Di akhir pekan Emilio tidak bekerja, dia berada di rumah. Elijah masih tertidur di ranjangnya, sedangkan Emilio sedang memeriksa keadaan Stela, di lihatnya bayi mungil itu tengah merangkak di lantai ditemani pengasuhnya. Tubuh kecil itu bergerak-gerak dengan menggemaskannya. “Stela,” panggilnya lembut, bayi itu kembali datang pada Emilio yang tengah berdiri di sisi lain ruangannya, Emilio kini berada di pavilion di mana Stela tinggal selama berbulan-bulan awal kehidupannya. Bayi mungil itu merangkak ke arah Emilio dengan cepatnya dia sampai di kakinya, Emilio menunduk, ditatapnya mata kecil yang begitu bersinar hingga menyilaukannya. “Apa kau ingin bertemu dengan ibumu?” Emilio mengangkat tubuh kecil itu hingga melewati kepalanya. Tawa bahagia tersirat di wajahnya yang mungil, mulut kecilnya bergerak-gerak tanpa kosakata yang jelas. “Ayo kita bangunkan ibumu,” Emilio membawa pergi Stela, ia berbalik lalu berkata. “Kamu tidak perlu mengikutiku
Di ruang kerjanya Emilio tengah sibuk denga laptopnya, jarinya yang ramping itu bergerak dengan lincahnya di atas keybord laptop. Matanya tertuju pada layar laptop yang cukup terang. Raut wajahnya begitu serius saat bekerja, padahal hari ini akhir pekan, tapi dia masih menyelesaikan pekerjaannya. Emilio berjalan ke sisi lemari buku, mencari buku untuk dibaca, dia berkeliling mengitari rak buku yang berdiri kokoh, di sudut ruang kerjanya, Emilio membaca bukunya sebentar, lalu menyimpannya kembali, Emilio mengitari rak bukunya. mencari sebuah buku yang belum sempat dia selesaikan, Di luar Elijah tengah berdiri di depan pintu ruang kerja Emilio, kedua tangannya memegang nampan dengan dua cangkir teh di atasnya. Dia mendorong celah pintu yang terbuka. Cahaya remang-remang membuat suasana ruang kerja Emilio tampak nyaman dan tenang. Elijah perlahan masuk ke dalam, saat sudah berada di dalam Elijah tidak menemukan sosok Emilio, yang ada di sana hanya kumpulan b
Emilio melumat habis bibir Elijah, ia bahkan tidak memedulikan suasana langit yang begitu terang terpancar di jendela yang besar. Dia benar-benar tidak melepaskan Elijah begitu saja, ia tidak peduli dengan sekitarnya lagi, celah pintu yang terbuka pun diabaikan olehnya, sungguh hasrat telah menguasainya. Elijah hanya bisa pasrah walau sedikit canggung tapi di satu sisi dia menikmati setiap sentuhan yang diberikan Emilio padanya. Keduanya dilanda api gelora yang kian membara. Elijah hanya mampu terpejam tanpa mampu menatap wajah Emilio sekarang. Emilio membuang pakaian atasna lalu menindih Elijah, tiba-tiba sebuah ketukan terdengar, Emilio terdiam sementara Elijah berusaha melepaskan diri, mendorong Emilio hingga dia terjatuh. “Ah!” Emilio setengah berteriak karena kepalanya terbentur meja kaca yang ada di bawah. Di tengah kepalanya yang sakit ia memutar kepalanya, di ambang pintu sudah ada Joseph dan juga Earnest. “Ais,” dengusnya. Eli
