Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.
Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.
Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.
Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu.
"Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"
Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu.
"Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu."
"Tok tok tok"
"Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ingin bersenang-senang."
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Dengan malas, Ryan turun perlahan dari ranjang itu.
Dia berjalan sambil bersiul kearah pintu. Lalu membuka pintu, dengan perlahan.
"Tuan, ini saya."
"Ya, kenapa kau kembali lagi menggangguku?"
"Maaf Tuan, saya hanya menjalankan perintah anda tadi. Saya akan menyerahkan segelas susu hangat ini, juga sebuah baju untuk seorang wanita yang anda pinta tadi."
"Oke, terimakasih Bil. Kau memang yang terbaik."
Pengawal itu pamit setelah menyerahkan semua keperluan Ryan. Ryan kembali mengunci pintu kamar dan bergegas menuju kearah Raline.
"Ayo bangun dulu! Segelas susu hangat ini bisa menetralkan racun alkohol yang masuk ke dalam tubuhmu. Kau akan segera membaik setelah meminumnya."
"Tidak mau!! Entah kenapa, aku sangat tidak mempercayai ucapanmu!"
"Hai, gadis bodoh! Lihatlah gelas ini! Ini benar-benar hanya segelas susu hangat. Apa kau pikir aku telah mencampurkan obat kedalamnya?"
"Aku tadi tidak berpikir seperti itu. Namun kini, kau telah membuatku berpikir kalau kau akan melakukan hal itu."
Ryan tak peduli, dia kembali naik ke atas ranjang. Dia menyendokkan susu hangat itu lalu meniupinya. Kemudian, dia menyodorkan sendok berisi susu itu kearah Raline.
Awalnya, Raline sama sekali tak ingin menyentuh sendok berisi susu itu. Tapi Ryan terus menjejalkan dan memaksa Raline membuka mulutnya.
Mau tak mau Raline membuka mulut dan meminum susu yang terus disendokkan Ryan kearah mulutnya.
"Ayo, tinggal seperapat gelas lagi susu ini akan habis."
"Tidak mau! Aku sudah kenyang. Perutku sudah enak, tidak terasa mual lagi."
"Habiskan! Agar tubuhmu kembali hangat. Sedari tadi, tubuhmu terasa sangat dingin."
Raline tak bisa menolak apalagi membantah kata-kata Ryan. Ryan sangat keras kepala. Raline meneguk sisa susu terakhirnya langsung dari gelas.
"Bagus, begitu lebih baik. Sekarang, pejamkan dulu matamu barang beberapa menit. Setelah kau merasa tidak pusing lagi, kau bisa mandi dan berganti baju."
Raline mengikuti perkataan Ryan. Dia memejamkan matanya kembali. Setelah meminum segelas susu hangat ini, dia merasa tubuhnya lebih baik.
Rasa pusing dan mual sudah berangsur menghilang. Raline tidak sadar ketika dia memejamkan matanya, Ryan kembali mendekat lagi kearahnya.
Raline merasakan sentuhan dingin dan lembut lagi dibibirnya. Rasa yang sama persis ketika Ryan menciumnya tadi.
Raline membuka matanya, dan ternyata benar. Ryan kembali menciumi bibirnya. Raline mendorong Ryan, kali ini Ryan berhasil terdorong ke samping ranjang.
"Hai!! Hentikan perilaku tidak sopanmu itu! Kenapa kau lagi-lagi mencuri ciuman milikku?"
"Aku? Aku mencuri ciumanmu? Kau salah! Aku hanya membersihkan sisa susu dibibirmu yang belepotan."
Raline kaget, dia meraba bibirnya yang tadi dicium oleh Ryan. Ryan terkekeh, kemudian melemparkan sebuah baju setelan kearah Raline.
"Susunya enak dan manis, sama seperti rasa bibirmu. Setelah kau merasa lebih baik, mandi dan kenakanlah baju yang kulemparkan itu!"
"Dasar bodoh! Lelaki menyebalkan! Awas kalau sampai kau mencuri ciumanku lagi!"
"Apa? Kau mau melakukan apa kalau aku mencuri satu ciuman lagi untukmu?"
Raline bingung menjawab pertanyaan dari Ryan. Otaknya tak bisa berpikir jernih seperti biasanya. Mungkin ini efek dari minuman yang ia minum semalam.
"Aku akan menggigit bibirmu kalau kau melakukannya lagi!"
"Wow!! Aku sangat menginginkan hal itu!"
"Menyebalkan! Aku tidak ingin memakai baju darimu itu! Aku akan memakai bajuku sendiri saja."
"Pakailah, ini bajumu yang kemarin."
Ryan melemparkan baju milik Raline kemarin. Raline mengambilnya dan melihat bajunya itu sudah robek di sana-sini.
