Keesokan paginya Tim Aciel mulai menelusuri Hutan Borneove, Hutan tersebut damai sekali, hanya terdengar suara langkah kaki dari para anggota tim, dan kicauan suara burung dari pohon-pohon. Mereka menelusurinya mulai dari daerah timur yaitu daerah yang banyak pohon pinus karena daerah timur hutan ini merupakan dataran tinggi. Semua anggota tim sibuk mencari jejak-jejak yang ditinggalkan oleh binatang raksasa yang menyerang kemarin, ada yang memeriksa tanah, ada yang memeriksa semak-semak, dan ada yang memeriksa pepohonan. Sementara itu, Aciel sibuk dengan Inblet nya dia membaca sesuatu di dalam benda kota transparan itu.
“Tidak ada penyerangan dari serigala raksasa kemarin malam, ini aneh sekali semoga kau menemukan sesuatu disana. Dari Tuan Owen,” gumamnya sambil melihat isi pesan yang diberikan Tuan Owen padanya.
Aciel merenung sejenak, memikirkan kenapa hewan tersebut tidak menyerang kota Alacanist semalam. “Apakah karena serangan serigala tadi sore?”
“Ketua!” panggil perempuan berambut hitam pendek.
“Ya? Ada apa Nona Allaric?” jawab Aciel pada perempuan tersebut.
“Kami menemukan bulu beruang coklat,” ucap perempuan itu.
Aciel terkejut lalu dengan cepat perempuan yang dia panggil Nona Allaric itu menunjukkan jalan ke semak belukar yang terdapat banyak bulu beruang coklat. Aciel mengambil salah satu bulu beruang tersebut, dia mengusapnya pelan lalu memasukkannya ke dalam kantung bajunya.
“Kalian tolong cek apakah ini bulu dari beruang kemarin, dan lanjutkan pencariannya aku harus kembali dan mengabarkan kejadian kemarin pada Tuan Owen,” tegas Aciel.
“Ya! Siap ketua!” seru tim penyelidikkan.
“Kau Nona Allaric, karena kau adalah asisten ku kau yang harus memimpin pencarian kali ini,” ucap Aciel.
Nona Allaric menganggukkan kepalanya mantap, lalu Aciel berlari kecil kembali ke tendanya. Sesampainya di tenda, dia langsung menulis pesan kepada Tuan Owen tentang adanya penyerangan di Kota Boneist kemarin. Setelah menulis, Aciel membuka Inblet nya dan mencari buku-buku digital tentang makhluk-makhluk legenda seperti elf, kurcaci, dan werewolf.
“Elf adalah makhluk supranatural yang bisa menggunakan kekuatan sihir. Cirinya seperti manusia hanya saja badan mereka lebih kecil, dan ramping serta memiliki telinga panjang dan runcing. Mereka bisa bergerak sangat cepat, melebihi manusia sehingga sulit terlihat oleh manusia.” Aciel bergumam sambil membaca buku digital yang ada di dalam Inblet nya.
Aciel sangat fokus membaca tentang makhluk-makhluk supranatural tersebut hingga tak sadar waktu terus saja berlalu. Setelah selesai membaca, Aciel membuka kopernya lalu nampaklah beberapa alat-alat seperti pistol berisi gel, pistol berwarma abu-abu, jaring, dan tongkat panjang.
“Aku harus menyempurnakan benda-benda ini dulu, setidaknya agar bisa membantu banyak orang ketika diserang oleh hewan raksasa lagi.” Aciel bergumam.
Aciel mulai mengambil pistol yang berisikan gel berwarna abu-abu tersebut. Aciel mengotak-atik pistol tersebut dan dengan hati-hati mulai mengeluarkan isi gelnya.
“Sepertinya ini kurang, aku harus menambahkan banyak Litium dan air lagi ke dalam tabung penetralnya agar daya hancur nya besar,” ucapnya pada diri sendiri.
….
Sore hari pun tiba, Aciel telah selesai memodifikasi alat-alat ciptaannya menjadi lebih baik dan kali ini dia berniat mencoba alat tersebut ke hutan. Dia turun dari tendanya yang berbentuk permen raksasa itu, lalu berjalan masuk ke dalam hutan.
