Aredel duduk diam memperhatikan punggung Aciel dari belakang, yang kini sedang fokus menyetir di depannya. Aredel menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, melihat isi kapsul terbang Aciel. Dinding kapsul terbang ini berwarna putih polos, dengan beberapa lampu-lampu kecil, dan jendela berbentuk lingkaran yang terdapat di kanan dan kiri sisi kapsul.
“Hebat kan, aku bisa membuat kapsul terbang secanggih ini,” ucap Aciel tiba-tiba, tanpa menengokkan kepalanya ke belakang menghadap Aredel.
“Iyah … mungkin itulah sebabnya kenapa manusia disebut dengan makhluk yang mengerikan,” ucap Aredel sambil melihat ke arah luar jendela.
Aredel menengokan kepalanya kea rah belakang, lalu melihat ada meja kecil yang diatasnya ada kotak kecil persegi berwarna putih, microfast, lalu di bawah meja ada beberapa tas besar yang berwarna biru dan hijau.
Beberapa menit berlalu, akhinya mereka mulai memasuki Ibukota Alacanist. Aredel terseny
Aciel berjalan ke arah dapur untuk membuatkan Aredel sesuatu untuk dimakan. Aciel membuka kulkas nya, lalu melihat beberapa daging dan sayuran di dalam kulkas. Dia berjalan ke meja makan berbentuk bundar yang melayang, kemudian mengambil selembar roti. Dia juga mengambil buah apel, dan pisang dari atas meja tersebut lalu memasukkannya ke dalam kotak kecil di samping kulkas. Aciel mengklik kotak tersebut, lalu beberapa menit kemudian, keluarlah buah pisang dan apel yang sudah di potong-potong. Aciel mengambil selai kacang dari kulkasnya, lalu mengoleskan selai tersebut di selembar roti.“Aciel, kau sedang apa?” tanya Aredel sambil berjalan mendekati Aciel.“Membuatkan sesuatu yang bisa dimakan untuk tamu ku,” ucap Aciel sambil menaruh potongan pisang dan apel ke atas roti yang sudah di olesi selai kacang.“Kau hanya membuat satu? Buatlah dua, karena kau juga butuh makan,” ucap Aredel sambil melihat tangan Aciel yang sibuk membu
Aciel dan Aredel turun dari kapsul terbang mereka. Aredel berlari kecil menghampiri nenek tua yang berada di sungai kecil tersebut. Nenek itu tampak seperti nenek tua lainnya, yaitu berambut putih, dan berkulit keriput. Dia memakai baju sweater tipis berwarna coklat,dengan rok bahan yang berwarna coklat juga.“Sepertinya dia pingsan,” gumam Aredel sambil mengecak deru nafas nenek tua tersebut.Aredel memeriksa tubuh nenek tua tersebut, lalu dia menemukan adanya luka memar pada pergelangan kaki nenek tua itu. Aredel menjulurkan tangannya pada pergelangan kaki nenek tua itu, lalu beberapa detik kemudian cahaya biru keluar dari telapak tangan Aredel.“Semoga ini membantu,” pikir Aredel.Luka memar pada pergelangan kaki nenek tersebut perlahan menghilang, membuat nenek tua tersebut perlahan-lahan mulai menggerakan kedua kelopak matanya.“Ugh,” lenguh nenek tua.“Aredel sepertinya dia sudah sadar,&r
Aciel membuka pintu kapsul terbangnya, kemudian keluarlah perempuan bersurai putih dari benda terbang tersebut. Setelah terbang keluar dari benda itu, Aredel menampakkan kakinya santai di atas kapsul terbang Aciel. Dia menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri melihat sekelilingnya, memperhatikan daerah sekitar rawa mencari keberadaan makhluk yang tadi membuat pepohonan tumbang. Aredel terkejut, mata berwarna hijaunya itu sontak membulat sempurna ketika melihat makhluk berwarna hijau penuh dengan lumut, dan tanaman yang merambat di sekitar tubuhnya. Makhluk tersebut berkepala botak, badannya tinggi besar seperti raksasa berukuran dua puluh meter, serta memiliki gigi taring bawah yang runcing ke atas sehingga keluar dari mulutnya. Roaaarrrr Makhluk itu mengerang marah ketika melihat Aredel yang menatapnya dengan tatapan intens. “Itu Orc, kenapa bisa makhluk itu ada di rawa?!” pekik Aredel panik. Makhluk berwarna hijau yang diseb