Earnest terdiam sejenak saat berada di dekat mobil, pandangannya tertuju pada jendela di mana bayangan Emilio tengah berdiri di sana. Setelah melihatnya ia berangsur masuk ke dalam mobil. Earnest terdiam duduk di kursi belakang, satu tangannya menopang kepalanya. Raut wajahnya sudah terlihat tidak baik, sungguh serius dan semrawut. “Tuan, apa langsung pulang?” sang sopir bertanya dengan hati-hati. “Tidak, pergi ke tempat biasa,” jawabannya begitu jelas, tegas dan singkat. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman Emilio, sepanjang perjalanan Earnest tidak bisa duduk tenang, dia masih memikirkan apa yang akan dilakukan Eito pada Emilio? dia terus berpikir, menguras otaknya berusaha mencari solusi agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara kedua putra yang telah dibesarkannya walau sebenarnya, mereka tumbuh mengikuti keadaan yang membuatnya kuat dan mampu menerjang gelapnya dunia yang dibangun oleh ayahnya sendiri. Earnest memejamkan ke
Di samping mobil bersandar seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, ia mengenakan setelan jas buatan tangan yang membalut tubuhnya, dengan gayanya yang sedikit santai, satu tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, tangan yang lainnya memegang rokok, asap rokok keluar dari mulutnya menghilang bersamaan dengan angin yang mulai berhembus. Ezra keluar dari gedung pusat perbelanjaan, saat keluar dia melihat sosok Sebastian, matanya begitu bersinar, ia hanya mengulas senyum sembari berjalan menghampiri Sebastian. “Kenapa kamu berada di sini?” Sebastian tidak menjawab, ia mendekap tubuh Ezra lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Ezra yang ranum. Keduanya berdiri di tepi jalan, Sebastian tidak memikirkan keadaan sekitar ia masih saja meneruskan ciumannya di depan umum. Tanpa sadar Ezra merangkul leher Sebastian, berusaha mengimbangi ritme pria yang ada di hadapannya, semakin dalam ciuman yang diberikan oleh Sebastian, semakin dia ten
Ezra cukup kesal, salahnya sendiri terlalu menganggap remeh Sebastian, ternyata dia bisa melakukan apa pun sama seperti yang dia katakan sebelumnya. Ya, dia lupa bahwa Sebastian adalah tangan kanan Tuan muda Emilio, jadi tentu saja dia bisa melakukan apa pun yang dia mau seperti sekarang ini. Pada saat ini tubuhnya hanya dibungkus oleh sehelai handuk besar, sama sekali tidak mengenakan apa pun. Ezra sedikit panik tapi, dia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Sebastian sudah berada tepat di depannya. Sebastian merubah posisinya, dia langsung menekan tubuh Erza pada dinding, kecupan kecil terjatuh pada bahunya yang terbuka, sentuhan bibirnya yang sangat terasa hangat kala menyentuh kulit putih Ezra. Sebenarnya Ezra tidak ingin membiarkan Sebastian mencapai tujuannya semudah itu, akan tetapi dia tetap kurang berpengalaman dalam hal seperti ini, sedangkan Sebastian sudah terlihat cukup ahli dalam menggoda wanita, dengan lihainya dia menciumi bibir Ezra
Langit malam tampak sama, begitu gelap. Angin malam terasa semakin dingin dan menusuk tulang menembus pakaian yang membalut tubuh, seorang pria tengah berdiri di rooftop, kedua tangannya mecengkeram pagar pembatas, dilihat dari sana, area bawah begitu kecil, orang-orang bagaikan semut yang berlalu lalang. Emilio diam mencoba merasakan angin yang berhembus menyentuh kulitnya yang tipis, ia kembali mengenang saat pertama kali dia memberanikan diri untuk tampil dan berusaha menyelamatkannya jadi ajang bunuh diri. Ia duduk, menyandarkan tubuhnya pada dinding pembatas, matanya terpejam sejenak, ia mengambil sebungkus rokok, mengeluarkan satu batang dan menjepitnya di antara bibirnya yang tipis. Tangan satunya mencari maci miliknya di semua saku hingga akhirnya dia menemukannya di saku dalam jasnya. Ia menyalakan macisnya dan menempatkan rokoknya di depan macis, api biru itu membakar sedikit ujung rokoknya dan Emilio menariknya perlahan, ia menyesapnya lalu me