“Kurasa ini sudah cukup jauh,” ucapnya.
Aciel melihat ke sekitarnya hanya ada pohon-pohon besar, semak-semak kecil, dan hembusan angin lalu dia mulai mengeluarkan pistol berwarna abu-abu dari tasnya. Dia memasangkan peluru kecil pada pistol tersebut lalu mengarahkan pistol tersebut ke arah pohon besar setinggi tiga puluh meter di depannya.
Dia menarik pelatuknya, peluru tersebut meluncur tanpa suara mengenai bagian tengah batang pohon besar di depannya.
Brakk … brakk
Pohon tersebut jatuh ke belakang mengenai tanah karena ada lubang yang besar berdiameter enam puluh sentimeter di pohon tersebut.
“Wah.. kalau di pakai ke binatang tersebut sepertinya terlalu berbahaya,” ucapnya.
Aciel mulai mengeluarkan alat lain dari tasnya yaitu jaring. Dia mendekati pohon yang tumbang tersebut. Lalu meletakan jaring kecil berukuran satu meter itu diatas pohon yang tumbang. Aciel mengklik tombol pada jaring tersebut lalu berkata, “Pindahkan dua meter ke arah timur."
Setelah mengatakan hal tersebut, jaring itu melebar lalu melilit membungkus batang pohon yang tumbang. Pohon tersebut mulai terangkat satu meter dari permukaan tanah setelah jaring tersebut melilit batang pohon yang tumbang itu. Jaring tersebut pun mulai mengeluarkan baling-baling berukuran satu meter lalu, baling-baling tersebut berputar sangat kencang sehingga membuat pohon yang dililit jaring tersebut terangkat. Setelah sampai di dua meter ke arah timur, baling-baling tersebut berhenti lalu pohon tumbang itu jatuh ke tanah.
Seorang perempuan bertelinga runcing berjalan mendekati Aciel dari arah belakang. “Aku rasa sudah cukup.”
Aciel terkejut lalu membalikkan badannya ke belakang melihat seorang perempuan bertelinga panjang nan runcing yang menatapnya marah. Perempuan itu memakai gaun putih pendek seatas lutut, berlengan pendek dan dihiasi oleh bunga-bunga kecil di bagian bawah gaun yang mekar, dengan sepatu kain berwana putih. Perempuan itu memakai pakaian dan sepatu yang sama seperti kemarin saat bertarung melawan beruang raksasa.
“Kau ---“ ucap Aciel terpotong.
“Sudah ku bilang pergi kau malah merusak hutan,” jawab elf perempuan.
Aciel mendadak gugup dan berkata, “Ti-tidak, aku hanya mencoba alat-alat ku.”
“Dengan merusak pepohonan?” elf menatap sinis Aciel.
Elf tersebut berjalan mendekati pohon yang tumbang, dia mengulurkan tangannya lalu menyentuh batang pohon yang tumbang itu.
“Tidak bisa diselamatkan, ini benar-benar sudah mati,” pikir elf.
“Maafkan aku,” ucap Aciel.
“Pulanglah ini terlalu berbahaya untuk manusia, jadi biarkan kami para elf yang menyelesaikannya,” ucap elf.
“Tidak! Tapi kami juga ingin membantu,” teriak Aciel.
“Haah.”
Elf tersebut menghela nafasnya kasar, lalu berjalan mendekati Aciel. Aciel terkejut sontak memundurkan kakinya ke belakang.
“Aku terkejut padamu, kau tidak memberitahukan tentang ku kepada teman-teman mu. Kenapa? Apa kau mengharapkan bantuan dari ku?” tanya elf tersebut.
Aciel menganggukan kepalanya lalu berkata, “Aku tahu manusia itu lemah, oleh karena itu aku membutuhkan bantuan mu. Aku janji tidak akan mengatakannya pada siapapun kalau elf itu nyata.”
