Malam hari di Ibukota Alacanist
Warga panik berlarian kesana kemari mencari tempat berlindung dari serangan sepuluh ekor serigala. Tidak seperti serigala biasanya, serigala ini berukuran sangat besar hingga tingginya mencapai dua puluh meter. Serigala tersebut memiliki bulu berwarna abu-abu dengan mata berwarna hitam legam, dan tak lupa taring serta kuku-kukunya yang panjang. Serigala tersebut mengejar-ngejar manusia dan jika sudah tertangkap serigala tersebut langsung mencabik-cabik atau memakan manusia hidup-hidup.
Tim penjaga kota Alacanist mencoba menghentikan semua serigala tersebut, tetapi hal itu semuanya sia-sia. Mereka sudah mencoba menembak gas beracun ke serigala tersebut, menembakan senjata petir poratabel, gas tidur, bahkan mengikat mereka dengan jaring listrik juga tidak ada gunanya dikarenakan badan mereka yang besar, kuku dan taring mereka yang tajam dengan mudah menggoyak jaring tersebut. Tim penjaga kota Alacanist menyerah, mereka sekarang lebih memprioritaskan menyelamatkan warga kota dibandingkan dengan melawan hewan-hewan besar itu.
“Bagaimana ini tuan Oxley?” tanya cemas seorang lelaki paruh baya yang berumur sekitar lima puluh tahun kepada pria berambut merah disebelahnya.
“Haah….”
Pria berambut merah tomat dengan mata bewarna kuning keemasan tersebut menghela napasnya kasar sambil melihat ke arah layar CCTV didepannya. “Aku juga tidak mengerti, ini pertama kalinya dalam hidupku melihat serigala sebesar dan sekuat itu.”
Mereka semua kembali fokus melihat layar CCTV dengan mata yang sendu. Mereka sedih karena bingung tidak bisa berbuat apa-apa pada situasi genting saat ini. Mereka terlalu sibuk mengamati kamera CCTV di depannya, hingga tidak menyadari ada Pria bermata biru yang masuk ke dalam ruang tersebut. “Apa kau benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada binatang buas itu Aciel Oxley?”
Semua orang yang berada di ruangan CCTV tersebut terkejut, dan dengan reflex membungkukkan badannya kepada pria yang baru saja berbicara. “Yang Mulia Raja Adelard!”
Pria tersebut adalah Raja Adelard Agustinus yang memimpin Kerajaan Cartenzeul. Raja Adelard memeliki perawakan yang tinggi, berkulit putih, bermata biru dan memiliki rambut berwarna kuning. Seperti Raja pada umumnya, ia memakai sebuah mahkota di atas kepalanya, memakai baju kemeja, dan celana putih, serta lengkap dengan jubah berwarna merah yang dihiasi oleh bulu-bulu putih di pinggirannya. Raja tersebut berjalan maju mendekati pria berambut merah yang ia panggil ‘Aciel’.
“Saya benar-benar tidak tahu yang mulia, ini pertama kalinya saya melihat hal ini,” ucap Aciel sambil menundukkan wajahnya tidak berani menatap wajah Raja.
“Kau harus menyelidikinya segera!” jawab Raja tegas.
“Saya akan menyelidikinya sebisa mungkin Yang Mulia! Saya berencana akan ke hutan Borneove, saya mempunyai dugaan bahwa serigala-serigala tersebut datang dari hutan tersebut Yang Mulia,” seru Aciel.
Raja tersebut menghentikkan jalannya, berhenti tepat di hadapan Aciel lalu tersenyum ramah pada Aciel. “Baiklah sebagai Ketua Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta sahabat baik ku Aciel aku benar-benar menaruh harapan banyak padamu.”