Tak lagi berbentuk sebuah baju. Raline menangis, membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya dan Ryan malam itu.
"Kenapa kau malah menangis lagi? Cepat pakai bajumu itu!"
"Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi pada kita semalam? Kenapa bajuku sampai tak berbentuk seperti ini? Apa yang telah kau lakukan padaku?"
"Aku? Kau menanyakan hal itu padaku?"
Ryan menyeringai, dia menatap Raline ganas. Seperti harimau yang akan menerkam mangsanya.
Raline mundur, ketakutan. Ryan mendekat dan berbisik kearah telinga Raline.
"Semalam, kau benar-benar liar! Aku sangat tergila-gila padamu. Hahaha!!"
"Brengsek!! Kau pasti telah menjebakku! Kau pasti telah memasukkan sesuatu ke dalam minumanku!"
Ryan pergi setelah mentertawakan Raline. Dia keluar kamar mereka, untuk mencari makanan pagi itu.
Raline ditinggal sendirian dalam kamar. Raline menggunakan kesempatan ini untuk segera membersihkan diri ke kamar mandi.
Tepat saat Raline selesai berpakaian dan sedang bercermin sambil menyisir rambutnya, Ryan kembali masuk ke kamar itu.
Raline melihat bayangan Ryan dalam cermin. Dia menoleh dan terlihat ketakutan. Ryan mendekat kearah Raline secara perlahan sambil menyeringai.
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
"Aku akan bertanggung jawab kepada Raline dengan menikahinya.""Apa maksud perkataanmu Tuan, saya benar-benar tidak mengerti," ucap ibu Raline."Tidak ibu! Lelaki gila ini hanya bercanda. Dia tak serius dengan perkataannya," Raline mengelak."DIAM!!" sahut Ryan dan ibu Raline bersamaan.Raline tersentak, dia kaget dengan perkataan Ryan dan ibunya bersamaan."Akan saya jelaskan Tante, jadi kemarin malam saat Raline sedang bekerja teman-teman saya memanggil dia dan mengerjainya.""Mengerjai bagaimana maksudmu?""Mereka memberikan Raline banyak minum dan juga menaruh obat dalam minumannya. Mereka berniat menggagahi Raline.""APA?? Apa benar yang kau katakan? ujar ibu Raline dan Raline bersamaan juga."Ya itu benar. Aku datang saat mereka hampir merenggut sesuatu yang berharga milik Raline. Kalau aku tidak datang tepat waktu, entah apa yang akan terjadi.""Lalu, kalau kau yang menyelamatkan Raline kenapa saat ini kau
Ryan menarik tangan Raline untuk segera keluar dari mobilnya. Raline dengan terpaksa mengikuti kemana Ryan menarik tangannya.Raline seketika kaget melihat jalan yang sedang ia lalui bersama dengan Ryan. Di ujung gang, yang sedang mereka lewati terdapat sebuah rumah sederhana yang Raline sangat hapal dengan bentuknya.Raline menelan ludah, dia benar-benar kaget dan tak menyangka kalau Ryan akan membawanya ke tempat ini."Bill, cepat panggil si empunya rumah.""Baik Tuan."Pengawal berusia setengah abad itu mendekat kearah rumah sederhana itu dan mengetuknya. Sementara Ryan dan Raline diam menunggu di bawah pohon mangga yang berada di depan rumah itu."Kenapa kau mengajakku pulang? Aku bisa mati, jika ayahku tahu aku pulang dengan seorang pria sepertimu! Ayo kita pergi dari sini! Aku ingin kembali ke tempat kontrakanku.""Oh, rumah yang berada dekat Klub malam tadi?""Ya! Aku tak ingin pulang! Aku masih ingin bekerja, masih ingi
Ryan membawa Raline ke basement hotel dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Raline menolak ikut, tetapi Ryan tetap memaksa."Lepaskan aku! Kau mau membawaku kemana?""Masuk saja dulu! Nanti juga kau akan tahu!"Dengan terpaksa Raline ikut masuk ke dalam mobil itu bersama Ryan. Di dalam mobil sudah terdapat seorang supir yang menunggu mereka."Bil, apa kau sudah tahu dimana rumahnya?""Sudah Tuan.""Kalau begitu, ayo segera kita pergi!""Baik Tuan."Supir setengah baya itu melajukan mobil dengan kecepatan teratur. Ryan duduk di belakang bersama Raline."Hai, Tuan! Katakan padaku, kau akan membawaku kemana lagi? Aku ingin pulang! Aku ingin segera bekerja kembali. Bos ku bisa marah besar kalau aku sampai terlambat lagi malam ini!""Tuan? Apa kau tak bisa memanggilku dengan nama saja?""Nama? Maaf Tuan, aku bahkan belum mengetahui siapa namamu.""Hahaha! Sehari semalam kita bersama-sama, tapi kau belum mengetahui nam