Aciel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan dengan pipinya yang bersemu merah, dia meminta maaf pada Aredel, “Maaf Aredel, sepertinya kita harus tidur satu tenda.”Aredel mengerjapkan kelopak matanya cepat. “Oke.”Aciel bingung, ternyata Aredel menerimanya dengan sesantai itu, dia menatap Aredel yang saat ini sedang berjalan di pinggir sungai kecil dengan mulutnya yang sedikit terbuka.“Mungkin hanya aku saja yang berpikiran aneh, ternyata Aredel lebih polos dari yang aku duga,” gumam Aciel kemudian mengeluarkan tenda portablenya.Aredel jongkok di pinggir sungai kecil tersebut, lalu mengambil air sungai itu dengan telapak tangannya. Aredel tersenyum kecil, kemdian meminum air sungai itu. “Wah segar, dan malam ini bulan purnamanya cantik sekali.” Perempuan bersurai putih itu tersenyum senang seraya melihat ke atas menghadap bulan purnama yang bersinar terang.Aciel sudah selesai dengan tendanya, l
Aredel menyenderkan punggungnya lemas ke kursi, sambil menghembuskan napasnya berat. “Aciel, aku haus.”Aciel melirik Aredel dengan tatapan khawatir, bibir Aredel yang biasanya berwarna pink kini berubah menjadi putih dan pecah-pecah.“Bibir mu kering sekali,” lirih Aciel.“Tenang Aredel, kita akan segera keluar dari hutan ini dan menemukan sumber air,” ujar Aciel.Aciel melajukan kapsul terbangnya dengan cepat, hingga mereka akhirnya dapat keluar dari hutan itu. Jam sudah menunjukkan pukul satu malam, dan Aciel belum tidur sama sekali sejak tadi pagi. Aciel terus menguap, sambil sesekali mengusap matanya yang berwarna emas itu dengan tangannya.“Aku ngantuk sekali, haruskah aku menyalakan auto pilot?” gumam Aciel.Karena sudah terlalu mengantuk, akhirnya Aciel memutuskan untuk menggunakan auto pilot sehingga dia bisa istirahat sejenak. Beberapa jam kemudian, Aciel terbangun dari tidurnya. Dia
Aredel dan Aciel saat ini sedang berada di dalam gua Troll. Kedua Troll tersebut pergi memindahkan kapsulnya ke ruangan gua yang lain, meninggalkan Aciel dan Aredel yang terduduk lemas di dalam kurungan hitam yang berada di atas batu besar berwarna hitam legam. Ruangan goa tempat Aciel dan Aredel sangat besar besar, dan juga lembab, serta banyaknya obor di dinding goa membuat suasana di dalam goa tersebut semakin menyeramkan bak film horror. ClangClangClang“Argh! Kenapa?!” teriak Aredel marah serta frustasi.Aredel mencoba membuat lingkaran sihir berwarna biru yang biasa dia buat, namun hasilnya nihil lingkaran sihir tersebut langsung pecah seperti piring yang terjatung ke lantai.“Kenapa tidak bisa?!” tanya Aredel kesal.ClangAredel menyandarkan tubuhnya ke kurungan hitam tersebut, lalu tak lama kemudian datanglah kedua Troll yang membawa mereka. Troll ters
Aredel menutup kedua matanya, menghembuskan nafasnya pelan, kemudian berkata, “Peta ajaib, tolong tunjukkan di mana letak kapsul terbang kami.” Peta tersebut bersinar terang, lalu dalam sekejap peta tersebut menunjukkan arah menuju kapsul terbang mereka. “Aciel petanya sudah menunjukkan kita jalan. Ayo kita bergegas pergi!” seru Aredel kemudian melangkahkan kakinya ke depan. “Haah … baikhlah,” ucap Aciel lemas, kemudian pasrah mengikuti Aredel. “Kalau sampai dia menyesatkan kita lagi, akan langsung ku buang,” ucap Aciel sambil melangkahkan kakinya ke depan. “Jangan bilang seperti itu, ini adalah peta ajaib. Umurnya pasti lebih lama dari kita berdua, kita harus menghormatinya,” ucap Aredel sambil berjalan. “Huft, kau membelanya seperti membela orang tua saja sampai-sampai membahas usia.” Aciel mengerucutkan bibirnya sebal. Mereka berdua berjalan beriringan di dalam goa yang gelap, meskipun banyak obor yang menempel di dinding, t
