"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya."
"Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline.
"Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak.
"DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.
Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan.
"Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya."
"Mengerjai bagaimana maksudmu?"
"Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline."
"APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga.
"Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi."
"Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau bilang ingin bertanggung jawab kepada Raline?"
"Karena setelah aku menyelamatkan Raline, aku membawanya pulang ke hotel dekat klub tempat Raline bekerja. Kondisi Raline mabuk parah, dia sudah tak bisa menunjukkan rumahnya dengan benar. Saat itulah, dia menggodaku dan aku tak bisa menolaknya."
"Maksudmu? Aku menggodamu untuk tidur denganku? Kau gila! Kau pasti berbohong!"
"Raline, ibu mohon kau diamlah dulu! Biar Tuan ini bicara dulu sesuai versinya."
"Tapi bu, dia berbohong!"
"Raline!"
"Ya, baik bu."
"Silahkan Tuan, lanjutkan ceritamu."
"Ya Tante, saat dalam kondisi tak sadar itu Raline terus menggodaku. Aku tak bisa menolak, hingga terjadilah hal itu. Aku takut, hubungan satu malam kami berbuah manis. Aku takut Raline akan mengandung anak hasil perbuatan kami malam itu. Jadi kupikir, aku harus bertanggung jawab tentang hal ini. Maka dari itu aku datang hari ini ke rumah anda."
"Ibu, please! Aku mohon jangan dengarkan lelaki bodoh ini! Aku tidak seperti yang dia bicarakan!"
"Apa penjelasan versimu Raline? Bisa kau ceritakan pada ibu?"
"A-aku. Aku tak tahu apa yang telah terjadi malam itu bu. Aku hanya ingat, beberapa pelanggan memanggilku dan setelah itu aku tak mengingat apapun lagi. Aku terbangun disamping lelaki ini pagi harinya," jelas Raline sambil menunduk.
"Kenapa kau masih juga berkeras bekerja di tempat seperti itu Raline! Bukankah ibu sudah melarangmu!"
"Maafkan aku ibu, aku belum mendapatkan pekerjaan lainnya lagi. Aku tidak bisa begitu saja berhenti bekerja jika belum mendapatkan pekerjaan yang baru lagi. Ibu juga tahu kan, pengobatan ayah membutuhkan banyak biaya," isak Raline.
Raline dan ibunya terisak, Billy beserta Ryan melihat mereka berdua saling berisak. Keduanya menunggu hingga para wanita itu menghentikan tangisannya.
"Tante, jangan menangis lagi. Izinkanlah Raline menikah denganku, maka aku akan menjamin kehidupannya. Kalian tidak usah pusing lagi masalah biaya pengobatan ayah Raline. Biar aku yang menanggungnya."
"Tidak! Aku tidak mau uangmu! Aku tidak mau menikah denganmu!"
"Cukup Raline! Tidak ada jalan lain lagi. Kau memang harus menikah dengannya! Kau sudah tidak memiliki apapun lagi yang berharga bagi seorang wanita. Ibu tidak ingin hidupmu hancur kedepannya. Kau harus menikahinya!"
"Tapi bu, aku-"
"Tuan, siapa namamu?"
"Ryan."
"Baiklah Tuan Ryan, kumohon maafkan perilaku anakku dan kata-katanya yang menyinggungmu. Jika itu orang lain dan bukan dirimu, aku yakin anakku sudah dicampakkan begitu saja di tempat sampah. Berbeda denganmu yang dengan jantan, datang ke rumahku dan meminta menikah dengan anakku untuk bertanggung jawab pada hal yang telah kalian lakukan bersama."
"Ya Tante, aku melakukan ini karena aku tak ingin Raline hamil anakku tanpa aku berada disisinya. Jadi, bagaimana? Apa Tante memberikan aku restu untuk menikah dengan Raline?"
Ibu Raline diam sesaat, dia seperti menimbang sebuah keputusan berat yang akan diambilnya.
Beberapa kali wajahnya terlihat mengamati Raline dan Ryan secara bergantian.
"Ibu, kumohon! Jangan setuju! Aku belum ingin menikah, aku masih muda! Aku masih ingin mengejar impianku, aku masih ingin bekerja untuk mencari uang pengobatan ayah. Lagipula aku tidak hamil bu. Kalau soal sudah tidak perawan, di jaman saat ini banyak anak gadis yang sudah tidak suci lagi. Kumohon ibu, pikirkan masa depanku," rengek Raline.
"Tuan Ryan."
"Ya Tante."
Ryan dan Raline menatap ibu Raline dengan tatapan serius. Mereka menunggu apa yang akan dikatakan oleh ibu Raline.
___Bersambung dulu gaess__
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"