“Baiklah tapi aku tidak bertanggung jawab jika kau terluka atau apapun itu,” jawab elf.
Aciel terkejut, matanya berbinar-binar karena senang ternyata elf di depannya ini mau diajak bekerja sama. Aciel pun berkata, “Tentu saja! Terimakasih banyak.”
Elf tersebut tersenyum, lalu mengulurkan tangannya pada Aciel dan berkata, “Sebelum bekerja sama, mungkin ada baiknya kalau kita berkenalan dulu. Nama ku Aredel.”
Aciel membalas senyum tersebut, lalu menerima uluran tangan dari elf itu dan berkata, “Aciel Oxley panggil saja Aciel.”
Saat berjabat tangan Aredel terkejut, dan dengan buru-buru dia melepaskan jabatan tangan mereka. Aciel juga ikut terkejut, kenapa dia tiba-tiba melepaskan tangannya.
“Tidak mungkin, apakah mungkin itu takdirnya?” pikir Aredel sambil melihat Aciel dengan tatapan tidak percaya.
“Kenapa? Apa ada yang ---“ ucap Aciel terpotong.
“Aku harus pulang. Kau bisa balik ke tenda mu sendiri kan? Aku pergi,” ucap Aredel.
Aredel membalikkan tubuhnya membelakangi Aciel, lalu dengan cepat berlari masuk ke hutan meninggalkan Aciel yang kebingungan.
Malam sebelum Aredel pergi ke hutan Borneove
Aredel berjalan santai menuju Istana Luce, tempat Ratu Tauriel yaitu ratu yang memimpin elf cahaya. Sesampainya Aredel di Istana, dia langsung masuk ke dalam dan di sambut hangat langsung oleh sang ratu.
“Oh … anak ku Aredel,” sapa Ratu Tauriel.
“Hormat hamba Yang Mulia Ratu,” ucap Aredel lalu berlutut dengan satu kaki kepada ratu.
Ratu tersebut memiliki badan yang putih, tinggi, langsing, dengan rambut berwarna putih keemasan dan mata yang berwarna coklat terang. Ratu itu juga memakai gaun panjang berwarna emas bercorak bunga-bunga, gaun itu panjang sekali hingga menutupi kaki Sang Ratu.
“Kau tau kenapa aku memanggilmu kesini?” tanya Ratu Tauriel.
Aredel menggelengkan kepalanya lalu menjawab, “Tidak Ratu.”
“Ada masalah di Hutan Borneove, hewan serigala dan beruang menjadi raksasa. Maukah kau membantuku menyelesaikan masalah tersebut?” tanya Ratu Tauriel.
Ratu tersenyum ramah menatap wajah Aredel yang sedikit terkejut.
“Baik ratu, besok saya akan kesana,” jawab Aredel.
Ratu tersenyum, melangkahkan kakinya maju mendekati Aredel lalu berkata, “Istirahatlah, kau boleh pulang sekarang.”
Aredel menganggukkan kepalanya, menundukkan kepalanya untuk memberi hormat pada ratu, lalu berjalan keluar dari istana.
Setelah Aredel meninggalkan istana, beberapa menit kemudian datang tamu tak diundang.
Cling
Lingkaran sihir berwarna hitam muncul tiba-tiba di depan Ratu Tauriel yang membuat dia terkejut. Dari lingkaran sihir tersebut keluarlah seorang perempuan yang mempunyai rambut hitam panjang, bermata hijau, dan memakai gaun yang berwarna hitam juga.
“Halo … Tauriel sudah lama kita tidak bertemu,” sapa tamu tersebut.
“Aku pikir kau sibuk.” sinis Ratu Tauriel.
“Sudah kuduga, kau mengetahuinya kan? Kalau aku yang membuat kekacauan. Kenapa kau tidak menghentikan ku wahai Ratu? Bukankah menghentikan ku sekarang membuat kemungkinan pertumpahan darah semakin kecil?” tanya tamu berambut hitam itu.
Ratu berjalan mendekat ke arah tamu itu lalu berkata, “Bukan takdirku menghentikan mu. Lagi pula mau aku atau siapapun yang menghentikan mu, pertumpahan darah itu akan tetap ada."