Kemarin Malam di Ibukota AlacanistLaboratorium kerajaan terlihat ramai dengan banyak ilmuwan di dalamnya, mereka terlihat sibuk menyempurnakan robot-robot berbentuk manusia.“RM-01 sepertinya sudah bisa kita uji,” ucap salah satu orang dengan inblet di tangannya.“Iyah kau benar, sebaiknya kita masukan dia di ruang pengujian,” timpal yang lain.“RM-01 silahkan masuk ke ruang pengujian,” ucap salah satu orang.Robot berebentuk manusia laki-laki tersebut berjalan masuk ke dalam ruangan putih kosong seluas enam meter dengan tinggi tujuh meter, serta kaca di depannya yang membuat para ilmuwan tetap bisa mengawasi robot tersebut dari luar ruangan. Salah satu ilmuwan menutup pintu ruangan tersebut, lalu menekan tombol merah pada meja yang ada di depan kaca ruangan itu. Beberapa detik kemudian, dari bawah lantai muncul lubang seluas dua meter dan dari lubang tersebut keluarlah seekor ular cobra dengan
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg
Sesaat setelah Aredel mengucapkan kata-kata itu. Mulut Tauriel terbuka.Dia ikut bernyanyi, bersama para peri dengan bahasa kuno yang tidak Aredel mengerti.Cahaya terang mulai kembali keluar dari lingkaran sihir di bawah mereka.SplashDan sesaat setelah cahaya itu redup, Aredel pingsan. Dia terbaring lemas di sebelah kekasihnya, Aciel.Kedua tangan Ratu nampak sibuk. Tangannya bergerak, menyentuh dada Aredel dan Aciel.Cahaya berwarna biru muda keluar dari dada Aredel.Suara nyayian Tauriel dan para peri terdengar semakin ramai. Cahaya tersebut terbang, melayang halus di udara.Para peri yang menari itu nampak bahagia sambil menyentuh cahaya berbentuk bulat itu. Mereka membawa cahaya itu hingga mendarat tepat di dada Aciel.“Bagus … empat kali lagi,” batin Tauriel.Mereka melakukan hal tersebut berulang kali, hingga akhirnya sampai di ketiga kalinya.Para peri berhenti menyanyi
“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar. Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel. “Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar. Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.” Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel. “Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel. Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi. “Tidak. Tapi kau sulit un
Perempuan bersurai putih itu melesat cepat. Dia sudah bertekad untuk membebaskan Morie dari kurungan yang dibuat Ratu Tauriel.“Aku harus menyelamatkan Aciel! Harusnya aku yang terkena tombak es itu bukannya kau!” teriak Aredel dalam hati.Tubuh mungilnya meliuk-liuk handal. Dengan tekad sekeras baja, dan rasa penyesalan sebesar matahari … Aredel berjanji akan menyelamatkan Aciel.“Aku tidak bisa membiarkan Aciel mati karena kelalaianku,” batin perempuan bersurai putih itu.PyuhHembusan angin tornado tak membuat langkah perempuan cantik itu gentar. Dia mengeluarkan sihir yang baru dia pelajari dari Ratu Tauriel. Yaitu membuat tubuh menjadi tembus apapun. Sehingga tidak ada serangan yang bisa mengenai tubuhnya.Perempuan itu menghembuskan napasnya perlahan. Aliran energi sihirnya yang terasa sejuk mulai menyebar dari atas kepala hingga ke ujung kaki.PyuhDia berhasil.Tor