Aciel membalas senyum raja kemudian meletakkan telapak kanannya di dada kiri sebagai penghormatan dan janjinya kepada raja. Raja tersenyum lagi, lalu membalikkan badannya dan keluar dari ruangan tersebut. Setelah melihat raja keluar dari ruangan CCTV, Aciel langsung mengkoordinasikan timnya untuk menyiapkan segala sesuatu untuk dibawa ke hutan.
Keesokan Malamnya di Ibukota Alacanist
Penyerangan kembali terjadi lagi dan dilakukan dengan serigala yang sama. Warga setempat kembali takut, dan berlarian kesana-kemari. Kali ini Tim Penjaga Alacanist sudah lebih terkoordinasi, mereka belajar dari pengalaman kemarin. Mereka membagi tim menjadi dua kelompok yang pertama Tim Pengalihan dan yang ke dua Tim Penyelamat, tim pengalihan berusaha untuk mengalihkan perhatian-perhatian serigala tersebut agar tidak menyerang dan mengganggu tim penyelamat. Setelah berjam-jam mereka bertahan akhirnya pagi pun tiba, serigala-serigala tersebut dengan cepat berlari kembali keluar dari kota Alacanist.
Aciel pria berambut merah itu sedang sibuk membuat sesuatu di laboraturium milik Kerajaan Cartenzeul. Di dalam laboratorium itu sepi, karena hanya ada dia dan sebuah robot berbentuk manusia laki-laki bernama Lilo, serta beberapa alat-alat laborarorium. Tangan kanannya sibuk menuliskan sesuatu di Inblet yaitu benda ciptaan dia sendiri yang berbentuk kotak bisa dilipat, dan transparan. “Lilo! Tolong bawakan aku microchips yang tadi sedang aku buat.”
“Baik tuan,” ucap robot bernama Lilo.
Aciel kembali sibuk dengan microchips tersebut, dia sangat fokus hingga sebuah ketukan pintu menghentikkan pekerjaannya. Aciel berteriak “masuk” kepada seseorang yang mengetuk pintu tersebut lalu menengokkan kepalanya ke arah pintu. Seseorang yang mengetuk pintu tersebut adalah Tuan Owen, dia memiliki perawakan tinggi, berkulit sawo matang, berambut coklat, dan lengkap menggunakan pakaian tim-tim pengalihan yaitu, celana dan baju bahan berwarna hitam, dengan rompi anti peluru berwarna putih, dan tak lupa sabuk kecil yang berisikan pistol, gas tidur, dan senjata petir portable berbentuk tongkat kecil.
Tuan Owen berjalan menghampiri Aciel lalu berkata, “Kau masih bekerja? Apa kau tidak tidur?”
Aciel membalikkan tubuhnya menghadap lawan bicaranya, lalu mengehela nafasnya kasar. “Sepertinya aku tidak akan tidur, aku sedang melakukan beberapa perubahan pada robot manusia agar kalau ada hal seperti ini terjadi lagi mereka saja yang mengatasi.”
“Aku sudah menempelkan pelacak yang kau minta di badan serigala itu,” ujar Tuan Owen
Aciel tersenyum senang, lalu mengacungkan kedua jempolnya kepada lawan bicaranya. “Terimakasih Tuan Owen! Ketua Tim Pengalihan memang hebat!”
Tuan Owen tertawa kecil melihat reaksi dari Aciel, ia pun berpamitan pada Aciel lalu berjalan keluar meninggalkan Aciel sendiri di ruangannya. Aciel membuka Inblet nya kemudian melacak serigala yang sudah di tempeli pelacak oleh Tuan Owen. Aciel menyunggingkan senyumnya ketika melihat layar Inblet nya itu ternyata benar dugaannya hewan itu pulang ke Hutan Borneove.
Sore harinya, Tim Penyelidikkan Aciel mulai memasukkan benda-benda penting ke dalam kapsul terbang untuk penyelidikkan mereka di Hutan Borneove. Setelah selesai, mereka masuk ke dalam kapsul mereka masing-masing, Aciel sendiri di kapsulnya karena dia membawa banyak benda penting. Kapsul-kapsul terbang pun meluncur ke arah timur kerajaan Cartanzeul menuju Hutan Borneove. Tiga puluh menit berlalu, mereka akhirnya sampai di Kota Boneist yaitu kota dekat Hutan Borneove.