Tamu tersebut tertawa kencang lalu berkata. “Oh .. hum pasti kau sudah melihat masa depannya yah, lalu siapakah dia?”
“Berhentilah … yang terjadi di masa lalu, biarlah berlalu kau tidak akan bahagia jika hanya hidup untuk membalaskan dendam mu,” jawab Ratu Tauriel sambil tersenyum pilu.
Tamu tersebut tertawa kencang lagi lalu menatap sinis ke Ratu Tauriel. “Aku tidak peduli, memangnya siapa dia bisa menghentikan ku?”
“Dia adalah orang yang mirip seperti mu, tapi berbeda dengan mu,” jawab Ratu Tauriel.
Bersambung...
Keesokan harinya, Tim Penyelidikan Aciel kembali mencari sample-sample yang bisa mereka teliti. Mereka masih menelusuri Hutan Borneove bagian timur namun, bedanya kali ini mereka lebih memfokuskan pencarian di daerah bebatuan. Setelah berjam-jam mencari, akhirnya mereka menemukan sesuatu yaitu bercak air liur. Air liur tersebut diambil, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi. Mereka kembali melakukan pencarian lagi selama berjam-jam tetapi kali ini, mereka tidak mendapatkan apa-apa. Hari sudah semakin siang, matahari sudah berada tepat diatas kepala mereka. Meskipun mereka berada di dalam hutan, tetapi panas dari sinar matahari, ditambah dengan kelelahan mencari sample membuat mereka lemas. Aciel pun memutuskan untuk istirahat sejenak dan makan siang.“Sebaiknya kita makan siang dulu,” ujar Aciel.“Siap Ketua!” jawab anggota Tim Penyelidikan.Setelah makan siang, mereka melanjutkan pencarian tetapi kali ini Aciel tidak ikut mencari sample.
Laptop analisis menunjukkan hasil analisisnya di layar, sontak membuat para tim penyelidikan terkejut karena hasilnya tidak sesuai dengan dugaan mereka.“Kenapa bisa seperti ini?” tanya Aciel lemas sambil melihat ke layar laptop yang bertuliskan, “Air Liur Serigala Abu-abu” dan “Bulu Beruang Grizzyly”.Orang-orang yang berada di tim tersebut menghembuskan napasnya kasar.“Jadi selama ini pencarian kita sia-sia?” saut salah satu orang.Aciel mendudukkan dirinya di kursi, lalu menyenderkan punggungnya di senderan kursi tersebut. Dia menghela napasnya berkali-kali sambil memijat pelipisnya dan berkata, “Baiklah mari kita lanjutkan sampai dua hari ke depan, jika tidak ada hasil kita kembali ke Alacanist.”Semua orang menyetujui pendapat Aciel, kemudian Aciel menyuruh mereka semua untuk istirahat hari ini di tenda masing-masing karena besok mulai mencari sample-sample lagi. Aciel kembali ke ten
Aciel dan Aredel masih diam bergeming menatap kosong ke depan, setelah melihat ular raksasa yang mereka bunuh menghilang begitu saja karena ada lingkaran sihir berwarna hitam yang tiba-tiba muncul. Kaki Aredel lemas, otot-otot nya sedikit kaku karena terkena bisa ular yang lumayan banyak di kakinya tadi. Bukk.. Aredel terjatuh ke belakang namun, Aciel dengan sigap menangkap tubuh mungil milik Aredel itu. “Ah … maaf,” lirih Aredel lalu berusaha berdiri dengan kakinya. “Kau tidak apa-apa?” tanya Aciel khawatir lalu merangkulkan tangan Aredel ke pundaknya. “Tidak apa-apa hanya butuh istirahat,” jawab Aredel. Aciel menuntun Aredel ke tendanya lalu berkata, “Istirahat dulu di tenda ku, nanti kau boleh pulang saat sudah baikan.” “Ah … tidak usah aku masih sanggup untuk pulang kok,” ucap Aredel sambil mendorong tubuh Aciel yang merangkulnya, namun sayang tubuh Aredel lemas lalu kembali terhuyung ke belakang.
