Kehidupan Emilio kembali normal sekarang, Elijah sedang dalam kondisi terbaiknya, Emilio sudah tidak merasa khawatir lagi. dia yang dilanda rasa bahagia berbeda dengan saudaranya Eito. Dia tenggelam dalam dunia kriminal yang menyeret dirinya semakin dalam dan tak bisa kembali lagi ke dunianya semula. Ia terjerumus bersama dengan dua orang temannya. Di sebuah kota terpencil seorang pria tengah memperhatikan lembaran foto bayi perempuan beserta seorang wanita, ditatapnya semakin lekat dan dalam, jari tangannya yang ramping itu dengan lihainya menggeser setiap lembar foto dan berhenti pada sebuah foto seorang bayi tengah tertawa dengan lepasnya, digesernya lagi lembaran foto itu hingga menampilkan seorang wanita yang sudah tidak asing lagi baginya. Wanita yang berada di dalam foto itu adalah Elijah serta bayinya yang yang bernama Stela, pria itu melengkungkan sudut bibirnya ketika pandangannya kembali pada foto sang bayi yaitu Stela mungil. “Aur
Di akhir pekan Emilio tidak bekerja, dia berada di rumah. Elijah masih tertidur di ranjangnya, sedangkan Emilio sedang memeriksa keadaan Stela, di lihatnya bayi mungil itu tengah merangkak di lantai ditemani pengasuhnya. Tubuh kecil itu bergerak-gerak dengan menggemaskannya. “Stela,” panggilnya lembut, bayi itu kembali datang pada Emilio yang tengah berdiri di sisi lain ruangannya, Emilio kini berada di pavilion di mana Stela tinggal selama berbulan-bulan awal kehidupannya. Bayi mungil itu merangkak ke arah Emilio dengan cepatnya dia sampai di kakinya, Emilio menunduk, ditatapnya mata kecil yang begitu bersinar hingga menyilaukannya. “Apa kau ingin bertemu dengan ibumu?” Emilio mengangkat tubuh kecil itu hingga melewati kepalanya. Tawa bahagia tersirat di wajahnya yang mungil, mulut kecilnya bergerak-gerak tanpa kosakata yang jelas. “Ayo kita bangunkan ibumu,” Emilio membawa pergi Stela, ia berbalik lalu berkata. “Kamu tidak perlu mengikutiku
Di ruang kerjanya Emilio tengah sibuk denga laptopnya, jarinya yang ramping itu bergerak dengan lincahnya di atas keybord laptop. Matanya tertuju pada layar laptop yang cukup terang. Raut wajahnya begitu serius saat bekerja, padahal hari ini akhir pekan, tapi dia masih menyelesaikan pekerjaannya. Emilio berjalan ke sisi lemari buku, mencari buku untuk dibaca, dia berkeliling mengitari rak buku yang berdiri kokoh, di sudut ruang kerjanya, Emilio membaca bukunya sebentar, lalu menyimpannya kembali, Emilio mengitari rak bukunya. mencari sebuah buku yang belum sempat dia selesaikan, Di luar Elijah tengah berdiri di depan pintu ruang kerja Emilio, kedua tangannya memegang nampan dengan dua cangkir teh di atasnya. Dia mendorong celah pintu yang terbuka. Cahaya remang-remang membuat suasana ruang kerja Emilio tampak nyaman dan tenang. Elijah perlahan masuk ke dalam, saat sudah berada di dalam Elijah tidak menemukan sosok Emilio, yang ada di sana hanya kumpulan b
Emilio melumat habis bibir Elijah, ia bahkan tidak memedulikan suasana langit yang begitu terang terpancar di jendela yang besar. Dia benar-benar tidak melepaskan Elijah begitu saja, ia tidak peduli dengan sekitarnya lagi, celah pintu yang terbuka pun diabaikan olehnya, sungguh hasrat telah menguasainya. Elijah hanya bisa pasrah walau sedikit canggung tapi di satu sisi dia menikmati setiap sentuhan yang diberikan Emilio padanya. Keduanya dilanda api gelora yang kian membara. Elijah hanya mampu terpejam tanpa mampu menatap wajah Emilio sekarang. Emilio membuang pakaian atasna lalu menindih Elijah, tiba-tiba sebuah ketukan terdengar, Emilio terdiam sementara Elijah berusaha melepaskan diri, mendorong Emilio hingga dia terjatuh. “Ah!” Emilio setengah berteriak karena kepalanya terbentur meja kaca yang ada di bawah. Di tengah kepalanya yang sakit ia memutar kepalanya, di ambang pintu sudah ada Joseph dan juga Earnest. “Ais,” dengusnya. Eli