Saat mereka sedikit lagi sampai di hutan, terdengar suara warga yang berteriak ketakutan. Para tim terkejut lalu melihat ke bawah melihat ada sepuluh ekor beruang raksasa berwarna coklat berukuran dua puluh lima meter. Beruang tersebut berlari mengejar-ngejar dan menyerang manusia. Para tim turun ke desa tersebut untuk membantu para warga, begitu pula dengan Aciel padahal hanya tinggal sepuluh meter lagi jaraknya dia memasuki hutan tetapi dia juga harus turun membantu para warga.
Ketika Aciel sibuk menurunkan kapsul terbangnya dia tidak fokus bahwa di belakang kapsulnya ada satu beruang yang mengamuk, beruang tersebut mengayunkan tangannya ke kapsul terbang milik Aciel yang membuat kapsul tersebut terlempar masuk ke dalam hutan lalu menabrak pohon besar di depannya. Aciel berusaha membuka pintu kapsul terbangnya ketika melihat beruang itu mulai berlari ke arahnya dengan cepat. Saat pintu terbuka, saat itu pula beruang tersebut sudah berada di depan Aciel. Aciel menutup matanya, kakinya lemas membuat dia jatuh ke tanah karena saking takut dan pasrahnya melihat beruang berwarna coklat yang bertubuh besar dihadapannya tersebut.
Braak….
Bunyi kayu pohon yang patah karena seperti terkena sesuatu yang besar.
Aciel mulai membuka matanya, dia terkejut melihat beruang yang ingin menyerangnya itu terlempar jauh mengenai pohon. Beruang tersebut kembali berdiri, kemudian berlari sambil mengerang marah melihat keatas langit.
Roaaarr
Aciel melihat hembusan angin kencang serta siluet putih yang baru saja melewatinya dengan sangat cepat.
Splash
“Apa itu?” batin Aciel.
Aciel berusaha mempertajam penglihatannya, dia bahkan sampai mengambil kacamata yang ada di kantungnya agar dapat melihat dengan jelas apa yang sudah menyerang beruang besar itu, namun hasilnya nihil. Hal tersebut tetap tidak bisa terlihat olehnya. Gerakan makhluk itu cepat sekali bahkan beruang raksasa pun kesulitan untuk menyerang balik. Beruang tersebut marah, dia melemparkan batu-batu besar di sekitarnya kepada makluk yang menyerangnya itu, tetapi hal tersebut percuma saja karena makhluk itu cepat sekali sampai tidak bisa dilihat oleh mata.
Brakk..
Bunyi kayu pohon yang patah lagi, karena beruang raksasa itu baru saja terlempar ratusan meter kesamping. Beruang tersebut menggerang marah lagi, lalu berusaha melemparkan batu atau dahan pohon yang sangat besar ke makhluk yang menyerangnya itu. Aciel sendiri, masih fokus memperhatikan pertarungan tersebut sampai tidak sadar kalau ada batang pohon kayu besar terlempar kearahnya dari arah samping.
Makhluk yang menyerang beruang raksasa itu langsung berbalik arah melihat ke arah laki-laki berambut merah, lalu dengan gerakan cepat dia merangkulkan tangan pria tersebut ke pundaknya lalu dengan lincah dia lompat ke atas pohon yang tingginya empat puluh meter.
