, karena dirinya tidak bisa minta jemput Gilang, dikarenakan hari ini Gilang tengah mengantar kakaknya ke luar kota. Lara juga tidak bisa minta jemput kakaknya Dafa karena kebetulan Dafa juga tengah ada rapat kepanitiaan di kampus.Tidak mau mengulur waktu, Lara yang ingin cepat-cepat sampai rumah pun segera mengeluarkan ponselnya untuk membuka aplikasi ojekonline. Tapi sungguh sial, saat dirinya hendak ingin memesan ojekonlineponsel Lara malah justru habis baterai. "Eh, eh! Jangan mati dulu dong plis, hape... hape...! Yah... Mati lagi!" Lara mengguncang-gunca
Lelaki itu menurunkan tubuh Lara yang dibopongnya ke atas lantai yang beralaskan permadani usang. Lara yang begitu ketakutan pun terus menangis, tubuhnya meringsek kebelakang menjauhi laki-laki yang ada dihadapannya itu. "Tolong, tolong jangan sakitin saya, saya mohon," Lirih gadis belia itu dengan suaranya yang bergetar.Lelaki itu tertawa geli, "Nyakitin? Lu tenang aja, sakitnya sebentar doang kok cantik, habis itu lu bakal tau rasanya surga dunia." Pria tersebut menyetuh pipi Lara, spontan Lara pun menghalau dan semakin meringsek mundur. Rasa takut yang ditandai dengan keringat dingin yang bercucuran di dahi Lara membuatnya semakin panik. Ekor matanya bergerak ke sekelilingnya guna mencari celah untuk Lara agar bisa kabur atau setidaknya menghentikan laki-laki gila yang ada di hadapannya ini. Mata Lara akhirnya tertuju pada bingkai usang yang ada di dekatnya. Diambilnya bingkai tersebut, lalu ia lemparkan ke arah laki-laki bermasker hitam itu hingga mengenai pelipisnya. Al
"Kita cari Lara kemana Yah?" tanya Dafa yang sibuk menyetir mobil mengelilingi jalan sambil celingak-celinguk memandang keluar kaca mobil mencari dimana keberadaan adiknya saat ini."Ayah juga nggak tau Daf harus cari kemana, tapi kita tetep harus cari adik kamu. Jujur, perasaan ayah nggak enak kali ini.""Ayah harus tetep berpikiran positif ya." Tiba-tiba ponsel Dafa berdering, ia pun langsung mengangkatnya denganearphone wireless."Ya Halo, kenapa Chika?".."Oh kamu mau bantu cari Lara juga, yaudah kalau gitu kamu cari nanti kalau ada info kamu tolong langsung telfon kakak!"...."Oke, makasih ya Chik!""Itu temen Lara, ada infokah soal Lara?" Tanya Rizal pada putra sulungnya yang habis menerima telepon, berharap ada kabar tentang putrinya."Belum Yah, tapi tadi Chika bilang dia mau bantu cari Lara."Rizal menghela napas. "Semoga Lara baik-baik saja," ungkap Rizal penuh harap. Bagaimana pun sebagai
Lara akhirnya keluar dari kamar mandi setelah selesai berganti pakaian. Lara sengaja dipinjami pakaian oleh Chika karena melihat pakaian seragam dan kardigan yang dikenakannya tadi tampak kotor, dan berantakan."Ini Ra, diminum dulu tehnya." Chika yang menuggu didepan kamar mandi ternyata sudah membawakan secangkir teh hangat untuk untuk diminum oleh Lara agar lebih tenang. "Umー mending minumnya sambil duduk di sofa aja yuk!" Ajak Chika.Setelah duduk Lara pun menyesap secangkir teh yang telah dibawakan oleh temannya itu. "Thanks ya Chik," ungkap Lara setelah menyesap tehnya."Sama-sama."Lara dan Chika kini tengah duduk di sofa, sambil menunggu Ayah dan kakak Lara datang menjemput. Sebagai sahabat dekatnya Chika benar-benar penasaran tentang apa yang sebenarnya telah terjadi pada Lara hingga membuatnya tiba-tiba berjalan sendirian tadi. "Ra, jujur sama gue, sebenernya lo itu kenapa? Dan, kenapa lo bisa ada ditempat itu? Eloー""Gue nggak apa-apa ko
Lara begitu sedih dan hamcur, tak hentinya ia menyalahkan dirinya sendiri dengan semua yang terjadi. "Gue gagal, gue udah gagal jadi anak, gue udah ngecewain Bunda!" Lara melihat ke arah cermin memandangi dirinya yang tampak menyedihkan. Bahkan kata menyedihkan mungkin belum cukup untuk menggambarkan atas betapa nista nestapa yang ia alami saat ini. "Ini semua gara-gara lo dasar cowok brengsek! Biadab!" Maki Lara kemudian dengan marah melempari cermin itu dengan berbagi botol parfumnya.***Hani yang kini masih duduk diatas ranjang untuk menenangkan diri seolah masih syok dan tak percaya mengetahui kenyataan yang terjadi pada putrinya. Bayi cantik yang ia lahirkan dan ia besarkan dan ia jaga dengan penuh cinta dan kasih sayang, nyatanya malah harus mengalami tragedi menyedihkan itu. "Apa yang harus aku lakuin sekarang? Apa aku harus terus menyembunyikannya. Tapi bagaimanapun hal ini tidak bisa terus disembunyikan." Sejatinya Lar