Hutan yang awalnya dipenuhi warna hijau di dedaunan dan semak-semaknya kini sudah di penuhi dengan warna biru, karena es-es runcing yang dikeluarkan Aredel menyebar kemana-mana membuat daun, dan semak-semak membeku. Hutan yang awalnya dipenuhi oleh suara kicauan burung, kini dipenuhi oleh suara dentuman es yang mengenai pohon, semak, dan suara erangan macan tutul yang memekikkan telinga. Aciel dan para timnya berada di balik semak-semak yang lumayan jauh dari medan pertarungan tersebut. Mereka memperhatikan elf dan macan tutul tersebut bertarung dengan seksama. Sudah hampir satu jam mereka bertarung, dan mulai terlihat bahwa keduanya yaitu Aredel dan macan tutul sudah sama-sama terlihat lelah.Splassh… SplasshEs-es tersebut terus menerus keluar hingga macan tutul tersebut terpojok dan tidak sengaja menginjak jebakan yang sudah dibuat oleh Aredel.CrekkKaki macan tutul tersebut beku, membuatnya tidak bisa kemana-mana. Perempuan b
Ruangan laboraturium mendadak sunyi, hanya menyisakan bunyi dentingan jam yang berasal dari samping laptop. Semua anggota tim menatap layar laptop analisis itu dengan tatapan bingung, bahkan Aciel pun tidak pernah dengar tentang kodok putih. "Ketua ... apa sebelumnya pernah menemukan kodok putih?" tanya Nona Allaric. Aciel menghela nafasnya kasar, lalu menjawab, "Ini pertama kalinya aku tahu ada kodok berwarna putih."Aciel mendudukkan dirinya di kursi yang berada di depan laptop tersebut, dia menyenderkan punggungnya di sandaran kursi, lalu memijat pelipisnya dengan tangan kanan sambil memejamkan matanya."Apa kita harus mencari sample lagi?" tanya salah satu orang.Aciel menggelengkan kepalanya. " Tidak perlu, besok pagi kita akan pulang dari sini."Para anggota tim terkejut, beberapa dari mereka bahkan menanyai kembali apakah Aciel yakin dengan keputusannya atau tidak. Namun, Aciel mengangguk mantap dan yakin den
Setelah Aciel mengatakan bahwa Aredel lebih cantik dari pada mermaid, suasana tiba-tiba menjadi sangat canggung. Mereka berdua menutup mulut nya masing-masing, tidak berani mengatakan sepatah katapun.Waktu terus berlalu, dan tak terasa malam sudah semakin larut. Udara diatas pohon menjadi sedikit dingin. Aciel menggesekkan kedua telapak tangannya sambil meniup-niupkan telapak tangan tersebut dengan mulutnya. Aredel yang melihat hal itu pun berinisiatif untuk mengantar Aciel pulang ke tendanya."Tidak ... Aku bisa sendiri kok. Lagi pula ini tidak terlalu jauh kan?" ujar Aciel.Aciel sebenarnya ragu, tetapi karena dari kemarin dia merasa sudah banyak merepotkan Aredel, jadi dia bilang dia bisa pulang sendiri. Aciel juga merasa bahwa energi sihir Aredel belum kembali sepenuhnya, jadi lebih baik Aredel beristirahat. "Aku pulang sendiri juga tidak apa-apa," pikir Aciel.Aredel merangkulkan tangan Aciel ke pundaknya, lalu memb
Pagi hari telah tiba, matahari sudah mulai beranjak naik ke atas langit. Aciel terbangun dari tidurnya ketika mendengar bunyi alarm dari inblet. Setelah membersihkan diri, dia mulai membereskan barang-barangnya di tenda tersebut dan memasukkannya ke dalam koper. Beberapa menit kemudian, Aciel dan timnya selesai membereskan tenda, dan barang-barang lain untuk di bawa pulang ke ibukota.Mereka semua tampak sibuk memasukkan tenda portabel tersebut ke dalam kapsul terbang mereka. "Sudah semua?" tanya Aciel pada timnya."Sudah Ketua!" seru timnya.Dengan segera, Aciel menyuruh mereka untuk segera masuk ke kapsul terbang masing-masing dan kembali ke Ibukota Alacanist. Aciel menyalakan mesin kapsul terbangnya itu, lalu melajukan benda terbang tersebut ke ibukota.Sesampainya di ibukota, Aciel melihat ke bawah dari balik jendela kemudi, melihat pemandangan kota kelahirannya tersebut. Banyak jalanan rusak yang kini sedang di perbaiki, ada cair