Splash
Setelah Aciel dan makhluk tersebut menapakkan kakinya di dahan pohon yang besar, Aciel terkejut melihat makhluk yang ada di depannya ini dia bisa melihatnya dengan jelas sekarang. Ternyata dia adalah seorang perempuan cantik berkulit putih, berambut putih panjang, dengan mata berwarna hijau menyala dan tak lupa sesuatu yang paling menarik perhatian Aciel adalah kupingnya yang panjang nan runcing ke atas. Hal tersebut mengingatkan dia tentang dongeng masa kecilnya yaitu cerita tentang makhluk hutan yang memiliki telinga panjang. Aciel masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat di depannya, dia berulang kali mengerjapkan matanya bahkan menggosokkan kedua bola matanya dengan tangan memastikan bahwa yang dia lihat di depannya ini nyata.
Tubuh Aciel bergetar, ia gugup sekaligus takut kemudian memberanikan dirinya untuk bertanya, “Apakah kau elf?”
.
.
Bersambung
Aciel gugup, bibir dan matanya bergetar, serta tangannya yang basah karena keringat. Setelah menanyakan pertanyaan itu pada makhluk di depannya, makhluk tersebut tidak menjawab dia hanya melihat ke arah Aciel dengan tatapan khawatir.“Kau tidak apa-apa?” tanya makhluk tersebut.Aciel terkejut, ternyata makhluk tersebut bisa berbicara bahasa manusia. Lutut Aciel lemas, punggunya langsung bersender ke batang besar pohon dengan mata yang masih menatap makhluk yang ada di depannya ini.Roaaar..Erangan beruang tersebut terdengar kencang sekali, hingga membuat daun-daun dan ranting pohon kecil berjatuhan ke tanah. Aciel dan Makhluk berambut putih di hadapannya itu, langsung menengokkan kepala mereka ke arah beruang yang mengerang keras di bawah.Roaaaarrr…..RoaaarrrErangan beruang terdengar lagi, hingga membuat burung-burung yang berada di pohon terbang meninggalkan hutan. Manik mata hijau milik perempuan ber
Keesokan paginya Tim Aciel mulai menelusuri Hutan Borneove, Hutan tersebut damai sekali, hanya terdengar suara langkah kaki dari para anggota tim, dan kicauan suara burung dari pohon-pohon. Mereka menelusurinya mulai dari daerah timur yaitu daerah yang banyak pohon pinus karena daerah timur hutan ini merupakan dataran tinggi. Semua anggota tim sibuk mencari jejak-jejak yang ditinggalkan oleh binatang raksasa yang menyerang kemarin, ada yang memeriksa tanah, ada yang memeriksa semak-semak, dan ada yang memeriksa pepohonan. Sementara itu, Aciel sibuk dengan Inblet nya dia membaca sesuatu di dalam benda kota transparan itu. “Tidak ada penyerangan dari serigala raksasa kemarin malam, ini aneh sekali semoga kau menemukan sesuatu disana. Dari Tuan Owen,” gumamnya sambil melihat isi pesan yang diberikan Tuan Owen padanya. Aciel merenung sejenak, memikirkan kenapa hewan tersebut tidak menyerang kota Alacanist semalam. “Apakah karena serangan serigala tadi sore?”
Keesokan harinya, Tim Penyelidikan Aciel kembali mencari sample-sample yang bisa mereka teliti. Mereka masih menelusuri Hutan Borneove bagian timur namun, bedanya kali ini mereka lebih memfokuskan pencarian di daerah bebatuan. Setelah berjam-jam mencari, akhirnya mereka menemukan sesuatu yaitu bercak air liur. Air liur tersebut diambil, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi. Mereka kembali melakukan pencarian lagi selama berjam-jam tetapi kali ini, mereka tidak mendapatkan apa-apa. Hari sudah semakin siang, matahari sudah berada tepat diatas kepala mereka. Meskipun mereka berada di dalam hutan, tetapi panas dari sinar matahari, ditambah dengan kelelahan mencari sample membuat mereka lemas. Aciel pun memutuskan untuk istirahat sejenak dan makan siang.“Sebaiknya kita makan siang dulu,” ujar Aciel.“Siap Ketua!” jawab anggota Tim Penyelidikan.Setelah makan siang, mereka melanjutkan pencarian tetapi kali ini Aciel tidak ikut mencari sample.