Lara pun pulang ke rumah, dengan tubuh kelelahan mata agak sembab ia berjalan memasuki gerbang rumahnya. Lara sempat berpikir apa mungkin salah satu temannya atau gurunya menghubungi sang bunda terkait dirinya tidak masuk hari ini? Tapi siapa peduli saat ini Lara hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menenangkan diri. Setelah melepas sepatu dan cuci tangan Lara langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.Namun saat dirinya ingin masuk kamar ia malah justru dikagetkan dengan penampakan sang Bunda yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan memasang wajah serius."Huh? Kok ada Bunda ya apa jangan-jangan Bunda udah tau kalau hari ini aku nggak masuk," ucapnya dalam hati. "Bu- bunda ngapain di depan kamar Lara?"Hani tak menjawab pertanyaan Lara, ia langsung meminta Lara masuk ke kamar bersama dengan dirinya."Ada apa sih Bun? Kok kayaknya muka Bunda serius banget."
Di jalan Lara terus kepikiran tentang kenyataan jika dirinya saat ini tengah mengandung. Sungguh hal tak pernah terpikirkan oleh Lara setidaknya dia tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan mengandung di umurnya yang masih tijuh belas tahun."Udah sampe Dek," ucap driver taksi online, namun sepertinya Lara yang masih melamun tak mendengarnya. "Dek, dek udah sampe sekolah.""Eh iya udah sampe, sorry ya Pak saya nggak tau.""Iya Dek nggak apa-apa."Lara pun akhirnya turun dari taksi online tersebut. Ia melihat gerbang sekolah yang membentang di hadapannya, baginya kini memasuki gerbang sekolah terasa mengerikan sekali ribuan pertanyaan menghantui isi kepala Lara. Gimana kalau orang-orang disekolah tau gue hamil? Gimana kalo gue terpaksa dikeluarin dari sekolah karna hamil? Gimana kalo gue nggak bisa lulus karena hamil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh membuatnya
Setibanya di rumah Lara langsung pergi ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat dari dalam. Gadis itu mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan hatinya yang berdetak kencang. Lara mengeluarkan alat tes kehamilan yang dibelinya tadi dari dalam tasnya. Takut! Hal itu yang dirasakan oleh Lara, namun ia tetap harus melakukannya. Dengan tekat yang kuat ia pun bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa saat selesai melakukan test dengan urinnya, Lara masih belum berani untuk melihat hasilnya. Dirinya belum siap jika hasilnya benar-benar positif kalau dirinya hamil. Ya Tuhan aku takut, apa aku bisa kuat nerima kenyataan kalau beneran aku hamil. Sadar tidak bisa terus terkurung dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, Lara pada akhirnya memberanikan diri untuk mengetahui hasilnya. Ia mengangkat alat kehamilan tersebut ke hadapan matanya, perlahan Lara membuka matanya. "Du- dua garis?" Seketika tubuhnya lemas dan Lara pun jatuh terkulai diatas lantai sambil ma
Di sekolah Lara terlihat tengah berada di kantin bersama kedua sahabatnya Chika da Tara. Ia terlihat tengah menyantap semangkuk bakso dengan lahapnya, saking lahapnya sampai-sampai kedua temannya itu dibuat menelan ludah. "Lara, lo kelaperan ya?" Ujar Chika yang bahkan sampai merasa sudah merasa kenyang duluan dengan hanya melihat Lara makan."Iya Ra, lo tumben banget deh makan selahap itu, biasanya lo kan yang paling lama makannya diantara kita bertiga," imbuh Tara.Lara kemudian menelan makanan dimulutnya, "Masa sih?""Lah lo emang nggak ngerasa?"Lara hanya menggeleng sambil terus melanjutkan makannya. Lara sepertinya memang tidak sadar kalau akhir-akhir ini nafsu makannya sangat tinggi.Setelah beberapa saat mereka bertiga pun selesai menghabiskan makan siang mereka, dengan Lara yang tanpa sadar hari ini makan dua porsi bakso."Gila lo Ra, hari ini lo mukbang keknya ya?" Ledek Chika mengetahui Lara makan bakso sampai dua mangkuk. Lara pu