Earnest terdiam sejenak saat berada di dekat mobil, pandangannya tertuju pada jendela di mana bayangan Emilio tengah berdiri di sana. Setelah melihatnya ia berangsur masuk ke dalam mobil. Earnest terdiam duduk di kursi belakang, satu tangannya menopang kepalanya. Raut wajahnya sudah terlihat tidak baik, sungguh serius dan semrawut. “Tuan, apa langsung pulang?” sang sopir bertanya dengan hati-hati. “Tidak, pergi ke tempat biasa,” jawabannya begitu jelas, tegas dan singkat. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman Emilio, sepanjang perjalanan Earnest tidak bisa duduk tenang, dia masih memikirkan apa yang akan dilakukan Eito pada Emilio? dia terus berpikir, menguras otaknya berusaha mencari solusi agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara kedua putra yang telah dibesarkannya walau sebenarnya, mereka tumbuh mengikuti keadaan yang membuatnya kuat dan mampu menerjang gelapnya dunia yang dibangun oleh ayahnya sendiri. Earnest memejamkan ke
Di samping mobil bersandar seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, ia mengenakan setelan jas buatan tangan yang membalut tubuhnya, dengan gayanya yang sedikit santai, satu tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, tangan yang lainnya memegang rokok, asap rokok keluar dari mulutnya menghilang bersamaan dengan angin yang mulai berhembus. Ezra keluar dari gedung pusat perbelanjaan, saat keluar dia melihat sosok Sebastian, matanya begitu bersinar, ia hanya mengulas senyum sembari berjalan menghampiri Sebastian. “Kenapa kamu berada di sini?” Sebastian tidak menjawab, ia mendekap tubuh Ezra lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Ezra yang ranum. Keduanya berdiri di tepi jalan, Sebastian tidak memikirkan keadaan sekitar ia masih saja meneruskan ciumannya di depan umum. Tanpa sadar Ezra merangkul leher Sebastian, berusaha mengimbangi ritme pria yang ada di hadapannya, semakin dalam ciuman yang diberikan oleh Sebastian, semakin dia ten
Ezra cukup kesal, salahnya sendiri terlalu menganggap remeh Sebastian, ternyata dia bisa melakukan apa pun sama seperti yang dia katakan sebelumnya. Ya, dia lupa bahwa Sebastian adalah tangan kanan Tuan muda Emilio, jadi tentu saja dia bisa melakukan apa pun yang dia mau seperti sekarang ini. Pada saat ini tubuhnya hanya dibungkus oleh sehelai handuk besar, sama sekali tidak mengenakan apa pun. Ezra sedikit panik tapi, dia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Sebastian sudah berada tepat di depannya. Sebastian merubah posisinya, dia langsung menekan tubuh Erza pada dinding, kecupan kecil terjatuh pada bahunya yang terbuka, sentuhan bibirnya yang sangat terasa hangat kala menyentuh kulit putih Ezra. Sebenarnya Ezra tidak ingin membiarkan Sebastian mencapai tujuannya semudah itu, akan tetapi dia tetap kurang berpengalaman dalam hal seperti ini, sedangkan Sebastian sudah terlihat cukup ahli dalam menggoda wanita, dengan lihainya dia menciumi bibir Ezra
Langit malam tampak sama, begitu gelap. Angin malam terasa semakin dingin dan menusuk tulang menembus pakaian yang membalut tubuh, seorang pria tengah berdiri di rooftop, kedua tangannya mecengkeram pagar pembatas, dilihat dari sana, area bawah begitu kecil, orang-orang bagaikan semut yang berlalu lalang. Emilio diam mencoba merasakan angin yang berhembus menyentuh kulitnya yang tipis, ia kembali mengenang saat pertama kali dia memberanikan diri untuk tampil dan berusaha menyelamatkannya jadi ajang bunuh diri. Ia duduk, menyandarkan tubuhnya pada dinding pembatas, matanya terpejam sejenak, ia mengambil sebungkus rokok, mengeluarkan satu batang dan menjepitnya di antara bibirnya yang tipis. Tangan satunya mencari maci miliknya di semua saku hingga akhirnya dia menemukannya di saku dalam jasnya. Ia menyalakan macisnya dan menempatkan rokoknya di depan macis, api biru itu membakar sedikit ujung rokoknya dan Emilio menariknya perlahan, ia menyesapnya lalu me