Laptop analisis menunjukkan hasil analisisnya di layar, sontak membuat para tim penyelidikan terkejut karena hasilnya tidak sesuai dengan dugaan mereka.“Kenapa bisa seperti ini?” tanya Aciel lemas sambil melihat ke layar laptop yang bertuliskan, “Air Liur Serigala Abu-abu” dan “Bulu Beruang Grizzyly”.Orang-orang yang berada di tim tersebut menghembuskan napasnya kasar.“Jadi selama ini pencarian kita sia-sia?” saut salah satu orang.Aciel mendudukkan dirinya di kursi, lalu menyenderkan punggungnya di senderan kursi tersebut. Dia menghela napasnya berkali-kali sambil memijat pelipisnya dan berkata, “Baiklah mari kita lanjutkan sampai dua hari ke depan, jika tidak ada hasil kita kembali ke Alacanist.”Semua orang menyetujui pendapat Aciel, kemudian Aciel menyuruh mereka semua untuk istirahat hari ini di tenda masing-masing karena besok mulai mencari sample-sample lagi. Aciel kembali ke ten
Aciel dan Aredel masih diam bergeming menatap kosong ke depan, setelah melihat ular raksasa yang mereka bunuh menghilang begitu saja karena ada lingkaran sihir berwarna hitam yang tiba-tiba muncul. Kaki Aredel lemas, otot-otot nya sedikit kaku karena terkena bisa ular yang lumayan banyak di kakinya tadi. Bukk.. Aredel terjatuh ke belakang namun, Aciel dengan sigap menangkap tubuh mungil milik Aredel itu. “Ah … maaf,” lirih Aredel lalu berusaha berdiri dengan kakinya. “Kau tidak apa-apa?” tanya Aciel khawatir lalu merangkulkan tangan Aredel ke pundaknya. “Tidak apa-apa hanya butuh istirahat,” jawab Aredel. Aciel menuntun Aredel ke tendanya lalu berkata, “Istirahat dulu di tenda ku, nanti kau boleh pulang saat sudah baikan.” “Ah … tidak usah aku masih sanggup untuk pulang kok,” ucap Aredel sambil mendorong tubuh Aciel yang merangkulnya, namun sayang tubuh Aredel lemas lalu kembali terhuyung ke belakang.
Hutan yang awalnya dipenuhi warna hijau di dedaunan dan semak-semaknya kini sudah di penuhi dengan warna biru, karena es-es runcing yang dikeluarkan Aredel menyebar kemana-mana membuat daun, dan semak-semak membeku. Hutan yang awalnya dipenuhi oleh suara kicauan burung, kini dipenuhi oleh suara dentuman es yang mengenai pohon, semak, dan suara erangan macan tutul yang memekikkan telinga. Aciel dan para timnya berada di balik semak-semak yang lumayan jauh dari medan pertarungan tersebut. Mereka memperhatikan elf dan macan tutul tersebut bertarung dengan seksama. Sudah hampir satu jam mereka bertarung, dan mulai terlihat bahwa keduanya yaitu Aredel dan macan tutul sudah sama-sama terlihat lelah.Splassh… SplasshEs-es tersebut terus menerus keluar hingga macan tutul tersebut terpojok dan tidak sengaja menginjak jebakan yang sudah dibuat oleh Aredel.CrekkKaki macan tutul tersebut beku, membuatnya tidak bisa kemana-mana. Perempuan b
Ruangan laboraturium mendadak sunyi, hanya menyisakan bunyi dentingan jam yang berasal dari samping laptop. Semua anggota tim menatap layar laptop analisis itu dengan tatapan bingung, bahkan Aciel pun tidak pernah dengar tentang kodok putih. "Ketua ... apa sebelumnya pernah menemukan kodok putih?" tanya Nona Allaric. Aciel menghela nafasnya kasar, lalu menjawab, "Ini pertama kalinya aku tahu ada kodok berwarna putih."Aciel mendudukkan dirinya di kursi yang berada di depan laptop tersebut, dia menyenderkan punggungnya di sandaran kursi, lalu memijat pelipisnya dengan tangan kanan sambil memejamkan matanya."Apa kita harus mencari sample lagi?" tanya salah satu orang.Aciel menggelengkan kepalanya. " Tidak perlu, besok pagi kita akan pulang dari sini."Para anggota tim terkejut, beberapa dari mereka bahkan menanyai kembali apakah Aciel yakin dengan keputusannya atau tidak. Namun, Aciel mengangguk mantap dan yakin den