"Lara!" Bunda mengetuk dan memanggil Lara dari luar kamarnya. Mendengar sang ibu datang, Lara yang menangis pun segera mengusap air matanya dan membukakan pintu sang ibu."Eh Bunda, kenapa?"Bunda memperhatikan Lara sejenak lalu bertanya, "kamu baik-baik aja kan sayang? Soalnya tadi Bunda lihat muka kamu tiba-tiba pucet terus pergi ke kamar.""Lara baik-baik aja kok Bun," jawab Lara yang tidak ingin sang ibu mengkhawatirkannya.Tapi sayang, sepertinya sang ibu tidak yakin dengan perkataan putrinya itu. Ia justru terlihat memicingkan matanya sambil memperhatikan mata Lara yang nampak sembab. "Kamu habis nangis ya?""Eh- Um— ini aku enggak nangis kok, cuma habis lihat trailer drama yang sedih banget aja makanya nangis deh, hehe...""Yakin kamu?" Bunda meraba kening dan leher Lara memastikan kalau putrinya itu tidak demam atau sejenisnya."Yakin kok Bund, percaya deh sama Lara."Hani menghela napas, sejujurnya ia tidak perca
Lara kembali ke rumah dengan keadaan lesu. Ia berjalan menuju ke kamarnya dan tak lama sang bunda muncul lalu menghampirinya. "Loh Kak, kok kamu udah pulang?"Lara melihat ke arah bundanya dan tersenyum kecil. "Lara tiba-tiba masuk angin Bund, makanya Lara pulang.""Tuhkan, kamu sih Bunda bilangin tadi sarapan dulu malah ngeyel, gini kan jadinya. Nggak nurut sih dikasih tau sama orang tua," omel Bunda ikuti rasa cemas."Maaf Bun, yaudah kalo gitu Lara istirahat di kamar dulu ya.""Yaudah, nanti Bunda bawain makanan ke kamar kamu ya."**Selang beberapa saat akhirnya Bunda pun datang ke kamar Lara sambil membawakannya semangkuk bubur.Tok Tok!Lara beranjak lalu membukakan pintu."Nak ini Bunda buatin bubur, kamu makan ya...," pinta sang Bunda pada putrinya itu.Melihat bubur tersebut entah kenapa Lara jadi merasa sangat lapar. Bunda pun meletakan nampan makanan itu diatas nakas, dan meminta Lara agar segera memaka
Waktu terus berjalan, hari-hari pun dilewati Lara pasca dirinya putus dengan Gilang tiga minggu lalu. Sejauh ini berjalan cukup baik, Lara menjalani kehidupan di sekolah dengan normal dan dihabiskan dengan banyak ke perpustakaan dibanding ngobrol bersama sahabatnya. Bahkan saat jam istirahatpun Lara lebih sering ke perpustakaan dibanding kantin. Hingga lama kelamaan kedua sahabatnya Chika dan Tara merasa Lara agak berubah, dia tidak seceria dulu dan lebih sendiri. Akhirnya mereka berdua pun berencana mengajak Lara nongkrong di kafe sepulang sekolah.KRING...! Jam belajar pun usai, guru pengajar pun keluar kelas diikuti murid-murid yang keluar kelas silih berganti. Lara yang masih terlihat membereskan tasnya pun dihampiri oleh Chika. "Ra!""Eh iya kenapa Chik, belom balik lo?" Tanya Lara sambil terus membereskan buku-bukunya ke dalam tas."Um, kita nongki dulu yuk ke kafe biasa sebelum balik? Tara punya voucher potongan harga loh kan lumayan."Sayangnya La
Percakapan Gilang dan Lara berakhir dengan akhir yang tidak baik bagi Gilang, laki-laki itu sungguh masih menyimpan rasa cinta dan harapan untuk bisa kembali dengan Lara, tapi semuanya sudah terlambat, hubungan Lara dan Gilang pada akhirnya harus kandas. Ketika kesedihan menyelimuti Gilang, hal berbeda justru dirasa oleh Cindy yang diam-diam ternyata menguntit percakapan Lara dan Gilang. Cindy yang ditemani sabahatnya Inez tampak senang sekali melihat Gilang yang telah putus dari Lara. Bahkan tak segan ia menampilkan senyum penuh kemenangan."Cin, jadi Gilang beneran udah putus sama Lara?" Tanya Inez yang juga agak belum percaya semua ini."Ya lo bisa lihat sendiri kan?" Cindy terkekeh senang. "Akhirnya, tanpa harus capek-capek cari cara misahin Gilang dari si cewek munafik itu, mereka putus juga.""Tapi Cin, lihat deh tuh... Kayaknya yang sedih banget malah si Gilang." Inez merujuk ekspresi Gilang yang dilihatnya dari jauh."Apaan sih! Lihat aja nanti pa