“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar.
Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel.
“Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar.
Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.”
Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel.
“Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel.
Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi.
“Tidak. Tapi kau sulit un
Sesaat setelah Aredel mengucapkan kata-kata itu. Mulut Tauriel terbuka.Dia ikut bernyanyi, bersama para peri dengan bahasa kuno yang tidak Aredel mengerti.Cahaya terang mulai kembali keluar dari lingkaran sihir di bawah mereka.SplashDan sesaat setelah cahaya itu redup, Aredel pingsan. Dia terbaring lemas di sebelah kekasihnya, Aciel.Kedua tangan Ratu nampak sibuk. Tangannya bergerak, menyentuh dada Aredel dan Aciel.Cahaya berwarna biru muda keluar dari dada Aredel.Suara nyayian Tauriel dan para peri terdengar semakin ramai. Cahaya tersebut terbang, melayang halus di udara.Para peri yang menari itu nampak bahagia sambil menyentuh cahaya berbentuk bulat itu. Mereka membawa cahaya itu hingga mendarat tepat di dada Aciel.“Bagus … empat kali lagi,” batin Tauriel.Mereka melakukan hal tersebut berulang kali, hingga akhirnya sampai di ketiga kalinya.Para peri berhenti menyanyi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Malam hari di Ibukota Alacanist Warga panik berlarian kesana kemari mencari tempat berlindung dari serangan sepuluh ekor serigala. Tidak seperti serigala biasanya, serigala ini berukuran sangat besar hingga tingginya mencapai dua puluh meter. Serigala tersebut memiliki bulu berwarna abu-abu dengan mata berwarna hitam legam, dan tak lupa taring serta kuku-kukunya yang panjang. Serigala tersebut mengejar-ngejar manusia dan jika sudah tertangkap serigala tersebut langsung mencabik-cabik atau memakan manusia hidup-hidup.Tim penjaga kota Alacanist mencoba menghentikan semua serigala tersebut, tetapi hal itu semuanya sia-sia. Mereka sudah mencoba menembak gas beracun ke serigala tersebut, menembakan senjata petir poratabel, gas tidur, bahkan mengikat mereka dengan jaring listrik juga tidak ada gunanya dikarenakan badan mereka yang besar, kuku dan taring mereka yang tajam dengan mudah menggoyak jaring tersebut. Tim penjaga kota Alacanist menyerah, mereka sekarang l
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg
Sesaat setelah Aredel mengucapkan kata-kata itu. Mulut Tauriel terbuka.Dia ikut bernyanyi, bersama para peri dengan bahasa kuno yang tidak Aredel mengerti.Cahaya terang mulai kembali keluar dari lingkaran sihir di bawah mereka.SplashDan sesaat setelah cahaya itu redup, Aredel pingsan. Dia terbaring lemas di sebelah kekasihnya, Aciel.Kedua tangan Ratu nampak sibuk. Tangannya bergerak, menyentuh dada Aredel dan Aciel.Cahaya berwarna biru muda keluar dari dada Aredel.Suara nyayian Tauriel dan para peri terdengar semakin ramai. Cahaya tersebut terbang, melayang halus di udara.Para peri yang menari itu nampak bahagia sambil menyentuh cahaya berbentuk bulat itu. Mereka membawa cahaya itu hingga mendarat tepat di dada Aciel.“Bagus … empat kali lagi,” batin Tauriel.Mereka melakukan hal tersebut berulang kali, hingga akhirnya sampai di ketiga kalinya.Para peri berhenti menyanyi
“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar. Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel. “Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar. Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.” Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel. “Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel. Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi. “Tidak. Tapi kau sulit un
Perempuan bersurai putih itu melesat cepat. Dia sudah bertekad untuk membebaskan Morie dari kurungan yang dibuat Ratu Tauriel.“Aku harus menyelamatkan Aciel! Harusnya aku yang terkena tombak es itu bukannya kau!” teriak Aredel dalam hati.Tubuh mungilnya meliuk-liuk handal. Dengan tekad sekeras baja, dan rasa penyesalan sebesar matahari … Aredel berjanji akan menyelamatkan Aciel.“Aku tidak bisa membiarkan Aciel mati karena kelalaianku,” batin perempuan bersurai putih itu.PyuhHembusan angin tornado tak membuat langkah perempuan cantik itu gentar. Dia mengeluarkan sihir yang baru dia pelajari dari Ratu Tauriel. Yaitu membuat tubuh menjadi tembus apapun. Sehingga tidak ada serangan yang bisa mengenai tubuhnya.Perempuan itu menghembuskan napasnya perlahan. Aliran energi sihirnya yang terasa sejuk mulai menyebar dari atas kepala hingga ke ujung kaki.PyuhDia berhasil.Tor