Setelah Aciel mengatakan bahwa Aredel lebih cantik dari pada mermaid, suasana tiba-tiba menjadi sangat canggung. Mereka berdua menutup mulut nya masing-masing, tidak berani mengatakan sepatah katapun.Waktu terus berlalu, dan tak terasa malam sudah semakin larut. Udara diatas pohon menjadi sedikit dingin. Aciel menggesekkan kedua telapak tangannya sambil meniup-niupkan telapak tangan tersebut dengan mulutnya. Aredel yang melihat hal itu pun berinisiatif untuk mengantar Aciel pulang ke tendanya."Tidak ... Aku bisa sendiri kok. Lagi pula ini tidak terlalu jauh kan?" ujar Aciel.Aciel sebenarnya ragu, tetapi karena dari kemarin dia merasa sudah banyak merepotkan Aredel, jadi dia bilang dia bisa pulang sendiri. Aciel juga merasa bahwa energi sihir Aredel belum kembali sepenuhnya, jadi lebih baik Aredel beristirahat. "Aku pulang sendiri juga tidak apa-apa," pikir Aciel.Aredel merangkulkan tangan Aciel ke pundaknya, lalu memb
Sejak Aredel kembali, keadaan Aciel dan Rayzeul berubah. Mereka nampak lebih semangat, dan sering tertawa bersama. Kekhawatiran mereka akan keadaan perempuan bersurai putih itu menghilang. Karena dia telah kembali, dan bahkan sudah melakukan banyak hal berempat. Seperti berjalan-jalan, mencari sesuatu yang aneh di hutan, atau mencoba penemuan baru Rayzeul. Pip Pip Pip “Dalam hitungan ketiga … dia akan meledak. Satu dua ….” Dor Semua orang bertepuk tangan. Termasuk Aciel dan Aredel. Mereka layaknya kedua orang tua yang bangga saat melihat Rayzeul dan Irimie sedang mendemontrasikan alat buatan mereka. “Mereka keren!” seru perempuan bersurai putih itu dari kejauhan. “Mereka pasti berhasil! Kalau begitu ayo!” Grep Pria bersurai merah itu menarik tangan Aredel. Dia tertawa, seraya membawa perempuan cantik bersurai pendek itu ke suatu
Satu bulan kemudian.Hari-hari yang dijalani Aciel sangat berat.Bukan hanya tentang Aredel yang belum kembali, tapi juga tentang pekerjaannya yang bertambah. Akibat adanya perang kemarin, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.Misalnya mengembangkan senjata baru, mini jet untuk perang, dan menjinakan robot-robot perang kemarin agar bisa digunakan kembali.Tentu saja dia tidak sendiri melakukan hal itu. Bersama dengan timnya yang lain, dan Irimie serta Rayzeul yang membuat amunisi-amunisi seperti bom.Dar “Dasar ahli kimia menyebalkan! Sudah aku bilang jangan coba-coba dulu dengan senjata itu!”Aciel berteriak marah. Lantaran pistol gel merahnya meledak begitu saja ketika Irimie dan Rayzeul menambahkan sesuatu.“Kita kan sedang ingin mencoba! Siapa tahu berhasil bukan?” tanya Irimie kesal.“Lihat … apakah itu berhasil? Kau membuatnya menjadi potongan be
“Aredel! Hei bangun! Kau tidak bisa meninggalkanku!”Suara teriakan pria bersurai merah itu menggema di medan pertempuran.Dia putus asa. Terus menerus meneriaki nama Aredel. Meskipun si empunya hanya bisa diam bergeming. Tanpa menyahut sekalipun.“Kau bilang akan hidup selamanya … tapi kenapa hanya dengan tertusuk pisau saja kau sekarat begini huh?!”Aciel tidak terima. Dia terus menggenggam tangan Aredel yang kini tengah diobati oleh Rayzeul.“Aciel … kau harus menerimanya. Itu bukanlah pisau biasa, pisau it---“ ucapan Ratu Tauriel terputus.“Aku tidak peduli! Seharusnya dia bisa hidup selamanya! Aku mau di---“BughRayzeul meninju pipi Aciel kencang. Pria bersurai merah itu diam, tak bisa berkata-kata. “Dasar sialan! Bisakah kau diam?! Bukan hanya kau yang bersedih di sini! Apakah kau tidak membayangkan bagaimana sedihnya Ibu Aredel?!”
