Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa.
"Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?"
"Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"
Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka.
"Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?"
"Sudah Tuan."
"Kalau begitu, ayo segera kita pergi!"
"Baik Tuan."
Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline.
"Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!"
"Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?"
"Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu."
"Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui namaku Raline?"
Ryan tertawa lebar, dia tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Raline menunduk malu, mengakui kebodohannya.
"Tidak Tuan, jangankan mengetahui namamu. Bahkan apa yang sudah terjadi malam itu pun aku tak tahu. Aku benar-benar lupa, dan tak bisa mengingat hal apapun juga."
Ryan menghentikan tawanya, tubuhnya mulai mendekat kearah Raline. Dua tangan Ryan mengurung Raline dalam dekapannya.
"Mau apa lagi kau! Kenapa kau senang sekali mendekat kearahku!"
"Entahlah Raline, aku sendiri heran pada diriku. Kenapa aku senang sekali berada di dekatmu. Seolah dirimu itu candu bagiku," bisik Ryan ditelinga Raline.
Raline risih, dia berusaha bergeser. Tetapi, tetap saja tubuhnya tak bisa bergerak kemana-mana lagi. Dia sudah terpenjara dalam dekapan Tuan muda Ryan.
"Aku akan memberitahumu satu kali. Hanya satu kali, dan tak akan pernah aku ulangi lagi. Jadi dengarkan namaku baik-baik."
Raline mengangguk, antara takut dan juga risih. Dia tidak ingin lagi berlama-lama berada dalam posisi sedekat itu dengan Ryan.
"Aku adalah Ryandra Hadiwijaya, kau cukup panggil aku Ryan. Apa kau paham sampai di sini?"
"Ya, aku paham."
"Bagus, anak pintar."
"Lalu? Apa yang terjadi saat malam itu padaku? Apa kau tak mau memberitahukannya kepadaku?"
"Akan kuberitahu, tapi kau janji tak akan menyesal mengetahuinya?"
Raline mengangguk, dia benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi malam itu.
"Sebentar lagi kau akan mengandung anakku. Kau sungguh sangat luar biasa tadi malam."
"Apa?? Itu sangat tidak mungkin! Kau pasti telah berbohong padaku!"
Raline mengelak, dia berusaha mendorong tubuh Ryan dengan sekuat tenaga. Tapi, bukannya menghindar Ryan justru semakin menempelkan wajahya ke wajah Raline.
Bahkan hidung dan bibir mereka nyaris menempel, napas mereka saling memburu. Ryan sekuat tenaga menahan keinginannya untuk mendapatkan Raline seutuhnya sedangkan Raline memburu menahan marah kepada Ryan.
"Untuk apa aku berbohong padamu? Tak ada untungnya bagiku! Kau, kini sudah jadi milikku. Sebentar lagi kau akan mengandung anakku! Memberikanku Ryan junior yang sangat lucu. Aku harus segera menikahimu secepatnya sebelum semua itu terjadi."
"Tidak! Tidak bisa begitu! Aku tidak hamil anakmu! Mana mungkin hubungan satu malam bisa langsung menghasilkan seorang anak! Kau gila! Aku tak ingin mengikuti perkataanmu!"
"Baiklah, kalau kau tak mau mengikuti perkataanku, kau harus berurusan dengan pengacaraku!"
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti dengan hal yang baru saja kau katakan itu!"
"Jika kau tak ingin menikah denganku, maka kau harus berurusan dengan pengacaraku karena kau telah dengan sengaja menjebak aku tidur denganmu. Aku akan bilang pada semua orang, khususnya media sosial, bahwa kau telah menjebakku tidur denganmu dan kini kau tengah memerasku!"
"Gila! Ini sungguh gila! Aku yang kehilangan kesucianku. Aku juga yang harus berurusan dengan hukum!"
"Ya itu benar. Kau akan menyesal karena telah berurusan denganku!"
"Tidak! Aku yakin, aku tetap akan menang melawanmu! Aku yang durugikan di sini!"
"Silahkan! Pikirkan baik-baik! Jangan sampai kau menyesal di belakang!"
"Cup."
Ryan mengecup bibir Raline sekali lagi. Kemudian Raline mendesis, Ryan terkekeh melihat Raline yang sedang sangat emosi itu.
"Hei! Kenapa kau harus memilihku! Bukankah masih banyak wanita yang lebih cantik dan lebih menarik daripada aku di luar sana! Kenapa harus aku!"
"Kau mau tahu alasan kenapa aku memilihmu?"
Raline mengangguk, Ryan kini menatap Raline dengan sangat serius.
"Netramu, aku sangat menyukai dua mata indahmu itu. Aku ingat pernah melihat dua bola mata biru dan lentik seperti kepunyaanmu."
Raline mematung tak percaya. Dia benar-benar tak menyangka kalau Ryan menjadi seposesif itu dengannya hanya karena sepasang mata miliknya.
"Tuan, kita sudah sampai."
"Oke, Bill. Terimakasih, tunggu kami sebentar di sini. Kami akan segera kembali."
"Baik Tuan."
Ryan menarik tangan Raline untuk keluar dari mobilnya. Mereka berjalan kearah sebuah rumah. Raline kaget dan menelan ludah. Dia tak menyangka kalau mereka akan menuju ke rumah itu.
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"