Keesokan harinya Elijah terbangun, dengan seorang kecil dan seorang besar tengah tertidur di sampingnya. Ia tidak mengingat apa pun setelah dia tertidur, ia juga tidak mendengar Emilio masuk ke dalam kamar. Dia benar-benar tidur nyenyak tadi malam. Elijah bangkit, dia membawa Stela untuk dimandikan dan memberinya susu, ia membiarkan Emilio tidur lebih lama, sebelum berangkat ke kantor. Saat semuanya telah selesai, Elijah kembali membawa Stela ke kamar, di sana Emilio masih meringkuk, ia mendekatinya tampak keringat memenuhi dahinya, sesekali kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan, terlihat seakan tengah bermimpi buruk. Merasa ada yang tidak beres dia pun meletakkan Stela di kasur, lalu beralih pada Emilio yang masih saja terpejam, dirabanya dahi serta leher Emilio, ia merasakan panas berlebih di punggung tangannya. “Apa yang terjadi? Kenapa panas sekali?” Elijah terus bertanya-tanya dalam benaknya. Ia mundur selangkah, lalu kembali berpikir qpq
Tiga hari telah berlalu sejak Emilio mengetahui kabar Elijah akan menikah. Baik Earnest dan Jesslyn juga kebingungan dengah hal ini. Emilio terlihat frustrasi dan sangat pucat. Tapi, keduanya tidak tahu apa yang telah terjadi pada Emilio. Akhirnya Earnest menginterogasi Sebastian. Sebastian pun akhirnya menceritakan semuanya. Earnest tahu ini adalah buah perbuatannya, dia yang sengaja memisahkan Elijah terlepas dari semua kebohongan yang dilakukan oleh Emilio. sepenuhnya Elijah mengerti. Tapi, desakan untuk meninggalkan Emilio lebih besar akhirnya Elijah yang meninggalkannya meninggalkan bekas yang tak mungkin tertutup kembali. Emilio tidak terlihat di beberapa perusahaan. Dia hanya berdiam diri di rumahnya. tinggal di dalam ruang kerjanya tanpa berniat keluar. Perasaannya masih tidak stabil. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan ini. tapi dia juga sadar akan kesalahannya yang tak mungkin untuk diperbaiki lagi. Di tengah kesedihannya suara ketukan pintu terdengar lem
Emilio membuka berkasnya dan melihat isi dari dokumen itu. Matanya membelalak. Sudah jelas jika Emilio juga sama kagetnya. Dia tidak pura-pura tidak mendengar perkataan Sebastian, dia tidak mempercayai kenyataan yang ada di depannya ini. Rasanya begitu sesak, ia kesulitan bernapas. Emilio mundur beberapa langkah. Di dalam pikirannya mungkin dia berkata, kenapa semua ini terjadi padanya? Selama enam tahun dia berharap jika istrinya akan kembali padanya suatu saat nanti. Tapi, harapan itu tinggal harapan. Hari yang selalu dinantikannya itu tidak akan pernah datang padanya. Emilio membalik setiap lembarnya. Dia melihat foto Elijah tertawa bahagia bersama seorang pria yang digadang-gadang adalah calon suaminya. “Apakah informasi ini valid?” Emilio bertanya. “Ya, informan kita bahkan mengirimkan undangannya.” Jawab Sebastian. Tidak ada pembicaraan lagi. Emilio meremas dokumen itu, matanya mulai memerah. Sebastian tahu bagaimana perasaannya sekarang. Sedih hancur dan