“Aredel … kenapa aku merasa telingaku gatal ya?” tanya Aciel tiba-tiba.“Di sebelah mana?”“Kiri … apakah mungkin?”Aredel tertawa. Dia menidurkan tubuhnya di atas rumput hijau sambil menatap jutaan bintang di langit. “Ada yang membicarakan hal buruk tentangmu.”“Siapa yang berani membicarakanku?!” Aciel kesal. Dia melipat tangannya di dada sambil menatap datar Aredel.“Mungkin Irimie dan Rayzeul sedang membicarakanmu sekarang.” Perempuan bersurai putih itu menarik tangan Aciel lembut. Agar dia berbaring di sebelahnya.“Bagaimana bisa? Ugh aku tidak suka melihat adikku berdekatan dengan Rayzeul!” ujar Aciel kesal sambil merebahkan dirinya di samping Aredel.“Kenapa? Kau cemburu?”“Tidak. Aku hanya takut kalau Irimie akan menyukainya. Bagaimana kalau nanti Rayzeul mengkhianati adikku?” Wajah Aciel nampak kesa
Serpihan bintang langit malam menghiasi latar belakang kedua insan yang tengah bercengkrama, membuat makan malam di pinggir air terjun ini menjadi romantis.Perempuan bersurai putih itu kesusahan. Ini pertama kali untuknya memasakkan sebuah hidangan.Bahkan jika diingat terakhir kali, dia lupa kapan pernah masak.“Aku tidak bisa masak Aciel,” ujar Aredel pasrah sambil terus membersihkan sisik ikan.“Aku tahu. Kalau begitu kau harus belajar masak dengan Irimie.” Aredel menghela napasnya kasar. Mendengar pria bersurai merah itu menjawab sesuatu yang tidak mungkin, terdengar sangat menyebalkan di telinganya.“Dia tidak ada di sini. Bisakah kita langsung meminta saja makanan jadi? Daripada aku harus susah-susah membuatkanmu makanan,” keluh Aredel kesal dengan bibirnya yang mengerucut gemas.“Lihat betapa menggemaskannya dia,” batin pria bersurai merah itu senang.Aciel tertawa lalu menghampi
ZrasshHujan turun di seluruh Kerajaan Cartenzeul. Seperti tanda berkah dan kesedihan karena perang balas dendam ini telah berakhir. Mereka semua yang berada di medan perang satu persatu kembali, ke rumah mereka masing-masing.“Kau akan pulang ke kerajaan elf?” tanya Irimie sok akrab dengan Rayzeul.Pria bersurai putih itu mengangkat bahunya cuek. “Entahlah. Aku juga tidak tahu harus ke mana sekarang. Aku ingin kembali ke rumahku di Hutan Lhokove tapi rasanya malas.”“Bagaimana kalau kau tinggal di sini? Aku dengar kau mempunyai kemampuan kimia yang hebat? Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dengan kemampuan itu di kerajaan kami.”Seseorang dari belakang berbicara.Perempuan anggun bersurai kuning keemasan tersenyum ramah. Menatap pria bersurai putih itu lembut.“Tuan Putri ingin merekrutku?” tanya Rayzeul tanpa basa-basi.Putri yang kerap disapa Aurora itu mengangg
