Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.
Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.
Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini.
"Bill, cepat panggil si empunya rumah."
"Baik Tuan."
Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu.
"Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku."
"Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?"
"Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingin bebas dan mencari uang untuk pengobatan ayahku."
Raline mencoba lari, tetapi Ryan menarik tangan Raline. Tepat ketika mereka sedang tarik menarik, pintu depan rumah sederhana itu terbuka.
"Maaf, anda ingin mencari siapa?" tanya seorang wanita separuh baya.
"Tuanku ingin bertemu dengan anda dan suami anda Nyonya."
"Siapa Tuanmu? Ada perlu apa dia denganku dan suamiku?"
"Ibu...," panggil Raline.
Wanita separuh baya itu menoleh kearah asal suara itu. Dilihatnya Raline putrinya dengan seorang lelaki berada di bawah pohon.
"Raline! Nak, kau kah itu?"
"Ibu."
"Masuklah! Ada apa kau tiba-tiba pulang ke rumah bersama dua lelaki ini Nak?"
"Ibu..., aku-"
"Biarkan kami masuk dan menjelaskannya padamu," ujar Ryan.
"Baik, masuklah!"
Mereka masuk ke dalam rumah sederhana itu lalu duduk di atas sofa usang yang terpajang di ruang tamu rumah itu.
"Bu, uhuk uhuk! Kau sedang apa?"
"Ya Ayah, sebentar kita sedang kedatangan tamu."
"Tamu siapa? Bisakah kau ambilkan aku segelas air lebih dulu?"
"Ya baiklah."
Wanita paruh baya itu berdiri dan pamit pada tamu-tamunya itu.
"Raline, buatkan minuman untuk para tamu kita. Ibu akan mengambilkan ayahmu minum dulu. Lalu menyuapi ayah obat. Setelah selesai baru ibu kembali lagi."
Wanita tua yang dipanggil Raline sebagai ibu, menunduk pamit undur diri pada Ryan dan Bill. Dia bergegas menyusul suaminya yang sedang berada dalam kamar yang terletak di samping ruang tamu rumah tersebut.
"Hei! Untuk apa kau datang ke rumahku! Untuk apa kita menemui orangtuaku!"
"Raline, kenapa kau malah berteriak tak sopan seperti itu kepada tamumu! Cepat ambilkan kami minum!" titah Ryan.
Dengan sedikit kesal Raline menghentakkan kakinya dan pergi menuju dapur untuk membuatkan minum bagi Ryan dan Bill.
"Tuan, kenapa tadi anda hanya menyebut nama anda Ryandra Hadiwijaya. Kenapa bukan Ryandra Smith Hadiwijaya. Smith adalah nama keluarga dari Ayah anda."
"Aku tidak ingin Raline tahu kalau aku adalah anak dari keluarga Smith. Biar saja dia tahu kalau aku berasal dari keluarga Hadiwijaya. Kurasa, nama itu tak terlalu terkenal di dunia bisnis ataupun sosial media."
"Jadi maksud anda? Anda akan menyamar? Anda tidak akan memberitahu Nona Raline siapa anda sebenarnya?"
"Tidak sampai ia mau menikah denganku dan menjadi istriku."
"Kenapa Tuan?"
"Karena dia berbeda dari wanita lain yang biasa kukenal. Wanita lain hanya mengharap kekayaanku. Tidak ada dari mereka satu pun yang benar-benar mencintaiku apa adanya."
"Tapi Nona Raline juga sekarang sudah tahu kalau anda bukan hanya sekedar orang biasa. Dia tahu bahwa anda adalah seseorang dari kalangan atas."
"Biarkan hal itu. Yang terpenting dia tidak mengenalku sebagai keturunan keluarga Smith. Keluarga terkenal nomer dua di dunia. Dia bisa syok bila tahu akan hal itu."
Ryan terkekeh, kala menjelaskan hal itu kepada Bill pengawalnya.
"Lalu untuk apa kita ke rumah orangtuanya saat ini? Jangan bilang kalau anda ingin melamarnya. Anda baru satu malam mengenal gadis ini Tuan. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan."
"Ya, aku akan melamarnya dan juga menikahinya. Aku akan pulang ke rumah bersama Raline. Aku akan jadikan Raline sebagai alat untuk syarat yang diajukan Kakekku."
"Menikah sebelum menjadi pewaris keluarga Smith?"
"Tentu saja. Mulai sekarang tutuplah dulu mulutmu itu!"
"Baik Tuan, aku paham."
Raline kembali dengan nampan berisi minuman. Begitu pula ibunya, kembali kehadapan mereka bertiga.
"Maaf telah lama menunggu. Silahkan diminum dulu. Lalu katakan padaku ada keperluan apa kalian bersama putriku Raline datang ke rumahku ini. Tanpa kabar lebih dahulu."
"Tidak ibu, tidak ada apa-apa. Aku hanya kangen sama ibu."
"Saya ke rumah ini bersama Raline untuk bertanggung jawab."
"Bertanggung jawab? Apa maksud perkataanmu?"
"Tidak ibu! Jangan dengarkan dia! Dia senang sekali berbohong dan bercanda. Kumohon jangan dengarkan orang gila ini!"
"Aku akan bertanggung jawab pada Raline dengan menikahinya."
__Masih to be continue__
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"