Aredel duduk diam memperhatikan punggung Aciel dari belakang, yang kini sedang fokus menyetir di depannya. Aredel menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, melihat isi kapsul terbang Aciel. Dinding kapsul terbang ini berwarna putih polos, dengan beberapa lampu-lampu kecil, dan jendela berbentuk lingkaran yang terdapat di kanan dan kiri sisi kapsul.“Hebat kan, aku bisa membuat kapsul terbang secanggih ini,” ucap Aciel tiba-tiba, tanpa menengokkan kepalanya ke belakang menghadap Aredel.“Iyah … mungkin itulah sebabnya kenapa manusia disebut dengan makhluk yang mengerikan,” ucap Aredel sambil melihat ke arah luar jendela.Aredel menengokan kepalanya kea rah belakang, lalu melihat ada meja kecil yang diatasnya ada kotak kecil persegi berwarna putih, microfast, lalu di bawah meja ada beberapa tas besar yang berwarna biru dan hijau.Beberapa menit berlalu, akhinya mereka mulai memasuki Ibukota Alacanist. Aredel terseny
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg
Sesaat setelah Aredel mengucapkan kata-kata itu. Mulut Tauriel terbuka.Dia ikut bernyanyi, bersama para peri dengan bahasa kuno yang tidak Aredel mengerti.Cahaya terang mulai kembali keluar dari lingkaran sihir di bawah mereka.SplashDan sesaat setelah cahaya itu redup, Aredel pingsan. Dia terbaring lemas di sebelah kekasihnya, Aciel.Kedua tangan Ratu nampak sibuk. Tangannya bergerak, menyentuh dada Aredel dan Aciel.Cahaya berwarna biru muda keluar dari dada Aredel.Suara nyayian Tauriel dan para peri terdengar semakin ramai. Cahaya tersebut terbang, melayang halus di udara.Para peri yang menari itu nampak bahagia sambil menyentuh cahaya berbentuk bulat itu. Mereka membawa cahaya itu hingga mendarat tepat di dada Aciel.“Bagus … empat kali lagi,” batin Tauriel.Mereka melakukan hal tersebut berulang kali, hingga akhirnya sampai di ketiga kalinya.Para peri berhenti menyanyi
“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar. Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel. “Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar. Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.” Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel. “Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel. Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi. “Tidak. Tapi kau sulit un
Perempuan bersurai putih itu melesat cepat. Dia sudah bertekad untuk membebaskan Morie dari kurungan yang dibuat Ratu Tauriel.“Aku harus menyelamatkan Aciel! Harusnya aku yang terkena tombak es itu bukannya kau!” teriak Aredel dalam hati.Tubuh mungilnya meliuk-liuk handal. Dengan tekad sekeras baja, dan rasa penyesalan sebesar matahari … Aredel berjanji akan menyelamatkan Aciel.“Aku tidak bisa membiarkan Aciel mati karena kelalaianku,” batin perempuan bersurai putih itu.PyuhHembusan angin tornado tak membuat langkah perempuan cantik itu gentar. Dia mengeluarkan sihir yang baru dia pelajari dari Ratu Tauriel. Yaitu membuat tubuh menjadi tembus apapun. Sehingga tidak ada serangan yang bisa mengenai tubuhnya.Perempuan itu menghembuskan napasnya perlahan. Aliran energi sihirnya yang terasa sejuk mulai menyebar dari atas kepala hingga ke ujung kaki.PyuhDia berhasil.Tor