Sesaat setelah Aredel mengucapkan kata-kata itu. Mulut Tauriel terbuka.Dia ikut bernyanyi, bersama para peri dengan bahasa kuno yang tidak Aredel mengerti.Cahaya terang mulai kembali keluar dari lingkaran sihir di bawah mereka.SplashDan sesaat setelah cahaya itu redup, Aredel pingsan. Dia terbaring lemas di sebelah kekasihnya, Aciel.Kedua tangan Ratu nampak sibuk. Tangannya bergerak, menyentuh dada Aredel dan Aciel.Cahaya berwarna biru muda keluar dari dada Aredel.Suara nyayian Tauriel dan para peri terdengar semakin ramai. Cahaya tersebut terbang, melayang halus di udara.Para peri yang menari itu nampak bahagia sambil menyentuh cahaya berbentuk bulat itu. Mereka membawa cahaya itu hingga mendarat tepat di dada Aciel.“Bagus … empat kali lagi,” batin Tauriel.Mereka melakukan hal tersebut berulang kali, hingga akhirnya sampai di ketiga kalinya.Para peri berhenti menyanyi
“Apa itu benar?” tanya Aredel dengan manik hijau yang bergetar. Perempuan bersurai hitam nan anggun dan berwajah tegas itu menghampiri Aciel. Dia berjongkok dan meletakkan tangannya di kening pria bersurai merah itu. Sudut bibirnya naik lalu melirik ke arah Aredel dan Tauriel. “Kalian harus cepat. Waktunya tidak lama lagi,” ujar Nyram dengan wajah datar. Bola mata Aredel membesar. Dia memegang erat kedua tangan Tauriel, sambil berjongkok di depannya. “Aku tidak apa-apa. Tolong berikan saja nyawaku pada Aciel. Aku tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.” Tauriel menatap penuh ragu elf yang sudah dia anggap seperti anaknya itu. Dia menggeleng pelan sambil menatap dalam manik hijau Aredel. “Setelah aku pikir-pikir ulang … sepertinya tidak. Apakah kau memikirkan bagaimana nasib ibumu nanti saat mendengarmu koma?” lirih Tauriel. Manik hijau Aredel membulat. “Koma? Jadi kau tidak mati?” tanya Aredel lagi. “Tidak. Tapi kau sulit un
Perempuan bersurai putih itu melesat cepat. Dia sudah bertekad untuk membebaskan Morie dari kurungan yang dibuat Ratu Tauriel.“Aku harus menyelamatkan Aciel! Harusnya aku yang terkena tombak es itu bukannya kau!” teriak Aredel dalam hati.Tubuh mungilnya meliuk-liuk handal. Dengan tekad sekeras baja, dan rasa penyesalan sebesar matahari … Aredel berjanji akan menyelamatkan Aciel.“Aku tidak bisa membiarkan Aciel mati karena kelalaianku,” batin perempuan bersurai putih itu.PyuhHembusan angin tornado tak membuat langkah perempuan cantik itu gentar. Dia mengeluarkan sihir yang baru dia pelajari dari Ratu Tauriel. Yaitu membuat tubuh menjadi tembus apapun. Sehingga tidak ada serangan yang bisa mengenai tubuhnya.Perempuan itu menghembuskan napasnya perlahan. Aliran energi sihirnya yang terasa sejuk mulai menyebar dari atas kepala hingga ke ujung kaki.PyuhDia berhasil.Tor