Elijah yang baru saja selesai memasak sejenak tertegun, hatinya begitu hangat kala melihat kedekatan Ezy dan Dareen. Mereka berdua bagaikan pasangan ayah dan anak. Jika orang di luaran sana melihat mereka berdua mungkin tidak akan menyangka jika Dareen hanyalah ayah sambung. Tawa renyah itu memenuhi seisi rumah, Celine yang berada di ruang tamu pun ikut tersenyum dengan tingkah laku keduanya. Mereka bagaikan anak kecil yang bahagia hanya dengan melakukan hal sederhana. “Ezy, turunlah. Ayahmu pasti sangat lelah.” Elijah berjalan ke arah meja makan seraya membawa sepiring daging dan meletakkannya di meja makan. “Cepat cuci tanganmu, kita makan malam bersama.” Ajak Elijah pada Dareen. “Ezy, kamu juga cuci tanganmu sebelum makan.” Perintahnya. “Ok!” Ezy memberi isyarat pada jari tangannya yang kecil. Elijah hanya mengulas senyum, lalu kembali menata meja makan. Dareen dan Ezy menuju wastafel, keduanya mencuci tangan bersamaan. Ezy menaiki kursi kecil lalu mele
Dareen sangat sibuk sekali, dia mulai mengurusi masalah pernikahan, lalu bulan madu semua itu membutuhkan waktu, namun Dareen memintanya untuk menyelesaikannya dalam waktu satu minggu. asistennya Maxi secara intensif sedang mengatur jadwalnya, berusaha keras agar jadwal Dareen tidak bentrok dengan yang lainnya. Setelah rapat rutin, Dareen berjalan keluar dari ruang rapat, tangan kirinya memegang sebuah dokumen, sambil berjalan, sambil berpesan sesuatu pada Daniel. Asisten Maxi datang dari depan, dengan hormat berkata. “Direktur, orang dari perusahaan penyelenggara pernikahan datang, saya sudah mengaturnya di ruang tamu untuk menunggu Anda.” “Mmm.” Dareen mengangguk pelan, berjalan memasuki ruang tamu. Daniel adalah salah satu orang kepercayaan Dareen, dan juga sahabat baginya. Maka dari itu setiap Dareen merencanakan sesuatu, dia akan selalu ikut andil di dalamnya. Dareen segera mengikutinya masuk ke dalam. Perusahaan penyelenggara pernikahan datang dua orang, satu
Untuk sesaat Elijah dibuat bingung harus berkata apa dengan kondisi yang ada di depannya. Beberapa waktu lalu, Elijah juga berharap Dareen bisa membawa cincin dan melamarnya. Dan sekarang saat momen itu tiba, Elijah malah belum sadar. Melihat Elijah tak bergerak, Geofrey tak kuasa bicara, "Nyonya, seharusnya Anda mengerti. Biasanya pria ini tak mau berurusan dengan hal seperti ini, menghindari wanita, janji yang diucapkannya juga tak sembarangan. Pria baik seperti ini, jika kamu sungguh melewatkannya, tidak akan ada kesempatan kedua." Kesadaran Elijah kembali dan tidak membalas perkataan Geofrey. Elijah lama sekali menatap Dareen. Kalau setuju, nantinya mungkin akan banyak bahaya. Jika tidak setuju, apakah dirinya sungguh melewati begitu saja perasaannya? "Ya." Akhirnya telah diputuskan. Hati Elijah seperti melepaskan sebuah batu besar. Ia merasa jika sudah saatnya dia melepaskan masa lalunya, dan memulai hidup baru. Melihat Elijah mengangguk, Dareen tak ku
Walau tubuhnya sedikit gemetar, tapi perlakuan Dareen sangatlah lembut. Elijah mengangguk, mengisyaratkan jika dirinya menyetujuinya. Dareen tersenyum puas, dia mulai menggeluti Elijah. desahan lembut terdengar memenuhi seisi ruangan. Keesokan paginya. Elijah terbangun, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit. Elijah memutar tubuhnya dan melihat di Dareen yang berbaring di sebelahnya. Apa yang terjadi? Elijah berpikir. Ah benar. Dirinya ingin pergi, lalu dihalangi, setelah itu... Dada bidang serta perut berotot terlihat jelas, suara yang serak, karena bergairah, wajahnya pun memerah, saat itu Dareen sangat tampan dan menawan.. Elijah tak berani memikirkannya. Saat ini Elijah merasa wajahnya pasti merah sekali. Dareen sangat menikmati melihat perubahan wajah Elijah, ujung hidungnya yang mancung meneteskan keringat. "Kenapa? Apa kamu masih belum puas melihatnya?" Dareen tersenyum licik. Sepasang matanya yang sedari awal sudah bersinar semakin terliha