Ryan menyeringai saat Raline sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Raline kaget, melihat bayangan Ryan di sana.Raline menoleh, kemudian Ryan mendekat kearahnya secara perlahan-lahan."Mau apa lagi kau kesini?"Ryan tak menjawab perkataan Raline. Dia semakin mendekat, hingga tubuh mereka berdua kini saling menempel.Raline berusaha lepas dari Ryan. Tapi Ryan malah menggendongnya naik ke atas meja rias itu. Raline mundur, hingga punggungnya terpojok cermin.Ryan terkekeh, dipegangnya kaki mulus milik Raline dengan satu tangan miliknya. Sementara tangan lainnya menelusup kearah bagian punggung Raline."Lepaskan!! Apa yang akan kau lakukan lagi padaku!"Ryan melumat bibir Raline dengan paksa. Raline mendelik, tak menyangka akan mendapatkan serangan tiba-tiba ini dari Ryan.Raline menggigit bibir bawah milik Ryan. Ryan melepaskan ciumannya."Sial! Kenapa kau menggigit bibirku kencang sekali!""Bukankah tadi sudah
Raline berusaha mengelak, dia mendorong Ryan sekuat tenaga. Namun usahanya sia-sia saja. Tubuh Raline sangat lemas hari itu.Raline ingin mencoba jurus terakhirnya, yaitu berteriak. Tetapi saat mulutnya sudah bersiap untuk berteriak dengan sigap Ryan membekap mulut Raline dengan mulutnya.Ryan mencium Raline dengan lembut, tanpa paksaan sama sekali. Dia pintar memainkan trik agar seorang wanita tampak terlena oleh permainannya.Raline sulit bernapas, dia segera menarik bibirnya. Ryan terkekeh, melihat Raline yang kehabisan napas itu."Kenapa kau menciumku sembarangan! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu! Lepaskan aku dari tempat ini! Aku ingin pulang ke rumahku!"Raline berteriak lagi, masih sambil mengeluarkan satu dua bulir bening dari matanya yang indah itu."Jangan nenangis, matamu yang indah itu bisa bengkak jika kau terus saja menangis seperti itu.""Tok tok tok""Ah, sial! Kenapa selalu saja ada pengganggu saat aku sedang ing
Ryan membekap mulut Raline saat mendengar pintu kamar mereka diketuk. Raline yang awalnya akan berteriak, segera diam tak berdaya."Ssttt, diam! Aku akan melihat siapa yang datang mengganggu kita pagi-pagi begini. Kuharap kau tenang dan tak berulah."Raline mengangguk, airmatanya turun menetes dipipinya. Dengan perlahan, Ryan menggeser tangan yang membekap mulut Raline tadi.Tapi saat tangan itu bergeser, lagi-lagi Raline sudah akan siap berteriak meminta tolong lagi. Secepat kilat tangan Ryan membekapnya kembali."Apa kau tak mendengarkan perkataanku? Apa kau ingin aku menyumpal lagi mulutmu dengan kain dan mengikat tanganmu?"Raline menggeleng, dia kembali sesenggukan di depan Ryan. Di ujung bulu matanya yang lentik, terdapat beberapa tetes keringat yang mulai turun dari pelipisnya karena merasa ketakutan."Kalau begitu diam dan patuhilah apa kataku! Jangan sampai aku bertindak kasar kepadamu! Mengerti!!"Raline kembali mengangguk,
Malam itu Ryan dan beberapa temannya sedang menikmati malam seperti biasanya. Di klub yang sama, tempat mereka bersenang-senang seperti biasanya. Beberapa wanita dengan baju minim menemani Ryan dan juga beberapa teman-temannya untuk minum."Bos, apa ada yang kau pilih?""Ga ada yang pas buat malam ini.""Kenapa? Ga tau, lagi males aja!""Bos, gimana kalau dengan wanita itu?"Salah satu teman Ryan menunjuk seorang pelayan wanita yang lumayan manis. Dia sedang mengantarkan minuman kebeberapa pengunjung Klub. Ryan sudah banyak minum malam itu, dia tak begitu jelas melihat wajah wanita yang ditunjuk oleh temannya tadi."Buat kalian aja, kalau kalian mau.""Oke bos!"Ketiga teman Ryan memanggil pelayan itu. Dia mendekat dan menanyakan apa keperluan mereka."Ada apa Pak? Apa ada yang bisa saya bantu?""Hai, siapa namamu?""Aku?""Ya, kamu! Kami sedang bertanya padamu! Apa ada orang lain selain kamu di tempat ini?"