Setelah Dareen keluar dari rumah keluarga Lee, dia langsung berkendara menuju hotel di mana Elijah menginap. Daniel yang berada di luar ketika melihat mobil Dareen masuk, dan berhenti tepat di depannya segera menyapa, "Direktur." Dareen mengangguk dan bertanya, "Apakah semua orang berada di dalam?" Daniel menjawab, "Ya, mereka baru saja selesai makan." Dareen mengangguk dan berdiri di depan pintu, sejenak ragu-ragu apakah akan masuk atau tidak. Daniel melihatnya berdiri lama sekali, tanpa bergerak, tidak bisa menahan diri bertanya, "Apakah kamu tidak akan masuk dan melihat-lihat?" Begitu Dareen ingin menjawab, pintu terbuka. Celine ibu angkat Elijah yang membukakan pintu. Dia jelas mendengar langkah kaki seseorang, jadi dia keluar. Untuk melihatnya, Dareen sedikit terkejut, dan langsung menyapa, "Ibu." Celine menatapnya dalam-dalam lalu berkata, "Kita harus bicara." Dareen sudah lama ingin melakukan ini, mengangguk sekarang, menutup pintu den
Sejak hari di mana Elijah berbagi kisah dengannya. saat itu pula Dareen meyakinkan dirinya untuk memiliki dan menjaga Elijah beserta putranya. Dia tidak ingin kehilangan mereka, mendengar kisahnya membuat Dareen tahu bagaimana kuatnya Elijah. Dia merasa jika Elijah harus berada di sampingnya, dia memutuskan untuk benar-benar menikahinya bukan hanya sekedar kontrak belaka. Lika-liku telah dilewati. Ezy sudah keluar dari rumah sakit. Tes yang dilakukan juga tidak menunjukkan suatu penyakit di dalam tubuh kecil Ezy. Dan Elijah dia sudah kembali ke vila mengasuh Ezy dan merawat ibunya. Alicia terus memohon pada Dareen untuk melepaskan keluarganya, dia bahkan menunggunya berhari-hari untuk meminta mengampunannya. Walau Dareen bersiteguh dengan keputusannya tapi Elijah tidak bisa sejahat itu. Dia ikut memohon pada Dareen untuk melepaskan Alicia. Dareen pun menyetujuinya asalkan Alicia pergi, dan tidak menunjukkan batang hidungnya lagi di depan Dareen maupun Elijah. mau t
“Tenanglah,” Dareen menangkap tangan Elijah. Dia mengusap lembut bekas memar yang kian memudar itu. Ia menatapnya lekat dan dalam. “Semuanya akan baik-baik saja. Selagi kau tidak ada, aku akan merawatnya. Jadi jangan khawatir. Aku juga sudah mengirim seseorang untuk menjaga ibumu.” Dareen terus mengusap puncak kepala Elijah seperti anak kecil.Perkataan dan perlakuannya membuat Elijah takut. Takut semakin bergantung pada laki-laki yang baru dikenalnya ini. Semua tindakan Dareen membuat Elijah semakin nyaman. Jika saja hubungan ini bukan hanya sekedar pernikahan kontrak, alangkah bahagianya dia.Seorang pria yang begitu baik, bisa melindungi dan menjaganya. Rasanya dia mulai berharap lebih pada Dareen. Dia seakan menginginkan jika pernikahan ini seharusnya nyata tidak ada kebohongan.Elijah merasa semakin sering dia bersama Dareen, perasaannya kian berkembang. Dia mencoba mengabaikannya tapi lagi dan lagi persaan itu malah semakin kuat. Elijah menggelengkan kepalanya mencoba membuang s